Anda di halaman 1dari 62

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH ATAS

DIREKTORAT JENDERAL PAUD. DIKDASMEN.


KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN,
RISET, DAN TEKNOLOGI.

Strategi Sekolah
UNTUK PENCEGAHAN
SISWA RENTAN PUTUS SEKOLAH

Agar Tidak Putus Sekolah


PENGANTAR
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan bahwa Angka Partisipasi
Kasar (APK) SMA merupakan salah satu pekerjaan yang perlu diprioritaskan (Ren-
stra Kemendikbud, 2020, Hal 8). Lebih lanjut, Badan Pembangunan Nasional
(Bappenas) telah menerbitkan Strategi Nasional Penanganan Anak Tidak Se-
kolah (Stranas ATS). Bappenas, dalam Stranas ATS, menyatakan bahwa ter-
dapat 3,1 juta anak usia jenjang SMA/sederajat (16-18 tahun) yang tidak
bersekolah (Susenas, 2017). ATS adalah anak usia 7-18 tahun yang tidak
bersekolah, putus sekolah tanpa menyelesaikan jen-
jang Pendidikan tertentu, ataupun putus sekolah tan-
pa melanjutkan ke jenjang Pendidikan yang lebih tinggi
(Bappenas, 2020).

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan trend


angka putus sekolah jenjang Pendidikan SMA dari 7,01% pada ta-
hun 2015 menjadi 1,97% pada tahun 2020 (Renstra Kemendik-
bud, 2020). Jumlah siswa putus sekolah pada tahun 2020 tersebut
diperkirakan sebesar 87.000 siswa. Sementara itu, penelitian yang
dilakukan oleh Direktorat SMA, dalam skala mikro dengan sampel
30 SMA tersebar di 10 provinsi (Bali, Banten, DI Yogyakarta, DKI

2 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur) memperlihatkan angka
putus sekolah yang relatif besar, yaitu 689 siswa (Triyanto et al., 2020). Terlepas dari banyak atau sedikitnya angka siswa putus sekolah
tersebut, pada gilirannya akan menjadi ATS, dan berdampak negatif terhadap pertumbuhan APK SMA.

Menyikapi fenomena tersebut, Direktorat SMA mencoba melakukan fasilitasi dan advokasi kepada sekolah melalui buku saku “Strategi
Pencegahan Siswa Putus Sekolah Jenjang Pendidikan SMA”. Penyusunan buku ini bertujuan untuk menyediakan kerangka konseptual dan
teknis yang dapat digunakan sekolah sebagai referensi melakukan deteksi dini siswa berisiko putus sekolah. Selanjutnya, diharapkan sekolah
dapat menetapkan strategi-strategi dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah siswa putus sekolah.

Buku ini merupakan kontribusi kecil dan bentuk komitmen dari Direktorat SMA terhadap upaya memperkecil angka putus sekolah sehingga
pertumbuhan APK siswa SMA dapat terjaga. APK siswa SMA merupakan indikator penyediaan akses Pendidikan bagi penduduk Indonesia,
khususnya usia 16-18 tahun.

Semoga Bermanfaat!

Direktur SMA
Purwadi Sutanto

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 3


4 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH
OUTLINE
Pengantar........................................................................................................... 6
1
Tantangan Anak Tidak Sekolah (ATS) di Indonesia.................................... 12
2
Kajian Empiris dan Kerangka Konseptual Pencegahan
Siswa Rentan Putus Sekolah agar Tidak Putus Sekolah........................... 19
3
Strategi & Peran Sekolah Serta Pemerintah Daerah Dalam
Pencegahan Anak Rentan Putus Sekolah Agar Tidak Putus
Sekolah agar Tidak Putus Sekolah…………………………………………………..... 34
4

Kunci Keberhasilan.......................................................................................... 54
5
DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 5
1
PENGANTAR

6 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


PROLOG

K
ementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan bahwa Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA merupakan

salah satu pekerjaan yang perlu diprioritaskan (Renstrav Kemendikbud, 2020, Hal 8). Lebih lanjut,

Badan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah menerbitkan Strategi Nasional Penanganan Anak Tidak Sekolah (Stra-

nas ATS). Bappenas, dalam Stranas ATS, menyatakan bahwa terdapat 3,1 juta anak usia jenjang SMA/sederajat (16-18

tahun) yang tidak bersekolah (Susenas, 2017). ATS adalah anak usia 7-18 tahun yang tidak bersekolah, putus sekolah

tanpa menyelesaikan jenjang Pendidikan tertentu, ataupun putus sekolah tanpa melanjutkan ke jenjang Pendidikan

yang lebih tinggi (Bappenas, 2020).

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan trend angka putus sekolah jenjang Pendidikan SMA dari

7,01% pada tahun 2015 menjadi 1,97% pada tahun 2020 (Renstra Kemendikbud, 2020). Jumlah siswa putus sekolah

pada tahun 2020 tersebut diperkirakan sebesar 87.000 siswa. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Direktorat

SMA, dalam skala mikro dengan sampel 30 SMA tersebar di 10 provinsi (Bali, Banten, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa

Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur) memperlihatkan

angka putus sekolah yang relatif besar, yaitu 689 siswa (Triyanto et al., 2020). Terlepas dari banyak atau sedikitnya

angka siswa putus sekolah tersebut, pada gilirannya akan menjadi ATS, dan berdampak negatif terhadap pertumbuhan
APK SMA.

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 7


M
enyikapi fenomena tersebut, Direktorat SMA mencoba melakukan fasilitasi dan advokasi kepada sekolah

melalui buku saku “Strategi Pencegahan Siswa Putus Sekolah Jenjang Pendidikan SMA”. Penyusunan buku

ini bertujuan untuk menyediakan kerangka konseptual dan teknis yang dapat digunakan sekolah sebagai referensi

melakukan deteksi dini siswa berisiko putus sekolah. Selanjutnya, diharapkan sekolah dapat menetapkan strate-

gi-strategi dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah siswa putus sekolah.

Ini bertujuan untuk menyediakan kerangka konseptual dan teknis yang dapat digunakan sekolah sebagai referensi

melakukan deteksi dini siswa berisiko putus sekolah. Selanjutnya, diharapkan sekolah dapat menetapkan strate-

gi-strategi dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah siswa putus sekolah.

Semoga Bermanfaat!
Direktur SMA

Purwadi Sutanto

8 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


TUJUAN
Penyusunan Buku Saku ini bertujuan untuk mengadvokasi, fasilitasi, dan sosialisasi para tenaga pendidik dan pemangku

kepentingan sebagai upaya pencegahan anak putus sekolah.

ADMIN
KEPALA SEKOLAH GURU ADMIN PEMDA KEMENDIKBUD

Menyediakan referensi bagi Menyediakan referensi bagi Menyediakan referensi untuk 1) Menyediakan bahan advokasi

pimpinan sekolah untuk meny- guru terkait langkah-langkah advokasi dan fasilitasi sekolah dan fasilitasi untuk pemerintah
daerah dan sekolah dalam
usun kebijakan dan strategi yang perlu dilakukan untuk dalam pencegahan siswa
pencegahan siswa rentan putus
pencegahan siswa rentan putus mencegah siswa rentan putus rentan putus sekolah agat
sekolah agar tetap bersekolah;
sekolah agar tidak putus sekolah agar tidak putus tetap bersekolah
sekolah. sekolah. 2) Tindak lanjut kebijakan dan
program Bappenas tentang
strategi nasional penanganan
anak tidak sekolah.

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 9


BATASAN
PEMBAHASAN

Penyusunan Buku Saku ini bertujuan untuk mengadvokasi, fasilitasi, dan sosialisasi para tenaga pendi-
1) dik dan pemangku kepentingan sebagai upaya pencegahan anak putus sekolah.

Dalam upaya penanganan ATS, terdapat 2 strategi besar, yaitu: strategi pencegahan dan strategi inte-
2) vensi;

Strategi pencegahan bertujuan untuk mencegah siswa putus sekolah. Sedangkan strategi intervensi
3) berujuan untuk mengembalikan anak usia sekolah yang tidak bersekolah untuk kembali bersekolah;

Pembahasan mengenai secara lebih lanjut baik tentang strategi pencegahan dan intervensi ATS dapat
4) diakses melalui dokumen Strategi Nasional Penanganan Anak Tidak Sekolah di Indonesia yang diterbit-
kan oleh Bappenas (2020).

10 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


BATASAN
PEMBAHASAN

Strategi
Pencegahan

Strategi Nasional
Penanganan Anak
Tidak Sekolah
(ATS)

Strategi
Intervensi

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 11


2
TANTANGAN ANAK TIDAK
SEKOLAH (ATS) DI INDONESIA

12 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


2.1
KONDISI ANAK TIDAK SEKOLAH
(ATS) DI INDONESIA

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 13


KONDISI ANAK
TIDAK SEKOLAH (ATS)

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui program wajib belajar telah ber-
1) hasil meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) penduduk usia 7-18 tahun untuk bersekolah;

Data BPS tahun 2020 mengungkapkan bahwa APK untuk jenjang Pendidikan Sekolah Dasar (SD)/-
2) sederajat telah mencapai 103,5%, Sekolah Menengah Pertama (SMP)/sederajat mencapai
90,6%, dan Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat mencapai 83,98% (Renstra Kemendikbud,
2020);

Namun demikian, data Susenas (2019) menunjukkan, dari total penduduk usia 7-18 tahun yang ber-

3) jumlah 55 juta anak diperkirakan 8% diantaranya atau sekitar 4,3 juta terkategori anak tidak seko-
lah (ATS) (Bappenas, 2020);

14 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


Dari total jumlah ATS usia 7-18 tahun (4,3 juta), 242 ribu (0,8%) diantaranya berada pada jenjang
4) SD/sederajat, 987 ribu (7%) di SMP/sederajat, dan 3,1 juta (24%) di SMA/sederajat (Bappenas,
2020);

ATS didefinisikan sebagai:


5) a) Anak tidak pernah bersekolah baik di jenjang SD/sederajat, SMP/sederajat, dan SMA/ sed-
erajat;
b) Anak putus sekolah tanpa menyelesaikan jenjang Pendidikannya (putus sekolah di
tengah-tengah jenjang SD/sederajat, SMP/sederajat, dan SMA/sederajat;
c) Anak putus sekolah tanpa melanjutkan ke jenjang Pendidikan yang lebih tinggi (transisi dari
jenjang SD/sederajat ke jenjang SMP/sederajat, atau dari SMP/sederajat ke jenjang SMA/sed-
erajat) (Bappenas, 2020);

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 15


Bappenas (2020) menyatakan, terdapat sejumlah anak yang bersekolah tetapi rentan atau berisiko
6) putus sekolah karena berbagai faktor, yaitu: sekolah (lingkungan pembelajaran yang tidak kondusif,
bullying), keluarga (ekonomi keluarga yang tidak mendukung), dan masyarakat (nilai dan norma
yang berkembang di masyarakat). Hal tersebut kemudian berpotensi mendorong anak untuk putus
sekolah;

Bappenas (2020) juga telah menyusun strategi nasional penanganan anak tidak sekolah (ATS)
7) melalui 2 pendekatan, yaitu strategi intervensi dan strategi pencegahan;

Strategi intervensi ditujukan kepada ATS yang berada di luar sistem Pendidikan baik formal dan non
8) formal. Strategi ini bertujuan untuk menjangkau, mendaftarkan, mengembalikan, dan mendampingi
ATS ke dalam program Pendidikan dan pelatihan yang relevan (Bappenas, 2020);

16 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


Strategi pencegahan bertujuan menjaga agar peserta didik tetap bersekolah dan menyelesaikan
9) Pendidikannya serta melanjutkan ke jenjang Pendidikan berikutnya. Strategi pencegahan meliputi
pengembangan mekanisme pemantauan untuk anak yang masih berada dalam sistem Pendidikan
namun rentan atau berisiko putus sekolah (Bappenas, 2020);

Salah satu implementasi strategi pencegahan adalah pengembangan sistem deteksi dini anak
10) rentan putus sekolah yang dilakukan kepala sekolah dan guru berdasarkan data kehadiran anak dan
pencapaian pembelajaran (Bappenas, 2020);

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 17


Buku saku ini menjadi salah satu upaya tindak lanjut strategi nasional penanganan ATS yang sudah
11) diterbitkan Bappenas (2020) dengan menyediakan referensi konseptual dan strategi operasional
bagi sekolah dalam upaya mencegah anak yang masih berada di sekolah ataupun yang rentan untuk
putus sekolah agar tidak putus sekolah;

Selain itu, buku saku ini juga bertujuan untuk menyediakan referensi bagi sekolah, terutama guru
12) bimbingan konseling untuk melakukan penanganan pada murid yang rentan untuk putus sekolah
agar tidak putus sekolah.

18 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


3
KAJIAN EMPIRIS DAN KERANGKA
KONSEPTUAL PENANGANAN
ANAK TIDAK SEKOLAH (ATS)

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 19


KAJIAN EMPIRIS &
KERANGKA KONSEPTUAL
Penyusunan Buku Saku ini bertujuan untuk mengadvokasi, fasilitasi, dan sosialisasi para tenaga pendidik dan pemangku

kepentingan sebagai upaya pencegahan anak putus sekolah.

1 Kurangnya ketersediaan dan keterjangkauan layanan Pendidikan. Khusus untuk jenjang SMA/sederajat,
permasalahan ketersediaan dan keterjangkauan layanan Pendidikan terjadi di daerah-daerah terpencil dan

terisolir;

2 Kurangnya relevansi dan kualitas layanan Pendidikan. Hal ini mencakup ketidakhadiran guru, kurangnya kualitas

sarana dan prasarana sekolah termasuk fasilitas sanitasi sekolah, metode pembelajaran yang belum berfokus

pada anak, lingkungan sekolah yang belum kondusif (misal: masih terjadi perundungan (bullying) di sekolah),

kurangnya pengenalan berbasis kecakapan kerja, kecakapan hidup, wirausaha, serta program Pendidikan

berbasis pada potensi daerah dan kearifan lokal;

20 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


3 Hambatan ekonomi dan efek kemiskinan. Latar belakang sosial ekonomi dan keluarga (kemiskinan) menentukan

tingkat partisipasi dan hasil Pendidikan siswa. Kondisi tersebut kerap membuat siswa lebih memilih bekerja dan

menikah dari pada bersekolah;

Lebih lanjut, Pemerintah sudah mencoba mengatasi permasalahan tersebut melalui program Bantuan Op-

erasional Sekolah (BOS) dan Program Indonesia Pintar (PIP). Namun demikian, dalam dunia Pendidikan tentunya

tidak hanya menyangkut biaya Pendidikan dan pembelian perlengkapan sekolah saja, akan tetapi menyangkut

biaya transport, uang saku, maupun biaya lain yang belum terjangkau oleh program-program tersebut.

Hambatan yang berakar pada faktor sosial-budaya dan persepsi negatif terhadap pentingnya Pendidikan. Pan-

4 dangan keluarga tentang penting atau tidaknya Pendidikan serta berbagai asumsi dan norma sosial seringkali

menjadi penyebab anak tidak bersekolah (termasuk putus sekolah) dengan contoh-contoh sebagai berikut:

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 21


a orang tua tidak memandang Pendidikan sebagai hal penting dalam kehidupan anak, terutama jika

Pendidikan mereka terbatas dan ketika anak lebih baik bekerja untuk kepentingan ekonomi keluarga;

b Orang tua memandang bahwa pernikahan anak adalah hal lazim, bahkan didambakan dengan tujuan

membantu ekonomi keluarga;

c Anak yang sudah menikah atau ibu remaja yang memiliki anak terkadang dianggap tidak pantas

bersekolah dan ditolak untuk bersekolah oleh pihak sekolah;

d Anak yang hamil diluar pernikahan sering dianggap aib atau hal yang memalukan, sehingga malu

bersekolah atau ditolak bersekolah oleh pihak sekolah;

e Untuk point c & d penanganan dilakukan sesuai dengan kearifan lokasl sekolah dan daerah.

22 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


3.1
TATA KELOLA PENCEGAHAN SISWA
RENTAN PUTUS SEKOLAH AGAR
TIDAK PUTUS SEKOLAH

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 23


TATA KELOLA PENCEGAHAN
SISWA RENTAN PUTUS SEKOLAH
AGAR TIDAK PUTUS SEKOLAH

1 Kajian yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2020) melalui Direktorat SMA, Di-

rektorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, serta Triyanto et al.

(2020) menjelaskan bahwa tata kelola sekolah berpengaruh pada penanganan siswa putus sekolah yang kemudi-

an menjadi salah satu penyebab anak tidak sekolah;

2 Kajian yang dilakukan oleh Triyanto et al. (2020) menunjukkan masih kurang optimalnya tata kelola sekolah

dalam melakukan identifikasi dan pencegahan siswa rentan putus sekolah. Dalam hal ini, identifikasi terhadap

siswa rentan putus sekolah hanya dilakukan berbasis pada dokumen pencapaian kompetensi siswa.

Identifikasi terhadap keadaan sosial ekonomi, kondisi sosial, dan minat bakat siswa relatif belum maksimal

dilakukan;

24 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


3 Pendampingan terhadap siswa rentan putus sekolah sudah dilakukan oleh sekolah melalui guru bimbingan kon-

seling dan satuan tugas pelaksana pembinaan kesiswaan (STP2K). Namun demikian belum optimal dilaksanakan

karena beberapa hal (Triyanto et al., 2020):

a Pendampingan belum terprogram dengan baik mulai dari perencanaan, pelaksanaan maupun evalu-

asi;

b Pendampingan lebih dominan diberikan ketika ditemukan masalah serius;

c Pelaporan hasil identifikasi dan pendampingan belum terdokumentasi dengan baik;

c Pendampingan lebih dominan dilakukan melalui perintah dan nasehat.

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 25


4 Triyanto et al. (2020) merekomendasikan program penguatan yang dapat dilakukan sekolah untuk

mencegah siswa rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah. Program penguatan tersebut

dapat dilakukan melalui:

a Kegiatan-kegiatan sekolah yang bertujuan untuk pembentukan karakter siswa dan peningatan

motivasi belajar siswa;

b Peningkatan kualitas belajar siswa melalui proses belajar yang bermakna dan lingkungan sekolah yang

kondusif (aman dan nyaman) untuk proses belajar siswa;

c Membangun kualitas hubungan guru dan siswa, dimana guru mempunyai kepedulian untuk memahami

dan membantu siswa ketika siswa mengalami masalah, baik personal maupun akademik. Selain itu,

siswa juga percaya terhadap guru sehingga terbangun komunikasi positif yang saling memahami.

26 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


5 Ketiga program penguatan tersebut belum optimal diimplementasikan di sekolah-sekolah sehingga upaya

pencegahan anak rentan putus sekolah agar tetap bersekolah masih menjadi pekerjaan rumah bersama bagi

sekolah, pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta pemangku kepentingan Pendidikan lainnya (Triyanto

et al., 2020);

6 Hasil penelitian yang dilakukan Triyanto et al. (2000) mengungkapkan bahwa dari 30 SMA yang menjadi sampel

penelitian, terdapat 689 siswa putus sekolah untuk tahun pelajaran 2017/2018 sd 2019/2020.

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 27


3.2
PRAKTIK-PRAKTIK BAIK
PENANGANAN ANAK TIDAK
SEKOLAH (ATS)

28 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


PRAKTIK-PRAKTIK BAIK
PENANGANAN ANAK TIDAK SEKOLAH (ATS)

1 Bukti empiris menunjukkan, terdapat dua faktor 3 Faktor institusi sekolah adalah kondisi lingkungan

utama penyebab siswa putus sekolah, yaitu sekolah dan pola interaksi antara guru dan siswa (ter-

faktor individu / personal siswa dan faktor insti- masuk kualitas pengajaran dan pembelajaran) yang

tusi sekolah. membuat siswa menarik diri / tidak lagi ter-

tarik untuk mengikuti kegiatan di sekolah,


2 Faktor individu / personal siswa adalah kondisi
terutama proses belajar dan pengajaran di kelas
dimana siswa menarik diri / tidak lagi tertarik
serta kegiatan lainnya.
dengan kegiatan di sekolah, terutama pada

proses belajar dan pengajaran di kelas serta 4 Faktor individu / personal siswa dapat diprediksi
kegiatan lainnya. Faktor individual ini meliputi oleh kepala sekolah dan guru melalui beberapa
kondisi ekonomi siswa, kondisi sosial, dan latar indikator, yaitu: kehadiran siswa (absensi siswa),
belakang keluarga siswa, motivasi siswa, serta perilaku siswa (rekam jejak perilaku
minat dan bakat siswa. bermasalah/indisipliner), dan perkembangan

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 29


Belajar siswa (kerajinan siswa mengumpulkan belajar. Jika identifikasi dilakukan terlambat

tugas dan capaian siswa terhadap penguasaan yaitu ketika sudah terjadi permasalahan, maka

materi pelajaran atau mencapai kompetensi akan sangat sulit untuk membuat siswa tetap

yang disyaratkan). bersekolah ataupun menyelesaikan jenjang pen-

didikannya.
5 Ketiga indikator tersebut berkontribusi

signifikan terhadap tingkat siswa putus 7 Faktor institusi sekolah yang paling

sekolah2. Sekolah perlu mendeteksi secara dini, berkontribusi signifikan terhadap pencegahan

mulai dari siswa kelas X secara individual untuk siswa putus sekolah antara lain:

mengidentifikasi siswa-siswa yang menunjukkan a) hubungan personal yang saling percaya (mu-
permasalahan diketiga faktor tersebut. tual trust) antara guru dan siswa dan dukun-

gan untuk siswa secara personal ketika

6 Identifikasi secara dini berguna untuk terjadi permasalahan akademis maupun non

mencegah siswa putus sekolah, yaitu ketika akademis.

siswa dikelas sepuluh (10). atau dari awal tahun b) Siswa melihat guru mereka memberikan

30 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


fasilitasi, motivasi, inspirasi terhadap siswa menjadi faktor penentu untuk mencegah

perkembangan siswa siswa putus sekolah. Selain itu, meningkatkan


c) guru yang bisa menyediakan proses kehadiran dan meminimalkan absensi siswa,

pengajaran dan pembelajaran yang juga berpotensi meningkatkan kualitas dan

menarik dan menyenangkan kepada siswa, perkembangan belajar siswa.

serta menekankan pentingnya Meningkatkan kemampuan dan praktik guru


9
pembelajaran untuk masa depan siswa, seh- yang bisa membangun hubungan personal
ingga memotivasi siswa untuk lebih percaya dengan siswa, menyediakan pengajaran yang
diri dalam bercita-cita, termotivasi untuk menarik dan menyenangkan bagi siswa, serta
bekerja keras dan mempunyai rencana / membantu siswa ketika terjadi permasalahan
gambaran untuk masa depan. akademik dan non-akademik adalah hal yang

8 Kolaborasi, tanggung jawab, dan tujuan tidak mudah. Oleh karena itu perlu dibangun
bersama para guru untuk menyediakan proses tujuan dan tanggung jawab bersama untuk men-
belajar yang menarik dan menyenangkan bagi capai hal tersebut dan dukungan, baik dari

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 31


kepala sekolah dan guru lainnya. termotivasi untuk belajar dan bermasalah dalam

Di sekolah-sekolah tertentu, jumlah siswa absensi dan akademik adalah pekerjaan sulit.
10
rentan putus sekolah yang relatif banyak Guru seringkali mempunyai persep-

membuat tugas guru akan jauh lebih sulit. Oleh si/keyakinan bahwa siswa rentan putus sekolah

karena itu, guru harus melakukan intervensi yang bermasalah secara perilaku dan akademik

untuk setiap individu-individu siswa yang rentan tidak punya motivasi dalam belajar atau tidak

putus sekolah. Hal ini akan sangat menuntut mampu dalam belajar. Oleh karena itu, guru

motivasi yang kuat, usaha yang keras, dan waktu seringkali memberikan nilai jelek, tanpa mema-

yang tersita. Selain itu, guru juga perlu untuk hami permasalahan yang dihadapi oleh siswa

mendapat dukungan dari kepala sekolah dan rentan putus sekolah.

rekan guru lainnya. 12 Secara menyeluruh, bukti-bukti empiris menun-

11 Tugas guru untuk menyediakan fasilitasi/ jukkan bahwa mencegah siswa rentan putus

bantuan, motivasi, dan dukungan kepada siswa sekolah agar tidak putus sekolah memerlukan

rentan putus sekolah yang tidak strategi sekolah yang berfokus

32 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


pada hal-hal meliputi: d) Menyediakan intervensi khusus, baik secara
a) Menurunkan ketidakhadiran siswa, dimana akadmik dan non-akademik untuk setiap
hal ini sangat menentukan terganggunya individu siswa yang mempunyai permas-
perkembangan akademis dan prestasi bela- alahan dalam kehadiran, perilaku, dan
jar siswa. perkembangan akademiknya.

b) Mengevaluasi penyebab utama

ketidakhadiran siswa. Sebaiknya dimulai

sedini mungkin untuk meningkatkan kehad-

iran.

c) Mengevaluasi penyebab utama perilaku

bermasalah siswa. Sebaiknya dimulai sedini

mungkin untuk memperbaiki per-

ilaku siswa;

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 33


4
STRATEGI & PERAN SEKOLAH SERTA
PEMERINTAH DAERAH DALAM
PENCEGAHAN SISWA RENTAN
PUTUS SEKOLAH AGAR TIDAK
PUTUS SEKOLAH

34 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


JENIS STRATEGI PENCEGAHAN
ANAK RENTAN PUTUS SEKOLAH
AGAR TIDAK PUTUS SEKOLAH

Strategi Pencegahan Oleh Sekolah


1 Melalui Peringatan Dini Pada
Individual Siswa.

Strategi Pencegahan
Anak Rentan Putus
Sekolah Agar Tidak
Putus Sekolah

Strategi Pencegahan Oleh


2 Pemerintah Daerah Secara
Menyeluruh (Whole-School Approach)

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 35


4.1
STRATEGI & PERAN SEKOLAH
DALAM PENCEGAHAN SISWA
RENTAN PUTUS SEKOLAH
AGAR TIDAK PUTUS SEKOLAH

36 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


STRATEGI SEKOLAH UNTUK
MENCEGAH SISWA RENTAN PUTUS
SEKOLAH AGAR TIDAK PUTUS SEKOLAH
1 Strategi pencegahan pada siswa rentan putus sekolah secara individual adalah upaya sekolah untuk

mengidentifikasi dini siswa-siswi yang menunjukkan gejala rentan putus sekolah serta melakukan

penanganan tehadap individual siswa untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi sehingga

mereka dapat menyelesaikan sekolah (lulus).

2 Identifikasi dini terhadap anak rentan putus sekolah dapat dilakukan mulai awal masuk sekolah dengan

melihat perkembangan siswa dalam tiga indikator, yaitu: absensi/kehadiran dalam proses belajar di sekolah,

perilaku bermasalah/indisipliner, dan perkembangan belajar siswa.

3 Ketiga indikator tersebut saling berpengaruh satu sama lain serta berguna untuk mendeteksi tingkat

kerentanan siswa untuk putus sekolah. Misalnya, siswa yang sering melakukan tindakan indisipliner

cenderung sering tidak masuk sekolah sehingga terganggu dalam proses belajar mereka, dan dikhawatirkan

putus sekolah.

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 37


4 Sekolah perlu mengidentifikasi siswa-siswi yang menunjukkan gejala ketidakhadiran, perilaku indisipliner, dan

perkembangan akademis yang terganggu untuk selanjutnya mengelompokan siswa-siswi tersebut menjadi

anak rentan putus sekolah agar dapat ditindaklanjuti.

5 Sekolah juga perlu menentukan standar/ambang batas pada siswa-siswi berdasarkan 3 indikator tersebut.

Misalnya, ketidakhadiran siswa melebihi (xx %) dalam satu bulan atau siswa-siswi yang tidak mengumpulkan

tugas selama (x kali) dalam satu bulan dikelompokkan dalam siswa rentan putus sekolah.

6 Identifikasi berdasarkan 3 indikator tersebut dapat dilakukan dalam sebuah kartu identifikasi siswa yang

menggambarkan catatan ketidakhadiran, perilaku indisipliner, dan perkembangan akademis (lihat contoh

kartu identifikasi di halaman selanjutnya).

38 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


Contoh kartu identifikasi siswa-siswi rentan putus sekolah

Nama Siswa: Kunto Wibisono


Kehadiran /ke�dakhadiran Tidak hadir 2x dalam satu minggu Di-iden�fikasi oleh:
Ibu. Yuniar, Wali Kelas X
Terlambat 2x dalam satu minggu
Perilaku Mengganggu teman kelas

Tidak menghorma� guru

Terlibat perkelahian

Tidak memakai seragam


Perkembangan akademik Tidak mengumpulkan tugas 2x

Mengalami kesulitan belajar dalam mata pelajaran ……..

Hasil assessmen masih dibawah teman lainnya

Tidak mengerjakan assessmen/tugas

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 39


7 Siswa-siswi yang teridentifikasi rentan putus sekolah selanjutnya menjadi target pencegahan siswa putus

sekolah.

8 Sekolah melalui guru wali kelas atau guru bimbingan konseling perlu memahami penyebab mendasar

mengapa siswa-siswi rentan putus sekolah mengalami permasalahan dalam ketidakhadiran dan/atau perilaku

indisipliner dan/atau perkembangan akademis yang terganggu.

9 Permasalahan yang dihadapi siswa-siswi rentan putus sekolah kemungkinan dapat disebabakan oleh:

a) Kondisi ekonomi sehingga siswa diharuskan bekerja;


b) Latar belakang sosial dan keluarga yang tidak memahami urgensi bersekolah,
c) Kekerasan yang dialami oleh siswa;
d) Tidak termotivasi/demotivasi untuk bersekolah;

40 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


e) hubungan yang tidak terjalin baik dengan guru, mengalami kesulitan untuk;
f) lainnya.

10 Sekolah melalui guru wali kelas dan guru bimbingan konseling perlu melakukan pendampingan terhadap
siswa-siswi rentan putus sekolah tersebut secara intensif dengan tujuan memahami dan mencoba

menyelesaikan permasalahan mereka sehingga siswa-siswi rentan putus sekolah dapat tetap bersekolah dan

menyelesaikan SMA;

11 Pendampingan terhadap siswa-siswi rentan putus sekolah dilakukan dalam bentuk dukungan, fasilitasi,

inspirasi, dan motivasi siswa secara berkala (bukan dalam jangka pendek) dengan tujuan siswa dapat

menemukan alternatif penyelesaian masalah yang relevan melalui pemahaman mereka sendiri;

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 41


12 Pendampingan terhadap siswa-siswi rentan putus sekolah sebaiknya tidak dilakukan dalam bentuk perintah
dan nasehat;

13 Hubungan personal yang baik (saling memahami, saling mendukung, setara dan tidak hierarkis) antara guru
dan siswa-siswi rentan putus sekolah dapat menjadi kunci sukses proses pendampingan terhadap

siswa-siswi rentan putus sekolah;

14 Kepala sekolah perlu memberikan fasilitasi dan advokasi bagi guru wali kelas, guru bimbingan konseling, dan
siswa-siswi rentan putus sekolah, serta mengevaluasi proses pendampingan yang dilakukan oleh guru untuk

perbaikan lebih lanjut;

42 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


15 Sebagai upaya memberikan dukungan dan fasilitasi untuk siswa-siswi rentan putus sekolah, sekolah dapat
melibatkan siswa-siswi lainnya dalam bentuk dukungan antar siswa (peer-support system) namun tetap dengan

bimbingan dan pengawasan guru;

16 Untuk siswa-siswi rentan putus sekolah yang mengalami kesulitan selama proses belajar mereka, guru perlu
memberikan pelajaran tambahan atau dalam bentuk kegiatan lainnya yang memungkinkan siswa dapat lebih

percaya diri bahwa mereka dapat belajar dan sekolah memfasilitasi proses belajar mereka.

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 43


PERAN SEKOLAH DALAM
PENCEGAHAN SISWA RENTAN PUTUS
SEKOLAH AGAR TIDAK PUTUS SEKOLAH

1 Melakukan sosialisasi, fasilitasi, dan advokasi kepada guru dan warga sekolah untuk meningkatkan

pemahaman terhadap tantangan dan penanganan anak tidak sekolah, serta pencegahan siswa rentan putus

sekolah agar tidak putus sekolah;

2 Membentuk tim pencegahan siswa rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah. Hal ini dapat dilakukan

melalui Surat Keputusan (SK) kepala sekolah;

3 Tim pencegahan siswa-siswi rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah menyusun program kerja

pencegahan siswa-siswi rentan putus sekolah;

44 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


4 Tim pencegahan siswa rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah melakukan identifikasi siswa-siswi yang

rentan putus sekolah. Identifikasi dilakukan berdasarkan data ketidakhadiran, perilaku bermasalah/

indisipliner, dan perkembangan akademis siswa;

5 Tim pencegahan siswa rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah bekerja sama dengan guru melakukan

analisis penyebab utama mengapa siswa-siswi tersebut mengalami permasalahan ketidakhadiran, perilaku

bermasalah/indisipliner, dan perkembangan akademis siswa yang terganggu;

6 Tim pencegahan siswa rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah melakukan pendampingan intensif

kepada siswa-siswi rentan putus sekolah, dengan target utama agar siswa-siswi tersebut dapat

menyelesaikan sekolah mereka;

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 45


7 Tim pencegahan siswa rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah berkoordinasi dengan orang tua siswa

dalam upaya menyelesaikan permasalahan yang dihadapi siswa rentan putus sekolah;

8 Sekolah melakukan evaluasi berkala untuk mengukur efektifitas program pencegahan siswa rentan putus

sekolah;

9 Sekolah berusaha membangun lingkungan sekolah yang kondusif yang mendukung peningkatan kualitas

belajar siswa, dimana guru mempunyai tujuan melayani siswa dalam peningkatan kualitas belajar mereka

serta membangun hubungan personal yang baik (saling memahami, saling mendukung, setara dan tidak

hierarkis);

10 Sekolah melakukan gerakan/kampanye anti putus sekolah.

46 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


4.2
STRATEGI & PERAN PEMERINTAH
DAERAH DALAM PENCEGAHAN
SISWA RENTAN PUTUS SEKOLAH
AGAR TIDAK PUTUS SEKOLAH

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 47


PERAN SEKOLAH DALAM
PENCEGAHAN SISWA RENTAN PUTUS
SEKOLAH AGAR TIDAK PUTUS SEKOLAH

1 Strategi pencegahan menyeluruh dalam menangani anak rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah

adalah langkah-langkah pencegahan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan Pendidikan, yaitu:

pemerintah daerah, sekolah, komite sekolah, orang tua siswa, pemerintah pusat, dan organisasi peduli

Pendidikan lainnya;

2 Strategi pencegahan menyeluruh dapat diinisiasi dari pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan Provinsi.

Dinas Pendidikan Provinsi dapat mengidentifikasi permasalahan Pendidikan di sekolah terkait dengan

aspek-aspek berikut:

a) Ketersediaan fasilitas akses sekolah (ruang belajar, sanitasi dan sarana prasarana akses lainnya);
b) Ketersediaan guru dan tenaga kependidikan di sekolah, termasuk mengevaluasi tingkat kehadiran guru

di sekolah;

48 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


c) Hubungan yang tidak terjalin baik dengan guru, mengalami kesulitan untuk;

Apakah guru hadir di sekolah?

Apakah guru hadir di sekolah dan melakukan pengajaran?

Apakah proses mengajar guru dilakukan secara klasikal atau sudah disesuaikan dengan proses

belajar siswa secara individual (terdifrensiasi)?

Apakah terjalin hubungan yang baik antara sekolah dan keluarga sebagai upaya membuat siswa

belajar lebih baik dan menyelesaikan permasalahan Pendidikan yang terjadi?

Apakah sekolah melakukan identifikasi dan penanganan siswa rentan putus sekolah agar tidak

putus sekolah?

Proses belajar yang menarik, menyenangkan dan bermakna bagi siswa membuat siswa betah dan

merasa perlu untuk terus belajar di sekolah.

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 49


c) kondisi lingkungan sekolah yang aman dan nyaman secara emosional / psikologis akan tercipta jika

lingkungan sekolah kondusif. Lingkungan sekolah yang kondusif akan terbangun melalui hubungan

personal dan interaksi yang positif, saling peduli, dan memberikan dukungan antara warga sekolah

(kepala sekolah, guru, siswa, dll), juga lingkungan sekolah yang bebas perundungan (bullying).

d) Direktorat SMA telah mempublikasikan buku sebagai referensi untuk “pencegahan dan penanganan

tindak kekerasan (bullying) di sekolah” dan “membangun sekolah yang aman dan nyaman untuk siswa

belajar dan kontribusinya terhadap kualitas belajar siswa”.

3 Identifikasi terhadap kelima aspek tersebut (ketersediaan sarana prasarana akses, dan guru; kualitas

pengajaran guru di sekolah; kondisi lingkungan sekolah yang aman dan nyaman bagi siswa; bebas tindak

kekerasan/bullying; serta identifikasi dan penanganan siswa rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah)

digunakan sebagai dasar penyusunan strategi besar (grand strategi) pencegahan siswa rentan putus sekolah

agar tidak putus sekolah;

50 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


4 Mengacu pada point tiga, strategi pendekatan menyeluruh pada dasarnya merupakan strategi peningkatan

kualitas Pendidikan daerah yang akan berkontribusi langsung terhadap pencegahan siswa rentan putus

sekolah agar tidak putus sekolah;

5 Pemerintah daerah perlu berkolaborasi dengan pemangku kepentingan Pendidikan lainnya (MKKS, komite

sekolah, LPMP, Bappeda, organisasi Pendidikan, dan Kementerian Pendidikan) dalam upaya melakukan

strategi pencegahan siswa rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah ;

6 Merancang dan menginisiasi, fasilitasi, serta advokasi pencegahan siswa rentan putus sekolah agar tidak

putus sekolah kepada pihak sekolah serta menerapkan Gerakan Kembali Bersekolah (GKB) untuk anak usia

sekolah yang tidak bersekolah agar kembali ke jalur pendidikan dengan mengacu pada “Strategi Nasional

Penanganan Anak Tidak Sekolah” yang telah disusun oleh Bappenas;

7 Melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkesinambungan terhadap upaya pemerataan akses,

peningkatan kualitas belajar siswa, serta pencegahan anak rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah.

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 51


PERAN PEMERINTAH DALAM
PENCEGAHAN SISWA RENTAN PUTUS
SEKOLAH AGAR TIDAK PUTUS SEKOLAH

1 Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mengamanatkan bahwa pemerintah

daerah memiliki kewenangan dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat di sektor Pendidikan;

2 Mengacu pada UU No. 23 Tahun 2014 menjelaskan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peran penting

dalam upaya pecegahan siswa rentan putus sekolah. Beberapa hal dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah

dalam upaya tersebut antara lain;

a) Melakukan fasilitasi dan advokasi kepada sekolah tentang strategi pencegahan anak rentan putus

sekolah agar tidak putus sekolah.

52 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


b) Menyusun dan mengimplementasikan strategi pemenuhan kebutuhan fasilitas akses sekolah meliputi

ketersediaan ruang kelas, sanitasi, dan sarana dan prasarana lainnya. Pemenuhan kebutuhan sarana dan

prasarana akses sekolah ini dapat dilakukan melalui program Dana Alokasi Khusus (DAK Fisik);

c) Melakukan fasilitasi dan advokasi kepada sekolah-sekolah untuk membentuk lingkungan sekolah yang

aman dan nyaman untuk proses belajar siswa, serta bebas tindak kekerasan (bullying);

d) Melakukan fasilitasi dan advokasi kepada sekolah-sekolah untuk peningkatan kualitas belajar siswa

mengacu pada kebijakan merdeka belajar, pembelajaran dengan paradigma baru (kurikulum), dan

assessmen nasional. Pemerintah daerah dapat bekerja sama dengan LPMP;

d) melakukan fasilitasi dan advokasi kepada masyarakat tentang Gerakan Kembali Bersekolah (GKB)

dengan tujuan untuk mengembalikan anak tidak sekolah (ATS) ke jalur Pendidikan.

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 53


5
KUNCI
KEBERHASILAN

54 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


KEPEMIMPINAN KEPALA
SEKOLAH & KEBERHASILAN PENCEGAHAN
SISWA RENTAN PUTUS SEKOLAH AGAR
TIDAK PUTUS SEKOLAH

1 Kebijakan Merdeka Belajar sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Pendidikan

2020-2024 memberikan kewenangan dan fleksibiltas kepada sekolah dalam penyusunan program-program di

sekolah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan Pendidikan kepada siswa, salah satunya

pencegahan anak rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah, yang disesuaikan dengan kondisi daerah

dan sekolah yang beragam;

2 Program pencegahan siswa putus sekolah agar tidak putus sekolah dapat berhasil diimplementasikan

sekolah, Ketika kepala sekolah bersikap demokratis (bukan penyusun dan pengambil keputusan tunggal

dalam perencanaan dan implementasi program);

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 55


3 Kepala sekolah harus mampu merangkul guru dan siswa, dan memberikan mereka kesempatan untuk

bergotong-royong dalam perencanaan dan implementasi program pencegahan anak rentan putus sekolah

agar tidak putus sekolah melalui penyusunan dan pengambilan keputusan partisipatif.

4 Kepala Sekolah perlu berperan aktif dalam hal memberikan arahan atas tujuan dan strategi program, serta

pengalokasian sumber daya (waktu dan dana) kepada guru dan siswa untuk mendukung keberhasilan

implementasi program pencegahan siswa rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah.

56 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


TRISENTRA PENDIDIKAN &
KEBERHASILAN DALAM PENCEGAHAN
ANAK RENTAN PUTUS SEKOLAH AGAR
TIDAK PUTUS SEKOLAH

1 Ki Hajar Dewantara menerangkan bahwa proses pendidikan berlangsung dalam tiga lingkungan (ekosistem),

yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat;

2 Program pencegahan anak rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah dapat berhasil apabila ada
keterlibatan dan dukungan dari keluarga dan masyarakat, serta pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan

Provinsi;

3 Untuk mendukung keberhasilan implementasi program pencegahan siswa rentan putus sekolah agar tidak

putus sekolah, pihak sekolah perlu mengomunikasikan tujuan, pelaksanaan, dan permasalahan program

kepada orang tua siswa, komite sekolah, dan Dinas Pendidikan Provinsi;

4 Melalui keterlibatan stakeholder Pendidikan tersebut, diharapkan akan terjalin kesadaran dan komitmen yang

akan berkontribusi secara positif untuk mendukung (tidak hanya) pelaksanaan program, tetapi juga

keberlangsungan pelaksanaan program dalam jangka waktu yang panjang.

DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 57


5 Dinas Pendidikan Provinsi diharapkan dapat membantu sekolah dalam hal implementasi sekolah anti tindak

kekerasan melalui hal-hal sebagai berikut:

a) Membantu terlaksananya program pencegahan anak rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah,

antara lain melalui kegiatan sosialisasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kapasitas

sekolah terhadap pencegahan anak putus sekolah;

b) Memantau proses pelaksanaan program pencegahan anak rentan putus sekolah agar tidak putus

sekolah;

c) Memberikan supervisi terhadap pelaksanaan program pencegahan anak rentan putus sekolah agar tidak

putus sekolah;

d) Mengevaluasi proses pelaksanaan program pencegahan anak rentan putus sekolah agar tidak putus

sekolah dan memastikan sekolah menindaklanjuti hasil evaluasi tersebut;

58 S T R AT E G I S E KO L AH U N TU K PE N C E G AH AN SISWA R ENTA N PU TU S SEKOL A H AGA R TIDA K PU TU S SEKOL AH


DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 59
PENULIS

Sopian Wadi
Dhini Fatmi Nurbani
Abdullah
Winner Jihad Akbar
Wiwiet Heriyanto
Irfan Hary Prasetya
DAFTAR PUSTAKA
1 Allensworth, E., & Easton, J. (2007). What matters for staying on-track indicator and graduating in Chicago

public high schools. Chicago: Consortium on Chicago School Research.

2 Bappenas (2020). Strategi Nasional Penanganan Anak Tidak Sekolah di Indonesia.

3 Domagala-Zysk, E. (2006). The significance of adolescents‘ relationships with significant others and school

failure. School Psychology International, 27(2), 232-247.

4 Kementerian Pendidikan & Kebudayaan (2020). Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

5 Mac Iver, M. A. & Mac Iver, D. J. (2009). Beyond the indicators: An integrated school-level approach to dropout

prevention. Arlington, VA: The George Washington University Center for Equity and Excellence in Education

6 Matteucci, M. & Gosling, P. (2004). Italian and French teachers faced with pupil‘s academic failure: The norm

of effort.‘ European Journal of Psychology of Education, 19(2), 147-166.

7 Kurz, T.B. & S.L. Knight. (2004). An exploration of the relationship among teacher efficacy, collective teacher

efficacy and goal consensus. Learning Environments Research, 7, 111-128.

8 Triyanto dkk. (2020). Pemetaan Siswa Rentan Putus Sekolah di SMA dan Strategi Pengelolaan Untuk Menjaga

Siswa Rentan Menjadi Aman. Universitas Sebelas Maret (UNS).


DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH ATAS
DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI,
PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN,
RISET, DAN TEKNOLOGI.

Direktorat SMA direktorat.sma @dit_sma Direktorat SMA @direktorat.sma sma.kemdikbud.go.id

Anda mungkin juga menyukai