Strategi Sekolah
UNTUK PENCEGAHAN
SISWA RENTAN PUTUS SEKOLAH
Menyikapi fenomena tersebut, Direktorat SMA mencoba melakukan fasilitasi dan advokasi kepada sekolah melalui buku saku “Strategi
Pencegahan Siswa Putus Sekolah Jenjang Pendidikan SMA”. Penyusunan buku ini bertujuan untuk menyediakan kerangka konseptual dan
teknis yang dapat digunakan sekolah sebagai referensi melakukan deteksi dini siswa berisiko putus sekolah. Selanjutnya, diharapkan sekolah
dapat menetapkan strategi-strategi dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah siswa putus sekolah.
Buku ini merupakan kontribusi kecil dan bentuk komitmen dari Direktorat SMA terhadap upaya memperkecil angka putus sekolah sehingga
pertumbuhan APK siswa SMA dapat terjaga. APK siswa SMA merupakan indikator penyediaan akses Pendidikan bagi penduduk Indonesia,
khususnya usia 16-18 tahun.
Semoga Bermanfaat!
Direktur SMA
Purwadi Sutanto
Kunci Keberhasilan.......................................................................................... 54
5
DI REK TOR AT SEKOLAH MENENG AH ATAS 5
1
PENGANTAR
K
ementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan bahwa Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA merupakan
salah satu pekerjaan yang perlu diprioritaskan (Renstrav Kemendikbud, 2020, Hal 8). Lebih lanjut,
Badan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah menerbitkan Strategi Nasional Penanganan Anak Tidak Sekolah (Stra-
nas ATS). Bappenas, dalam Stranas ATS, menyatakan bahwa terdapat 3,1 juta anak usia jenjang SMA/sederajat (16-18
tahun) yang tidak bersekolah (Susenas, 2017). ATS adalah anak usia 7-18 tahun yang tidak bersekolah, putus sekolah
tanpa menyelesaikan jenjang Pendidikan tertentu, ataupun putus sekolah tanpa melanjutkan ke jenjang Pendidikan
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan trend angka putus sekolah jenjang Pendidikan SMA dari
7,01% pada tahun 2015 menjadi 1,97% pada tahun 2020 (Renstra Kemendikbud, 2020). Jumlah siswa putus sekolah
pada tahun 2020 tersebut diperkirakan sebesar 87.000 siswa. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Direktorat
SMA, dalam skala mikro dengan sampel 30 SMA tersebar di 10 provinsi (Bali, Banten, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur) memperlihatkan
angka putus sekolah yang relatif besar, yaitu 689 siswa (Triyanto et al., 2020). Terlepas dari banyak atau sedikitnya
angka siswa putus sekolah tersebut, pada gilirannya akan menjadi ATS, dan berdampak negatif terhadap pertumbuhan
APK SMA.
melalui buku saku “Strategi Pencegahan Siswa Putus Sekolah Jenjang Pendidikan SMA”. Penyusunan buku
ini bertujuan untuk menyediakan kerangka konseptual dan teknis yang dapat digunakan sekolah sebagai referensi
melakukan deteksi dini siswa berisiko putus sekolah. Selanjutnya, diharapkan sekolah dapat menetapkan strate-
gi-strategi dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah siswa putus sekolah.
Ini bertujuan untuk menyediakan kerangka konseptual dan teknis yang dapat digunakan sekolah sebagai referensi
melakukan deteksi dini siswa berisiko putus sekolah. Selanjutnya, diharapkan sekolah dapat menetapkan strate-
gi-strategi dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah siswa putus sekolah.
Semoga Bermanfaat!
Direktur SMA
Purwadi Sutanto
ADMIN
KEPALA SEKOLAH GURU ADMIN PEMDA KEMENDIKBUD
Menyediakan referensi bagi Menyediakan referensi bagi Menyediakan referensi untuk 1) Menyediakan bahan advokasi
pimpinan sekolah untuk meny- guru terkait langkah-langkah advokasi dan fasilitasi sekolah dan fasilitasi untuk pemerintah
daerah dan sekolah dalam
usun kebijakan dan strategi yang perlu dilakukan untuk dalam pencegahan siswa
pencegahan siswa rentan putus
pencegahan siswa rentan putus mencegah siswa rentan putus rentan putus sekolah agat
sekolah agar tetap bersekolah;
sekolah agar tidak putus sekolah agar tidak putus tetap bersekolah
sekolah. sekolah. 2) Tindak lanjut kebijakan dan
program Bappenas tentang
strategi nasional penanganan
anak tidak sekolah.
Penyusunan Buku Saku ini bertujuan untuk mengadvokasi, fasilitasi, dan sosialisasi para tenaga pendi-
1) dik dan pemangku kepentingan sebagai upaya pencegahan anak putus sekolah.
Dalam upaya penanganan ATS, terdapat 2 strategi besar, yaitu: strategi pencegahan dan strategi inte-
2) vensi;
Strategi pencegahan bertujuan untuk mencegah siswa putus sekolah. Sedangkan strategi intervensi
3) berujuan untuk mengembalikan anak usia sekolah yang tidak bersekolah untuk kembali bersekolah;
Pembahasan mengenai secara lebih lanjut baik tentang strategi pencegahan dan intervensi ATS dapat
4) diakses melalui dokumen Strategi Nasional Penanganan Anak Tidak Sekolah di Indonesia yang diterbit-
kan oleh Bappenas (2020).
Strategi
Pencegahan
Strategi Nasional
Penanganan Anak
Tidak Sekolah
(ATS)
Strategi
Intervensi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui program wajib belajar telah ber-
1) hasil meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) penduduk usia 7-18 tahun untuk bersekolah;
Data BPS tahun 2020 mengungkapkan bahwa APK untuk jenjang Pendidikan Sekolah Dasar (SD)/-
2) sederajat telah mencapai 103,5%, Sekolah Menengah Pertama (SMP)/sederajat mencapai
90,6%, dan Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat mencapai 83,98% (Renstra Kemendikbud,
2020);
Namun demikian, data Susenas (2019) menunjukkan, dari total penduduk usia 7-18 tahun yang ber-
3) jumlah 55 juta anak diperkirakan 8% diantaranya atau sekitar 4,3 juta terkategori anak tidak seko-
lah (ATS) (Bappenas, 2020);
Bappenas (2020) juga telah menyusun strategi nasional penanganan anak tidak sekolah (ATS)
7) melalui 2 pendekatan, yaitu strategi intervensi dan strategi pencegahan;
Strategi intervensi ditujukan kepada ATS yang berada di luar sistem Pendidikan baik formal dan non
8) formal. Strategi ini bertujuan untuk menjangkau, mendaftarkan, mengembalikan, dan mendampingi
ATS ke dalam program Pendidikan dan pelatihan yang relevan (Bappenas, 2020);
Salah satu implementasi strategi pencegahan adalah pengembangan sistem deteksi dini anak
10) rentan putus sekolah yang dilakukan kepala sekolah dan guru berdasarkan data kehadiran anak dan
pencapaian pembelajaran (Bappenas, 2020);
Selain itu, buku saku ini juga bertujuan untuk menyediakan referensi bagi sekolah, terutama guru
12) bimbingan konseling untuk melakukan penanganan pada murid yang rentan untuk putus sekolah
agar tidak putus sekolah.
1 Kurangnya ketersediaan dan keterjangkauan layanan Pendidikan. Khusus untuk jenjang SMA/sederajat,
permasalahan ketersediaan dan keterjangkauan layanan Pendidikan terjadi di daerah-daerah terpencil dan
terisolir;
2 Kurangnya relevansi dan kualitas layanan Pendidikan. Hal ini mencakup ketidakhadiran guru, kurangnya kualitas
sarana dan prasarana sekolah termasuk fasilitas sanitasi sekolah, metode pembelajaran yang belum berfokus
pada anak, lingkungan sekolah yang belum kondusif (misal: masih terjadi perundungan (bullying) di sekolah),
kurangnya pengenalan berbasis kecakapan kerja, kecakapan hidup, wirausaha, serta program Pendidikan
tingkat partisipasi dan hasil Pendidikan siswa. Kondisi tersebut kerap membuat siswa lebih memilih bekerja dan
Lebih lanjut, Pemerintah sudah mencoba mengatasi permasalahan tersebut melalui program Bantuan Op-
erasional Sekolah (BOS) dan Program Indonesia Pintar (PIP). Namun demikian, dalam dunia Pendidikan tentunya
tidak hanya menyangkut biaya Pendidikan dan pembelian perlengkapan sekolah saja, akan tetapi menyangkut
biaya transport, uang saku, maupun biaya lain yang belum terjangkau oleh program-program tersebut.
Hambatan yang berakar pada faktor sosial-budaya dan persepsi negatif terhadap pentingnya Pendidikan. Pan-
4 dangan keluarga tentang penting atau tidaknya Pendidikan serta berbagai asumsi dan norma sosial seringkali
menjadi penyebab anak tidak bersekolah (termasuk putus sekolah) dengan contoh-contoh sebagai berikut:
Pendidikan mereka terbatas dan ketika anak lebih baik bekerja untuk kepentingan ekonomi keluarga;
b Orang tua memandang bahwa pernikahan anak adalah hal lazim, bahkan didambakan dengan tujuan
c Anak yang sudah menikah atau ibu remaja yang memiliki anak terkadang dianggap tidak pantas
d Anak yang hamil diluar pernikahan sering dianggap aib atau hal yang memalukan, sehingga malu
e Untuk point c & d penanganan dilakukan sesuai dengan kearifan lokasl sekolah dan daerah.
1 Kajian yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2020) melalui Direktorat SMA, Di-
rektorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, serta Triyanto et al.
(2020) menjelaskan bahwa tata kelola sekolah berpengaruh pada penanganan siswa putus sekolah yang kemudi-
2 Kajian yang dilakukan oleh Triyanto et al. (2020) menunjukkan masih kurang optimalnya tata kelola sekolah
dalam melakukan identifikasi dan pencegahan siswa rentan putus sekolah. Dalam hal ini, identifikasi terhadap
siswa rentan putus sekolah hanya dilakukan berbasis pada dokumen pencapaian kompetensi siswa.
Identifikasi terhadap keadaan sosial ekonomi, kondisi sosial, dan minat bakat siswa relatif belum maksimal
dilakukan;
seling dan satuan tugas pelaksana pembinaan kesiswaan (STP2K). Namun demikian belum optimal dilaksanakan
a Pendampingan belum terprogram dengan baik mulai dari perencanaan, pelaksanaan maupun evalu-
asi;
mencegah siswa rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah. Program penguatan tersebut
a Kegiatan-kegiatan sekolah yang bertujuan untuk pembentukan karakter siswa dan peningatan
b Peningkatan kualitas belajar siswa melalui proses belajar yang bermakna dan lingkungan sekolah yang
c Membangun kualitas hubungan guru dan siswa, dimana guru mempunyai kepedulian untuk memahami
dan membantu siswa ketika siswa mengalami masalah, baik personal maupun akademik. Selain itu,
siswa juga percaya terhadap guru sehingga terbangun komunikasi positif yang saling memahami.
pencegahan anak rentan putus sekolah agar tetap bersekolah masih menjadi pekerjaan rumah bersama bagi
sekolah, pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta pemangku kepentingan Pendidikan lainnya (Triyanto
et al., 2020);
6 Hasil penelitian yang dilakukan Triyanto et al. (2000) mengungkapkan bahwa dari 30 SMA yang menjadi sampel
penelitian, terdapat 689 siswa putus sekolah untuk tahun pelajaran 2017/2018 sd 2019/2020.
1 Bukti empiris menunjukkan, terdapat dua faktor 3 Faktor institusi sekolah adalah kondisi lingkungan
utama penyebab siswa putus sekolah, yaitu sekolah dan pola interaksi antara guru dan siswa (ter-
faktor individu / personal siswa dan faktor insti- masuk kualitas pengajaran dan pembelajaran) yang
proses belajar dan pengajaran di kelas serta 4 Faktor individu / personal siswa dapat diprediksi
kegiatan lainnya. Faktor individual ini meliputi oleh kepala sekolah dan guru melalui beberapa
kondisi ekonomi siswa, kondisi sosial, dan latar indikator, yaitu: kehadiran siswa (absensi siswa),
belakang keluarga siswa, motivasi siswa, serta perilaku siswa (rekam jejak perilaku
minat dan bakat siswa. bermasalah/indisipliner), dan perkembangan
tugas dan capaian siswa terhadap penguasaan yaitu ketika sudah terjadi permasalahan, maka
materi pelajaran atau mencapai kompetensi akan sangat sulit untuk membuat siswa tetap
didikannya.
5 Ketiga indikator tersebut berkontribusi
signifikan terhadap tingkat siswa putus 7 Faktor institusi sekolah yang paling
sekolah2. Sekolah perlu mendeteksi secara dini, berkontribusi signifikan terhadap pencegahan
mulai dari siswa kelas X secara individual untuk siswa putus sekolah antara lain:
mengidentifikasi siswa-siswa yang menunjukkan a) hubungan personal yang saling percaya (mu-
permasalahan diketiga faktor tersebut. tual trust) antara guru dan siswa dan dukun-
6 Identifikasi secara dini berguna untuk terjadi permasalahan akademis maupun non
siswa dikelas sepuluh (10). atau dari awal tahun b) Siswa melihat guru mereka memberikan
8 Kolaborasi, tanggung jawab, dan tujuan tidak mudah. Oleh karena itu perlu dibangun
bersama para guru untuk menyediakan proses tujuan dan tanggung jawab bersama untuk men-
belajar yang menarik dan menyenangkan bagi capai hal tersebut dan dukungan, baik dari
Di sekolah-sekolah tertentu, jumlah siswa absensi dan akademik adalah pekerjaan sulit.
10
rentan putus sekolah yang relatif banyak Guru seringkali mempunyai persep-
membuat tugas guru akan jauh lebih sulit. Oleh si/keyakinan bahwa siswa rentan putus sekolah
karena itu, guru harus melakukan intervensi yang bermasalah secara perilaku dan akademik
untuk setiap individu-individu siswa yang rentan tidak punya motivasi dalam belajar atau tidak
putus sekolah. Hal ini akan sangat menuntut mampu dalam belajar. Oleh karena itu, guru
motivasi yang kuat, usaha yang keras, dan waktu seringkali memberikan nilai jelek, tanpa mema-
yang tersita. Selain itu, guru juga perlu untuk hami permasalahan yang dihadapi oleh siswa
11 Tugas guru untuk menyediakan fasilitasi/ jukkan bahwa mencegah siswa rentan putus
bantuan, motivasi, dan dukungan kepada siswa sekolah agar tidak putus sekolah memerlukan
iran.
ilaku siswa;
Strategi Pencegahan
Anak Rentan Putus
Sekolah Agar Tidak
Putus Sekolah
mengidentifikasi dini siswa-siswi yang menunjukkan gejala rentan putus sekolah serta melakukan
penanganan tehadap individual siswa untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi sehingga
2 Identifikasi dini terhadap anak rentan putus sekolah dapat dilakukan mulai awal masuk sekolah dengan
melihat perkembangan siswa dalam tiga indikator, yaitu: absensi/kehadiran dalam proses belajar di sekolah,
3 Ketiga indikator tersebut saling berpengaruh satu sama lain serta berguna untuk mendeteksi tingkat
kerentanan siswa untuk putus sekolah. Misalnya, siswa yang sering melakukan tindakan indisipliner
cenderung sering tidak masuk sekolah sehingga terganggu dalam proses belajar mereka, dan dikhawatirkan
putus sekolah.
perkembangan akademis yang terganggu untuk selanjutnya mengelompokan siswa-siswi tersebut menjadi
5 Sekolah juga perlu menentukan standar/ambang batas pada siswa-siswi berdasarkan 3 indikator tersebut.
Misalnya, ketidakhadiran siswa melebihi (xx %) dalam satu bulan atau siswa-siswi yang tidak mengumpulkan
tugas selama (x kali) dalam satu bulan dikelompokkan dalam siswa rentan putus sekolah.
6 Identifikasi berdasarkan 3 indikator tersebut dapat dilakukan dalam sebuah kartu identifikasi siswa yang
menggambarkan catatan ketidakhadiran, perilaku indisipliner, dan perkembangan akademis (lihat contoh
Terlibat perkelahian
sekolah.
8 Sekolah melalui guru wali kelas atau guru bimbingan konseling perlu memahami penyebab mendasar
mengapa siswa-siswi rentan putus sekolah mengalami permasalahan dalam ketidakhadiran dan/atau perilaku
9 Permasalahan yang dihadapi siswa-siswi rentan putus sekolah kemungkinan dapat disebabakan oleh:
10 Sekolah melalui guru wali kelas dan guru bimbingan konseling perlu melakukan pendampingan terhadap
siswa-siswi rentan putus sekolah tersebut secara intensif dengan tujuan memahami dan mencoba
menyelesaikan permasalahan mereka sehingga siswa-siswi rentan putus sekolah dapat tetap bersekolah dan
menyelesaikan SMA;
11 Pendampingan terhadap siswa-siswi rentan putus sekolah dilakukan dalam bentuk dukungan, fasilitasi,
inspirasi, dan motivasi siswa secara berkala (bukan dalam jangka pendek) dengan tujuan siswa dapat
menemukan alternatif penyelesaian masalah yang relevan melalui pemahaman mereka sendiri;
13 Hubungan personal yang baik (saling memahami, saling mendukung, setara dan tidak hierarkis) antara guru
dan siswa-siswi rentan putus sekolah dapat menjadi kunci sukses proses pendampingan terhadap
14 Kepala sekolah perlu memberikan fasilitasi dan advokasi bagi guru wali kelas, guru bimbingan konseling, dan
siswa-siswi rentan putus sekolah, serta mengevaluasi proses pendampingan yang dilakukan oleh guru untuk
16 Untuk siswa-siswi rentan putus sekolah yang mengalami kesulitan selama proses belajar mereka, guru perlu
memberikan pelajaran tambahan atau dalam bentuk kegiatan lainnya yang memungkinkan siswa dapat lebih
percaya diri bahwa mereka dapat belajar dan sekolah memfasilitasi proses belajar mereka.
1 Melakukan sosialisasi, fasilitasi, dan advokasi kepada guru dan warga sekolah untuk meningkatkan
pemahaman terhadap tantangan dan penanganan anak tidak sekolah, serta pencegahan siswa rentan putus
2 Membentuk tim pencegahan siswa rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah. Hal ini dapat dilakukan
3 Tim pencegahan siswa-siswi rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah menyusun program kerja
rentan putus sekolah. Identifikasi dilakukan berdasarkan data ketidakhadiran, perilaku bermasalah/
5 Tim pencegahan siswa rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah bekerja sama dengan guru melakukan
analisis penyebab utama mengapa siswa-siswi tersebut mengalami permasalahan ketidakhadiran, perilaku
6 Tim pencegahan siswa rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah melakukan pendampingan intensif
kepada siswa-siswi rentan putus sekolah, dengan target utama agar siswa-siswi tersebut dapat
dalam upaya menyelesaikan permasalahan yang dihadapi siswa rentan putus sekolah;
8 Sekolah melakukan evaluasi berkala untuk mengukur efektifitas program pencegahan siswa rentan putus
sekolah;
9 Sekolah berusaha membangun lingkungan sekolah yang kondusif yang mendukung peningkatan kualitas
belajar siswa, dimana guru mempunyai tujuan melayani siswa dalam peningkatan kualitas belajar mereka
serta membangun hubungan personal yang baik (saling memahami, saling mendukung, setara dan tidak
hierarkis);
1 Strategi pencegahan menyeluruh dalam menangani anak rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah
adalah langkah-langkah pencegahan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan Pendidikan, yaitu:
pemerintah daerah, sekolah, komite sekolah, orang tua siswa, pemerintah pusat, dan organisasi peduli
Pendidikan lainnya;
2 Strategi pencegahan menyeluruh dapat diinisiasi dari pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan Provinsi.
Dinas Pendidikan Provinsi dapat mengidentifikasi permasalahan Pendidikan di sekolah terkait dengan
aspek-aspek berikut:
a) Ketersediaan fasilitas akses sekolah (ruang belajar, sanitasi dan sarana prasarana akses lainnya);
b) Ketersediaan guru dan tenaga kependidikan di sekolah, termasuk mengevaluasi tingkat kehadiran guru
di sekolah;
Apakah proses mengajar guru dilakukan secara klasikal atau sudah disesuaikan dengan proses
Apakah terjalin hubungan yang baik antara sekolah dan keluarga sebagai upaya membuat siswa
Apakah sekolah melakukan identifikasi dan penanganan siswa rentan putus sekolah agar tidak
putus sekolah?
Proses belajar yang menarik, menyenangkan dan bermakna bagi siswa membuat siswa betah dan
lingkungan sekolah kondusif. Lingkungan sekolah yang kondusif akan terbangun melalui hubungan
personal dan interaksi yang positif, saling peduli, dan memberikan dukungan antara warga sekolah
(kepala sekolah, guru, siswa, dll), juga lingkungan sekolah yang bebas perundungan (bullying).
d) Direktorat SMA telah mempublikasikan buku sebagai referensi untuk “pencegahan dan penanganan
tindak kekerasan (bullying) di sekolah” dan “membangun sekolah yang aman dan nyaman untuk siswa
3 Identifikasi terhadap kelima aspek tersebut (ketersediaan sarana prasarana akses, dan guru; kualitas
pengajaran guru di sekolah; kondisi lingkungan sekolah yang aman dan nyaman bagi siswa; bebas tindak
kekerasan/bullying; serta identifikasi dan penanganan siswa rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah)
digunakan sebagai dasar penyusunan strategi besar (grand strategi) pencegahan siswa rentan putus sekolah
kualitas Pendidikan daerah yang akan berkontribusi langsung terhadap pencegahan siswa rentan putus
5 Pemerintah daerah perlu berkolaborasi dengan pemangku kepentingan Pendidikan lainnya (MKKS, komite
sekolah, LPMP, Bappeda, organisasi Pendidikan, dan Kementerian Pendidikan) dalam upaya melakukan
strategi pencegahan siswa rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah ;
6 Merancang dan menginisiasi, fasilitasi, serta advokasi pencegahan siswa rentan putus sekolah agar tidak
putus sekolah kepada pihak sekolah serta menerapkan Gerakan Kembali Bersekolah (GKB) untuk anak usia
sekolah yang tidak bersekolah agar kembali ke jalur pendidikan dengan mengacu pada “Strategi Nasional
7 Melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkesinambungan terhadap upaya pemerataan akses,
peningkatan kualitas belajar siswa, serta pencegahan anak rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah.
1 Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mengamanatkan bahwa pemerintah
daerah memiliki kewenangan dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
2 Mengacu pada UU No. 23 Tahun 2014 menjelaskan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peran penting
dalam upaya pecegahan siswa rentan putus sekolah. Beberapa hal dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah
a) Melakukan fasilitasi dan advokasi kepada sekolah tentang strategi pencegahan anak rentan putus
ketersediaan ruang kelas, sanitasi, dan sarana dan prasarana lainnya. Pemenuhan kebutuhan sarana dan
prasarana akses sekolah ini dapat dilakukan melalui program Dana Alokasi Khusus (DAK Fisik);
c) Melakukan fasilitasi dan advokasi kepada sekolah-sekolah untuk membentuk lingkungan sekolah yang
aman dan nyaman untuk proses belajar siswa, serta bebas tindak kekerasan (bullying);
d) Melakukan fasilitasi dan advokasi kepada sekolah-sekolah untuk peningkatan kualitas belajar siswa
mengacu pada kebijakan merdeka belajar, pembelajaran dengan paradigma baru (kurikulum), dan
d) melakukan fasilitasi dan advokasi kepada masyarakat tentang Gerakan Kembali Bersekolah (GKB)
dengan tujuan untuk mengembalikan anak tidak sekolah (ATS) ke jalur Pendidikan.
1 Kebijakan Merdeka Belajar sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Pendidikan
2020-2024 memberikan kewenangan dan fleksibiltas kepada sekolah dalam penyusunan program-program di
sekolah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan Pendidikan kepada siswa, salah satunya
pencegahan anak rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah, yang disesuaikan dengan kondisi daerah
2 Program pencegahan siswa putus sekolah agar tidak putus sekolah dapat berhasil diimplementasikan
sekolah, Ketika kepala sekolah bersikap demokratis (bukan penyusun dan pengambil keputusan tunggal
bergotong-royong dalam perencanaan dan implementasi program pencegahan anak rentan putus sekolah
agar tidak putus sekolah melalui penyusunan dan pengambilan keputusan partisipatif.
4 Kepala Sekolah perlu berperan aktif dalam hal memberikan arahan atas tujuan dan strategi program, serta
pengalokasian sumber daya (waktu dan dana) kepada guru dan siswa untuk mendukung keberhasilan
implementasi program pencegahan siswa rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah.
1 Ki Hajar Dewantara menerangkan bahwa proses pendidikan berlangsung dalam tiga lingkungan (ekosistem),
2 Program pencegahan anak rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah dapat berhasil apabila ada
keterlibatan dan dukungan dari keluarga dan masyarakat, serta pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan
Provinsi;
3 Untuk mendukung keberhasilan implementasi program pencegahan siswa rentan putus sekolah agar tidak
putus sekolah, pihak sekolah perlu mengomunikasikan tujuan, pelaksanaan, dan permasalahan program
kepada orang tua siswa, komite sekolah, dan Dinas Pendidikan Provinsi;
4 Melalui keterlibatan stakeholder Pendidikan tersebut, diharapkan akan terjalin kesadaran dan komitmen yang
akan berkontribusi secara positif untuk mendukung (tidak hanya) pelaksanaan program, tetapi juga
a) Membantu terlaksananya program pencegahan anak rentan putus sekolah agar tidak putus sekolah,
antara lain melalui kegiatan sosialisasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kapasitas
b) Memantau proses pelaksanaan program pencegahan anak rentan putus sekolah agar tidak putus
sekolah;
c) Memberikan supervisi terhadap pelaksanaan program pencegahan anak rentan putus sekolah agar tidak
putus sekolah;
d) Mengevaluasi proses pelaksanaan program pencegahan anak rentan putus sekolah agar tidak putus
Sopian Wadi
Dhini Fatmi Nurbani
Abdullah
Winner Jihad Akbar
Wiwiet Heriyanto
Irfan Hary Prasetya
DAFTAR PUSTAKA
1 Allensworth, E., & Easton, J. (2007). What matters for staying on-track indicator and graduating in Chicago
3 Domagala-Zysk, E. (2006). The significance of adolescents‘ relationships with significant others and school
4 Kementerian Pendidikan & Kebudayaan (2020). Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
5 Mac Iver, M. A. & Mac Iver, D. J. (2009). Beyond the indicators: An integrated school-level approach to dropout
prevention. Arlington, VA: The George Washington University Center for Equity and Excellence in Education
6 Matteucci, M. & Gosling, P. (2004). Italian and French teachers faced with pupil‘s academic failure: The norm
7 Kurz, T.B. & S.L. Knight. (2004). An exploration of the relationship among teacher efficacy, collective teacher
8 Triyanto dkk. (2020). Pemetaan Siswa Rentan Putus Sekolah di SMA dan Strategi Pengelolaan Untuk Menjaga