KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang
Nya yang tiada terhingga. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada
Rasulullah SAW yang telah memberikan suri tauladan bagi kita semua.
pembuatan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif,
Konstruktivistik dan Humanistik. Karya tulis ini disusun untuk memenuhi salah
satu tugas Ujian Tengah Semester Ganjil (UTS) tahun akademik 2010/2011, mata pelajaran
Belajar Pembelajaran.
Dalam penyusunan karya tulis ini, Penulis mendapatkan bantuan serta bimbingan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ucapkan
Penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semuanya
terutama bagi penulis. Begitu pula Karya Tulis Ilmiah ini tidak luput dari kekurangan dan
kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Realness bukan hanya harus dimiliki oleh anak, tetapi juga orang yang terlibat dalam
proses pembelajaran. Lingkungan belajar yang bebas dan didasari oleh realness dari semua
pihak yang telibat dalam proses pembelajaran akan dapat menumbuhkan sikap dan persepsi
yang positif terhadap belajar.
Bagi para guru, salah satu pertanyaan yang paling penting tentang belajar adalah :
Kondisi seperti apa yang paling efektif untuk menciptakan perubahan yang diinginkan dalam
tingkah laku? Atau dengan kata lain, bagaimana bisa apa yang kita ketahui tentang belajar
diterapkan dalam instruksi? Sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut, kita harus melihat
pada penjelasan-penjelasan psikologis tentang belajar.
Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan
manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun
juga tidak lepas dari individu yang lainnya. Secara kodrati manusia akan selalu hidup
bersama. Hidup bersama antarmanusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi
dan situasi. Dalam kehidupan semacam inilah terjadi interaksi. Dengan demikian kegiatan
hidup manusia akan selalu dibarengi dengan proses interaksi atau komunikasi, baik interaksi
dengan alam lingkungan, interaksi dengan sesama, maupun interaksi dengan tuhannya, baik
itu sengaja maupun tidak disengaja.
Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ketidak terbatasannya akal dan keinginan
manusia, untuk itu perlu difahami secara benar mengenai pengertian proses dan interaksi
belajar. Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan yang tunggal tapi memang memiliki
makna yang berbeda. Belajar diartikan sebagai suatu perubahan tingkah-laku karena hasil
dari pengalaman yang diperoleh. Sedangkan mengajar adalah kegiatan menyediakan kondisi
yang merangsang serta mangarahkan kegiatan belajar siswa/subjek belajar untuk memperoleh
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dapat membawa perubahan serta kesadaran
diri sebagai pribadi.
Menurut Arden N. Frandsen mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang itu
untuk belajar antara lain sebagai berikut:
adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;
adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;
adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-
teman;
adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang
baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetensi;
Secara luas teori belajar selalu dikaitkan dengan ruang lingkup bidang psikologi atau
bagaimanapun juga membicarakan masalah belajar ialah membicarakan sosok manusia. Ini
dapat diartikan bahwa ada beberapa ranah yang harus mendapat perhatian. anah-ranah itu
ialah ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Akan tetapi manusia sebagai
makhluk yang berpikir, berbeda dengan binatang. Binatang adalah juga makhluk yang dapat
diberi pelajaran, tetapi tidak menggunakan pikiran dan akal budi. Ivan Petrovich Pavlov, ahli
psikologi Rusia berpengalaman dalam melakukan serangkaian percobaan. Dalam percobaan
itu ia melatih anjingnya untuk mengeluarkan air liur karena stimulus yang dikaitkan dengan
makanan. Proses belajar ini terdiri atas pembentukan asosiasi (pembentukan hubungan antara
gagasan, ingatan atau kegiatan pancaindra) dengan makanan. Proses belajar yang
digambarkan seperti itu menurut Pavlov terdiri atas pembentukan asosiasi antara stimulus dan
respons refleksif.
Dasar penemuan Pavlov tersebut, menurut J.B. Watson diberi istilah behaviorisme.
Watson berpendapat bahwa perilaku manusia harus dipelajari secara objektif. la menolak
gagasan mentalistik yang bertalian dengan bawaan dan naluri. Watson menggunakan teori
classical conditioning untuk semuanya yang bertalian dengan pembelajaran. Pada umumnya
ahli psikologi mendukung proses mekanistik. Maksudnya kejadian lingkungan secara
otomatis akan menghasilkan tanggapan. Proses pembelajaran itu bergerak dengan pandangan
secara menyeluruh dari situasi menuju segmen (satuan bahasa yang diabstraksikan dari
kesatuan wicara atau teks) bahasa tertentu. Materi yang disajikan mirip dengan metode
dengar ucap.
4. Berikan contoh konkrit konstruktif dan humanistic untuk konteks SMP atau SMP?
1.3 Hipotesa
Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan dari berbagai teori belajar dan
pembelajaran
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah berisi tentang masalah yanbg akan di pecahkan
BAB II PEMBAHASAN
BAB II
PEMBAHASAN
Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan
diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang diinginkan.
dalam semua bidang subjek dan manajemen kelas. Ada ahli yang menyebutkan bahwa teori
belajar behavioristik adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara
konkret.
Premis dasar teori belajar behavioristik menyatakan bahwa interaksi antara stimulus
respons dan penguatan terjadi dalam suatu proses belajar. Teori belajar behavioristik sangat
menekankan pada hasil belajar, yaitu perubahan tingkah laku yang dapat dilihat. Hasil belajar
diperoleh dari proses penguatan atas respons yang muncul terhadap stimulus yang bervariasi.
Salah satu teori belajar behavioristik adalah teori classical conditioning dari Pavlov
yang didasarkan pada reaksi sistem tak terkondisi dalam diri seseorng serta gerak refleks
setelah menerima stimulus. Menurut Pavlov, penguatan berperan penting dalam
mengkondisikan munculnya respons yang diharapkan. Jika penguatan tidak dimunculkan,
dan stimulus hanya ditampilkan sendiri, maka respons terkondisi akan menurun dan atau
menghilang. Namun, suatu saat respons tersebut dapat muncul kembali.
Sementara itu, connectionism dari Thorndike menyatakan bahwa belajar merupakan
proses coba-coba sebagai reaksi terhadap stimulus. Respons yang benar akan semakin
diperkuat melalui serangkaian proses coba-coba, sementara respons yang tidak benar akan
menghilang. Akibat menyenangkan dari suatu respons akan memperkuat kemungkinan
munculnya respons. Respons yang benar diperoleh dari proses yang berulang kali yang dapat
terjadi hanya jika siswa dalam keadaan siap.
Teori behaviorism dari Watson menyatakan bahwa stimulus dan respons yang
menjadi konsep dasar dalam teori perilaku haruslah berbentuk tingkah laku yang dapat
diamati. Interaksi stimulus dan respons merupakan proses pengkondisian yang akan terjadi
berulang-ulang untuk mencapai hasil yang cukup kompleks.
Ciri dari teori behavioristik adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil,
bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi
atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil
belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah
munculnya perilaku yang diinginkan. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa
tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil
belajar.
Dalam hal konsep pembelajaran, proses cenderung pasif berkenaan dengan teori
behavioris. Pelajar menggunakan tingkat keterampilan pengolahan rendah untuk memahami
materi dan material sering terisolasi dari konteks dunia nyata atau situasi. Little tanggung
jawab ditempatkan pada pembelajar mengenai pendidikannya sendiri.
Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai perwujudan
Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah pseudo
Banyak ahli (a.l. Lundin, 1991 dan Leahey, 1991) membagi behaviorisme ke dalam
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku
dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam
berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya
merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil
yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun
secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun
dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap
perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching
Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang
berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat
(reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang
dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan
situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan
pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan
respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam
hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi
pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak
dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman
penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga
dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya
mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan
adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati
tersebut.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun
ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
sementara;
Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian
salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain,
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat
negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus
diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah
ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama
menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan
kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus
ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan
kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar
untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari
penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan
untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan
penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.
pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin
kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori
behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah.
knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk
menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis
dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami
oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang
selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik
dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam
proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati
sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan
teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang
jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat
esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan
sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan
dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan
pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik
adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus
pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas mimetic, yang menuntut pebelajar untuk
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis,
atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi
atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti
urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku
teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku
teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar.
Maksudnya bila pebelajar menjawab secara benar sesuai dengan keinginan guru, hal ini
dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan
setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan
antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan
dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik dan analisis serta peranannya dalam
pembelajaran.
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon.
Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan,
atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi
yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan,
atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud
konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun
bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2)
hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat
diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri
seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang
tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris
murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau
Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles
Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat
terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull
mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction)
adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga
stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan
biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam.
Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-
stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh
gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan
stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena
gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain
yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak
hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan
respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering
mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan
menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting
dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon
secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam
mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak
konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana,
namun lebihkomprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang
tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya.
Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-
stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan
mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-
perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara
benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta
memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin
timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan
perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan
menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi,
demikian seterusnya.
pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin
kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar seharusnya menjadi kegiatan yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia.
Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling penting dalam upaya
mempertahankan hidup dan mengembangkan diri. Dalam dunia pendidikan belajar
merupakan aktivitas pokok dalam penyelenggaraan proses belajar-mengajar. Melalui belajar
seseorang dapat memahami sesuatu konsep yang baru, dan atau mengalami perubahan
tingkah laku, sikap, dan ketrampilan.
Pada dasarnya terdapat dua pendapat tentang teori belajar yaitu teori belajar aliran
behavioristik dan teori belajar kognitif. Teori belajar behavioristik menekankan pada
pengertian belajar merupakan perubahan tingkah laku, sehingga hasil belajar adalah sesuatu
yang dapat diamati dengan indra manusia langsung tertuangkan dalam tingkah laku. Seperti
yang dikemukakan oleh Ahmadi dan Supriono (1991: 121) bahwa belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Sedangkan teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu
proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996:
53) bahwa Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif
dan berbekas.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha
yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses
interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk
pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan
berbekas.
Menuru teori belajar kognitif pada dasarnya setiap orang dalam bertingkah laku dan
pemahamannya atas dirinya sendiri. Setiap orang memiliki kepercayaan, ide-ide dan prinsip
Teori kognitif berasal dari teori kognitif dan teori psikologi. Aspek kognitif
Sedangkan aspek psikologis membahas masalah hubungan atau interaksi antara orang dan
Menurut teori belajar kognitif, belajar merupakan proses-proses internal yang tidak
psikologisnya.
b. Membantu guru u Menuru teori belajar kognitif pada dasarnya setiap orang dalam
kepentingan dirinya.
Teori kognitif berasal dari teori kognitif dan teori psikologi. Aspek kognitif
Sedangkan aspek psikologis membahas masalah hubungan atau interaksi antara orang dan
Menurut teori belajar kognitif, belajar merupakan proses-proses internal yang tidak
a. Membentuk hubungan yang teruji, teramalkan dari tingkah laku orang-orang pada
psikologisnya.
b. Membantu guru untuk memahami orang lain, terutama muridnya, dan membantu
dirinya sendiri
c. Mengkonstruksi prinsip-prinsip ilmiah yang dapat diterapkan dalam kelas dan untuk
atas diri dan lingkungannya lalu menafsirkan bahwa diri dan lingkungannya
yang sama atau hamper sama. Dapat juga dikatakan insight adalah pemahaman terhadap
suatu situasi secara mendalam. Insight terjadi dengan malihat kasus-kasus/kejadian yang
sebagai berikut.
b. Teori kognitif berfokus pada situasi saat ini, sedangkan teori behaviorisme pada
tampak, seperti penyelesaian tugas rumah, hasil tes, disamping itu juga harus
c. Ahli kognitif percaya bahwa kemampuan berpikir setiap orang tidak sama dan tidak
Model teori belajar kognitif yang banyak diterapkan dalam dunia pendidikan adalah
model belajar penemuan dari Brunner, model belajar bermakna dari Ausebel, model
pemrosesan informasi dan model peristiwa pembelajaran dari Rober Gagne, dan model
Teori kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar gestalt. Peletak dasar
teori gestalt adalah Merx Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan
problem solving. Sumbangannya diikuti oleh Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikan
1959) yang meneliti tentang insight pada simpase. Kaum gestaltis berpendapat bahwa
pengalaman itu berstuktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan. Menurut pandangan
terutama hubungan antara bagian dan keseluruhan. Intinya, menurut mereka, tingkat
kejelasan dan keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih
meningkatkan kemampuan belajar seseorang dari pada dengan hukuman dan ganjaran.
menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi social. Lewin memandang masing-
masing individu berada di dalam suatu medan kekuatan yang bersifat psikologis. Medan
dimana individu bereaksi disebut life space. Life space mencankup perwujudan lingkungan
di mana individu bereaksi, misalnya ; orang orang yang dijumpainya, objek material yang
ia hadapi serta fungsi kejiwaan yang ia miliki. Jadi menurut Lewin, belajar berlangsung
sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan sruktur kognitif itu adalah
hasil dari dua macam kekuatan, satu dari stuktur medan kognisi itu sendiri, yang lainya dari
kebutuhan motivasi internal individu. Lewin memberikan peranan lebih penting pada
Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual
dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog
sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif.
Pada intinya, perkembangan kognitif bergantung kepada akomodasi. Kepada siswa harus
diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tak daapat
Yang menjadikan dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan
bahwa anak harus berperan secara aktif di dalam belajar di kelas. Untuk itu bruner memakai
cara dengan apa yang disebutnya discovery learning, yaitu dimana murid mengorganisasi
bahan pelajaran yang dipelajarai dengan suatu bentuk akhir yang sesuai dengan tingkat
kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist,
historian atau ahli matematika. Biarkan murid kita menemukan arti bagi diri mereka sendiri
mengerti
Tokoh kontruktivis lain adalah Vygotsky. Sumbangan penting teori Vygotsky adalah
menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pebelajaran dan
penekanannya pada lingkungan sosial pebelajaran. Menurut teori Vygotsky, fungsi kognitif
berasal dari interaksi sosial masing masing individu dalam konsep budaya. Vygotsky juga
yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas tugas yang belum
dipelajari namun tugas- tugas itu berada dalam zone of proximal development mereka.
yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat
masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.
Teori Vygotsky yang lain adalah scaffolding. Scaffolding adalah memberikan
kepada seseorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap tahap awal pembelajaran
dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak
tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu
mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan,
dorongan menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat
mandiri.
setting kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan
strategi strategi pemecahan masalah yang efektif dalam masing masing zone of
scaffolding. Jadi teori belajar Vygotsky adalah salah satu teori belajar sosial sehingga
sangat sesuai dengan model pembelajaran kooperatif karena dalam model pembelajaran
kooperatif terjadi interaktif sosial yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa
dengan guru dalam usaha menemukan konsep konsep dan pemecahan masalah.
Tidak seperti halnya belajar menurut perspektif behavioris dimana perilaku manusia
tunduk pada peneguhan dan hukuman, pada perspektif kognitif ternyata ditemui tiap individu
justru merencakan respons perilakunya, menggunakan berbagai cara yang bisa membantu
dia mengingat serta mengelola pengetahuan secara unik dan lebih berarti. Teori belajar
yang berasal dari aliran psikologi kognitif ini menelaah bagaimana orang berpikir,
sehubungan dengan teori belajar ini adalah tentang jenis pengetahuan dan memori.
Jenis Pengetahuan
Menurut pendekatan kognitif yang mutakhir, elemen terpenting dalam proses belajar
adalah pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu kepada situasi belajar. Dengan kata lain
apa yang telah kita diketahui akan sangat menentukan apa yang akan menjadi perhatian,
dipersepsi, dipelajari, diingat ataupun dilupakan. Pengetahuan bukan hanya hasil dari
proses belajar sebelumnya, tapi juga akan membimbing proses belajar berikutnya. Berbagai
riset terapan tentang hal ini telah banyak dilakukan dan makin membuktikan bahwa
pengetahuan dasar yang luas ternyata lebih penting dibanding strategi belajar yang terbaik
yang tersedia sekalipun. Terlebih bila pengetahuan dan wawasan yang luas ini disertai
dengan strategi yang baik tentu akan membawa hasil lebih baik lagi tentunya.
dilakukan misalnya dalam hal pembagian satu bilangan ataupun cara kita
tentang fakta (misalnya, bumi berputar mengelingi matahari dalam kurun waktu tertentu),
generalisasi (setiap benda yang di lempar ke angkasa akan jatuh ke bumi karena adanya
gaya gravitasi), pengalaman pribadi (apa yang diajarkan oleh guru sains secara
menyenangkan) atau aturan (untuk melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan pada
Jean piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat kontruktivisme, yang
teori pengetahuannya dikenal dengan adaptasi kognitif. Manusia berhapadan dengan
tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapi secara kognitif
(mental). Untuk itu, manusia harus mengembangkankan skema pikirannya lebih umum atau
rinci, atau perlu perubahan, menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman
tersebut.
Piaget (1967, 1970) mengembangkan konsep dan metode teori dasar untuk mengkaji
proses kognitif. Teori dan penelitian Piaget (1967) mengenai perkembangan kognitif
menyarankan bahwa anak-anak tumbuh melalui beberapa tingkatan (stages) yang berbeda
dalam perkembangan kognitif dan bayi sampai dewasa. Menurut Piaget tingkat pertama
perkembangan kognitif membangun fondasi untuk perkembangan konsepual dalam tindakan,
dimulai dengan tindakan sensori motorik dan refleksi. Tingkatan selanjutnya membangun
tingkat kognisi yang lebih tinggi pada skema yang terbentuk sebelumnya. Piaget menawarkan
statement ringkas pada teorinya tentang meaning making: otak mengorganisasi dunia
dengan mengorganisasi dirinya. (Piaget, 1937/1971, hlm.311). (Robert, 2004:70).
Selain itu, Piaget juga berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil
sudah memiliki kemampuan untuk menngkontruksi pengetahuannya sendiri. Pengethuan
yang dikonstruksi oleh anak sebagai subjek, maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna;
sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui pemberitahuan tidak akan menjadi
pengetahuan yang bermakna. pengethauan tersebut hanya untuk diingat sementara setelah itu
dilupakan (Sanjaya, 2009:124).
Jelas, jika asimilasi adalah satu-satunya proses kognitif, maka tak akan ada
perkembangan intelektual sebab organisme hanya akan mengasimilasikan pengalamnnya ke
dalam struktur kognitif. Namun, proses penting kedua menghasilkan mekanisme untuk
perkembangan intelektual yaitu accomodation (akomodasi), proses memodifikasi struktur
kognitif.
Setiap pengalaman yang dialami seseorang akan melibatkan asimilasi dan akomodasi.
kejadian-kejadian yang berkoresponden dengan skemata oragnisme membutuhkan
akomodasi. Jadi, semua pengalaman melibatkan dua proses yang sama-sama penting:
pengenalan atau mengetahui, yang berhubungan dengan asimilasi dan akomodasi, yang
menghasilkan modifikasi struktur kognitif. modifikasi ini dapat disamakan dengan proses
belajar. dengan kata lain, kita merespon dunia berdasarkan pengalaman yang kita alami
sebelaumnya. Aspek unik dari pengalaman ini menyebabkan perubahan dalam struktur
kogniti (akomodasi). Akomodasi karenanya menyediakan sarana utama bagi perkembangan
intelektual.
2) Jhon Dewey dan Von Graselfeld.
Jhon Dewey dan Von Graselfeld. Dalam hal ini seperti dikemukakan oleh Robert B.
Innes (2004:1) bahwa Constructivist views of learning include a range of theories that share
the general perspective that knowledge is constructed by learners rather than transmitted to
learners. Most of these theories trace their philosophical roots to John Dewey. Maksudnya
adalah bahwa pandangan penganut konstruktivisme mengenai belajar meliputi serangkaian
teori yang membagi perespektif umum bahwa pengetahuan dikonstruksi oleh pembelajar
bukan ditransfer ke pembelajar. Kebanyakan dari teori seperti ini berakar dari filsafat Jhon
Dewey.
Dewey menjelaskan bahwa manusia tidak selayaknya dibagi ke dalam dua bagian,
satunya emotional dan yang lainnya intelektualyang satunya materi nyata, lainnya
imajinatif. Pembagian seperti ini sesungguhnya seringkali membangun, tetapi hal itu selalu
karena metode yang salah dalam pendidikan. Sebenarnya dan biasanya, personalitas berkerja
sebagai keseluruhan. Tidak ada integrasi karakter dan otak kecuali ada penyatuan intelektual
dan emosional, makna dan nilai, kenyataan dan imajinasi yang berjalan diluar kenyataan
menuju kecendrungan terhadap kemungkinan yang diinginkan (Robert, 2004: 36)
Prinsip dasar yang mendasari filsafat konstruktivis adalah bahwa semua pengetahuan
dikonstruksikan (dibangun) dan bukan dipersepsi secara langsung oleh indera (pemciuman,
penglihatan, perabaan,). Seperti dikatakan oleh Von Glasersfeld (1984), salah satu pendiri
gerakan konstruktivis, bahwa konstruktivisme berakar pada asumsi bahwa pengetahuan, tidak
peduli bagaimana pengetahuan itu didefinisikan, terbentuk di dalam otak manusia, dan subjek
yang berpikir tidak memiliki alternatif selain mengkonstruksikan apa yang diketahuinya
berdasarkan pengalamannya sendiri. Semua pikiran kita didasarkan oleh pada penglaman kita
sendiri, dan oleh karenanya bersifat subjektif (Muijs dan Reynolds, 2008:96).
Setara dengan di atas, Budingsih juga mengemukakan bahwa faktor-faktor yang juga
mempengaruhi proses mengkonstruksi pengetahuan adalah konstruksi pengetahuan seseorang
yang telah ada, domain pengalaman, dan jaringan struktur kognitif yang dimilikinya. Proses
dan hasil konstruksi pengetahuan yang telah dimiliki seseorang akan menjadi pembatas
konstruksi pengetahuan yang akan datang. Pengalaman akan fenomena yang baru menjadi
unsur penting dalam membentuk dan mengembangkan pengetahuan. keterbatasan
pengalaman seseorang pada suatu hal juga akan membatasi pengetahuannya akan hal
tersebut. pengetahuan yang telah dimiliki orang tersebut akan membentuk suatu jaringan
struktur kognitif dirinya.
Semua kalangan dari paham konstruktivis menyetujui bahwa pengetahuan secara aktif
dikonstruksi oleh manusia, entah secara individual ataupun dalam kelompok, bukannya
diterima dari sumber natural atau supranatural (atau bahkan dari seorang professor; Philips
1995). Selain ini, definisi kontruktivisme beragam menurut permasalahan yang diperdebatkan
bersama dengan perubahan konstruktivis. Bidang perdebatan yang paling dasar
dipresentasikan oleh suatu rangkaian dalam memandang belajar sebagai suatu tindakan
instruksi secara individual untuk melihat belajar sebagai sebuah kontruksi sosial. Rangkaian
ini dipusatkan pada satu posisi yang dikenal sebagai konstruktivisme radikal atau
psikologikal, yang menggambarkan konstruksi pengetahuan sebagai suatu proses yang terjadi
dalam mind dari individu. Pada sisi lain dari rangkaian tersebut diberlakukan dengan posisi
yang dikenal sebagai social constructivism or sociocultural posistion yang
melihat mind sebagai hampir secara keseluruhan melekat pada social practice of the
culture (kenyataan sosial budaya) (Robert, 2004: xiii)
Dengan demikian, kontruktivisme seperti dikatakan oleh Von Glasefeld adalah salah
satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (kontruksi)
kita sendiri. pengetahuan bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan
merupakan hasil dari kontruksi kognitif melalui melalui kegiatan seseorang dengan membuat
struktur, kategori, konsep, dan sekma yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan baru.
Padangan kontruktivistik mengemukakan bahwa realitas ada pada pikiran seseorang. Manusia
mengkonstruksi pengalamnnya. konstruktivistik mengarahkan perhatiannya pada bagaimana
seseorang mengkonstruksi pengetahuan dari pengalamnnya, struktur mental, dan keyakinan
yang digunakan untuk menginterpretasikan objek dan peristiwa-peristiwa. Pandangan
konstruktivistik mengakui bahwa pikiran dalah instrumen penting dalam menginterpretasikan
kejadian, objek, dan pandangan dunia nyata, di mana interpretasi tersebut terdiri dari
pengetahuan dasar manusia secara individual.
Menurut cara pandang teori konstruktivisme bahwa belajar adalah proses untuk
membangun pengetahuan melalui pengalaman nyata dari lapangan. Artinya siswa akan cepat
memiliki pengalaman jika pengetahuan itu dibangun atas dasar realitas yang ada di dalam
masyarakat. Penekanan teori konstruktivisme bukan pada membangun kualitas kognitif,
tetapi lebih pada proses untuk menemukan teori yang dibangun dari realitas lapangan
(Muchith, 2008: 71).
Belajar bukanlah proses tekonologisasi (robot) bagi siswa, melainkan proses untuk
membangun penghayatan terhadap suatu materi yang disampaikan sehingga proses
pembelajaran tidak hanya meyampaikan materi yang bersifat normatif (tekstual) tetapi juga
harus juga menyampaikan materi yang bersifat kontekstual.
Dalam kaitannya dengan ini, Bettencourt (1989) mengemukakan bahwa ada tiga
penekanan dalam teori belajar kontruktivisme yaitu:
Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah lebih sebagai
fasilitator atau moderator. Artinya guru bukanlah satu-satunya sumber belajar yang harus
selalu ditiru dan segala ucapandan tindakannya selalu benar, sedang murid sosok manusia
yang bodoh, segala ucapan dan tindakannya tidak selalu dapat dipercaya atau salah. Proses
pembelajaran seperti ini, cendrung menempatkan siswa sebagai sosok manusia yang pasif,
statis dan tidak memiliki kepekaan dalam memahami persoalan (Muchith, 2008:72-73).
1. Guru perlu memahami berbagai jenis media dan sumber belajar beserta fungsi
masing-masing media tersebut. Pemahaman akan fungsi media tersebut
diperlukan, belum tentu semua media cocok digunakan untuk mengajarkan
semua semua bahan pelajaran. Setiap media memiliki karakteristik tersendiri
2. Guru perlu mempunyai keterampilan dalam merancang suatu media. Dengan
perancangan media yang dianggap cocok akan memudahkan proses
pembelajaran, sehingga akan tercapai secara optimal.
3. Guru dituntut untuk mampu mengorganisasikan berbagai jenis media serta dapat
memanfaatkan berbagai sumber belajar.
Posisi siswa dalam pembelajaran menurut falsafah atau teori konstruktivisme adalah
siswa harus aktif, kreatif dan kritis. konsekuensi utamanya guru sebelum memberikan materi
pembelajaran harus mengetahui kemampuan awal siswa, jangan siswa dalam belajar berawal
dari pemhaman yang kosong.
Peran guru dan siswa dalam pembelajaran konstruktivtistik harus diubah. Dalam hal
ini, guru atau pendidik berperan sebagai seseorang yang berperan memberdayakan seluruh
potensi siswa agar siswa mampu melaksanakan proses pembelajaran. Guru bertugas tidak
mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan berusaha memberdayakan
seluruh potensi dan sarana yang dapat membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya
sendiri.
Menurut Muchith (2008:74) bahwa secara rinci peran guru perlu dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
Sementara itu, peran siswa menurut pandangan konstruktivisme bahwa siswa dalam
proses pembelajaran harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan
memberikan makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Paradigma konstruktivisme
memandang bahwa siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum
mempelajari sesuatu. Siswa dipahami pribadi yang memiliki kebebasan untuk membangun
ide atau gagasan tanpa harus diintervensi oleh siapapun, siswa diposisikan manusia dewasa
yang sudah memiliki modal awal pengetahuan.
Dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah: (1),mengenai fungsi
dan pentingnya bahasa dalam komunikasi social yang dimulai proses pencanderaan terhadap
tanda (sign) sampai kepada tukar menukar informasi dan pengetahuan, (2) zona of proximal
development. Pembelajar sebagai mediator memiliki peran mendorong dan menjembatani
siswa dalam upayanya membangun pengetahuan, pengertian dan kompetensi.
Pengetahuan
dan pengertian
dikonstruksi bila
seseorang terlibat
secara social dalam
dialog dan aktif
dalam percobaan-
percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna adalah dialog antar pribadi.dalam hal ini
pebelajar tidak hanya memerlukan akses pengalaman fisik tetapi juga interaksi dengan
pengalaman yang dimiliki oleh individu lain. Pembelajaran yang sifatnya
kooperatif (cooperative learning) ini muncul ketika siswa bekerja sama untuk mencapai
tujuan belajar yang diinginka oleh siswa. Pengelolaan kelas menurut cooperative
learning bertujuan membantu siswa untuk mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan
berinteraksi dengna siswa yang lain. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam
pengelolaan kelas yaitu: pengelompokan, semangar kooperatif dan penataan kelas.
Konstruktivistik Behavioristik
Pengtahuan adalah non-objective, bersifat Pengetahuan adalah objektif, pasti, dan
temporer, selalu berubah dan tidak tetap , tidak berubah. Pengetahuan telah
menentu. terstruktur dengan rapi.
Belajar adalah penyusunan pengetahuan Belajar adalah perolehan pengetahuan,
dari pengalaman konkrit, aktivitas sedangkan mengajar adalah memindahkan
kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. pengetahuan ke orang yang belajar.
Mengajar adalah menata lingkungan agar si
belajar termotivasi dalam menggali makna
seta menghargai ketidakmenentuan.
Si belajar akan memiliki pemahaman yang Si belajar akan memiliki pemahaman yang
berbeda terhadap pengetahuan tergantung sama terhadap pengetahuan yang diajarkan.
pada pengalamannya, dan perspektif yang Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar
dipakai dalam menginterpretasikannya. itulah yang harus dipahami oleh si belajar.
Mind berfungsi sebagai alat untuk Fungsi mind adalah menjiplak struktur
menginterpretasi peristiwa, objek, atau pengetahuan melalui proses berpikir yang
perspektif yang ada dalam dunia nyata dapat dianalisis dan dipilah sehingga
sehingga makna yang dihasilkan bersifat makna yang dihasilkan dari proses berpikir
unik dan individualistic. seperti ini ditentukan oleh karakteristik
struktur pengetahuan.
Pandangan Konstruktivistik dan Behavioristik tentang penataan lingkungan belajar
Konstruktivistik Behavioristik
Ketidakteraturan, ketidakpastian, Keteraturan, kepastian, ketertiban
kesemrawutan,
Si belajar harus bebas. Kebebasan menjadi Si belajar harus dihadapkan pada aturan-
unsure yang esensial dalam lingkungna aturan yang jelas dan ditetapkan lebih
belajar. dahulu secara ketat. Pembiasaan dan
disiplin menjadi sangat esensial.
Pembelajaran lebih banyak dikaitkan
dengan penegakan disiplin.
Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan Kegagalan atau ketidakmampuan dalam
atau ketidakmampuan dilihat sebagai penambahan pengetahuan dikategorikan
interpretasi yang berbeda yang perlu sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan
dihargai. keberhasilan atau kemampuan
dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang
pantas diberi hadiah.
Kebebasan dipandang sebagai penentu Ketaatan pada aturan dipandang sebagai
keberhasilan belajar. Si belajar adalah penentu keberhasilan belajar. Si belajar
subjek yang harus memapu menggunakan adalah objek yang harus berperilaku sesuai
kebebasan untuk melakukan pengaturan dengan aturan.
diri dalam belajar.
Control belajar dipegang oleh si belajar. Control belajar dipegang oleh system yang
berada di luar diri si belajar.
Konstruktivistik Behavioristik
Tujuan pembelajaran ditekankan pada belajar Tujuan belajar ditekankan pada
bagaimana belajar (learn how to learn) penambahan pengetahuan.
Konstruktivistik Behavioristik
Evaluasi menekankan pada penyusunan Evaluasi menekankan pada respon pasif,
makna secara aktif yang melibatkan keterampilan secara terpisah, dan biasanya
keterampilan terintegrasi, dengan menggunakan paper and pencil test
menggunakan masalah dalam konsteks
Evaluasi yang menuntu satu jawaban benar.
nyata.
Jawaban benar menunjukkan bahwa si-
Evaluasi yang menggali munculnya belajar telah menyelesaikan tugas belajar.
berpikir divergent, pemecahan ganda,
Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian
bukan hanya satu jawaban benar
terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan
Evaluasi merupakan bagian utuh dari biasnaya dilakukan setelah kegiatan belajar
belajar dengan cara memberikan tugas- dengan penekanan pada evaluasi
tugas yang menuntut aktivitas belajar yang individual.
bermkana serta menerapkan apa yang
dipelajari dalam konteks nyata. evaluasi
menekankan pad aketerampilan proses
dalam kelompok.
2.1.3.3 Rancangan Pembelajaran Konstruktivistik
Berdasarkan teori J. Peaget dan Vygotsky yang telah dikemukakan di atas maka
pembelajaran dapat dirancang/didesain model pembelajaran konstruktivis di kelas sebagai
berikut:
Ketiga orientasi dan elicitasi, situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan
sangatlah perlu diciptakan pada awal-awal pembelajaran untuk membangkitkan minat mereka
terhadap topic yang akan dibahas. Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan
intuitifnya sebanyak mungkin tentang gejala-gejala fisika yang mereka amati dalam
lingkungan hidupnya sehari-hari. Oengungkapan gagasan tersebut dapat memalui diskusi,
menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Gagasan-gagasan tersebut kemudian
dipertimbangkan bersama. Suasana pembelajaran dibuat santai dan tidak menakutkan agar
siswa tidak khawatir dicemooh dan ditertawakan bila gagasan-gagasannya salah. Guru harus
menahan diri untuk tidak menghakiminya. Kebenaran akan gagasan siswa akan terjawab dan
terungkap dengan sendirinya melalui penalarannya dalam tahap konflik kognitif.
Keempat, refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat
miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direflesikan dengan miskonsepsi
yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasi berdasarkan tingkat
kesalahan dan kekonsistenannya untuk memudahkan merestrukturisasikannya.
Kelima, resrtukturisasi ide, (a) tantangan, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan
tentang gejala-gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum.
Mereka diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alas an
untuk mendukung ramalannya itu. (b) konflik kognitif dan diskusi kelas. Siswa akan daapt
melihat sendiri apakah ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji
keyakinan dengan melakukan percobaan. Bila ramalan mereka meleset, mereka akan
mengalami konflik kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka. Kemudian mereka
didorong untuk memikirkan penjelasan paling sederhana yang dapat menerangkan sebanyak
mungkin gejala yang telah mereka lihat. Usaha untuk mencari penjelasan ini dilakukan
dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan teman atau guru yang pada kapasistasnya
sebagai fasilitator dan mediator. (c) membangun ulang kerangka konseptual. Siswa dituntun
untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal.
Menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang
lama.
Keenam, aplikasi. Menyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari
miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah. Menganjurkan mereka untuk menerapkan konsep
ilmiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif
dan kemudia menguji penyelesaian secara empiris. Mereka akan mampu membandingkan
secara eksplisit miskonsepsi mereka dengan penjelasa secara keilmuan.
Belajar selalu merupakan sebuah proses aktif. Pelajar secara aktif mengkonstrukikan
belajarnya daru berbagai macam input yang diterimanya. Ini menyiratkan bahwa belajar
harus bersikap aktif agar dapat belajar secara efektif. belajar adalah tentang membantu murid
untuk mengkonstruksikan makna mereka sendiri, bukan tentang mendapatkan jawaban yang
benar karena dengan cara seperti ini murid dilatih untuk mendapatkan jawaban yang benar
tanpa benar-benar memahami konsepnya.
Bagi konstruktivis, belajar adalah pencarian makna. murid secara aktif berusaha
mengkonstruksikan makna. Dengan demikian, guru mestinya berusaha mengkonstruksi
berbagai kegiatan belajar di seputar ide-ide besar eksplorasi yang memungkinkan murid
untuk mengkonstruksi makna
Konstruksi pengetahuan bukan sesuatu yang bersifat individual semata. Belajar juga
dikonstruksikan secara sosial, melalui interaksi dengan teman sebaya, guru, orang tua, dan
sebagainya. Dengan demikian yang terbaik adalah mengkonstruksikan siatuasi belajar secara
sosial, dengan mendorong kerja dan diskusi kelompok
Elemen lain yang berakar pada fakta bahwa murid secara individual dan kolektif
mengkonstruksikan pengetahuan. Agar efektif guru harus memiliki pengetahuan yang baik
tentang perkembangan anak dan teori belajar, sehinggga mereka dapat menilai secara akurat
belajar seperti apa yang dapat terjadi
Di samping itu, belajar selalu dikonseptualisasikan. Kita tidak mempelajari fakta-
fakta secara abstrak, tetapi sealalu dalam hubungannya dengan apa yang telah kita ketahui.
Pembelajaran tradisional
Pembelajaran konstruktivistik
4. Peserta yang belajar lebih dipandang sebagai objek yang tidak memiliki
pengetahuan apa-apa. Asumsi ini akhirnya melahirkan pembelajaran hanya
sekedar menyampaikan materi kepada siswa. Aspek pemahaman mudah
dinafikkan oleh guru
5. Penilaian atau tes belajar dipandang sebagai bagian dari proses yang tidak
terpisahkan dari pembelajaran dan sering kali dilakukan pada akhir pelajaran
dengan cara testing
5. Penilaian atau tes hasil belajar dilakukan secara progresif dan melalui penilaian
karya siswa. Dalam konteks sekarang biasa disebut test fortofolio
Selain itu, Brooks, JG et.al (1993) mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran
dengan teori belajar konstruktivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara
pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, Fungsi kognisi bersifat adaptif
dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.
Dalam kaitannya dengan ini juga, Duffy dan Cunningham (1996) mengemukakan
sejumlah aspek dalam pembelajaran berdasarkan teori konstruktivis yaitu:
Oleh karena itu, paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang
sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuam awal tersebut
akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Untuk itu, guru dituntut
untuk memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. guru tidak dapat
mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan
kemampuannya.
Untuk menciptakan aktivitas belajar semakin dipahami dan berguna, para penganut
konstruktivis telah mengumpulkan sejumlah ide dan membawa mereka bersama untuk
membentuk suatu mosaik. Donald, (2006:256) mengungkapkan ide-ide tersebut diantaranya
meliputi:
a) Active learning (when students are directly involved in finding something out for
themselves) is preferable to passive learning (when students are recipients of
information presented by a teacher).
b) Learners should engage in authentic and situated activities, that is, the tasks they face
should be concrete rather than abstract, real versus symbolic.
c) Learning activities should be interesting and challenging, d) Learners should relate new
information to that which they already have through bridging,
e) Learning takes place best in community learners that is, group or social situation,
g) Teachers must provide learners with assistance or scaffolding that may be needed for
them to progress.
Maksudnya adalah a) pembelajaran aktif (ketika siswa secara langsung terlibat dalam
menemukan sesuatu untuk mereka sendiri) adalah cocok untuk pembelajaran yang pasif
(ketika siswa adalah penerima informasi yang dipresentasikan oleh guru); b) pembelajar
seharusnya terlibat dalam aktivitas yang diciptakan dan nyata, yaitu tugas-tugas yang mereka
hadapi seharusnya konkret jika tida abstrak, nyata bukan simbolik; c) aktivitas belajar
seharusnya menarik dan menantang; d) pembelajar seharusnya mengaitkan informasi baru
dengan informasi yang telah miliki melalui bridging. e) pembelajar seharusnya merefleksikan
atau memikirkan apa yang dipelajari; f) pembelajaran terjadi paling baik dalam komunitas
pembelajar (leaners community) yaitu kelompok atau situasi social; g) jika bukan
memperentasikan informasi kepada pembelajar, guru memfasilitasi penyatuannya; h) guru
harus memberikan pembelajar bantuan atau scaffolding yang mungkin dibutuhkan oleh
mereka untuk maju.
Dalam kaitannya dengan den IPS, menurut Mukminan, et.al (2002:1), IPS diartikan
sebagai penelaahan masyarakat sesuai tugasnya untuk menelaah masyarakat sesuai dengan
segala permasalahannya yang sangat kompleks. Dalam penelaahan harus dilandasi oleh teori-
teori sosial yang dapat memperhitungkan proyeksi kehidupan lebih lanjut.
Istilah lain dari IPS adalah social studies. Menurut menurut NCSS bahwa social
studies adalah:
the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic
competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic
study drawing upon such disciplines as anthropology, archeology, economics, geography,
history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as
appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences.
Dalam kaitanannya dengan itu bahwa teori belajar kontruktivis merupakan teori yang
tepat untuk pembelajaran IPS. Dalam pembelajaran IPS, guru bukanlah seorang yang paling
tahu segalanya semnetara siswa dianggap bodoh akan tetapi guru hanyalah sebagai fasilitator,
motivator dan instruktur. Guru memiliki peran untuk mebangkitkan semangan belajar siswa
dari pengalaman-pengalaman nyata yang dihadapi dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh
karena itu, dalam pembelajaran IPS seperti yang dikemukakan oleh Donald dapat meciptakan
suasana active learning (pembalajaran aktif), authentic and situated activities (aktivitas nyata
dan sesuai dengan situasi), interesting and challenging (menarik dan menantang), learning
community (belajar bersama/kelompok), facilitating (memfasilitasi) dan scafolding
(memberikan bantuan).
Berkaitan dengan ini, Kosasih Djahiri (dalam Mukminan dkk, 2002: 146) berpendapat
bahwa dalam pembelajaran IPS perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
1. Belajar adalah hasil dari lingkungan sosial yang bersangkutan melalui
3. mempelajari IPS diarahkan kepada (a) kebutuhan praktis, (b) kebutuhan yang
multidimensi, dan (c) penguasaan hal-hal yang prinsipil dari pada pelajaran tersebut,
Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia
persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha
merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang
dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan
berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan
sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga
yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari
materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran
(besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari
persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa
itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang
mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting
yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa
perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa
belum terpenuhi. Lebih jauh Maslow mengatakan, hierarki kebutuhan manusia tersebut
mempunyai implikasi penting bagi individu peserta didik. Oleh karenanya, pendidik harus
memerhatikan kebutuhan peserta didik sewaktu beraktivitas di dalam kelas. Seorang pendidik
dituntut memahami kondisi tertentu, misalnya, ada peserta didik tertentu yang sering tidak
mengerjakan pekerjaan rumahnya, atau ada yang berbuat gaduh, atau ada yang tidak minat
belajar. Menurut Maslow, minat atau motivasi untuk belajar tidak dapat berkembang jika
kebutuhan pokoknya tidak terpenuhi. Peserta didik yang datang ke sekolah tanpa persiapan,
atau tidak dapat tidur nyenyak, atau membawa persoalan pribadi, cemas atau takut, akan
memiliki daya motivasi yang tidak optimal, sebab persoalan-persoalan yang dibawanya akan
mengganggu kondisi ideal yang dia butuhkan.
Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap
saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapis) dalam membantu individu
mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Carl Rogers menyakini bahwa berbagai masukan
yang ada pada diri seseorang tentang dunianya sesuai dengan pengalaman pribadinya.
Masukan-masukan ini mengarahkannya secara mutlak ke arah pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan dirinya. Rogers menegaskan, dalam pengembangan diri seorang pribadi akan
berusaha keras demi aktualisasi diri (self actualisation), pemeliharaan diri (self maintenance),
dan peningkatan diri (self inhancement).
Kognitif (kebermaknaan)
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu: Menjadi manusia berarti
memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang
tidak ada artinya. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi
dirinya.Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru
sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Charles Bouille adalah seorang humanis Prancis, dalam bukunya yang berjudul De
Sapiente. Dalam buku ini dia mensejajarkan manusia yang cerdas dengan Phyromitos.
Kesejajaran ini terletak pada akal yang diberikan kepada manusia agar bisa menyempurnakan
tabiatnya. Dengan penelitian-penelitian teoritis yang efektif, dan dengan keyakinannya yang
ekstrim, Bouille mengupas soal kelayakan dan kapabilitas manusia untuk membentuk
kehidupannya sendiri di dunia. Keyakinan inipun menjadi semakin tajam dengan kemajuan-
kemajuan skeptisisme yang dicapai humanisme di luar Italia pada abad pertengahan.
Ada tiga jenis teori menurut teori behaviorisme yang perlu di pelajari secara
mendalam sebagai seorang guru, yaitu teori Respondent Conditioning, Operant Cnditioning,
dan Observational Learning atau Sosial-Cognitive Learning.
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-
hukum belajar, diantaranya :
meningkat.
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap
burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
a. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus
b. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat
melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant
adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons
dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang
ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang
meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja
diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori
belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda
dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-
mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul
sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip
dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial
dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling).
Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan
punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu
dilakukan.
Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif
anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan. Piaget yakin bahwa pengalaman-
pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan
perkembangan. Sementara itu bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya
berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya
memuat pemikiran itu menjadi lebih logis (Nur, 1998).
Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru di
lahirkan sampai mengijak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif.
Berdasarkan tingkat perkembangan kognitif Piaget ini, untuk siswa SLTP dengan
rentang usia 11 15 tahun berada pada taraf perkembangan operasi formal Pada usia ini
yang perlu dipertimbangkan adalah aspek-aspek perkembangan remaja Dimana remaja
mengalami tahap transisi dari penggunaan operasi kongkrit kepenerapan operasi formal
dalam bernalar Remaja mulai menyadar keterbatasan-keterbatasan pemikiran mereka, di
mana mereka mulai bergelut dengan konsep-konsep yang ada di luar pengalaman mereka
sendiri.
Piaget.
1. Memusatkan perhatian pada berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar pada
hasilnya Disamping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang
digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut. (Bandingkan dengan teori
jawaban, atau perilaku siswa yang dapat diamati). Pengamatan belajar yang sesuai
dikembangkan dengan memperhatikan tahap kognitif siswa yang mutakhir, dan jika
guru penuh perhatian terhadap metode yang digunakan siswa untuk sampai pada
kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan
pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungannya. Sebab itu guru
kegiatan secara langsung dengan dunia fisik. Menerapkan teori Piaget berarti dalam
kecepatan yang berbeda. Sebab itu guru mampu melakukan upaya untuk mengatur
kegiatan kelas dalam bentuk kelompok kecil dari pada bentuk kelas yang utuh.
Teori kognitif sosial menyediakan suatu konse yang membentuk kerangka kerja yang
digunakan untuk mengevaluasi efek determinan dan mekanisme. Perilaku seseorang sering di
jelaskan dalam bentuk sebab akibnat yang di bentuk dan di tempa oleh pengartuh lingkungan
dan disposisi internal. Menurut Bandura kognitif sosial menjelaskan fungsi-fungsi psikologis
yang di istilahkan sebagai reciprosal causacion atau kausalitas timbal balik jadi semua
interaksi yang kita lakukan, semua aktivitas biologi, komunikasi, sosial, efektif, kognitif, pola
prilaku dan apa-apa yang terjadi di lingkungan semua dioprasikan dan dipengaruhi oleh nilai-
nilai yang bersifat timbal balik.
Teori sosial kognitif diciptakan dari perspektif Bandura dimana menurutnya, manusia
iti adalah mahluk yang bersifat mengatur diri, proaktif, membuat pencitraan dan peraturan
sendiri dengan di pengaruhi lingkungan dan kekuatan dari dalam diri. Dan oleh bkarenanya,
agensi personal da carta padang kita itu di pengaruhi oleh keadaan sosiostruktural. Dalam
lingkup soso struktural kita mempunyai peran ganda yaitu sebagai produsen dan hasil dari
teori cognitive sosial memegang peranan penting dalam proses sosialisasi pribadi. Proses ini
menjadi alat bagi kita dalam menciptakan pengertian terhadap lingkungan sekitar kita yang
dapat mempengaruhi segala aspek dalam kehidupan kita dimana paktor kognitiv akan
mengarahkan kita lingkungan mana yang akan kita amati,apa yang kita daat dari lingkungan
itu da apa efek yang akan kita alami akan bersifat permanen atau tidak,dampak emosional apa
yang akan kita dapat dari lingungan.
Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang menjelaskan
pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan dari otak (Slavin, 2000:
175). Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh sejumlah informasi dan dapat
diingat dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu perlu menerapkan suatu strategi
belajar tertentu yang dapat memudahkan semua informasi diproses di dalam otak melalui
beberapa indera.
Komponen pertama dari sistem memori yang dijumpai oleh informasi yang
masuk adalah registrasi penginderaan. Registrasi penginderaan menerima sejumlah besar
informasi dari indera dan menyimpannya dalam waktu yang sangat singkat, tidak lebih dari
dua detik. Bila tidak terjadi suatu proses terhadap informasi yang disimpan dalam register
penginderaan, maka dengan cepat informasi itu akan hilang.
Memori jangka panjang merupakan bagian dari sistem memori tempat menyimpan
informasi untuk periode panjang. Tulving (1993) dalam (Slavin, 2000: 181) membagi
memori jangka panjang menjadi tiga bagian, yaitu memori episodik, yaitu bagian memori
jangka panjang yang menyimpan gambaran dari pengalaman-pangalaman pribadi kita,
memori semantik, yaitu suatu bagian dari memori jangka panjang yang menyimpan fakta dan
pengetahuan umum, dan memori prosedural adalah memori yang menyimpan informasi
tentang bagaimana melakukan sesuatu.
Maka dapat di tarik kesimpulan dari teori belajar kognitif yaitu Teori belajar kognitif
lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajarnya. Teori ini juga menekankan
bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi
tersebut. Membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen kecil dan
mempelajarinya secara terpisah akan menghilangkan makna belajar. Teori ini juga
berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan,
retensi, pengolahan informasi, emosi, dan faktor-faktor lain. (Asri, 2005 : 34).
Belajar adalah aktifitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Proses
belajar di sini antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima (faktor eksternal) dan
menyesuaikan dengan struktur kognitif yang sudah terbentuk di dalam pikiran seseorang
(background knowledge) berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya (faktor internal).
Teori kognitif lebih menekankan pada struktur internal pembelajar dan lebih memberi
perhatian pada bagaimana seseorang menerima, menyimpan, dan mengingat kembali
informasi dari perbendaharaan ingatan. Ada beberapa kelompok penganut teori kognitif,
namun fokus dari penganut teori ini sama yaitu pada soal bekerjanya pikiran manusia
(Mukminan, 1998:53).
2.4 Contoh Konkrit Untuk Konteks Siswa SMA atau SMP
pembelajaran ini dapat saja disempurnakan dan disesuaikan dengan kondisi daerah dan
keadaan siswa di kelas Bapak dan Ibu Guru. Langkah-langkah proses pembelajarannya
Pada tahap awal, Guru mengajukan masalah yang akan dibahas pada pertemuan
Guru bertanya kepada para siswa, apakah objek yang dibahas pada sistem
reproduksi
Ada dua kemungkinan jawaban siswa atau kelompok siswayaitu berupa sistem
Guru memberi kesempatan kepada siswa atau kelompok untuk melaporkan cara
mereka mendapatkan hasilnya. Diskusikan juga, yang mana dari dua cara
Selanjutnya Guru memberi soal, para siswa masih boleh menggunakan buku
Pada tahap terakhir Guru memberi soal tambahan seperti. Para siswa dianjurkan
guru akan menyampaikan materi mengenai sel, maka guru tesebut akan
menanyakan apa itu sel? Apa saja yang termasuk ke dalam sel dan sebagainya.
Guru mendorong siswa untuk bertanggung jawab atas segala resiko perbuatan atau
proses belajarnya dengan tidak menilai secara normative apa yang siswa
lakukan.
Setelah itu guru dapat berdiskusi atau berdialog dengan siswa tersebut.
Ibarat sebuah kapal, lembaga pendidikan (apa pun visi dan misinya) tentu memiliki
arah dan tujuan yang jelas. Di mana-mana menjamur berbagai lembaga pendidikan dengan
latar belakang yang beragam jika dilihat dari namanya. Ada yang terkesan nasionalis karena
memakai label negeri, ada pula yang terkesan religius karena memasang nama agama di
belakangnya, seperti SMAK (Sekolah Menengah Atas Katolik), UII (Universitas Islam
Indonesia), dan sebagainya.
Namun demikian, konteks lembaga pendidikan tersebut sebetulnya tidak bisa ditebak
hanya dengan membaca kover luarnya saja. Perlu penelitian lebih lanjut, apakah sekolah itu
benar-benar mengajarkan nilai-nilai Kristiani karena memakai nama Katolik? Apakah
universitas tersebut benar-benar kumpulan orang Muslim karena memakai nama Islam?
Terlepas dari pertanyaan-pertanyaan itu, secara universal, apa pun nama dan bentuk
lembaga pendidikan tersebut, perlu diterapkan beberapa elemen berikut ini : 1. Partisipasi.
Dalam dunia pendidikan, partisipasi mampu menghidupkan suasana yang interaktif. Dua
belah pihak, guru dan siswa, perlu saling peduli, saling sharing, melakukan negosiasi, dan
sama-sama bertanggung jawab atas proses dan output pendidikan. Hal ini penting agar di
akhir tahun, ketika terjadi kegagalan studi, maka tidak terjadi saling tuding antara para pihak
yang memiliki kepedulian terhadap dunia pendidikan (guru, siswa, orangtua siswa, ahli
kurikulum, NGO, dan masyarakat luas). 2. Integrasi. Di sini, perlu ditekankan interaksi,
interpenetrasi, serta integrasi pemikiran, perasaan dan tindakan. Membangun manusia yang
seutuhnya berarti membangun manusia yang konsisten dalam ketiga hal tersebut.3.
Keterkaitan. Bahwa materi yang diajarkan perlu memiliki hubungan yang erat dengan
kebutuhan hidup dasar peserta didik serta berpengaruh nyata untuk mereka, baik secara
emosional maupun secara intelektual. 4.Transparansi dalam menyampaikan tujuan
pembelajaran. Para siswa pun berhak mengetahui bahwa pada akhir pelajaran, mereka harus
memahami hal-hal tertentu yang mampu meningkatkan pengetahuan mereka. Dari sini,
semakin nyata bahwa siswa perlu tahu ke mana mereka diarahkan dalam sebuah pelajaran.
Banyak guru kurang menekankan bagian ini, dan langsung masuk ke "inti" pembahasan,
padahal hal ikhwal menjelaskan tujuan adalah termasuk hal "inti" pula. 5. Terakhir, tentu saja
tujuan sosial dari pendidikan. Karena pendidikan adalah sebuah sarana menyiapkan manusia
untuk untuk berkarya dalam masyarakat, maka pendidikan perlu menekankan penempaan
akal dan mental peserta didik, agar mampu menjadi sosok intelektual yang berbudaya.
2.5 Implementasi Dalam Proses Belajar Nyata di Sekolah
Hasil yang kami peroleh dari gugu bidang studi Biologi pada saat kami melakukan
wawancara dengan Ibu Umi Sumarni S.Pd.
Cara menghadapi siswa di kelas terutama siswa yang bermasalah (nakal), tergantung
kepada siswa itu sendiri. Adapun cara guru untuk menghadapi siswa seperti itu dengan
menggunakan metode pendekatan behaviorisme.
Metode yang sering di gunakan dalam proses belajar mengajar di kelas kebanyakan
para guru menggunakan metode ceramah dan diskusi. Tetapi lebih cenderung ke metode
ceramah tetapi di samping itu ada metode yang lain yang mendukungnya seperti tanya
jawab,contohnya siswa di tuntut aktif. Dalam menjawab atau mengisi pertannyaaan yang
langsung ataupun yang di tulis di papan tulis, dengan danya metode atau kegiatan ingatan
siswa menjadi lebih kuat untuk mengingat pelajaran yang sudah di terangkan oleh guru.
Didalam proses belajar mengajar sering kali adanya kendala seperti kurangnya media
dalam proses belajar mengajar, contohnya: tidak adanya OHP, infokus, tidak adanya buku
yang menunjang untuk mendukung proses belajar pembelajaran.
KESIMPULAN
Jadi, hipotesa atau dugaan sementara saya tentang implementasi dalam proses
pembelajaran nyata di sekolah dan kecenderungan penggunaan teori belajar yang sering kali
di lakukan oleh para guru di kelas adalah salah. Saya berpendapat bahwa kecenderungan para
guru sering menggunakan teori belajar humanistic karena tujuan belajarnya adalah untuk
memanusiakan manusia. Guru mamfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan
mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa dalam proses belajarnya
harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik- baiknya.
Siswa berperan sebagai pelaku utama yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri.
Tetepi setelah saya mewawancarai seorang guru, ternyata yang sering di lakukan oleh
para guru didalam proses belajar pembelajaran di sekolah SMA kebanyakan menggunakan
teori belajar kognitif, karena yang di unggulkan dari semua aspek tetap yang paling utama
adalah nilai. Tetapi disamping itu adabeberapa teori penunjang seperti teori behaviorisme,
kognitif, kontruktivistik, dan humanism. Kebanyakan para guru menggunakan metode
ceramah tetapi disamping itu juga ada beberapa metoda penunjang seperti metode tanya
jawabdan metode pendekatan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan
dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Teori behavioristik banyak dikritik
karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak
variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah
menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon. Implikasi
dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak
yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan
kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis
dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau
robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada
pada diri mereka
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang
terjadi dalam akal pikiran manusia. Menuru teori belajar kognitif pada dasarnya setiap orang
dalam bertingkah laku dan mengerjakan segala sesuatu senantiasa dipengaruhi oleh tingkat-
tingkat perkembangan dan pemahamannya atas dirinya sendiri. Setiap orang memiliki
kepercayaan, ide-ide dan prinsip yang dipilih untuk kepentingan dirinya.
3.2 Saran
Dalam proses belajar pembelajaran sering kali seswa merasa bosan dengan tingkah
laku seorag guru yang kebiasaan menerapkan metod ceramah tanpa ada bantuan metoda lain
seperti alat peraga atau diskusi. Seorang guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon
secara tepat. Siswa harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola
kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak. Dan seorang
guru sebaiknya lebih peka terhadap siswa supaya proses belajar pembelajaran berjalan
dengan baik. Sehingga siswa lebih respek dalam mengikuti pelajaran dan siswa pun
menyenangi guru tersebut.
4 komentar:
1.
thanks infonya..
bermanfaat sekali untuk jawaban tugas psikologi saya ;)
Balas
2.
trima kasih infonya,, bagus dan sangat bermanfaat untuk tugas saya.
Balas
3.
terimakasih.. tapi sebelumnya saya mau nanya sumbernya dari mana ya?
Balas
4.
MENGENAI SAYA
hasanudin
Lihat profil lengkapku