Anda di halaman 1dari 5

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Nama : M. Panggih Fitrian


Nim : 20208244003
Dosen : Hamdhan Djainudin M.Pd.
Bab 10

Santri Versus Abangan

Islam adalah sebuah agama kenabian yang etis, putusnya hubungan antara Muhammad
kepadanya, pada intinya merupakan resonalisasi dan penyederhanaan. Ia mengerjakan
perintah keesaan Tuhan dan Muhammad juga mengajarkan poligami sampai empat orang istri
saja dimana yang tadinya tempat itu terdapat harem yang sangat berlebihan. Harem adalah
Muhammad melihat dirinya sendiri hanya sebagai wadah bagi sabda Allah. Reaksinya
terhadap dunia manusia yang ditemukannya merupakan sebuah penolakan yang radikal,
bukan sebuah pelarian kepada mistisme tetapi hal ini merupakan sebuah percobaan langsung
untuk menguasainya secara aktif.
Rasul atau kerasulan adalah sesuatu yang cepat berlalu, mengapa demikian? karena
banyak hal-hal yang mengikutinya secara langsung dan bersamaan dengan wafatnya Nabi.
Para pengikutnya sekarang tidak lagi hidup dalam gilang-gemilangnya inovasi keagamaan
seperti dahulu, tetapi lebih sinar ortodoksi doktrin yang agak suram, Mengapa demikian?
karena sebagaimana juga dalam agama Kristen sejumlah besar doctor terpelajar kaum Ulama.
Inti Islam terletak di dalam sebuah AL-Quran dan hadis. Dengan mengambil Al-Quran dan
Hadis sebagaimana adanya para Ulama Menyusun Syariat diatas 2 dasar. Syariat adalah
hukum Islam, sebuah kodifikasi perundang-undangan yang rumit, meliputi hampir setiap
bidang kehidupan sosial, tetapi dengan titik berat khusus pada urusan domestik. Aneka ragam
penafsiran hukum atas Al-Quran serta hadis, akhirnya mengalami kristalisasi menjadi 4
mazhab ortodoks, yang kesemuanya dianggap sama-sama sah dan suci. Sesudah abad Islam
yang kedua dan ketiga, hukum itu tidak boleh diperluas lagi. Ucapan kesaksian iman umat
Islam yang terkenal sedunia (Tiada Tuhan selain Allah SWT. dan Muhammad Saw. adalah
utusan Allah SWT.) diulang -ualang oleh sepertujuh penduduk dunia, menyatakan isi
kepasrahan ini. Kesaksian itu merupakan unsur paling dasar dari Islam, mengapa demikian?
Karena setiap orang yang mengucapkan serta meyakinkan adalah seorang muslim dan dalam
negara yang penduduknya sama-sama muslim, tak seorang pun boleh mempersoalkan iman
orang lain.
Ada 28 nabi yang disebut dalam Al-Quran, ada beberapa nabi juga tidak disebut dalam
Al-Quran, misalnya saja adalah Buddha), sah karena mereka membawa sabda sejati dari
Tuhan dan Muhammad hanyalah salah seorang nabi yang diturunkan di tengah bangsa Arab,
namun ada sebuah evolusi dalam kenabian itu menuju pewahyuan yang final dan sempurna
pada Muhammad, nabi terakhir yang sudah ada di dalam Al-Quran. Nabi juga memiliki pesan
yang sama dan membawa sebuah pesan yang sama juga yaitu “Datanglah kalian kepada
Tuhan atau kalian akan menjadi manusia yang terkutuk”.
Semua ini adalah substansi Islam yang penting, yang mungkin merupakan suatu paket
keagamaan yang paling sederhana. Pertama, pengakuan iman, lalu rukun yang lima,
kemudian kesalehan dan sesudah itu. Hal ini merupakan perjalanan yang ditempuh oleh Islam
di Jawa, yang lebih dari 90% penduduknya mengakui sebagai mazhab syafi’i selama empat
abad. Baru-baru ini saja minoritas penduduk mulai memahami dengan jelas apa yang mereka
peluk itu dan mencoba dengan sungguh-sungguh melaksanakan perintah Tuhan yang menjadi
dasar agama mereka. Mereka yang menganggap Islam sinkretik Sunan Klijaga-tokoh
kebudayaan yang telah bersemadi dan melakukan praktik-praktik asketik yang sesuai,
dianggap berhasil memperkenalkan wayang kulit, gamelan, slametan, Al-Quran serta Rukun
Islam ke Indonesia sebagai yang ideal. Kalau menurut sebutan mereka sendiri atau “orang
Jawa Arab” kalua menurut sebutan lawan-lawan mereka yang diberi nama seperti istilah
santri (semula istilah ini hanya digunbakan untuk para penuntut ilmu agama).

Perkembangan Islam di Indonesia

Snough Hurgronje, peneliti Islam yang besar dari Belanda, menulis tentang Islam di
Indonesia seperti yagn ditemukannya pada 1892. Hurgronje khususnya merujuk pada Aceh di
Sumatera Utara, tetapi kiasannya tentu berlaku bahkan lebih tepat lagi bagi Jawa, diamana
sebuah tiang-tiang itu hamper tak Nampak lagi di tengah-tengah banyak penopang lainnya.
Kecuali keyakinan bahwa mereka itu beragama Islam dan bahwa menjadi seorang Islam
adalah sesuatu yang terpuji. Hurgronje pernah tinggal sebagai seorang Kristen yang
menyamar sebagai jema’ah haji muslim. Orang Indonesia, katanya, “memberikan
penghormatan dengan sikap yang murni formal kepada lembaga yang ditahbiskan oleh Allah
SWT. yang mana diterima dengan tulus dalam teori, tetapi dilaksanakan secara menyimpang
dalam praktik”. Hurgronje menulis ini pada akhir sebuah era dan permulaan era baru. Dua
tahun setelah ia menulis, Muhammadiyah yang merupakan perkumpulan Islam modernis
yang bersemangat tinggi, didirikan di Yogyakarta, tepat di pusat dan klimaks budaya Hindu-
Jawa.
Islam dating ke Indonesia dari India yang dibawa oleh seorang pedagang waktu itu,
karena ciri Timur Tengah berupa orintasi terhadap kondisi kehidupan di luar telah
ditumpulkan dan dibelokkan ke dalam oleh mistisisme India, ia hanya memiliki kontras yang
minimal dengan campuran hinduisme, Buddhisme dan animisme yang telah mempersona
orang Indonesia selama hampir 15 abad dan menyebar sebagian besar 300 tahun dan
mendominasi di Jawa dengan sempurna. Menjelang pertengahan abad ke 19, isolasi Islam
Indonesia dari pusat pemancarannya di Timur Tengah mulai pecah. Padang tandus abad
pedagang Arab dengan jumlah yang selalu bertambah, untuk menetap di Indonesia serta
menyiarkan pengertian ortodoks mereka yang bagus kepada para pedagang setempat yang
berhubungan langsung dengan mereka. Di Jawa terdapat sekolah Al-Quran di pedesaan,
dimana jema’ah haji yang paling Kembali, mengejar, kalau bukan tentang isi Islam (karena
kebanyakan mereka maupun murid petaninya tidak tahu Bahasa Arab, walaupun mereka
dapat membacanya dengan cukup baik). Pada kenyataannya hal itu memiliki semangat yang
berbeda dari mistisisme politeistik, dimana orang Jawa sudah lama terbiasa. Mereka yang
tinggal dalam ruangan kosong itu para santri mulai melihat diri mereka sendiri sebagai wakil
minoritas iman yang benar dalam rimba raya kebodohan serta takhayul dan jaga sebagai
pelindung hukum suci dari kekasaran para penyembah berhala yang berasal dari sebuah adat
tradisi.
Namun, dalam konteks ini, arus ke arah ortodoksi adalah lambat. Sampai pada dekade
kedua abad ini, berbagai pesantren di daerah pedesaan tetap saja independent, malah saling
berlawanan dan persaudaraan keagamaannya memiliki warna mistik, dimana diperoleh
kompromi tertentu dengan kalangan abangan di satu pihak serta dengan kekhawatiran
pemerintah colonial terhadap munculnya sebuah Islam yang terorganisasi serta sadar diri di
pihak lain. Ada beberapa sebuah etika dagang yang berkembang, nasionalisme yang sedang
tumbuh dan gabungan pengaruh modernisme dari gerakan reformasi Islam di Mesir serta
India yang menghasilkan militansi yang lebih kuat di kalngan umat yang secara eksplisit
muslim, disanalah Islam menjadi keyakinan yang hidup di Indonesia. Dengan didirikannya
Muhammadiyah oleh seorang jema’ah haji yang baru saja Kembali pada 1912 dan Bersama
dengan lahirnya pendampinganya, Sarekat Islam pada tahun yang sama, kebangkitan
ortodoksi menyebar dari kota-kota ke desa-desa. Namun, dengan mengesimpangkan detail-
deatail harus diakui bahwa kemunculan jema’ah Islam sejati di Indonesia umat yang murni,
seperti penyebutan kaum muslim sendiri untuk kaum yang benar-benar beriman akhirnya
benar-benar tak terhindarkan lagi.

Santri versus Abangan: Perbedaan Umum

Ketika membandingan varian abangan dan santri dari pola keagamaan Mojokuto, segera
terlihat dua perbedaan umum yang mencolok, selain dari penilaian mereka yang berbeda
terhadap ortodoksi Islam. Pertama-tama, kalangan abangan benar-benar tidak acuh terhadap
doktrin, tetapi terpesona dengan detail keupacaraan. Sementara di kalangan santri perhatian
terhadap doktrin hampir seluruhnya mengalahkan aspek ritual Islam yang sudah menipis.
Seorang santri berbeda dari seorang abangan, tidak saja dalam pernyataannya sendiri bahwa
secara keagamaan ia lebih tinggi dari yang terakhir itu, tetapi juga dalam realisasinya,
betapapun kaburnya, bahwa dalam Islam yang menjadi maslah keagamaan utama adalah
doktrin. Santri pedesaan selalu mengikuti kepemimpinan kota, untuk santri dimensinya telah
bergeser. Perbedaan keduanya jelas antara varian keagamaan abangan dan santri terletak pada
masalah organisasi sosial mereka. Untuk kalangan abangan, unit sosial paling dasar tempat
hampir semua upacara berlangsung adalah rumahtangga seorang pria, istrinya dan anak-
anaknya adalah rumahtangga ini mengadakan slametan.
Islam di Mojokuto berpusat pada empat lembaga sosial yang utama. Pertama ada partai
politik Islam berikut organisasi sosial dan amal yang berasosiasi dengannya. Kedua, sekolah
agama. Ketiga yang merupakan bagian dari birokrasi pemerintah pusat umumnya berada di
bawah Menteri Agama yang mengurusi pelaksanaan hukum Islam, pemeliharaan masjid dan
tugas-tugas serupa lainnya. Terakhir, lembaga yang keempat, adalah jenis organisasi jema’ah
yang lebih informal dan berpusat di sekeliling masjid desa serta langgar. Keempat struktur
kelembagaan ini terjalin satu sama lain dan dengan pola ideologi modern serta kolot untuk
menyediakan sebuah kerangka yang kompleks bagi hampir semua perilaku keagamaan umat
Islam yang berlaku di Mojokuto.

Anda mungkin juga menyukai