Anda di halaman 1dari 18

IMPLEMENTASI AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL

PADA DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (DPKD)


KABUPATEN PASURUAN

Oleh :
Rima Ayu Aji Pratiwi
135020307111028

Dosen Pembimbing :
Dr. Lilik Purwanti, M.Si., Ak., CSRS., CA.

ABSTRAK
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai
implementasi akuntasi berbasis akrual, serta kendala yang dihadapi pada saat penerapan
akuntansi berbasis akrual. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif
dengan pendekatan studi kasus. Metode pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti
adalah dengan melakukan wawancara terhadap beberapa pegawai DPKD. Setelah
mendapatkan data dari hasil wawancara, peneliti kemudian menganalisis data melalui tiga
tahap analisis data, yakni reduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan.
Hasil dari penelitian yang telah dilakukan adalah DPKD Kabupaten Pasuruan sudah
menerapkan akrual berdasarkan permendagri nomor 64 tahun 2013. Beberapa persiapan yang
sudah dilakukan untuk menerapkan akuntansi berbasis akrual, anatara lain adalah : 1)
Mempersiapkan regulasi yang jelas untuk menerapkan akuntansi berbasis akrual; 2) Memilah
SDM pada bidang akuntansi, dan memberikan kegiatan kegiatan yang berguna untuk
peningkatan SDM; 3) melakukan inventarisasi aset yang dimiliki pemda; 4) Mempersiapkan
teknologi informasi yang memadai; 5) Berkoordinasi dengan BPKP. Mengingat kebijakan
akrual merupakan kebijakan baru yang seringkali dialami permasalahan, permasalahan yang
dialami pada saat penerapan akrual yakni : 1) Permasalahan mengenai aset; 2) Regulasi
pelaksanaan akrual dari pemerintah pusat yang sering terlambat dan berbeda 3) Aplikasi
Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) yang masih belum berfungsi optimal. 4)
Minimnya Pemahaman beberapa pegawai mengenai akrual.

Kata Kunci : Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual, DPKD Kabupaten


Pasuruan, Basis Akrual
ABSTRACT

The objectives of this study are to describe the implementation of accrual-based accounting
and to identify the obstacles encountered during the implementation of accrual based
accounting. This qualitative descriptive research uses case study approach. The data collected
from interviews with employees of DPKD were analyzed through three stages of data
analysis, namely data reduction, data presentation, and conclusion drawing. The result of the
research is that the DPKD of Pasuruan has adopted the accrual accounting which is based on
the Regulation No. 64 of 2013. Some of the preparations for accrual accounting application
are: 1) preparing a clear regulation for the application; 2) hiring human resources in the field
of accounting and providing activities for the improvement of human resources; 3)
conducting local government asset inventory; 4) preparing adequate information technology;
and 5) coordinating with BPKP.
Accrual policy is a new policy that frequently creates problems. The problems experienced
during the application of accrual accounting are: 1) problems concerning the assets; 2) the
late and varied implementation of accrual accounting from the central government; 3) the low
functionality of SIMDA (Regional Management Information System); and 4) the low
understanding of staff in accrual system.

Keywords: Implementation of Accrual Based Accounting, DPKD Kabupaten


Pasuruan, Accrual Basis

PENDAHULUAN
Adanya Undang Undang nomor 17 tahun 2003 menjadi ujung tombak perbaikan
keuangan negara di Indonesia. Pada UU tersebut diamanatkan untuk melaksanakan akuntansi
berbasis akrual paling lambat tahun 2008. Melihat realita yang ada ternyata kebijakan
akuntansi berbasis akrual belum dapat terlaksana. Kegagalan penerapan akuntansi akrual
dapat dilihat dari dikeluarkannya Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2010 Tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan yang terdapat dua lampiran Lampiran I berisi basis akrual,
dan lampiran II berisi mengenai cash toward accrual yang dalam lampiran tersebut tersirat
bahwa pemerintah masih memberikan kesempatan bertahap untuk menuju akrual
sepenuhnya. Hal ini tercermin dari lampiran II bahwa batas penerapan SAP cash toward
accrual berlaku hingga tahun 2014. Setelah tahun 2014 berakhir maka semua pemerintah
pusat dan daerah wajib melaksanakan Akuntansi basis akrual secara penuh mulai tahun
anggaran 2015 sesuai yang tertuang pada Pasal 10 ayat 2 Peraturan Menteri dalam Negeri
nomor 64 tahun 2013 yang berisi tentang penerapan SAP basis akrual pada pemerintah
daerah.
Meski sudah dipersiapkan sebaik dan sematang mungkin dari segi regulasi, namun
pada praktiknya untuk menerapkan akrual banyak sekali tantangan dan hambatan, maka dari
itu sangat diperlukan kesiapan dari beberapa pihak yang terkait yang berfungsi untuk
menjembatani dalam penerapan akrual ini. Menurut Surepno (2015) untuk mengadopsi
sistem baru dalam sebuah entitas bukanlah hal yang mudah. Butuh Proses panjang yang harus
ditempuh untuk merubah sistem yang ada dengan melakukan perubahan dalam beberapa
aspek. Pernyataan Surepno tersebut sama halnya dengan penelitian dari beberapa negara
mengenai adopsi sistem akuntansi berbasis akrual pada organisasi sektor publik, yang
menyatakan bahwa implementasi dari sistem akuntansi berbasis akrual sering disertai dengan
sejumlah besar kelemahan dan masalah (masalah akuntansi, sumber daya manusia, organisasi
dan keuangan) yang menghambat atau menunda tingkat adopsi. Maka dapat disimpulkan jika
transisi dari sistem akuntansi basis kas menuju basis akrual tidak akan terjadi secara cepat
dan lengkap (Brusca, 1997; Guthrie, 1998; Christiaens, 1999; Carlin and Guthrie, 2003)
dalam Usman (2014).
Penelitian mengenai akuntansi akrual di Indonesia diantaranya dilakukan oleh
Kusuma (2013), yang menunjukkan bahwa tingkat penerapan akuntansi akrual pada KPPN
Semarang I masih sangat rendah. Hal tersebut sama seperti Penelitian dari Usman, Sunandar,
dan Ida Farida (2014) bahwa tingkat penerapan akuntasi akrual pada pemerintah untuk
tingkat satuan kerja (satker) di Ponorogo hanya sampai pada level 30,06. Penelitian yang
dilakukan pada tahun 2015 yakni dari Maimunah (2015) yang menunjukkan bahwa 25
SKPD Palembang sudah menerapkan akuntansi akrual dalam laporan keuangan yang masih
pada angka 68,8%. Penelitian dari Sitorus, Kalangi, walandouw (2015) bahwa dinas
pendapatan pengelolaan keuangan dan barang milik daerah (DPPKBMD) kota Tomohon
belum memiliki kesiapan dalam menerapkan SAP berbasis akrual, kendala yang terjadi
adalah penempatan SDM yang tidak sesuai dengan latar belakang. Selain itu penerapan SAP
yang ada pada DPPKBMD Kota Tomohon merupakan bentuk formalitas semata
Berdasarkan uraian dari hasil penelitian di atas yang menunjukkan hasil bahwa dalam
menerapkan akuntansi akrual bukanlah hal yang mudah untuk dijalankan, melainkan banyak
sekali kesulitan dan kendala yang harus dihadapi saat menerapkan akuntansi akrual.
Atas uraian di atas, Maka dari itu peneliti ingin meneliti mengenai implementasi
akuntansi berbasis akrual pada DPKD Kabupaten sebab DPKD Kabupaten Pasuruan terpilih
menjadi pilot project pemeriksaan keuangan berbasis akrual pada tahun 2015 karena dirasa
Pemerintah kabupaten Pasuruan merupakan daerah yang memiliki kesiapan lebih dalam
menerapkan pengelolaan keuangan daerah dengan basis akrual di wilayah IV. Terutama pada
kesiapan dari regulasi dan Sumber Daya Manusia.

TINJAUAN PUSTAKA
New Public Management
New public management (NPM) merupakan paradigma perubahan manajemen dalam
pelayanan public, NPM dikenalkan pertama kali oleh Crishtoper Hood. Penerapan New
public management di bidang reformasi keuangan sendiri adalah adanya UU No. 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara yang mewajibkan adanya Standar Akuntansi Pemerintahan
sebagai dasar dalam penyusunan keuangan bagi instansi pemerintahan yang mengharuskan
pemerintah agar menerapkan sistem akuntansi berbasis akrual paling lambat 5 tahun sejak
diterbitkannya PP no. 71 Tahun 2010, PP no 24 Tahun 2005 yang merupakan SAP peralihan
pada masa transisi dari basis kas menuju basis akrual penuh dan pada akhirnya PP no 24
Tahun 2005 ini digantikan dengan diterbitkannya PP no 71 tahun 2010 yang berlaku sejak
tangal 22 Oktober 2010, PP ini mengatur mengenai SAP berbasis akrual secara penuh.
Beberapa ciri ciri yang melekat dalam New public management menurut Cristopher
Hood (1991) adalah : 1. Manajemen profesional di sektor publik; 2. Adanya standar kinerja
dan ukuran kinerja; 3. Penekanan yang lebih besar terhadap pengendalian output dan
outcome; 4. Pemecahan unit-unit kerja di sektor publik; 5. Menciptakan persaingan di sektor
publik; 6. Pengadopsian gaya manajemen di sektor swasta ke dalam sektor publik; 7.
Penekanan pada disiplin dan penghematan dalam menggunakan sumber daya.

Akuntansi Berbasis akrual


Akuntansi berbasis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi
dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa terjadi, tanpa memperhatikan saat kas
atau setara kas diterima atau dibayar. Terdapat beberapa alasan mengapa perlu diterapkan
akuntansi berbasi akrual, menurut Widjajarso (2008) antara lain :
1. Akuntansi berbasis kas tidak menghasilkan informasi yang cukup, misalnya
transaksi non kas untuk pengambilan keputusan ekonomi misalnya informasi tentang
hutang piutang, sehingga penggunaan basis akrual sangat disarankan.
2. Akuntansi berbasis akrual menyediakan informasi yang tepat untuk menggambarkan
biaya operasi yang sebenarnya.
3. Akuntansi berbasis akrual dapat menghasilkan informasi yang dapat diandalkan
dalam informasi aset dan kewajiban.
Selain hal di atas, terdapat manfaat ketika akuntansi akrual diterapkan Menurut
Diamond (2002 : 9-10), yakni : 1) Meningkatkan Kualitas Penggunaan Sumber daya; 2)
Penguatan Akuntabilitas; 3) Meningkatkan Transparansi atas Total Biaya dari Aktivitas
Pemerintahan; 4) Melihat dengan Lebih Komprehensif atas Pengaruh dari Aktivitas
Pemerintahan Terhadap Ekonomi; 5)
Ada pun tantangan dalam penerapan akuntansi berbasis akrual Menurut Simanjutak (2010) :
1) Sistem Akuntansi dan Information Technology (IT) Based System; 2) Komitmen dari
Pimpinan; 3) Tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) yang Kompeten; 4) Resistensi
Terhadap Perubahan; 5) Lingkungan/Masyarakat

Strategi Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual


Untuk menerapkan akrual basis terdapat dua model yang dapat digunakan, yakni :
1. Model sekaligus (big bang) adalah model penerapan akrual yang dilakukan dalam
jangka waktu yang sangat singkat dan jarang digunakan menurut Widjajarso
(2008)
2. Model Bertahap berbeda halnya dengan big bang, model ini memiliki jangka
waktu yang lebih panjang. Model bertahap merupakan model yang digunakan di
Indonesia, hal ini tercermin dari jangka waktu yang dibutuhkan untuk menerapkan
akuntansi basis akrual yang relatif lama.
Selain pemilihan model yang dapat digunakan untuk menerapkan akrual basis,
terdapat juga beberapa prasyarat kondisi untuk dapat menerapkan basis akrual, yaitu 1)
Necessary Condition dan 2) sufficient condition. Necessary Condition adalah suatu
persyaratan yang dibutuhkan agar suatu kondisi dapat tercapai. Kemudian pemerintah dapat
mengembangkan beberapa hal yang menjadikan kondisinya berubah menjadi kondisi yang
mencukupi (sufficient condition) (www.medina.co.id)

JENIS PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualititatif deskriptif pendekatan studi
kasus karena dirasa jenis penelitian ini dapat memberikan gambaran atas sebuah situasi saat
ini dengan harapan peneliti mendapatkan gambaran untuk mengetahui bagaimana penerapan
akuntansi berbasis akrual dan kendala yang dihadapi pada DPKD Kabupaten Pasuruan
selama menjalankan implementasi akuntansi berbasis akrual. Penelitian dilakukan pada Dinas
Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Pasuruan yang terletak pada Jalan Hayam Wuruk
no 14, Pasuruan.
Individu individu yang menjadi informan terdiri dari pegawai DPKD, yakni :
Nama Jabatan
Pak Wulandjojo S, SE., MM Kepala Bidang Akuntansi
Bu Sri Mulyani SE., MM Kesi Akuntansi
Bu Mu’minatush Shaalihatul Aarifah, SE Staf Pelaporan
Pak Dian Prasetyo, SE., MM Kasi Inventarisasi dan
Pemeliharaan
Data pada penelitian ini menggunakan data Primer yang diperoleh langsung dari
informan sebagai aktor kunci dalam penelitian ini. Teknik analisis data yang digunakan yakni
model analisis data dari Miles dan Hubberman yang meliputi reduksi data, penyajian data,
dan pengambilan kesimpulan. Menurut Bogdan (1982) dalam Moleong (2009:127) terdapat
tiga tahapan penelitian kualitatif secara umum, yaitu (1) pra lapangan, (2) kegiatan lapangan,
dan (3) analisis intensif.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Persiapan yang ditempuh dalam Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual
Perubahan kebijakan akuntansi yang semula berbasis kas menuju basis akrual penuh
yang dilaksanakan secara bertahap, mengingat kebijakan tersebut adalah suatu kebijakan baru
yang tidak dapat dijalankan secara langsung. Untuk menyambut kebijakan akuntansi berbasis
akrual DPKD Kabupaten Pasuruan sudah melakukan berbagai macam persiapan sebagai
jembatan untuk dapat menerapkan akrual sepenuhnya sejak dikeluarkannya PP 71 tahun
2010. Persiapan yang dilakukan oleh DPKD Kabupaten Pasuruan yakni :
1. Regulasi
Segala kegiatan yang dilakukan dalam pemerintahan sangat erat kaitannya dengan
regulasi yang berlaku, regulasi berfungsi sebagai pedoman yang digunakan untuk
melaksanakan sesuatu. Regulasi merupakan hal yang perlu di persiapkan sebelum
menerapkan akuntansi berbasis akrual dikarenakan Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah harus disusun berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku.
Pada awalnya DPKD menggunakan Peraturan Bupati Pasuruan Nomor 85 Tahun
2008 tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten
Pasuruan, kemudian diperbaharui menjadi peraturan Bupati Pasuruan nomor 12 tahun
2014. Untuk kebijakan akuntansi diatur pada Peraturan Bupati Pasuruan Nomor 27
Tahun 2013 tentang kebijakan akuntansi pemerintah Kabupaten Pasuruan. Namun
karena adanya Peraturan Menteri dalam Negeri nomor 64 tahun tahun 2013 yang
mengamanatkan untuk melaksanakan akuntansi berbasis akrual paling lambat pada
tahun anggaran 2015. Hadirnya akuntansi berbasis akrual yang berdampak secara
langsung ke perubahan akun dan perjunalan serta berkembangnya pengelolaan
keuangan daerah saat ini, maka perlu diganti dengan Peraturan Bupati yang baru,
Pada Peraturan bupati tersebut ternyata perlu disesuaikan lebih lanjut mengenai
perkembangan peraturan terkait penerapan standar akuntansi pemerintahan berbasis
akrual. Menurut Bu Sri mengenai Regulasi yang seringkali perlu disesuaikan :
“Perubahan tentang kebijakan akuntansi disesuaikan dengan mengikuti kebijakan
yang muncul. Sepanjang regulasinya ada perbaikan ya kita mengikuti karena setiap
akhir tahun mereka selalu memperbaiki kebijakan kebijakan yang lama, nah di
pengelolaan keuangan itu peraturannya yang paling sering berubah”
Berkaitan dengan hal tersebut, maka diterbitkan lagi Peraturan Bupati Pasuruan
nomor 36 tahun 2016 tentang perubahan atas Peraturan Bupati Pasuruan nomor 12
tahun 2014. Kemudian disusun juga peraturan bupati pasuruan nomor 47 tahun 2015
atas Perubahan dari Peraturan Bupati Pasuruan nomor 27 tahun 2013
Menurut Peraturan Menteri dalam Negeri nomor 64 Tahun 2013 pedoman dalam
penerapan SAP berbasis akrual pada pemerintah daerah adalah memiliki Kebijakan
akuntansi pemerintah daerah, Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD), dan juga
Bagan Akun Standar (BAS). Tiga hal tersebut sudah dimiliki oleh DPKD Kabupaten
Pasuruan. Kebijakan akuntansi untuk menerapkan akrual terdapat pada Peraturan
Bupati Pasuruan nomor 47 tahun 2015, sedangkan untuk SAPD diatur pada Lampiran
Peraturan Bupati Pasuruan nomor 36 tahun 2016 yang didalamnya juga mengatur
mengenai BAS
2. Sumber Daya Manusia (SDM)
Di DPKD Pasuruan langkah awal yang sudah dilaksanakan sebelum adanya
penerapan akuntansi berbasis akrual adalah melakukan perekrutan tenaga akuntansi
pada tahun 2009 dari tingkat pendidikan D3 akuntansi dan S1 akuntansi. Selain
perekrutan pegawai, dilakukan juga mapping tenaga akuntansi yang ada pada
Pemerintah Kabupaten Pasuruan ke Seluruh Unit kerja yang ada di Kabupaten
Pasuruan. Seperti yang dikatakan oleh pak Wulan :
“tenaga akuntansi yang ada di Pemerintah Kabupaten Pasuruan sudah tersebar di
seluruh SKPD Pasuruan, ya kalau dinas-dinas/SKPD besar gitu dikasih banyak tenaga
akuntansinya, kalau seperti kecamatan kecamatan begitu hanya ada 1 tenaga
akuntansi.”
Tidak cukup hanya mempersiapkan pegawai akuntansi yang memiliki latar belakang
pendidikan akuntansi. Dibutuhkan juga peningkatan SDM bagi pegawai. Peningkatan
SDM ini dilakukan dengan berbagai macam cara, ada yang dengan mengikutkan
sertakan pegawai dalam On The Job Training, Bimbingan Teknis, Diklat, Orientasi
Lapangan dan acara sosialisasi sosialisasi yang berkaitan dengan penerapan SAP
berbasis Akrual.
Beberapa daerah yang pernah menjadi objek dalam kunjungan On The Job Training
yakni Kabupaten Banyuwangi dan Kota Semarang. Tujuan diadakannya studi banding
dan On The Job Training adalah untuk meningkatkan pemahaman pegawai mengenai
penerapan akrual, dengan harapan pemahaman pegawai tersebut dapat ditransfer
dengan pegawai yang lain juga dan dapat sesegera mungkin diterapkan pada DPKD
Kabupaten Pasuruan pada saat Penerapan akrual secara penuh.
3. Inventarisasi Aset
Aset tetap adalah komponen yang penting dalam menjalankan kegiatan pemerintahan
dan juga sebagai fasilitas bagi kepentingan umum. Aset tetap merupakan aset yang
rentan mengalami penurunan kapasitas yang disebabkan dari penggunaan aset
tersebut. Maka dari itu pemerintah dituntut untuk dapat menyajikan informasi tentang
aset tetap secara memadai, salah satu informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan
keputusan adalah informasi mengenai nilai wajar aset, untuk mengetahui nilai wajar
aset maka perlu dilakukan penyusutan setiap tahunnya.
Mengingat banyaknya aset yang ada di Pemerintah Daerah kabupaten Pasuruan, maka
sebelum dilakukan penyusutan maka diperlukan inventarisasi aset sebagai langkah
awal, inventarisasi aset sendiri dilaksanakan pada tahun 2014. Inventarisasi
merupakan kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil
pendataan barang milik daerah (Permendagri 19 tahun 2016 pasal 1 ayat 48). Seperti
yang dikatakan Bu Sri :
“asetnya kan harus dihitung penyusutannya juga. makanya kalau dari tahun yang lama
sampai sekarang kita harus menghitungnya. Asetnya banyak yang tidak bisa dihitung.
Kalau kita mau benar benar lompat kesitu (akuntansi berbasis akrual) harus
Inventarisasi/Sensus barang. “
4. Teknologi Informasi
Sebelum ada kebijakan akuntansi berbasis akrual, DPKD Kabupaten Pasuruan
menggunakan aplikasi Sistem Informasi Akuntansi Keuangan Daerah (SIMKADA)
mulai dari tahun 2006 hingga 2014. Hingga pada akhirnya pada tahun 2015 baru
menggunakan aplikasi buatan BPKP yang bernama Sistem Informasi Manajemen
Daerah (SIMDA) yang menggantikan aplikasi SIMKADA tersebut. Beralihnya
aplikasi yang digunakan adalah karena kelemahan atas aplikasi SIMKADA, sebab
aplikasi SIMKADA belum dapat menghasilkan laporan keuangan yang
mencerminkan basis akrual.
5. Berkoordinasi Dengan BPKP
Mengingat aplikasi SIMDA merupakan aplikasi baru yang masih jauh dari kata
sempurna, maka untuk dapat menjalankan aplikasi SIMDA secara optimal harus
dilakukan penyempurnaan aplikasi yang dilakukan dengan meng-update dan meng-
upgrade melalui tingkatan versi yang lebih tinggi. Dalam hal ini, dibutuhkan pihak
BPKP untuk men-gupdate dan meng-upgrade SIMDA jika diperlukan setiap saat,
karena pegawai TI yang ada di DPKD Pasuruan jumlahnya terbatas, selain itu akses
untuk bisa meng-update dan meng-upgrade SIMDA dibatasi.

PROSES IMPLEMENTASI AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL

Implementasi Akuntansi Aset Tetap


Aset akan menjadi salah satu tantangan ketika menerapkan akrual, selama ini aset
menjadi akun yang disoroti oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) saat dilakukan
pemeriksaan. Menurut hasil pemeriksaan (IHPS) tahun 2016 dinyatakan bahwa seringkali
aset tetap disajikan tidak sesuai dengan SAP, hasil pemeriksaan menyatakan bahwa 188
pemerintah daerah di Indonesia sudah menyajikan aset tetap, namun penyajian aset tetap
tersebut tidak sesuai dengan SAP. Ketidaksesuaian penyajian aset tetap memiliki persentase
sebanyak 30%. Melihat begitu rawannya permasalahan yang disebabkan oleh aset, sehingga
hal ini sudah diantisipasi oleh pengurus barang yang ada di Kabupaten Pasuruan sejak tahun
2014. Antisipasi yang dilakukan oleh pengurus barang tersebut yakni dengan melakukan
Inventarisasi dan sensus aset yang dilaksanakan oleh pengurus barang yang ada pada masing
masing SKPD. Setiap SKPD memiliki 1 pengurus barang, jika SKPD dalam lingkup besar
memiliki pengurus barang lebih dari 1. Tujuan dilakukannya Inventarisasi aset dan Sensus
aset adalah 1) Untuk meyakini keberadaan fisik aset yang ada pada dokumen inventaris; 2)
Mengetahui kondisi aset lebih akurat; 3) Mendata permasalahan terkait aset, seperti aset yang
dalam sengketa, kepemilikan aset yang tidak jelas, aset yang dikuasai oleh pihak ketiga; 4)
Menyediakan informasi nilai aset daerah sebagai dasar penyusunan neraca awal daerah.
Sebelum dilakukan inventaris sebenarnya sudah ada pencatatan secara rinci tentang
aset yang dimuat pada Kartu Inventaris Barang (KIB), sehingga ketika dilakukan inventaris
pengurus barang cukup mencocokkan data fisik dengan catatan aset yang termuat pada kartu
inventaris barang, jika terdapat aset baru maka tinggal menambahkan saja pada kartu
inventaris barang, begitu sebaliknya jika terdapat aset yang sudah tidak memadai dapat
dilakukan usulan penghapusan aset. Pada praktiknya terdapat beberapa aset yang tidak
diketahui harga perolehan dan tahun perolehannya dikarenakan dokumen bukti kepemilikan
dan dokumen pendukung perolehan aset seperti akta jual beli, kuitansi pembelian, dan catatan
lain hilang. Sehingga untuk menaksir nilai wajar, harga perolehan dan tahun perolehan perlu
dilakukan penilaian langsung oleh pihak ke 3, yakni jasa penilai (appraisal). Setelah
dilakukan inventarisasi aset hingga teridentifikasi semua aset yang dimiliki oleh pemda, maka
tahap selanjutnya adalah melakukan prosedur penyusutan aset tetap menggunakan metode
garis lurus dengan dengan masa manfaat yang tercantum pada Peraturan Bupati Nomor 47
Tahun 2015.

Implementasi Akuntansi Persediaan


Persediaan juga merupakan bagian dari aset lancar yang berupa barang atau
perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah daerah,
dan barang barang yang dimaksudkan untuk pelayanan kepada masyarakat. Persediaan pada
pemda merupakan beban dibayar dimuka, sehingga dapat dicatat sebagai aset atau beban
pada saat perolehan awal. Sehingga dalam hal pencatatan ada dua alternatif pendekatan untuk
mengakui persediaan ketika ada transaksi pembeliaan persediaan.
Pada pendekatan beban, persediaan merupakan beban dibayar di muka, maka dalam
pendekatan ini persediaan harus diakui sebagai beban maka di akhir periode harus dilakukan
jurnal penyesuaian untuk mengetahui secara real jumlah persediaan dan beban persediaan
yang sudah dikonsumsi. Sedangkan pada pendekatan aset, setiap ada pemakaian persediaan
harus dilakukan penjurnalan, sedangkan untuk pendekatan beban harus dilakukan
perhitungan fisik (stock opname) pada akhir tahun karena mengingat dalam pendekatan
beban, persediaan dianggap sebagai beban dibayar dimuka.
Selain itu perlakuan untuk pengakuan persediaan juga berbeda saat penerapan basis
akrual, jika dulu sebelum menerapkan akrual setiap persediaan yang dibeli langsung diakui
sebagai realisasi anggaran dan dimasukkan ke dalam LRA secara langsung ketika persediaan
tersebut dibeli. Begitu akrual diterapkan maka persediaan tidak bisa sepenuhnya diakui
sebagai LRA. Melainkan harus dilihat lagi berapa persediaan tahun lalu yang digunakan
untuk tahun berjalan/tahun ini, dan pembeliaan persediaan pada tahun berjalan/tahun ini
namun tersisa di akhir tahun maka tidak bisa diakui sebagai beban dan harus dikeluarkan.
Jadi, di LRA persediaan diakui sebagai belanja namun di Laporan Operasional (LO) tidak
boleh diakui karena belum digunakan.

Implementasi Akuntansi Pendapatan


Sebelum diterapkannya akrual, pendapatan yang diakui langsung masuk ke
pendapatan LRA, namun sejak diterapkannya Akrual pengakuan pendapatan diklasifikasikan
lagi menjadi pendapatan LRA dan pendapatan LO. Pendapatan di akui sebagai pendapatan
LRA pada SKPD dan PPKD adalah saat diterimanya pendapatan melalui Rekening Kas
Umum Daerah (RKUD)/SKPD/BUD. Sedangkan pendapatan LO baru bisa diakui jika: 1)
timbul hak atas pendapatan (Earned) 2) Pendapatan sudah direalisasi baik melalui
pembayaran secara tunai (realized) atau pun masih dalam keadaan piutang (realizable). Jika
sebelumnya pemda mengakui pendapatan ketika semua penerimaan pajak dan retribusi sudah
masuk ke dalam rekening kas umum daerah mengingat pendapatan basis kas berdasarkan
arus kas masuk. Namun saat diterapkan basis akrual maka semua target penerimaan pajak dan
retribusi yang telah ditetapkan meski pun kas belum diterima, maka tetap diakui pendapatan
namun harus tetap disandingkan dengan piutang karena mengingat karena adanya hak yang
timbul atas pendapatan tersebut.
Implementasi Akuntansi Piutang
Penyajian Piutang dalam neraca yang ada di LKPD Kabupaten Pasuruan disajikan
secara Net Realizable Value (NRV), yakni sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan
didapatkan dari perhitungan piutang yang belum dilunasi dikurangi dengan akumulasi
penyisihan piutang. Entitas akuntansi yang ada di Pemerintah pasuruan menggunakan metode
penyisihan untuk penyajian nilai piutang yang berdasarkan NRV. Untuk besarnya penyisihan
piutang bergantung pada masing SKPD dengan mempertimbangkan tingkat kolektibilitas
(tingkat terkumpulnya) piutang yang dimiliki SKPD. Nilai penyisihan piutang tak tertagih
tidak bersifat akumulatif tetapi diterapkan setiap akhir periode akuntansi sesuai
perkembangan kualitas piutang. Penilaian kualitas piutang untuk penyisihan piutang tak
tertagih dihitung berdasarkan kualitas umur piutang yang telah ditentukan, kemudian dibuat
koreksi penyesuaian atas nilai penyisihan piutang tidak tertagih dilakukan pada saat penyusunan
laporan keuangan.
Menurut Peraturan Daerah kabupaten Pasuruan No 2 tahun 2011 yang mengatur
tentang pajak menyebutkan piutang pajak yang kedaluwarsa adalah pajak yang melampaui
waktu 5 (lima) tahun, sedangkan piutang untuk retribusi yang kedaluwasa adalah retribusi
yang melampaui waktu 3 (tiga) tahun. Sehingga penyisihan piutang pajak dan retribusi dapat
dilakukan ketika pajak dan retribusi sudah melampau batas waktu yang telah ditentukan.

Penyajian Kembali (Restatement) Neraca


Implementasi akrual membawa perubahan dalam perlakuan akuntansi atas beberapa pos yang
ada pada neraca. Atas perubahan kebijakan yang terjadi tersebut sehingga dibutuhkan penyajian
kembali (restatement) pada saat Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan mengimplementasikan
kebijakan akuntansi yang baru, yang semula menjalankan basis kas menuju akrual menjadi basis
akrual penuh. Alasan perlu dilakukannya Restatement adalah agar dapat disandingkannya pos pos
yang ada pada Laporan Keuangan tahun sebelumnya dengan Laporan Keuangan tahun berjalan.
Dalam hal ini, Keterbandingan laporan keuangan merupakan salah satu persyaratan normatif yang
perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi (LKPD). Informasi keuangan dikatakan lebih berguna
jika dapat dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Segala Teknis yang mengatur tentang mengenai penyajian kembali (restatement) laporan
keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan tertuang dalam Peraturan Bupati Pasuruan no
47 tahun 2015. Menurut peraturan tersebut restatement dilakukan terhadap pos pos neraca yang
kebijakannya belum mengikuti basis akrual secara penuh, pos pos tersebut antara lain: 1) Piutang; 2)
Beban Dibayar Dimuka; 3) Persediaan; 4) Investasi Jangka Panjang; 5) Aset Tetap; 6) Aset
Tidak Berwujud; 7) Utang Bunga; 8) Pendapatan Diterima Dimuka; 9) Utang Beban
Tahapan yang harus dilakukan untuk menyajikan kembali Laporan Keuangan tahun
2014 secara penuh untuk penyusunan saldo awal laporan keuangan tahun 2015 adalah :
1. Identifikasi dan pengumpulan data transaksi Akrual tahun 2014 pada SKPD dan
PPKD;
2. Menyusun kertas kerja hasil identifikasi transaksi akrual;
3. Melakukan pemetaan Laporan Realisasi Anggaran ke Laporan Operasional tidak
termasuk Belanja Modal;
4. Melakukan uji hasil pemetaan LRA ke LO;
5. Membuat Jurnal Penyesuaian terhadap Laporan Operasional hasil pemetaan atas
kelebihan/kekurangan pendapatan-LO dan kelebihan/kekurangan beban sesuai
hasil identifikasi dan pengumpulan data transaksi akrual tahun 2014;
6. Menyusun Laporan Perubahan Ekuitas;
7. Menyusun Neraca Restatement;
8. Melakukan uji artikulasi LO, LPE, dan Neraca;
9. Menyusun Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih;
10. Menyajikan kembali Laporan Arus Kas; dan
11. Menyusun Catatan atas Laporan Keuangan.

Implementasi Bagan Akun Standar dan Konversi LRA


Dikeluarkannya Permendagri no 64 tahun 2013 juga membawa perubahan pada
Bagan Akun Standar, terutama perubahan pada kode akun. Kode akun sebelumnya yang
berpedoman pada Permendagri no 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan
daerah hanya terdiri dari 6 kode akun, yakni :
1. Kode akun 1 (satu) menunjukkan aset
1. Kode akun 2 (dua) menunjukkan kewajiban
2. Kode akun 3 (tiga) menunjukkan ekuitas dana
3. Kode akun 4 (empat) menunjukkan pendapatan
4. Kode akun 5 (lima) menunjukkan belanja
5. Kode akun 6 (enam) menunjukkan pembiayaan
Begitu akrual diterapkan maka perlu disesuaikan dan dibentuk bagan akun standar
yang baru. Dalam hal ini menyebabkan terjadinya perubahan pada kode akun yang
sebelumnya hanya ada 6 kode akun, maka saat diterapkan akrual menjadi 9 kode akun. 9
Kode akun yang digunakan pada bagan akun standar pada pemerintah kabupaten Pasuruan
tersebut yakni :
1. Kode akun 1 (satu) menunjukkan aset
2. Kode akun 2 (dua) menunjukkan kewajiban
3. Kode akun 3 (tiga) menunjukkan ekuitas
4. Kode akun 4 (empat) menunjukkan pendapatan-LRA
5. Kode akun 5 (lima) menunjukkan belanja
6. Kode akun 6 (enam) menunjukkan transfer
7. kode akun 7 (tujuh) menunjukkan pembiayaan
8. kode akun 8 (delapan) menunjukkan pendapatan-LO
9. kode akun 9 (sembilan) menunjukkan beban.
Pada dasarnya Bagan akun standar terdiri dari 5 level kode rekening. 5 level tersebut adalah :
level 1 (satu) menunjukkan kode akun; level 2 (dua) menunjukkan kode kelompok; level 3
(tiga) menunjukkan kode jenis; level 4 (empat) menunjukkan kode obyek; dan level 5 (lima)
menunjukkan kode rincian obyek. Namun yang ada pada SAPD pemerintah kabupaten
pasuruan hanya sampai dari 4 level saja untuk menyederhanakan dalam memahami dan
menerapkan system dan prosedur , sehingga untuk level 5 dapat mengikuti dan
menyesuaikan. Karena Di Kabupaten Pasuruan Bagan Akun Standar hanya sampai pada level
4, sehingga rincian objek akun akun tertentu tidak diklasifikasikan. Maka seringkali terdapat
beberapa obyek akun yang masih belum dirinci dan belum memiliki kode akun. Misalnya
seperti pajak, retribusi, dan akun lainnya. Hal ini sama Seperti yang dikatakan oleh bu Rifa :
“Kalau sekarang itu Kodefikasi aset itu belum ada, kode rekening di aset dengan kode
rekening di kita itu ndak sinkron. Di kita itu asetnya ndak sedetail itu, di simda itu
ada kode rekening aset, tapi kode rekeningnya itu ndak sejalan. Antara rincian objek
dan objeknya itu ndak sama.Kan kaya gitu2 itu kan kita harus nyari. Istilahnya kita
harus menyelaraskan, jadi kita bingung aset ini masuk klasifikasi mana.”
Adanya perubahan kode akun yang semula hanya ada 6 kode akun namun saat ini menjadi 9
kode akun menyebabkan terjadi perubahan juga terhadap kodefikasi akun akun yang ada pada
LRA, terutama pada akun pendapatan-LRA dan Belanja. Maka dari itu diperlukan konversi
pendapatan dan belanja.
KENDALA PENERAPAN AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL
Sebuah kebijakan yang baru diterapkan tidak sepenuhnya berjalan dengan mulus dan
baik, seringkali untuk menerapkan kebijakan yang baru selalu diiringi dengan permasalahan
dan kendala. Sama seperti kebijakan yang saat ini dijalankan oleh DKPD Kabupaten
Pasuruan, pada masa pengadopsian kebijakan akrual tersebut diiringi dengan beberapa
permasalahan. Permasalahan yang dihadapi oleh DPKD Kabupaten Pasuruan selama
pelaksanaan basis akrual adalah :
1. Permasalahan Aset
Sejak diberlakukan akrual, aset diukur menggunakan nilai wajar, berbeda
dengan sebelumnya yang hanya menggunakan nilai historis. Untuk menentukan nilai
wajar dalam rangka menjalankan penyusutan aset tetap dibutuhkan dokumen
pendukung saat perolehan aset dan juga tahun perolehan untuk menentukan umur
ekonomis dan besar penyusutan. Terkadang ada beberapa aset yang tidak memiliki
data aset yang valid. Namun ada juga yang berkebalikan, dokumen aset sudah ada dan
lengkap namun dari pengurus barang tidak tahu dokumen aset tersebut milik aset yang
mana. Sehingga harus dipikirkan apakah aset tersebut dilakukan penyusutan atau
tidak, karena ditakutkan aset tersebut ternyata sudah hilang/rusak namun tetap
dilakukan penyusutan. Hal ini dikarenakan banyaknya aset yang dimiliki oleh
pemerintah daerah, selain itu tidak adanya tanda bahwa itu aset milik daerah
Kesulitan yang dialami adalah mengetahui tahun perolehan dan menentukan
nilai wajar suatu aset dikarenakan tidak ada dokumen yang dapat ditelusuri, kecuali
dilakukan inventarisasi dan sensus aset dengan turun langsung ke lapangan. Kendala
yang berikutnya adalah minimnya sumber daya manusia untuk melaksanakan
inventarisasi, sensus dan menghitung penyusutan aset yang sedemikian banyaknya.
Sehingga pegawai di bidang kekayaan dan inventarisasi tidak dapat bekerja secara
sendiri, melainkan butuh bantuan dari masing masing pengurus barang SKPD dan
dibantu menggunakan jasa pihak ke 3 (Appraisal).

2. Regulasi pelaksanaan berbasis akrual dari pemerintah pusat yang sering berbeda dan
terlambat.
Beberapa Regulasi pelaksanaan akrual terkesan terlambat diterbitkan yang
pada akhirnya tidak terpakai, seperti permen no 64 tahun 2013 yang mengamanatkan
untuk dilakukan penyajian kembali (restatement) terhadap laporan keuangan tahun
2014 yang belum menerapkan basis akrual agar dapat dibandingkan dengan Laporan
keuangan tahun 2015. Pada saat itu DPKD sudah terlanjur menjalankan kebijakan
Restatement, namun dari KSAP pada bulan Februari menerbitkan IPSAP 04 yang
menyatakan tidak perlu dilakukan restatement, tetapi cukup menggunakan opening
balanced.
Permasalahan tersebut sangat menyita waktu karena restatement sudah dibuat
lebih awal sebelum IPSAP tersebut diterbitkan. Selain itu terbitnya IPSAP 04 dirasa
sudah terlambat, karena baru muncul pada tahun anggaran 2016. Sementara itu waktu
pemaparan dan pengumpulan LKPD dibatasi sampai akhir Maret dan seluruh
transaksi di tahun 2015 sudah berakhir. Kondisi aturan yang seperti itu mempengaruhi
kesiapan sistem aplikasi yang membutuhkan waktu untuk di upgrade dan diupdate
menyesuaikan regulasi yang ada. Sedangkan untuk meng-upgrade dan meng-update
aplikasi membutuhkan waktu sekitar 1-2 bulan, belum juga waktu yang
diperhitungkan untuk mengerjakan opening balanced
3. Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) yang masih belum berfungsi
optimal.
Aplikasi SIMDA merupakan aplikasi yang dibuat oleh BPKP Pusat untuk
tujuan mempermudah dalam pelaksanaan akuntansi berbasis akrual dan sebagai
pengganti dari lemahnya aplikasi SIMKADA sebelumnya. Namun pada kenyataannya
aplikasi ini jauh dari sempurna pada saat pertama kali digunakan., sebab SIMDA
belum dapat menghasilkan laporan keuangan yang mencerminkan akuntansi akrual.
seperti yang dikatakan Bu Rifa :

“Kemarin waktu kita menginjak ke akrual basis itu masih pake SIMDA Keuangan
versi 2.7.2, mereka sudah liris 276. Jadi pada 3 bulan ke depan itu kita masih pakai
2.7.2, tapi begitu BPK datang dan dilakukan audit pendahuluan, orang BPK bilang :
ini tidak menggambarkan akuntansi ini, ndak ada akrualnya, masih cash basis ini. Jadi
gimana ?. “
Hal tersebut juga diungkapkan oleh Bu Sri :
“Di SIMDA Keuangan itu benar memang sudah bisa menghasilkan Laporan
Operasional (LO), tapi ya gitu mbak belum sepenuhnya laporan LO nya itu belum
bisa mewakili sepenuhnya. Jadi laporan LO itu sejajar dengan LRA, kan seharusnya
ndak begitu mbak”
Atas permasalahan yang sering muncul di atas pada akhirnya BPKP selalu
meningkatkan aplikasi SIMDA ini, mengingat aplikasi SIMDA merupakan sebuah
aplikasi baru yang masih membutuhkan penyempurnaan lebih lanjut lagi. Sehingga
BPKP selalu melakukan penyempurnaan dengan cara meng-upgrade dan meng-
update SIMDA melalui beberapa tingkatan versi. Semakin tinggi versi yang dibuat
juga semakin baik fitur yang dimiliki oleh SIMDA, namun kembali lagi ke kesiapan
pemerintah daerah masing masing, apakah sudah siap beralih ke versi SIMDA yang
lebih baik.
Selain kendala yang ada pada aplikasi SIMDA keuangan ada juga kendala
yang datang dari aplikasi Sistem Informasi Manajemen Daerah- Barang Milik Daerah
(SIMDA BMD). Pada aplikasi SIMDA BMD masih belum bisa menghitung
penyusutan aset, seharusnya ketika kebijakan akrual dilaksanakan harus ada aplikasi
yang mengakomodir dalam pelaksanaan akrual. Namun aplikasi yang ada tidak
berfungsi sebagaimana mestinya, hingga pada akhirnya perhitungan penyusutan
dilakukan secara manual. Seperti yang diutarakan oleh Pak Dian :
“Sebenarnya Ngitung depresiasi itu bisa di SIMDA BMD mbak, tapi kalau tahun
kemarin masih belum bisa. Depresiasinya ndak bisa tampil, terjadi perbedaan laporan,
makanya kadang output yang dihasilkan itu ndak sama.”
Dari pemahaman peneliti atas permasalahan yang muncul di atas, bahwa
aplikasi SIMDA harus selalu di update dan di upgrade melalui tingkatan versi agar
output laporan keuangan yang dihasilkan benar benar mencerminkan akrual.
Keputusan untuk menggunakan versi SIMDA bergantung pada pelaksana di pengurus
daerah, karena pada dasarnya pihak BPKP tidak mengharuskan untuk menggunakan
SIMDA versi berapa. Seperti yang dikatakan bu Rifa :
“Jadi memang bpkp tidak mengharuskan, dia punya pilihan beberapa versi. Tinggal
dari pelaksananya di daerah aja mau pakai yang versi berapa, karena semuanya
memang tergantung kesiapan pemerintah daerah masing-masing. Apakah dia mampu
melakukan migrasi, kalau migrasi itu dilakukan sukses ndak masalah. Tapi begitu
dilaksanakan migrasi banyak angkanya yang kocar kacir (tidak rapi/berantakan) itu
kan tambah tidak bagus”
Minimnya Pegawai IT dan kemampuan pegawai yang mengoperasikan masih
kurang baik. Jika terdapat masalah mengenai SIMDA, maka DPKD langsung
menghubungi pihak BPKP untuk meminta bantuan. Sehingga hal tersebut juga
menjadi beban bagi DPKD, untuk ke depannya DPKD harus bekerja keras untuk
mengundang pihak BPKP agar diadakan sosialiasi bagi pegawai yang khusus
menjalankan operasi SIMDA, dan juga merekrut pegawai IT agar dapat mengurangi
permasalahan tersebut

4. Minimnya Pemahaman Beberapa Pegawai Mengenai Akuntansi Akrual


Pada awal tahun 2015 belum menyajikan transaksi yang berasal dari Non
APBD, transaksi transaksi tersebut bermacam macam bisa menjadi transaksi
pendapatan, belanja, hibah/bantuan yang tidak melalui mekanisme APBD. Pada saat
pertama kali dilakukan audit, Terdapat temuan bahwa tidak disajikannya transaksi
yang berkaitan dengan non APBD seperti dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS),
BPJS dan bantuan lain yang berasal dari Non APBD. Seharusnya semua transaksi
non-APBD yang diterima oleh pemerintah daerah harus tetap dipertanggungjawabkan
melalui laporan keuangan. Sedangkan selama ini transaksi yang berkaitan dengan
non-APBD tidak dipertanggungjawabkan. Sehingga semua penerimaan dan
penggunaan yang berasalah dari dana non-APBD, salah satunya dana BOS belum
tercatat dalam Laporan Operasional. Begitu juga sisa kas dari dana BOS yang tidak
dapat ditelusuri karena masih tersebar di rekening sekolah-sekolah yang menjadi satu
dengan dana penerimaan dari sumber lain. Selain itu, perolehan aset melalui dana
BOS tidak dicatat dan diinventarisasi sehingga berpengaruh terhadap penghitungan
Beban Penyusutan dan Akumulasi Penyusutan.

Hal di atas terjadi dikarenakan tidak didukung regulasi yang jelas dan pasti
mengenai harus bagaimana pencatatan dan perlakuan transaksi untuk non APBD yang
diterima oleh Pemerintah Daerah. Namun saat ini sudah ada sisdur yang jelas
bagaimana perlakuan jika Terdapat transaksi non-APBD. Selain sudah terbitnya
regulasi yang jelas, pihak DPKD mendapatkan rekomendasi dari BPK. Dari
rekomendasi tersebut pihak DPKD menindak lanjuti untuk tahun depan agar mencatat
semua dana yang bersumber dari non-APBD. Seperti Pernyataan pak Wulan
mengenai transaksi yang berkaitan dengan Non-APBD :
“Waktu dilaksanakan audit itu Temuannya terkait non-APBD, mereka ngasih
rekomendasi agar peraturan-peraturan bupati lebih menegaskan sisdur terkait dengan
pendapatan dan beban yang bersumber dari Non APBD, seperti dana BOS, BPJS, dan
sumber sumber lain yang berasal dari Non-APBD”

Kesulitan lain yang dialami oleh beberapa pegawai adalah mengenai


Penyajian Laporan Operasional dan Laporan Realisasi Anggaran. Penyajian untuk LO
merupakan perbandingan antara nilai periode berjalan dengan nilai periode
sebelumnya, sedangkan untuk LRA merupakan laporan yang dibuat berdasarkan basis
kas yang merupakan nilai realisasi dengan nilai anggaran. Sebagai contoh saat ada
penjualan aset tetap, LRA hanya mencatat jumlah kas yang diterima tanpa
memperhatikan surplus/deficit atas penjualan aset tersebut, namun di LO harus tetap
di catat setiap penjualan aset yang menyebabkan surplus/deficit sebagai
pendapatan/beban non operasional. Pada LRA, pembelian aset tetap dikategorikan
sebagai belanja modal/pengurang pendapatan, sedangkan pada LO pembelian aset
tetap tidak diakui sebagai pengurang pendapatan. Demikian pula hal yang berkaitan
dengan beban non kas, seperti alokasi pengeluaran periode sebelumnya yang
meilputi beban penyusutan, beban listrik, beban air dan beban beban lainnya tidak
perlu dicatat di LRA, namun di LO harus ada.

PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil,
antara lain :
1. Pada tahap pertama kali saat penerapan akrual banyak sekali persiapan yang telah
dilakukan. Persiapan dilaksanakan melalui persiapan regulasi, mencetak sumber daya
manusia yang kompeten di bidangnya, Melakukan Inventarisasi dan Sensus aset tetap
dan menghitung penyusutan sebelum dilaksanakannya akrual. Melaksanakan kegiatan
kegiatan yang dapat menambah pemahaman mengenai akuntansi berbasis akrual,
mempersiapkan teknologi informasi yang akan digunakan saat menerapkan akrual.
2. Pemerintah Pasuruan sudah menerapkan Akuntansi berbasis akrual sesuai dengan
Peraturan Menteri dalam Negeri nomor 64 tahun 2013 tentang penerapan basis
akrual di pemerintah daerah. Hal ini dibuktikan dengan dibentuknya kebijakan
akuntansi, adanya Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD), Bagan Akun
Standar (BAS). Semua penerapan akrual yang dilaksanakan di kabupaten Pasuruan
sudah mengacu dengan Peraturan Menteri dalam Negeri nomor no 64 tahun 2013,
begitu pula dengan peraturan lokal di pemda yang mengatur mengenai basis akrual
juga sudah sinkron dengan SAP berbasis akrual yang berlaku saat ini.
3. Tahun 2015 menjadi tahun pertama kali DPKD Kabupaten Pasuruan harus
menerapkan akuntansi berbasis akrual. DPKD berhasil membuktikan bahwa di tahun
pertamanya berhasil menerapkan akuntansi berbasis akrual dengan diperolehnya
opini WTP yang diraihnya. Tidak hanya itu, namun Kabupaten Pasuruan terpilih
menjadi pilot project pemeriksaan keuangan berbasis akrual pada tahun 2015 karena
memiliki kesiapan yang lebih dari segi regulasi dan SDM. Namun dibalik
kesuksesan penerapan akrual yang dijalankan tersimpan berbagai masalah dan
kendala yang dihadapi. Permasalahan tersebut antara lain permasalahan mengenai
aset, pemahaman beberapa pegawai yang masih kurang, regulasi dari pusat yang
seringkali terlambat dan tidak konsisten, Aplikasi SIMDA yang seringkali belum
optimal sehingga harus ditingkatkan melalui versi yang lebih tinggi.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan antara lain :
1. Kurang maksimalnya wawancara yang dilakukan pada beberapa pegawai karena
mendekati akhir tahun dan penyusunan laporan keuangan. Mengingat akhir tahun
merupakan tutup buku, sehingga banyak pegawai yang sibuk yang menyebabkan
kurang maksimalnya data yang didapatkan pada saat wawancara, meskipun sudah
mencukupi.
2. Saat dilakukan wawancara terhadap beberapa pegawai ada pegawai yang kurang
fokus saat diwawancarai, sehingga terkadang jawaban dari narasumber tidak sesuai
dengan pertanyaan.
3. Keterbatasan lainnya adalah, peneliti disini sebagai peneliti pasif sehingga analisis
dan pembahasan penelitian hanya berasal dari wawancara.
Saran
Saran yang dapat diberikan peneliti untuk DPKD Kabupaten Pasuruan dalam Implementasi
Akuntansi Berbasis akrual adalah : .
1. Perlu direkrutnya pegawai TI yang bisa menguasai aplikasi sistem informasi seperti
SIMDA, mengingat seluruh pegawai yang ada di DPKD cenderung lebih banyak yang
akuntansi. Dengan adanya pegawai TI yang cukup dan berkompeten pada bidangnya
diharapkan nantinya bisa menghandle aplikasi SIMDA jika sewaktu waktu
bermasalah, sehingga tidak perlu menunggu orang dari BPKP langsung.
2. Meningkatkan koordinasi dengan SKPD SKPD lain agar koordinasi di antara
keduanya semakin baik, karena mengingat pembuatan laporan konsolidasian adalah
laporan keuangan gabungan dari SKPD yang tidak bisa berdiri sendiri.
3. DPKD Kabupaten Pasuruan merupakan Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah
(SKPKD) yang menjadi role model dalam pelaksanaan akuntansi berbasis akrual
perlu memberikan ilmu ke pegawai yang ada pada SKPD SKPD lain. Baik melalui
sosialisasi keberlanjutan mau pun diklat diklat tertentu, sehingga beberapa pegawai
yang masih belum memahami mengenai akrual akan mendapatkan pemahaman yang
lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Rumlan. 2016. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Ardiansyah. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan Penerapan PP no 71 Tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Studi Kasus pada Satuan Kerja di wilayah
Kerja KPPN Malang). Skripsi. Malang. Universitas Brawijaya
Asfiansyah, Ahdony. 2014. Strategi implementasi akuntansi akrual pada pemerintah daerah (Studi
Kasus pada Pemerintah Kota S). Laporan Studi Kasus. Malang. Universitas Brawijaya
Azwan, Mohammad Man. 2015. Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual :
Sebuah Analisis Deskriptif. Skripsi. Makasar. Universitas Hasanuddin.
Badan Pemeriksan Keuangan Republik Indonesia. 2016. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (IHPS
I) Tahun 2016.
Badan Pemeriksa Keuangan RI. 2010. Modul Akuntansi Pemerintahan. Jakarta
Blöndal, Jón R. 2003. Accrual Accounting and Budgeting: Key Issues and Recent. Developments
Journal Vol 3 No 1. OECD
Bogdan, Robert C dan Biklen, Knopp Sari. 1982. Qualitative Research For
Education: An Introduction to Theory and Methods, Allyn and Bacon.
Boston: London.
Brusca, Alijarde I. 1997. The Usefulness of Financial Reporting in Spanish Local Government.
Financial Accountabillity & Management 13 (1)
Bunea, Cristina Aurora., Cosmina, Mihaela. 2009. Argument for Introducing Accrual Based
Accounting in The Public Sector. MPRA Paper No 18134, October.
Carlin, Tyrone M., Guthrie, James. 2003. Accrual Output Based Budgeting Systems in Australia: The
Rhetoric-reality Gap. Public Management Review Vol 5 Issue 2
Christiaens, Johan. 1999. Converging New Public Management Reforms and Diverging Accounting
Practices in Belgian Local Government. Working Paper Research Seminar, March.
Diamond, Jack. 2002. Performance Budgeting : Is Accrual Accounting Required?. International
Monetary Fund.
Faisal, Sanafiah. 1990. Penelitian Kualitatif: Dasar dan Aplikasi. Malang: Y A 3 Malang
Fakhrurazi. 2010. Standar Akuntansi Pemerintahan. (http://Fakhrurrazypi.wordpress.com/tag/standar-
akuntansi-pemerintahan/. Diakses tanggal 12 September 2012.)
Firdaus, Dahlia., Sayogo, Djoko Sigit., Latifah, Sri Wahjuni. 2015. Evaluasi Penerapan PP No
71/2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual: Studi Kasus di Pemda
Nganjuk. Jurnal Akuntansi dan Investasi Vol 16 No 1, Januari.
Guthrie, James. 1998. Application of Accrual Accounting in The Australian Public Sector – Rhetoric
or Reality?. Financial Acoountability & Management 14(1), February. Blackwell
Publishers Ltd.
Hariyanto, Agus. 2012. Penggunaan Basis Akrual dalam Akuntansi Pemerintahan di Indonesia.
Dharma Ekonomi No 36.
Ichsan, Muhammad. 2013. Kajian Variabel-Variabel Kesuksesan Penerapan Basis Akrual Dalam
Sistem Akuntansi Pemerintahan. Dalam Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual Konsep,
Pemikiran, dan Implementasi Di Indonesia. BPKP. Jakarta. Desember 2013: 44-64.
Jorge, Susana Margarida., Carvalho, Joao Baptista da Costa, Fernandes, Maria Jose. 2007.
Governmental Accounting in Portugal: Why Accrual Basis is A Problem. Journal of
public Budgeting, Accounting & Financial Management, 19(4) Winter.
Kamayanti, Ari. 2016. Metodologi Penelitian Kualitatif Akuntansi: Pengantar religiositas Keilmuan.
Jakarta: Yayasan Rumah Peneleh
Kusuma, Muhamad Indra Yudha. 2013. Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Tingkat
Penerapan Akuntansi Akrual pada Pemerintah. Skripsi. Semarang. Universitas
Diponegoro
Kusuma, Ririz Setiawati. 2013. Analisis Kesiapan Pemerintah dalam Menerapkan Akuntansi
Pemerintah Berbasis Akrual (Kasus pada Pemerintah Kabupaten Jember). Skripsi.
Jember. Universitas Jember
Kristiawati, Endang. 2015. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penerapan Akuntansi
Berbasis Akrual Pada Pemerintah Daerah Kalimantan Barat. Akuntabilitas Vol VIII no 3,
Desember.
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. 2010. Implementasi Standar Akuntansi Pemerintahan
Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah. Makalah disajikan dalam Seminar Pentahapan
Implementasi SAP Akrual Pemda. Jakarta, 25 Maret.
Lofland, John. 1984. Analyzing Social Setting: A Guide To Qualitative (Bervation and Analisis).
Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.
Maimunah, Mutiara. 2015. “Implementation Of Accrual Accounting: Review of Readiness and
Arising Problem”. Global Conference on Business and Social Science (GCBSS), 16-17
December
Mansyur, Mariatul Ulfa. 2016. Implementasi Akuntansi Basis Akrual pada Pemerintah Kabupaten
Tulungagung (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Tulungangung). Skripsi. Malang.
Universitas Brawijaya.
McCourt, W., 2001. Moving the Public Management Debate Forward: A Contingency Approach. In:
The Internationalization of Public Management: Reinventing the Third World State,
McCourt, W. and M. Minogue (Eds.). Edward Elgar Publishing, Northampton, MA, pp:
220-253.
Medina Consulting. 2011. Strategi Penerapan Basis Akrual Secara Penuh di Indonesia.
(http://.medina.co.id. diakses pada tanggal 20 Oktober 2016)
Miles, B. Mathew., Huberman, A, M. Qualitative data analysis: A sourcebook of New Methods.
Beverly Hills: Sage Peblication, 1984
Minogue, M., 2001. The Internationalization of New Public Management. In: The
Internationalization of Public Management: Reinventing the Third World State, McCourt,
W. and M. Minogue (Eds.). Edward Elgar Publishing, Northampton, MA, pp: 1-19.
Minogue, M., 2001. Should Flawed Models of Public Management be Exported: Issues and Practices.
In: The Internationalization of Public Management: Reinventing the Third World State,
McCourt, W. and M. Minogue (Eds.). Edward Elgar Publishing, Northampton, MA, pp:
20-43.
Moleong, Lexy. J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Nazier, M. Daeng 2009. Kesiapan SDM Pemerintah Menuju Tata Kelola Keuangan Negara yang
Akuntabel dan Transparan. Makalah Seminar Nasional Akuntansi tentang Peningkatan
Transparansi dan Akuntabilitas Keuangan Negara dan Daerah Melalui Pengembangan
Kapasitas Sumber Daya Manusia Pemerintah Pusat dan Daerah Tanggal 22 Juli 2009
yang diselenggarakan oleh BPK RI.
Negara, I Gusti Bayu Surya. 2015. Toward Implementation of Accrual Basis in Indonesia
Government: Key Success Factors. GSTF Journal on Business Review (GBR) Vol 5 No 1,
July
Ranuba, Erlita., Pangemanan, Sifris., Pinatik, Sherly. 2015. Analisis Kesiapan Penerapan Standar
Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual Berdasarkan PP No 71 Tahun 2010 Pada DPKPA
Minahasa Selatan. Jurnal EMBA Vol 3 No 1, Maret
Rasyid, Yuniar Yanuar. 2013. Persiapan K/L Menghadapi Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual.
Disampaikan pada acara Sosialisasi Kesiapan Implementasi Basis Akrual Lingkup Pejabat
Eselon II Kementerian Negara/Lembaga. Jakarta 27 November 2013
Sancoko, Bambang. 2008. Kajian Terhadap Penganggaran Berbasis Kinerja di Indonesia. Badan
Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Departemen Keuangan RI.
Satori, Djam’an., Komariah, Aan. 2014. Metodologi Peneliitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sekaran, Uma., Bougie, Roger. 2014. Research Methods for Business: A Skill Building Approach.
United Kingdom: John Wiley & Sons Ltd.
Sarker, A.E., 2006. New public management in Developing Countries: An Analysis of Success and
Failure with particular Reference to Singapore and Bangladesh. International Journal
Public Sector Management., 19: 180-203.
Simanjutak, Binsar H. 2010. Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual Di Sektor Pemerintahan Di
Indonesia. Disampaikan Pada Kongres XI Ikatan Akuntansi Indonesia. Jakarta 9 Desember
2010.
Sitorus, Selvina., Kalangi, Lintje., Walandouw, Stanley Kho. 2015. Analisis Kesiapan Penerapan
Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual Berdasarkan PP no 71 Tahun 2010 pada
Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Barang Milik Daerah Kota Tomohon.
Jurnal EMBA Vol 3 No 1, Maret.
Stamatiadis, Filippos., Eriotis, Nikolaos., Vasiliou, Dimitrios. 2009. Assessing Accrual Accounting
Reform in Greek Public Hospitals: An Empirical Investigation. International Journal of
Economic Science and Applied Research, 4 (1), 153-184.
Surepno. 2015. Kunci Sukses dan Peran Strategis Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual. Jurnal
Dinamika Akuntansi Vol 7 no 2, September
Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Usman., Sunandar., Farida, Ida. 2014. Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Implementasi
Akuntansi Akrual pada Entitas Pemerintah Daerah. Jurnal Akuntansi dan Investasi Vol 15
No 2, Mei.
Wahyuni, Nina Eka. 2016. Analisis Implementasi Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual
dalam Perspektif Teori Institusional: Studi Kasus pada Pemerintah Kota Malang. Skripsi.
Malang. Universitas Brawijaya.
Widjajarso, Bambang. 2008. Penerapan Basis Akrual pada Akuntansi Pemerintah Indonesia: Sebuah
Kajian Pendahuluan. Disampaikan dalam “Seminar Akuntansi Berbasis Akrual. Badan
Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, 18 Desember 2008 (http://sutaryofe.staff-
uns.ac.id/files/2011//10/akuntansiberbasisakrualpdf diakses pada tanggal 20 Desember
2016).
Windels, Paul., Christiaens, Johan. 2006. Management Reform in Flemish Public Centres for Social
Welfare: Examining Organisational Change. Local Government Studies, 32(4), 389-411
Yin, R. K. 2013. Case Study: Design and Methods. Mudzakir, M. D.
(penerjemah). Studi Kasus Desain & Metodologi. Depok: PT
Rajagrafindo Persada.
________. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

________. Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
________. Peraturan Menteri dalam Negeri No. 64 Tahun 2013 tentang Penerapan Standar
Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah
________. Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
________. Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
________. Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
________. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 64 tahun 2013 tentang Penerapan Standar
Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah
________. Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan No. 12 Tahun 2008 tentang pembentukan
Dinas/Bagian di Lingkungan Pemerintah
________. Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan No. 30 Tahun 2012 tentang pembentukan
Dinas/Bagian di Lingkungan Pemerintah
________. Peraturan Bupati No. 48 Tahun 2012 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas
Pengelolaan Keuangan Daerah
________. Peraturan Bupati No. 63 Tahun 2010 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Tehnis Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah.
________. Peraturan Bupati Pasuruan No. 85 Tahun 2008 tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan
Keuangan Daerah Kabupaten Pasuruan
________. Peraturan Bupati Pasuruan No. 12 tahun 2014 tentang sistem dan prosedur pengelolaan
Keuangan Daerah Kabupaten Pasuruan
________. Peraturan Bupati Pasuruan No. 36 tahun 2016 tentang sistem dan prosedur pengelolaan
keuangan daerah kabupaten pasuruan.
________. Peraturan Bupati Pasuruan No. 47 tahun 2015 tentang kebijakan akuntansi
________. Peraturan Bupati Pasuruan No. 27 Tahun 2013 tentang kebijakan akuntansi
_________. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 19 tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan
Barang Milik Daerah
________. 2015. BPK Gelar Audit Pendahuluan Pelaksanaan APBD Kabupaten Pasuruan.
(http://pasuruankab.go.id/new/berita-2733-bpk-gelar-audit-pendahuluan-pelaksanaan-
apbd-kabupaten-pasuruan-2015.html. diakses pada tanggal 20 September 2016)

Anda mungkin juga menyukai