Anda di halaman 1dari 8

RESUME PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK

Oleh: Putri Yolanda

A. Rasa Persaudaraan
a. Rasa Aman
Upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengembangkan aspek sosial anak
usia dini menurut Martini Jamaris (2002) antara lain; pertama, menimbulkan rasa
aman pada anak dan menciptakan suasana yang baik di dalam kelas mau pun luar
kelas; kedua, menciptakan perilaku positif di dalam dan diluar kelas baik dalam
tindakan, perkataan, atau perilaku lainnya; ketiga, memberikan kesempatan pada
anak untuk menentukan pilihannya (apabila pilihan anak tidak tepat atau ditolak
maka dijelaskan alasannya); keempat, memberikan kesempatan kepada anak untuk
berani menyatakan pen dapatnya baik bersifat penolakan maupun yang
mendukung dengan cara-cara positif; dan kelima, menyediakan sarana prasarana
yang mendukung program pembentukan perilaku sosial anak.
b. Rasa Indah
Strategi yang dapat digunakan untuk mengembangkan sosial anak bisa dimulai
dengan memperkuat hubungan orangtua dan anak melalui interaksi yang cermat
dan intens. Kemudian, dorong anak untuk menunjukkan kebiasaan sosialnya
membantu orang lain, menunjukkan cinta dan mengajak mereka untuk berbagi
dengan rekannya atau bahkan orang lain yang memerlukan pertolongan, dan
sebagainya. Dengan begitu anak akan mulai merasakan indahnya persaudaraan
dan kebersamaan.
c. Rasa Memiliki dan Tanggung Jawab
Rasa tanggung jawab untuk diri dan orang lain, mencakup kemampuan
mengetahui hak-haknya, mentaati aturan, mengatur diri sendiri, serta tanggung
jawab atas perilakunya untuk kebaikan sesama (Permendikbud, 2014).
Menurut Dodge, Colker, dan Heroman (2002) dalam Hildayani (2009: 10.3),
bertanggungjawab atas diri sendiri yang meliputi kemampuan mengikuti aturan
dan rutinitas, menghargai orang lain, dan mengambil inisiatif.
d. Rasa Kebangsaan
Pendidikan karakter berkebangsaan harus ditumbuhkan pada anak usia dini,
dimana anak-anak di usia dini termasuk kedalam golden age. Pada saat inilah
orangtua perlu mengajarkan karakter dan juga rasa cinta tanah air, karena jiwa
nasionalisme pada dasarnya merupakan sebuah akhlak. Selama akhlak atau
karakter itu bagus maka dan sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia maka jiwa
nasionalisme akan mudah untuk ditumbuhkan.
B. Perkembangan Kognitif dan Bahasa
Perkembangan bahasa berkaitan dengan perkembangan kognitif karena
perkembangan bahasa pada setiap individu anak bergantung pada kemampuan
neurologik dan perkembangan kognitif yang dapat mempengaruhi tahapan
perkembangan bahasa. Anak yang memiliki fungsi kognitif baik maka berpeluang
lebih besar untuk dapat berbahasa dan berbicara dengan baik (Depkes, 2015).
Bahasa adalah alat untuk berpikir, mengekspresikan diri dan berkomunikasi. Salah
satu bidang pengembangan pertumbuhan kemampuan dasar di taman kanakkanak
adalah pengembangan bahasa. Bahasa memungkinkan anak untuk menerjemahkan
pengalaman ke dalam simbol-simbol yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dan
berpikir. Bahasa erat kaitannya dengan perkembangan kognitif (Naili, 2018).
Perilaku berbahasa akan membantu anak-anak membuat konsep dalam dunia mereka,
merubah dari egosentris menjadi berkomunikasi dan bersosial dengan orang lain,
membimbing dan mengontrol anak, menumbuhkan pemikiran, perasaan dan merasa
aman dan tidak aman melalui bahasa yang anak dengar dan gunakan.
Perkembangan kognitif meliputi perubahan pada aktivitas mental yang berhubungan
dengan persepsi, pemikiran, ingatan, keterampilan berbahasa dan pengolahan
informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan
masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan
dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati,
membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya (Desmita,
2009).
C. Perkembangan Permainan dan Metode Jauhari Window yang disesuaikan
dengan Aspek Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Jendela Johari (Johari Window) dikembangkan oleh Joseph Luft dan Harry Ingham
(sehingga bernama Johari) merupakan perangkat sederhana dan berguna dalam
mengilustrasikan dan meningkatkan kesadaran diri bersama individu-individu yang
ada dalam suatu kelompok tertentu. Model ini juga berfungsi dalam meningkatkan
hubungan antar kelompok yang sekaligus mengilustrasikan kembali proses memberi
maupun menerima feedback.
Kerangka analisis hubungan ini menggambarkan sebuah jendela, sehingga disebut
dengan Jendela Johari yang mencerminkan ’jendela komunikasi dan transformasi’
dalam proses memberi dan menerima umpan balik, baik berbentuk informasi, pujian
manupun kritik dari orang lain untuk kepentingan pengembangan kepribadian
seseorang (Hutagalung, 2007).
Untuk melatih keterbukaan terhadap orang lain serta untuk mengenal diri sendiri, kita
dapat menggunakan teknik Jendela Johari. Dalam teori ini manusia memiliki empat
daerah pengenalan diri yaitu daerah terbuka, daerah buta, daerah tertutup, dan daerah
gelap. Berikut uraian tentang masing-masing daerah tersebut.
Artikel Epicentral Development Grup (2011) menganggap Jendela Johari. Jendela
Johari adalah game yang duludibuat oleh Joseph Luft dan Harry Ingham pada 1950-
an. Tujuan asli dari permainan ini adalah untuk membantu orang lebih memahami
"ketidakstabilan mental" mereka melalui serangkaian diri dan penilaian orang lain .
Hari ini, permainan dan konsep Jendela Johari digunakan untuk membantu orang
menjadi lebih baik dan efektif dalam karier mereka melalui peningkatan pemahaman
diri dan kesadaran.

D. Perkembangan yang dilalui Anak dengan Pedoman Nabi dan Rasul


Upaya menangani anak, membentuk kualitasnya demi perbaikan generasi sebuah
bangsa secara optimal harus dimulai dari usia dini. Masa usia dini merupakan masa
keemasan (golden age) bagi anak untuk memperoleh proses pendidikan. Pada masa
ini, anak memiliki potensi fitrah, bisa diarahkan menjadi apa saja terserah kepada
kedua orang tuanya.
Mengasuh dan mendidiknya sesuai dengan kehendak dzat yang menitipkannya yaitu
Allah Swt. sebagai orang tuatidak boleh memaksa anak-anak mengikuti kehendak
atau apa saja yang dicita-citakannya, bukan sesuatu yang dicita-citakan anak-anak itu
sendiri. Bagi orang tua yang terpenting adalah anak- anaknya memiliki akhlak mulia
dan menjadi anak saleh, serta berbakti kepada orangtua. Soal pekerjaan, berikan
mereka kebebasan untuk menentukan sendiri profesi apa yang dipilih, sesuai dengan
keahlian dan karakternya, selama tidak merusak kredibilitas kesalihan mereka atau
bertentangan dengan syaariat Allah swt. Harus disadari bahwa, kemampuan anak satu
sama lain berbeda dan sebagai orang tua memang bisa meng-explore (menjelajahi),
mengarahkan dan mendidik mereka tanpa harus merampas hak bermainnya, apalagi
jika usia mereka merupakan masamasa untuk bermain karena masa kanak-kanak
dalam Islam dilukiskan sebagai dunia yang indah, yang penuh kebahagiaan, imajinasi,
cerita dan fantasi.
Adapun tujuan dalam mendidik anak-anak adalah agar mereka menjadi anak saleh,
yang bertakwa kepada Allah swt., yang memahami, menyadari, dan melaksanakan
tanggung jawabnya kepada Allah, Rasul dan seluruh kaum muslim, dengan
mengemban dakwah Islam untuk mengembalikan kemuliaan Islam dan kaum muslim.
Sebagaimana pada masa Rasulullah Saw., membina dan medidik para sahabat
sehingga mereka menjadi generasi terbaik yang pernah ada dimuka bumi ini. Generasi
dengan keimanan yang luar biasa, yang kokoh sampai Rasul pun mengibaratkan
keimanan mereka lebih kokoh ketimbang gunung Uhud. Itulah generasi muslim yang
mempunyai Syakhsiyyah (kepribadian) Islam yang siap berjuang demi kembalinya
kehidupan Islam di bumi ini (Hasnawati, 2019).
E. Hubungan 4 Pilar Pembelajaran dari UNESCO dengan Tugas-tugas yang
Dicontohkan Nabi
Empat pilar pendidikan yang harus diperhatikan dalam Ayu dan Farida (2021), yaitu
Learning to Know (Belajar Mengetahui), Learning to do (Belajar Melakukan
Sesuatu), Learning to Live Together (Belajar Hidup Bersama), Learning to be
(Belajar Menjadi Sesuatu). Jenis-jenis Pilar Pendidikan UNESCO yaitu:
1. Learning to Know (Belajar Mengetahui) Menurut Pricilla & Deddy (2021)
Pembelajaran yang berlangsung di sekolah umumnya dimaksudkan mendorong
siswa memperoleh pengetahuan secara terstruktur, di samping penguasaan alat
belajar. Dengan demikian pembelajaran merupakan sarana sekaligus sebagai
upaya mencapai tujuan akhir eksistensi manusia. Menurut Juliani & Widodo
(2019) Pilar pertama ini merupakan pintu gerbang pertama masuknya ilmu
pengetahuan, maka keaktifan siswa sangatlah penting. Hal ini juga merupakan
suatu hal mendasar dalam keberhasilan proses pembelajaran. Metode yang
menarik dan inovatif dapat digunakan oleh pendidik untuk memberikan stimulus
agar siswa aktif untuk mencari informasi-informasi baru. Learning to
Know(belajar untuk mengetahui), artinya belajar itu harus dapat memahami apa
yang dipelajari bukan hanya dihafalkan tetapi harus ada pengertian yang dalam.
Hal ini dapat diartikan bahwa siswa harus memiliki pemahaman yang bermakna
terhadap proses pendidikan mereka. Siswa diharapkan memahami secara
bermakna asal mula teori dan konsep, serta menggunakannya untuk menjelaskan
dam memprediksi proses-proses berikutnya. Siswa harus memiliki tujuan dalam
belajar, selalu mencari tahu dan menggali hal yang harus diketahuinya, dan
mencari cara yang harus ditempuh untuk dapat mengetahui hal-hal tersebut.
Belajar mengetahui, maksudnya dengan memadukan pengetahuan umum yang
cukup luas dengan kesempatan untuk bekerja secara mendalam pada sejumlah
kecil mata pelajaran.
2. Learning to Do (Belajar Melakukan Sesuatu) Menurut Pricilla & Deddy (2021)
Learning to do lebih ditekankan pada bagaimana mengajarkan anak- anak untuk
mempraktikkan segala sesuatu yang telah dipelajarinya dan dapat
mengadaptasikan pengetahuan-pengetahuan yang telah diperolehnya tersebut
dengan pekerjaan-pekerjaan di masa depan. Memperhatikan secara cermat
kemajuan serta perubahan yang terjadi. Sekolah sebagai masyarakat belajar
hendaknya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan keterampilan yang
dimiliki, serta bakat dan minatnya agar Learning to do dapat terealisasi. Walaupun
bakat dan minat anak banyak dipengaruhi unsur keturunan (heredity), tumbuh
berkembangnya bakat dan minat bergantung pada lingkungannya. Learning to do
yang menekankan pentingnya berinteraksi dengan lingkungan dan memecahkan
masalah yang muncul. Kemampuan soft skill dan hard skill sangat dibutuhkan
dalam penguatan pilar ini. Karena sesungguhnya pendidikan merupakan bagian
penting dalam penyiapan SDM (Sumber Daya Manusia) yang
berkualitas.Pendidikan membekali manusia tidak sekadar untuk mengetahui,
tetapi lebih jauh terampil berbuat/mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan
sesuatu yang bermakna bagi kehidupan. Sasaran pilar kedua ini adalah
kemampuan kerja generasi muda untuk mendukung dan memasuki ekonomi
industri.
3. Learning to Be (Belajar Menjadi Sesuatu) Learning to be mengandung arti bahwa
belajar adalah proses untuk membentuk jati dirinya sendiri. Usaha yang dilakukan
pendidik agar siswa dapat mencari jati dirinya sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki baik itu hard skill maupun soft skill. Oleh karena itu, pendidik harus
berusaha memfasilitasi peserta didik agar belajar mengaktualisasikan dirinya
sendiri sebagai individu yang berkepribadian utuh dan bertanggung jawab sebagai
individu sekaligus sebagai anggota masyarakat. Menurut Pricilla & Deddy (2021)
Manusia harus tumbuh menjadi dirinya sendiri. Perkembangan manusia, dimulai
saat lahir hingga sepanjang hidupnya, adalah sebuah proses dialektika yang
didasarkan pada pengetahuan dan hubungan pribadi dengan orang lain. Hal ini
mensyaratkan pengalaman pribadi yang sukses. Sebagai sarana pelatihan
kepribadian, pendidikan harus menjadi proses yang sangat individual dan pada
saat yang sama pengalaman interaksi sosial.
4. Learning to Live Together (Belajar Hidup Bersama) Learning to live together,
pada dasarnya adalah mengajarkan, melatih dan membimbing peserta didik agar
mereka dapat menciptakan hubungan melalui komunikasi yang baik, menjauhi
prasangka-prasangka buruk terhadap orang lain serta menjauhi dan menghindari
terjadinya perselisihan dan konflik. Menurut Taniredja (2016) Tugas pendidikan,
baik dalam rangka pembelajaran bagi siswa dan mahasiswa tentang keragaman
manusia maupun untuk menanamkan kesadaran diri mereka tentang persamaan
dan saling ketergantungan semua orang esensinya adalah bagaimana mereka
mampu hidup bersama dengan orang lain secara bersahabat dan menyenangkan.
Rasa Memiliki dan
Rasa indah: Tanggung Jawab: anak
menunjukkan cinta merasa memiliki saudara
sehingga anak dan bertanggung jawab
atas dirinya dan orang lain
merasakan indahnya
di sekelilingnya
persaudaraan

Rasa aman: Rasa kebangsaan:


menimbulkan rasa karena jiwa
aman pada anak nasionalisme pada
dengan menciptakan Rasa Persaudaraan dasarnya merupakan
suasana yang baik sebuah akhlak

PERKEMBANGAN
SOSIAL EMOSIONAL
ANAK

Perkembangan Kognitif dan Perkembangan ermainan dan Metode


Bahasa: Perkembangan kognitif Jauhari Window yang disesuaikan
meliputi perubahan pada aktivitas dengan aspek pertumbuhan dan
mental yang berhubungan dengan perkembangan Anak: Untuk melatih
persepsi, pemikiran, ingatan, keterbukaan terhadap orang lain serta
keterampilan berbahasa dan untuk mengenal diri sendiri, kita
pengolahan informasi dapat menggunakan teknik Jendela
Johari.
DAFTAR PUSTAKA

Ayu dan Farida. (2021). Tugas Perkembangan Yang Dilalui Anak dengan Mempedomani
Contoh Tauladan Nabi Sebagai Uswatun Hasanah dan Hubungan 4 Pilar Pembelajaran
Unisco dengan Tugas-Tugas Perkembangan yang Dicontohkan Nabi Saw. Jurnal
Pendidikan Tambusai, 5(3)
Depkes. (2015). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015
Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Epicentral Development Group. (2011) The Johari Window - Peaking Behind the Drapes
Hasnawati. (2019). Urgensi Pendidikan Islam Pada Anak Usia Dini Dalam Membentuk
Kepribadian Islami. Jurnal Andi Djemma, Jurnal Pendidikan, 3(1)
Hildayani, Rini. (2009). Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Universitas Terbuka.
Hutagalung, Inge. (2007). Pengembangan Kepribadian. Jakarta : PT. Indeks.
Jamaris, Martini. (2002). Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia Taman Kanak-
Kanak; Pedoman bagi Orang Tua dan Guru. Jakarta: PT Grasindo
Priscilla, Cindy. dan Yusuf Yudhyarta, Deddy. (2021). Implementasi Pilar-Pilar Pendidikan
UNESCO. Jurnal Pendidikan Asatiza. 2(1)
Sa’ida, Naili. (2018). Bahasa Sebagai Salah Satu Sistem Kognitif Anak Usia Dini.
PEDAGOGI: Jurnal Anak Usia Dini dan Pendidikan Anak Usia Dini, 4(2)
Taniredja, T. (2016). Guru yang Profesional. Bandung: Alfabeta.
Permendikbud Nomor 137 Tahun 2014 Tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia
Dini Bab IV Standar Isi Pasal 9 ayat 6 poin a, b dan c

Anda mungkin juga menyukai