Anda di halaman 1dari 9

Defisiensi vitamin D selama kehamilan tahap lanjut mengatasi

komplikasi yang dimediasi plasenta

Slide 2:
Komplikasi yang dimediasi plasenta (PMC) dapat bersifat maternal
(pre-eklamsia, eklamsia, solusio plasenta, sindrom HELLP atau feto-
plasenta (IUGR, kematian janin in utero, abortus spontan rekuren).
PE merupakan komplikasi dari 2 - 8% kehamilan. PE dihubungkan
dengan persalinan prematur pada 15 hingga 67% kasus, IUGR pada 10
hingga 25% kasus, dan mortalitas neonatus pada 1 hingga 2% kasus.
Slide 3:
Terdapat dua bentuk pre-eklamsia yang dapat dikenali: bentuk dini,
atau ‘onset dini’, akibat kelainan plasentasi dengan perubahan
keseimbangan angiogenik dan bentuk lanjut, atau ‘onset lambat’, dengan
plasentasi normal namun dengan kelainan dalam mempertahankan fungsi
plasenta
Slide 4:
Vitamin D3 merupakan pra-hormon, sebuah mikronutrien yang juga
secara endogen diproduksi ketika kulit terpapar dengan UV-B.
Vitamin D3 awalnya telah diidentifikasi berperan dalam penyakit
tulang dan metabolisme kalsium.
Vitamin D memiliki peran pada banyak organ, terutama pada
plasenta, melalui regulasi ekspresi gen kunci yang berhubungan dengan
perkembangan.
Konsentrasi 1,25(OH)D dalam sirkulasi maternal dan plasenta
meningkat selama kehamilan.
Slide 5
Menurut panduan Endocrine Society Clinical Practice, insufisiensi
vitamin D didefinisikan sebagai konsentrasi 25(OH)D 21-29 ng/ml (525-
725 nmol/L) dan defisiensi vitamin D ketika 25(OH)D dibawah 20 ng/ml
(50 nmol/L). Selama kehamilan, insufisiensi vitamin D maternal dapat
meningkatkan risiko preeklamsia, persalinan prematur, kecil masa
kehamilan atau IUGR dan diabetes mellitus gestasional.
Slide 6
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengevaluasi hubungan
antara status vitamin D dan kejadian PMC. Tujuan sekunder adalah (1)
untuk mengevaluasi hubungan antara status vitamin D dan kejadian PE
dengan atau tanpa IUGR; (2) mengevaluasi hubungan antara status
vitamin D dan kejadian PMC dini dan lanjut.
Slide 7 METODE
Penelitian kami merupakan studi ad-hoc dari kohort yang
dikumpulkan sebelumnya dari studi AngioPred. Studi AngioPred adalah
sebuah studi kohort multisenter prospektif yang kami adakan di departmen
Obstetri dan Ginekologi di Rumah Sakit Universitas Saint Etienne dan
Nimes dan laboratorium hematologi di Rumah Sakit Nimes.
Pasien didaftarkan antara Juni 2008 hingga Oktober 2010. Hanya
pasien yang telah diinklusi di dalam Rumah Sakit Universitas Saint
Etienne yang mendapatkan vitamin D, yakni 182 pasien dari 200 pasien
kohort awal.
Pasien yang diinklusi seluruhnya berisiko tinggi akan kejadian atau
rekurensi PMC.
Slide 8 (this is the risk of the patient in research)
Risiko ini terdiri dari diabetes, hipertensi kronis, obesitas, usia
maternal lebih muda dari 18 tahun atau lebih tua dari 28 tahun, gangguan
ginjal kronis, sistemik lupus eritematosus, sindrom antifosfolipid, riwayat
penyakit kardiovaskular keluarga atau tromboembolisme vena pada
saudara derajat pertama, trombofilia biologis tanpa adanya riwayat
tromboembolisme vena atau PMC personal, riwayat satu atau lebih
episode PMC atau riwayat tromboembolisme vena pribadi.
Slide 9
Kriteria eksklusi adalah kehamilan kembar, pasien dengan riwayat
kematian janin, IUGR akibat kromosomal, genetik atau originor infeksius,
dan adanya tromboembolisme vena atau PMC saat inklusi.
Pengambilan Darah
Masing-masing pasien menjalani pengambilan sampel darah
ditambah dengan pemeriksaan laboratorium konvensional untuk
pemantauan kehamilan pada usia gestasi minggu ke 20, 24, 28, 32, dan
36, dengan total lima sampel per pasien. Sampel segera disentrifugasi
dan disimpan pada suhu -80°C.
Slide 10 Analisis Biologis
Analisis vitamin D hanya dalam dilakukan pada sampel darah yang
diambil dalam tabung kering;
25(OH)D dinilai dengan sistem imunodiagnostik (IDS) metode
binding chemiluminescence 25-OHD kompetitif otomatis dengan analyzer
IDS-iSYS.
Nilai 7 ng/mL merupakan batas kuantifikasi yang kami tetapkan di
laboratorium kami
Kami mendefinisikan defisiensi vitamin D dengan kadar 25(OH)D
<20 ng/ml dan insufisiensi vitamin D bila <30 ng/ml.
Slide 11 Kriteria Evaluasi
PE adalah wanita yang sebelumnya normotensif kini memiliki
hipertensi onset baru (sistolik >140 mmHg atau diastolik >90 mmHg)
setelah gestasi 20 minggu dengan proteinuria (protein/kreatinin urin
sewaktu >30 mg/mmol [0.3 mg/mg] atau >300 mg/hari atau minimal 1 g/L
[‘2+’] pada pemeriksaan celup) atau disfungsi organ maternal (insufisiensi
ginjal, keterlibatan hati, komplikasi neurologis, komplikasi hematologi);
IUGR didefinisikan sebagai berat lahir ≤ persentil 10 dengan
kelainan Doppler umbilkalis
PMC dini apapun yakni yang terjadinya sebelum 34 minggu; dan
PMC lambat yang terjadi saat atau setelah 34 minggu.
Slide 12 Analisis Statistik
Variabel kuantitatif dibandingkan dengan uji student T atau pada
kasus dimana variabel berdistribusi tidak normal dengan uji Wilcoxon-
Mann-Whitney.
Normalitas masing-masing variabel dinilai sebelumnya dengan uji
Shapiro-Wilk.
Nilai titik potong vitamin D plasma untuk memprediksi PMC
ditentukan pada masing-masingi usia gestasi dengan kurva ROC dengan
perhitungan area dibawah kurva dan interval kepercayaan 95% (95% CI).
Ambang batas yang terpilih pada kurva RUC merupakan ambang
yang paling baik mewakili antara sensitivitas dan spesifisitas. Area
dibawah kurva ROC dibandingkan dengan area dibawah diagonal
pertama yakni 0.5 dengan uji hipotesis.
Ambang batas ditetapkan pada minggu ke 32 dan 36 untuk
memprediksi PMC ≥34 minggu.
Untuk membandingkan kadar vitamin D antar pasien dengan PMC
onset-dini, PMC onset-lambat, dan pasien tanpa PMC, perbedaan
kelompok dinilai dengan uji Kruskal-Wallis. Disebabkan distribusi yang
miring (skewed), uji post-hoc Dunn dilakukan untuk membedakan antar
kelompok.
Slide 13
Hasil
Karakteristik Klinis
Seratus delapan puluh dua pasien diinklusi, dengan analisis 859
sampel plasma. Empat puluh tiga pasien mengalami PMC (23.6%) dapat
dilihat pada tabel 1
Slide 14
Hubungan antara status vitamin D dan kejadian komplikasi yang
dimediasi plasenta
Kadar vitamin D serupa pada minggu ke 20, 24, dan 28 pada
pasien dengan dan tanpa PMC.
Kadar vitamin D dengan PMC lebih rendah pada minggu ke 32
(p=0.001) namun mencapai signifikansi pada minggu ke-36 (Gbr. 1)
Slide 15
Pada minggu ke 32, risiko rerata kejadian PMC lima kali lebih tinggi
pada pasien dengan defisiensi vitamin D dibandingkan dengan pasien
yang memiliki kadar vitamin D normal (RR:5.14 95%CI (1.50–17.55)).
Setelah menyesuaikan lupus, diabetes, dan riwayat penyakit PMC pribadi,
risiko rerata PMC diantara wanita dengan kadar 25(OH)D <20 ng/mL
15.45 lebih tinggi dibandingkan risiko PMC diantara wnaita dengan kadar
25(OH)D ≥30 ng/mL (RR: 14.45 95% CI (1.83–114.28)). Pada minggu ke-
36, peningkatan risiko tidak signifikan (Tabel 2).
Slide 16
Gbr. 2 menunjukkan hubungan inversal kuat antara kadar 25(OH)D
serum pada minggu ke32 dengan risiko PMC (P=0.001).
Slide 17
Area dibawah kurva (AUC) mencapai 0.67 (95% CI (0.56–0.78))
pada minggu ke-32 (P = 0.002) dan 0.6 (0.47–0.72) pada minggu ke-36 (P
= 0.14). Pada minggu 32, ambang batas nilai vitamin D adalah 22.9 ng/mL
dengan sensitivitas sebesar 84.2%, spesifisitas sebesar 54.3%, nilai
prediksi positif sebesar 35.2% dan nilai prediksi negatif sebesar 92.1%.
Pada minggu 36, ambang nilai vitamin D adalah 15.9 ng/mL dengan
sensitivitas sebesar 41.9%, dengan spesifisitas sebesar of 77.0%, nilai
prediksi positif sebesar 31.0% dan nilai prediksi negatif sebesar 84.3%
(Gbr. 3 a dan b).
vitamin D yang diperiksa pada minggu ke 32 memiliki kapasitas
untuk menyingkirkan terjadinya PMC dengan kekuatan pembeda yang
baik.
Slide 18
Hubungan antara status vitamin D dan kejadian preeklamsia
Pada minggu ke 36, diantara pasien dengan kadar vitamin D
sangat rendah (<12 ng/ml), 22.2% (2/9) mengalami PE namun 0% pada
pasien dengan vitamin D normal (p=0.02). Pada minggu 32, nilai risiko
relatif yang dimodulasi oleh kadar vitamin D tidak signifikan (Tabel 3).
Slide 19
Hubungan antara status vitamin D dan komplikasi yang dimediasi
plasenta dini maupun lambat
Pada minggu ke 32, kadar vitamin D pasien dengan PMC onset
lambat lebih rendah dibandingkan pasien dengan PMC onset dini dan
pasien tanpa PMC (P<0.0001) (Tabel 4).
Slide 20
Diskusi
Defisiensi vitamin D serum pada minggu ke 32 merupakan faktor
risiko independen kuat untuk PMC selama observasi kehamilan.
Pasien dengan defisiensi 25(OH)D memiliki risiko lima kali lipat
lebih tinggi mengalami komplikasi yang dimediasi plasenta terutama onset
lambat.
Hubungan efek dosis antara konsentrasi vitamin D dan risiko
preeklamsia muncul pada ambang 20 ng/ml.
Peningkatan konsentrasi 25(OH)D setidaknya 12 ng/ml, apapun
status vitamin D pada trimester pertama, merupakan faktor protektif
terhadap kejadian preeklamsia.
Slide 21
Penelitian lain menemukan defisiensi vitamin D sebelum minggu ke
22 merupakan faktor risiko preeklamsia yang kuat.
Selama persalinan, pasien dengan preeklamsia memiliki kadar
serum 15% lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol.
Studi case-control lain menemukan konsentrasi 25(OH)D, pada
pertengahan kehamilan (antara minggu ke 18 dan 20), lebih rendah pada
wanita yang kemudian mengalami preeklamsia berat.
Studi terbaru oleh Baca dkk menemukan bahwa ketika kadar
25(OH)D meningkat, risiko preeklamsia menurun, dengan ambang batas
20 ng/ml.
Risiko yang disesuaikan untuk preeklamsia adalah 2.4 (95% CI
1.2–4.8), 1.1 (95% CI 0.69–1.7), dan 1.3 (95% CI 0.89–1.8) masing-
masing untuk kadar 25(OH)D dibawah 10 ng/mL, 10 hingga 19.9 ng/mL
dan 20 hingga 29.9 ng/mL dibandingkan pasien dengan kadar >30 ng/mL.
Studi lain menemukan bahwa pasien dengan kadar 20 ng/ml atau
lebih sebelum 26 minggu memiliki penurunan risiko preeklamsia berat
sebanyak 40% dibandingkan pasien dengan kadar dibawah 20 ng/ml.
Slide 22
Pasien berisiko tinggi dengan 25(OH)D <12 ng/mL memiliki risiko
PE dini (< 35 minggu) 2.4-lipat lebih tinggi dibandingkan pasien dengan
25(OH)D ≥ 30 ng/mL (penyesuaian faktor perancu: IMT dan ras).
Wanita dengan preeklamsia sebelumnya memiliki kadar 25(OH)D
awal yang lebih rendah dibandingkan wanita dengan hipertensi kronis.
Penilitian ini mendukung hasil kami, namun berbeda dengan penelitian
kami, tidak mengevaluasi status vitamin D pada akhir kehamilan.
Slide 23
Penelitian kami menyoroti adanya hubungan defisiensi vitamin D
dan PMC. Terutama pada akhir kehamilan (minggu ke 32 dan 36) pada
populasi risiko tinggi. Penelitian kami juga menggabungkan risiko IUGR.
Kami mengajukan bahwa suplementasi vitamin D dapat
mengurangi risiko preeklamsia dibandingkan tanpa intervensi atau
plasebo.
Slide 24
Vitamin D selama kehamilan memiliki tiga peran utama. Pertama,
stimulasi absorpsi kalsium, sebuah proses yang penting untuk mineral
tulang akrual janin selama trimester terakhir kehamilan. Kedua, vitamin D
berkontribusi terhadap toleransi janin, sebagai allograft selama kehamilan.
Peran penting ketiga adalah keterlibatannya dalam berbagai regulasi
transkripsi.
Slide 25
berbagai mekanisme biologis mungkin menjelaskan peran vitamin
D pada preeklamsia. Pertama, sebuah kelainan implantasi plasenta dapat
menyebabkan penurunan perfusi plasenta. Perfusi plasenta yang lemah
dapat menginduksi kelainan endotel.
Fungsi endotel memang dipertahankan melalui vitamin D. Terdapat
pula bukti bahwa metabolit vitamin D melindungi sel endotel dari stres
oksidatif dan meminimalisir efek paparan terhadap faktor yang
berhubungan dengan preeklamsia.
Slide 26
Proteinuria pada preeklamsia diduga dimodulasi oleh faktor
pertumbuhan endotel vaskular (VEGF). Namun, vitamin D dapat
meregulasi proses angiogenik dengan bekerja secara langsung terhadap
transkripsi gen VEGF.
Slide 27
Sebuah respon imun yang tidak tepat antara ibu dengan janin
dapat membantu terjadinya defek implantasi. Suplementasi vitamin D
memperbaiki compliance, elastisitas, dan ketebalan tunika media dan
intima struktur vaskular. Defisiensi vitamin D juga bertanggungjawab
terhadap peningkatan tekanan darah dengan bekerja pada sistem renin
angiotensi aldosteron.
Slide 28
Penelitian kami mungkin mengajukan adanya peran vitamin D, terutama
pada akhir kehamilan. Fungsi plasenta diduga terganggu melalui
keterlibatan utama sel plasenta selama PMC onset dini dab melalui
keterlibatan sekunder akibat disfungsi darah tepi dan sel vaskular pada
PMC onset-lambat, vitamin D dapat bekerja terutama melalui efek
sistemiknya.
Slide 29
Penelitian kami memiliki beberapa keterbatasan. Yakni hanya mampu
menguji vitamin D pada pasien dari pusat tunggal. Selain itu, kami tidak
menilai seluruh determinan konsentrasi vitamin D seperti ketergantungan
musim dan tidak ada pemeriksaan darah umbilikus.
Kami menggunakan sistem imunodiagnostik (IDS) metode binding
chemiluminescence 25-OHD kompetitif otomatis dengan analyzer IDS-
iSYS yang bukan merupakan metode referensi untuk pemeriksaan vitamin
D. Pada studi pembanding, IDS-iSYS berkorelasi dengan baik dengan
metode yang telah ditetapkan (metode spektometri massa tandem-
kromatografi cair tervalidasi (LC-MS/MS) dan metode imunoassay enzim
IDS (IDS-EIA)).
Slide 30
kekuatan penelitian kami adalah investigasi dari populasi wanita hamil
berisiko tinggi. Hingga kini menjadi satu-satunya penelitian yang
mempertimbangkan riwayat PMC sebagai determinan vitamin D.
Kesimpulannya, pasien dengan defisiensi vitamin D pada minggu
ke 32 memiliki risiko lebih tinggi mengalami komplikasi yang dimediasi
plasenta. Defisiensi ini cenderung ke arah PMC lambat diatas 34 minggu.
Hasil ini menunjukkan hubungan status vitamin D dalam mempertahankan
performa plasenta dan dengan demikian dalam pencegahan PMC onset
lambat.

Anda mungkin juga menyukai