Anda di halaman 1dari 11

Pembelajaran anak usia dini

1. Metode bermain

Dunia anak usia dini berpusat pada bermain. Sesuai dengan namanya, metode bermain
menerapkan permainan sebagai pembelajaran siswa. Ada 5 manfaat nyata dari metode bermain ini,
di antaranya yaitu:

a. Manfaat motorik, yaitu manfaat yang berhubungan dengan nilai-nilai positif bermain yang
terjadi pada fisik jasmani anak;

b. Manfaat afeksi, yaitu manfaat bermain yang berhubungan dengan perkembangan


psikologis anak;

c. Manfaat kognitif yang merupakan manfaat bermainuntuk perkembangan kecerdasan


anak, biasanya ini berhubungan dengan kamampuan imajinasi pada anak;

d. Manfaat spiritual, yaitu manfaat bermain yang menjadi dasar pembentukan nilai-nilai
kesucian maupun keluhuran akhlak manusia;

e. Manfaat keseimbangan, yaitu manfaat yang berfungsi untuk melatih dan


mengembangkan perpaduan nilai-nilai positif dan negatif dari bermain.

2. Metode bercerita

Metode bercerita adalah metode pembelajaran anak usia dini yang menggunakan teknik
guru bercerita tentang suatu legenda, dongeng, mitos, atau suatu kisah yang di dalamnya disisipkan
pesan-pesan moral tertentu.

Hal ini berguna bagi anak ketika suatu saat ia menemukan masalah yang hampir mirip dengan kisah
atau dongeng yang pernah diceritakan gurunya. Dari kisah-kisah tersebut, alam bawah sadar anak
akan memicu nalar konstruktif pemecahan masalah yang dihadapi sesuai pesan-pesan moral atau
intelektual yang diajarkan.

3. Metode menyanyi atau musik

Metode menyanyi adalah metode pembelajaran anak usia dini yang menggunakan media
nyanyian sebagai wahana belajar anak.

Grace Soedargo, seorang musisi dan pendidik, berpendapat bahwa dasar-dasar musik klasik secara
umum berasal dari ritme denyut nadi manusia sehingga musik mampu berperan besar dalam
perkembangan otak serta pembentukan jiwa, karakter, dan raga manusia.

4. Metode karyawisata

Menurut Sagala (2007), karyawisata sebagai metode pembelajaran peserta didik di bawah
bimbingan guru mengunjungi tempat – tempat tertentu dengan maksud belajar.

Karyawisata juga bisa dikatakan sebagai cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajak peserta
didik ke suatu objek tertentu di luar sekolah untuk mempelajari atau menyelidiki secara langsung
seperti bengkel, pabrik, kebun binatang, alam sekitar dan sebagainya.

walaupun karya wisata banyak memiliki nilai nonakademis, tetapi tujuan umum pendidikan dapat
dicapai, terutama mengenai wawasan dan pengalaman tentang dunia luar seperti kunjungan
ketempat – tempat situs bersejarah, museum, peternakan yang sistematis, dan sebagainya
5. Metode demonstrasi

Demonstrasi berarti menunjukkan dan menjelaskan. Jadi, dalam demonstrasi kita menunjukkan dan
menjelaskan cara-cara mengerjakan sesuatu. Melalui demonstrasi, anak diharapkan dapat mengenal
langkah-langkah pelaksanaan. Demonstrasi mempunyai makna penting bagi anak, yaitu:

a. Dapat memperlihatkan secara konkret apa yang dilakukan.

b. Membantu mengembangkan kemampuan mengamati kemampuan mengamati secara


cermat dan teliti.

c. Membantu mengembangkan kemampuan untuk melakukan segala pekerjaan secara teliti,


cermat, dan tepat.

d. Membantu mengembangkan peniruan dan pengenalan secara tepat.

Lingkungan Pada Anak Usia Dini


a. Lingkungan keluarga

Lingkungan keluarga adalah Pilar utama untuk membentuk baik buruknya pribadi manusia.
Peran Keluarga dapat membentuk pola sikap dan pribadi anak, juga dapat menentukan proses
pendidikan yang diperoleh anak, Lingkungan keluarga juga dapat berperan menjadi sumber
pengetahuan anak.

lingkungan keluarga menjadi penanggung jawab utama terhadap pertumbuhan jasmani dan
rohani anak yakni melalui ilmu mendidik dan membimbing putra-putrinya. Berhasil tidaknya
pendidikan seorang anak dapat dihubungkan dengan perkembangan sikap dan pribadi orangtuanya
serta hubungan komunikasi dan role model dalam keluarganya, lingkungan keluarga dapat berperan
penuh terhadap perkembangan keluarganya untuk memberikan sistem pendidikan secara
komprehensif, saling berkesinambungan, mulai dari anak tumbuh dari masa perkembangan, sampai
masuk kedewasaan dan masuk pada pernikahan. Ada 6 peran keluarga dalam mendidik anak, yaitu:

1) Peran keluarga dalam perkembangan karakter anak Efektivitas peran keluarga dalam
perkembangan karakter anak dapat menjadi modal awal anak dalam pembentukan karakter anak
agar dapat berinteraksi, berkomunikasi dan berprilaku dengan yang lainnya.

2) Peran keluarga dalam perkembangan kognitif anak Perkembangan kognitif anak dapat
diberikan oleh keluarga dalam bentuk pemahaman benda-benda dan gambar-gambar. Ketika anak
mulai mengkritisi dan bertanya tentang suasana dan keadaan ataupun apa yang di lihatnya.

3) Peran keluarga dalam perkembangan sosial anak Peran keluarga yang dapat memberikan
tingkat kepercayaan diri anak adalah dalam memberikan ruang gerak kepada anaknya untuk dapat
beraktualisasi dengan teman sebayanya juga dengan orang lain.

4) Peran Keluarga Dalam Perkembangan Moral Anak Pengaruh keluarga amat besar dalam
pembentukan pondasi moral anak untuk perkembangan kepribadian anak. Keluarga yang gagal
membentuk kepribadian anak biasanya adalah keluarga yang penuh dengan konflik atau tidak
bahagia.
5) Peran Keluarga Dalam Perkembangan Mendidik Anak, Keluarga bagi seorang anak
merupakan lembaga pendidikan non formal pertama, di mana mereka hidup, berkembang, dan
matang. Di dalam sebuah keluarga, seorang anak pertama kali diajarkan pada pendidikannya. Dari
pendidikan dalam keluarga tersebut anak mendapatkan pengalaman, kebiasaan, ketrampilan
berbagai sikap dan bermacammacam ilmu pengetahuan.

6) Peran Keluarga Dalam Perkembangan Kreativitas Anak, Peran keluarga dalam kreativitas
anak mempengaruhi ketrampilan berpikir anak yakni melalui proses penalaran untuk mengatahui
bakat yang di miliki oleh anaknya.

b. Lingkungan sekolah (PAUD)


petunjuk tentang perkembangan sang anak kepada pen-didik, mengantar kepada
penemuan-penemuan yang memung-kinkan untuk merancang sebuah metode pengajaran. Dalam
penyelenggaraan PAUD, sebaiknya lingkungan diarahkan kepada bentuk yang berkualitas. Sebab, ia
merupakan bagian dari sarana dan prasarana yang signifikan. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini telah
dituangkan bahwa sarana prasarana di PAUD hendaknya memenuhi prinsip-prinsip berikut:

1) aman, nyaman, terang, dan memenuhi kriteria kesehatan bagi anak;

2) sesuai dengan tingkat perkembangan anak; dan

3) me-manfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di lingkungan sekitar, termasuk barang limbah
atau bekas layak pakai (Permendiknas, 2009: No 58). Lingkungan PAUD menyenangkan, menurut
perspektif Montessori memiliki

karakteristik sebagai berikut:

1) Accessibility and availability (mudah diakses dan tersedia). Kebanyakan anak menyukai area
terbuka yang dapat digu-nakan untuk berbagai aktivitas individu maupun kelompok.

2) Freedom of movement and choice (ada kebebasan bergerak dan memilih). Anak akan bisa
menentukan pilihan yang “tepat” jika ia memiliki kesempatan untuk bergerak ke mana pun yang ia
suka, dan menemukan apa yang ia butuhkan untuk memuaskan dirinya.

3) Personal responsibility (penuh tanggung jawab personal). Pemberian kebebasan perlu didukung
dengan pelatihan sikap bertanggung jawab kepada anak. Sikap ini bisa dibentuk misal-nya dengan
melatih seorang anak untuk mengembalikan mainan atau sarana belajar ke tempatnya semula. Anak
juga dilatih untuk memiliki kesadaran sosial, yakni kemampuan untuk berbagi dengan sesama.

4) Reality and nature (nyata dan alami). Kesan alami akan tampak ketika anak diberikan kesempatan
lebih untuk bereksplorasi melalui berkebun, kelas alam, dan segala aktivitas yang bersentuhan
langsung dengan alam. Kelas indoor pun akan terlihat lebih alami ketika dihiasi dengan bunga atau
tanaman yang asli, bukan buatan.

5) Beauty and harmony (indah dan selaras). Aspek keindahan bisa diperoleh misalnya dari dekorasi
ruangan yang sederhana, artinya tidak berlebihan dan tidak mengalihkan perhatian anak. Sedangkan
kesan selaras bisa didapat dari ketepatan pengorganisasian ruang belajar.

kegiatan, sulitnya mengakses sarana seperti itu juga bisa mengha-dirkan rasa putus asa
c. Lingkungan masyarakat
Masyarakat pun memiliki peran yang tidak kalah pentingnya dalam upaya pembentukan
karakter anak bangsa. Dalam hal ini yang dimaksud dengan masyarakat disini adalah orang yang
lebih tua yang “ tidak dekat “, “ tidak dikenal “ “ tidak memiliki ikatan famili “ dengan anak tetapi
saat itu ada di lingkungan sang anak atau melihat tingkah laku si anak. Orang-orang inilah yang dapat
memberikan contoh, mengajak, atau melarang anak dalam melakukan suatau perbuatan.

Menurut penulis adapun Contoh-contoh perilaku yang dapat diterapkan oleh masyarakat:

1) Membiasakan gotong royong, misalnya: membersihkan halaman rumah masingmasing,


membersihkan saluran air, menanami pekarangan rumah.

2) Membiasakan anak tidak membuang sampah dan meludah di jalan, merusak atau mencoret-coret
fasilitas umum.

3) Menegur anak yang melakukan perbuatan yang tidak baik.

4) Membantu perbaikan sekolah PAUD yang ada dilingkungannya (misalnya: memperbaiki atap paud
yang bocor). Lingkungan masyarakat luas jelas memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan
penanaman nilai-nilai estetika dan etika untuk pembentukan karakter. Situasi kemasyarakatan
dengan sistem nilai yang dianutnya, mempengaruhi sikap dan carapandang masyarakat secara
keseluruhan.

Model pembelajaran anak usia dini


Model kelompok

Model pembelajaran berdasarkan kelompok masih banyak digunakan TK-TK di Indonesia,


namun perkembangan model pembelajaran selalu berkembang. Kini sudah banyak TK yang
menggunakan model pembelajaran yang lebih variatif.

Dalam model pembelajaran berdasarkan kelompok dengan kegiatan pengaman, adalah pola
pembelajaran dimana anak-anak dibagi menjadi beberapa kelompok, biasanya anak dibagi menjadi 3
(tiga) kelompok, dan masing-masing kelompok melakukan kegiatan yang berbeda-beda. Dalam satu
kali pertemuan, anak harus menyelesaikan 2 – 3 kegiatan dalam kelompok secara bergantian.

Apabila dalam pergantian kelompok, terdapat anak-anak yang sudah menyelesaikan tugasnya lebih
cepat dari pada temannya, maka anak tersebut dapat meneruskan kegiatan lain sejauh di kelompok
lain tersedia tempat. Namun apabila tidak tersedia tempat, maka anak tersebut dapat bermain pada
tempat tertentu di dalam kelas yang telah disediakan guru yang disebut dengan kegiatan pengaman.
Pada kegiatan pengaman sebaiknya disediakan alat-alat yang lebih bervariasi dan sering diganti
disesuaikan dengan tema atau sub tema yang dibahas.

Model sudut

Kegiatan belajar mengajar dengan model pembelajaran berdasarkan sudut-sudut kegiatan,


menggunakan langkah-langkah pembelajaran hampir sama dengan model pembelajaran area, hanya
sudut-sudut kegiatan selayaknya lebih bervariasi dan sering diganti, disesuaikan dengan tema dan
sub tema yang dibahas.
Model Area

Model pembelajaran berdasarkan Area lebih memberikan kesempatan kepada anak didik
untuk memilih/melakukan kegiatan sendiri sesuai dengan minatnya. Pembelajarannya dirancang
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan spesifik anak dan menghormati keberagaman budaya dan
menekankan pada pengalaman belajar bagi setiap anak, pilihan-pilihan kegiatan dan pusat-pusat
kegiatan serta peran serta keluarga dalam proses pembelajaran.

Model sentra

Perkembangan terakhir tentang model pembelajaran di PAUD adalah model pembelajaran


berdasarkan sentra yang mempunyai ciri utama yaitu pemberian pijakan (scaffolding) untuk
membangun konsep aturan, ide, dan pengetahuan anak serta konsep densitas dan intensitas
bermain.

Model pembelajaran ini adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada anak yang dalam
proses pembelajarannya berpusat di sentra bermain dan pada saat anak dalam lingkaran. Pada
umumnya pijakan/dukungan dalam model ini untuk mendukung perkembangan anak, yaitu pijakan
setelah bermain.

Pelaksanaan model pembelajaran terakhir ini sekarang masih berada pada tahap rintisan yang masih
dilaksanakan oleh beberapa TK yang diperkirakan memungkinkan, karena model ini membutuhkan
persiapan yang cukup matang dengan sarana bermain yang lebih lengkap.

Masing-masing model pembelajaran memiliki kekurangan dan kelebihan serta memerlukan kondisi
yang berbeda-beda. Oleh sebab itu guru dapat memilih model pembelajaran yang akan digunakan
dengan mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki, sarana dan prasarana yang tersedia, serta
faktor pendukung lainnya.

Prinsip Asesmen Anak Usia Dini

Jangka waktu pelaksanaan asesmen anak tidak dilaksanakan secara sekaligus misalkan pada akhir
tahun ajaran. Tapi sudah dilaksanakan sejak tahun ajaran baru dimulai sang anak mulai bersekolah
sudah dilakulan asesmen secara sistematis dan berkesinambungan.

Salah satu bentuk contoh asesmen pembelajaran PAUD adalah dengan melihat sikap, perbuatan
maupun perkataan sampai karya buatannya. Misalkan dengan melihat contoh karya yang dibuat
oleh anak dalam bentuk tulisan, gambar dll.

Asesmen anak usia dini


Berikut ini sejumlah prinsip asesmen anak usia dini yang perlu Anda tahu.

Penentuan keperluan utama anak. Dalam proses asesmen yang dilaksanakan secara nyata
dan dokumentasi maka akan diketahui hal-hal apa saja yang dibutuhkan oleh sang anak untuk
meningkatkan kemampuan dan perkembangan belajar anak usia dini.
1. Penentuan sasaran asesmen

Mengumpulkan data-data yang lengkap tentang anak usia dini secara kuantitatif dan
kualitatif. Data-data tersebut kemudian dianalisis sehingga didapatkan sebuah kesimpulan atau
program yang perlu dilakukan bagi seorang anak berdasarkan kebutuhan terhadap asesmen.

Melaksanakan kegiatan diagnosis. Prinsip asesmen anak usia dini juga mencakup yang namanya
penelitian terhadap apa yang menjadi hambatan perkembangan pada anak. Kemudian informasi
penting ini bisa ditindaklanjuti hingga menjadi sarana atau program yang baik dan tepat.

2. Tujuan Asesmen Anak Usia Dini

Manusia adalah makhluk hidup yang berkembang. Apalagi pada masa bayi atau anak-anak.
Hal tersebut membuat munculnya teori asesmen pada anak usia dini.

A. peran guru dan orang tua dalam asesmen anak usia dini

Beberapa tujuan asesmen anak usia dini yang berguna untuk mendampingi anak.

Untuk mengukur segala hal yang berkaitan dengan pertumbuhan anak lewat skala pribadi.

Untuk meneliti apakah anak usia dini bersangkutan memiliki hambatan pertumbuhan dalam
belajar atau tidak. Kalau sang anak mempunyai hambatan pertumbuhan dalam belajar maka dokter
bersama dengan orangtua bisa segera bekerjasama dalam upaya mencarikan obat atau solusinya.

Mencari program atau upaya yang baik dalam meningkatkan perkembangan anak dalam belajar,
termasuk literasi anak sejak dini.

Teknik Asesmen

Untuk melakukan asesmen terhadap anak usia dini memerlukan teknik-teknik tertentu. Berikut ini
beberapa teknik dalam asesmen anak, antara lain:

1. Penilaian tugas

2. Tes essay

3. Kombinasi tes essay dan tes selected response.

Contoh Asesmen Pembelajaran PAUD

Untuk melakukan asesmen bagi seorang guru dapat dilakukan di lingkungan taman kanak-kanak
maupun pendidikan anak usia dini. Berikut ini contoh asesmen pembelajaran PAUD, antara lain:

1.Melakukan pengamatan

Hal utama untuk mulai melakukan asesmen adalah dengan melakukan pengamatan terhadap
tindakan dan sikap anak yang dituju. Tindakan dan sikap anak tentu akan berkembang semakin
dewasa seiring kemajuan pada diri anak.

2.Dokumentasi

Setelah melakukan pengamatan dalam rangka asesmen pada anak usia dini, selanjunya segala
tindakan dan hasil karya anak dicatat.
3.Memberikan tugas

Contoh asesmen pembelajaran PAUD berikutnya dengan cara memberikan tugas pada anak.
Misalkan tugas membuat kerajinan tangan atau menanam biji pohon dalam rangka penilaian atau
asesmen.

Peran Guru dan Orang Tua Dalam Asesmen Anak Usia Dini

Peran guru dan orang tua dalam asesmen anak usia dini sangat penting. Guru bukan hanya
memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik tapi juga memberikan contoh teladan yang baik
bagi para muridnya.

Dalam proses asesmen, Karena guru adalah orang pertama di sekolah yang melakukan asesmen
pada setiap muridnya. Sehingga bisa diketahui kemajuan perkembangan setiap siswa dan siswi.

Dari hasil laporan atau hasil asesmen tersebut kemudian dilaporkan kepada kepala sekolah dan
orang tua murid untuk ditindaklanjuti program upaya meningkatkan kemajuan perkembangan pada
anak usia dini.

Sasaran Asesmen Anak Usia Dini

Sebuah upaya atau program mempunyai tujuan dan manfaatnya masing-masing. Berikut ini dua poin
utama sasaran asesmen anak usia dini, antara lain:

Melakukan analisa terhadap pertumbuhan sang anak dalam proses hasil belajar

Melakukan arahan dan bimbingan terhadap anak pada saat terdapat gejala sang anak mengalami
gangguan atau hambatan pada motorik halus, motorik kasar, bahasa, maupun kepekaan indera.
Dalam hal ini, tugas guru juga ikut bertanggungjawab terhadap perkembangan anak dalam prestasi
belajar maupun kesehatan.

Macam-Macam Asesmen PAUD

Ada banyak keuntungan bagi orang tua dan guru menerapkan macam-macam asesmen PAUD pada
anaknya. Salah satunya mereka bisa mengetahui apa yang menjadi kelebihan dan bakat anaknya.
Sehingga sang anak bisa dimaksimalkan dalam bakat dan kelebihan tersebut dalam beberapa upaya
yang nyata.

Kelembagaan paud
Lembaga PAUD merupakan lembaga pendidikan yang bersifat non formal bagi anak usia dini,
mulai dari usia 0-6 tahun. Di dalam lembaga Pendidikan PAUD memberikan bekal bagi anak untuk
menyongsong pendidikan berikutnya melalui kegiatan bermain yang berorientasi edukasi. Banyak
kegiatan yang diselenggaran oleh lembaga pendidikan anak usia dini yang bertujuan untuk
membentuk kepribadian anak menjadi anak yang baik sesuai dengan harapan para orang tua.

PAUD atau Pendidikan Anak Usia Dini merupakan istilah untuk jenjang pendidikan. Dalam
UU Pasal 28 Sidiknas No.20/2003, PAUD merupakan jenjang yang diberikan sebelum anak masuk
jenjang pendidikan dasar (1-8 tahun).

Pada jenjang PAUD, ada beberapa lembaga pendidikan di bawahnya yaitu Kelompok
Bermain (playgroup), Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), dan lembaga sejenis baik itu
formal maupun non-formal. Kelompok Bermain (KB) Kelompok Bermain atau playgroup merupakan
salah satu lembaga pendidikan yang termasuk dalam jenjang PAUD.
Kelompok Bermain diperuntukkan bagi anak berusia 2-4 tahun dan termasuk dalam lembaga
non-formal. Pada jenjang pendidikan ini, anak akan diajarkan tentang berbagai aspek seperti
kecerdasan emosional dan spiritual, perkembangan motorik, hingga cara berinteraksi sosial.
Biasanya metode pembelajaran dalam Kelompok Bermain pun dilakukan dengan cara yang
menyenangkan, sehingga anak bisa bermain sambil belajar.

Taman Kanak-kanak Setelah menyelesaikan tahapan belajar di Kelompok Bermain, anak bisa
melanjutkan sekolahnya di Taman Kanak-kanak. Jenjang ini diperuntukkan untuk anak pada rentang
usia 4-6 tahun. Berbeda dari KB, TK termasuk dalam pendidikan formal. Di Taman Kanak-kanak, anak
akan diajarkan berbagai pelajaran kognitif seperti membaca, berhitung, menulis, sambil bermain.

Anak-anak juga akan dipersiapkan untuk masuk ke jenjang selanjutnya yakni Sekolah Dasar.
Nah setelah tahu perbedaannya, kini orang tua harus memilih apakah akan memberikan anak
pendidikan non-formal seperti playgroup dulu, atau bisa langsung mendaftarkan anak di TK. Orang
tua juga wajib tahu bahwa memberikan bekal pendidikan yang baik sejak dini, akan menjadi bekal
bagi buah hati untuk perkembangan otaknya hingga dewasa nanti. Pendidikan pun tak perlu selalu
harus mahal, namun orang tua bisa memilih lembaga pendidikan yang terbaik, yang sesuai dengan
kebutuhan si kecil.

Problematika Pendidikan Anak Usia Dini


Perhatian berbagai pihak terhadap pendidikan anak usia dini saat ini begitu antusias.
Pemerintah dan masyarakat telah melakukan berbagai usaha untuk meningkat-kan pendidikan anak
usia dini di Indonesia. Namun demikian, pendidikan anak usia dini masih banyak menghadapi
problematika. Problematika tersebut begitu kom-pleks dan memiliki keterkaitan. Beberapa
persoalan tersebut, menurut Suyanto, (2005:241-243), antara lain berkaitan dengan :

(1) perekonomian yang lemah,

(2) kualitas asuhan rendah,

(3) program intervensi orang tua yang rendah,

(4) kualitas PAUD yang rendah,

(5) kuantitas PAUD yang kurang, dan

(6) kualitas pendidik PAUD rendah.Dan menurut hemat penulis permasalahan yang tak kalah
pentingnya adalah masalah

(7) regulasi atau kebijakan pemerintah tentang pengelolaan PAUD.

Pertama, secara kuantitas penduduk Indonesia masih banyak yang hidup dalam taraf kemis-
kinan. Menurut data BPS sebagai banyak dilansir oleh media masa, pada tahun 2009 kurang lebih
32,7 % rakyat Indonesia miskin. Dengan demikian, lebih dari 32,7 % anak usia dini hidup dalam
keluarga miskin. Dalam keadaan ekonomi yang begitu sulit, orang tua si anak tidak dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan layak.

Selain itu, banyak anak usia dini yang seharusnya mendapatkan bantuan mengembangkan potensi
yang dimilikinya, terpaksa mencari uang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Misalnya, di kota-
kota besar terlihat anak usia dini yang berprofesi sebagai pengemis, pemulung, dan lain-lain. Dengan
begitu, anak tidak mendapat pelayanan pendidikan yang benar karena tidak memiliki biaya, yang
akhirnya sibuk mencari uang untuk membantu ekonomi keluarganya. Selain itu, begitu banyak anak
usia dini yang tidak dapat minum susu yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembangnya. Anak
hanya meminum ASI ibunya, itupun mungkin hanya setahun karena banyak anak usia 1 tahun
mempunyai adik lagi. Kualitas ASI pun mungkin sangat rendah karena asupan gizi si ibu sendiri pun
kurang. Selain itu, kualitas makanannya pun tidak memenuhi kebutuhan gizi hariannya. Hal ini dapat
berpengaruh terhadap potensi genetiknya. Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat
berkembang secara optimal. Pertumbuhan badan dan kecer-dasan anak terhambat. Tak dapat kita
bayangkan bagaimana kehi-dupan bangsa dengan banyak generasi penerus dengan kondisi seperti
ini. Oleh karena itu, perlulah kiranya pemerintah untuk mengubah kehidupan rakyat miskin. Rakyat
miskin harus segera dikurangi sehingga anak-anak dapat memenuhi kebutuhan gizinya dengan baik
sehingga generasi penerus bangsa adalah generasi yang cerdas dan sehat.

Kedua, akhir-akhir ini, di media masa diberitakan masih banyak kasus ibu yang tega
membuang anaknya begitu ia dilahirkan, bahkan tega membunuh anak kandungnya sendiri. Begitu
banyak alasan yang mereka kemukakan mengapa mereka melakukan tindakan tersebut, mulai dari
rasa malu karena bayi tersebut merupakan hasil hubungan gelap sampai kepada rasa khawatir
karena tidak akan mampu merawat, mengurus dan membiayainya. Hal ini membuktikan tingkat
kualitas asuhan terhadap anak usia dini begitu rendah. Tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi ibu
dan calon ibu turut memperparah keadaan ini. Banyak ibu yang tidak tahu bagaimana cara memberi
makan, cara mengasuh, dan mendidik anak. Karena tingkat ekonomi yang rendah, banyak ibu dan
calon ibu yang tidak sempat membaca buku-buku tentang merawat dan mendidik anak. Alih-alih
untuk membeli buku-buku tersebut, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pun mereka harus
bekerja keras.

Ketiga, program intervensi untuk membantu keluarga dengan anak usia dini masih rendah.
Program Pos Pelayanan Terpadu belum dapat memenuhi kebutuhan mereka. Bahkan, program ini di
beberapa daerah hampir tidak dilaksanakan. Istilah yang tepat untuk kehidupan Posyandu adalah
hidup enggan mati tak mau. Sebagai bukti nyata, terdapat banyak bayi yang kekurangan gizi tidak
terdeteksi oleh petugas kesehatan. Keberadaan mereka dapat diketahui setelah tersiarkan di
televisi-televisi. Memang, dalam praktiknya Posyandu saat ini tidak seideal dengan tujuan program
semula. Belakang ini Posyandu, di beberapa tempat, dilaksanakan oleh para pengurus RW dan RT
tanpa didampingi oleh para ahli kesehatan yang memadai. Kegiatan Posyandu secara rutin hanya
melakukan penimbangan Balita tanpa memberikan penyuluhan dan bimbingan yang memadai
kepada mereka. Mereka tidak mendapat bantuan makanan pokok, susu untuk anak-anak ketika anak
mengalami kekurangan gizi. Bantuan amat terbatas sehingga tidak menjangkau seluruh rakyat
miskin. Akibatnya, banyak ibu hamil yang kekurangan gizi, pemeriksaan dokter. Begitu banyak ibu
hamil yang tidak mampu memeriksakan kondisi kandungan-nya, sehingga pertumbuhan dan
perkembangan janin kurang terawat dan tidak optimal. Hal ini mengakibatkan tingkat kematian bayi
dan ibu sangat tinggi. Hal ini sangat jauh berbeda dengan negara-negara maju di mana keluarga
miskin dan keluarga tidak mampu mendapat gaji, bantuan makanan pokok, dan susu untuk anak-
anak mereka.

Keempat, kenyataan di masya-rakat institusi pendidikan anak usia dini amatlah sedikit yang
dikelola oleh pemerintah, hampir sebagian besar institusi pendidikan anak usia dini yang ada dikelola
oleh pihak swasta dan masyarakat. Ini berarti biaya PAUD masih ditanggung oleh orang tua dan
masyarakat, sementara itu kondisi ekonomi masyarakat kita masih lemah. Bangunan yang digunakan
untuk pendidikan anak usia dini yang ala kadarnya, ruangan yang begitu terbatas, tanpa
memperhatikan penataan yang maksimal, ditambah kurangnya fasilitas yang mendukung
pengembangan berba-gai potensi yang dimiliki anak. Misalnya, arena bermain yang kurang, alat-alat
permainan yang kurang. Dengan kata lain, lembaga istitusi PAUD harus menghidupi dirinya sendiri
tanpa mendapat bantuan pemerintah yang mema-dai. Institusi PAUD berjalan de-ngan dana
operasional yang sangat minim, gaji para guru PAUD dapatlah dikatakan kurang memadai, banyak
institusi PAUD yang hanya mampu membayar gurunya antara 200.000 sampai dengan 300.000
bahkan masih ada yang di bawah angka tersebut. Hal inilah yang menyebabkan kualitas layanan
PAUD tidak begitu maksimal, terutama di wilayah pedesaaan. Pelayanan PAUD yang berkualitas
pada umumnya hanya terdapat di kotakota besar, di mana orang tua sanggup membayar dengan
harga tinggi. Sedangkan di pedesaan, terutama anak-anak yang berasal dari keluarga miskin belum
memperoleh kesempatan PAUD secara proporsional. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa
terdapat kesenjangan akses pendidikan pada pendidikan anak usia dini. Akses anak usia dini
terhadap layanan pendidikan dan perawatan melalui PAUD masih terbatas dan tidak merata. Dari
sekitar 28,2 juta anak usia 0-6 tahun yang memperoleh layanan PAUD baru sekitar 7,2 juta (25,3 %).
Untuk anak usia 5-6 tahun yang jumlahnya sekitar 8,14 juta anak, baru sekitar 2,63 juta anak (32,36)
yang memperoleh layanan pendidikan di TK atau RA (Ali, 2009:241).

Kelima, kuantitas PAUD yang dikelola oleh pemerintah yang kurang, antara lain disebabkan
oleh adanya persepsi yang salah tentang PAUD, baik Taman KanakKanak dan pendidikan anak usia
dini lainnya. Persepsi bahwa pendidikan anak usia dini dan TK adalah pendidikan prasekolah yang
tidak wajib bagi anak, maka pendidikan anak usia dini tidak wajib bagi anak, maka pendidikan anak
usia dini tidak perlu dikembangkan sebaik pendidikan dasar dan menengah. Padahal sebaliknya, di
negara maju seperti Amerika Serikat perhatian terhadap pendidikan anak usia dini sangatlah tinggi.
Hal ini disebabkan mereka menyadari betul bahwa anak usia antara 0-8 tahun, bahkan 0-5 tahun
adalah usia emas atau dikenal dengan istilah the golden age, di mana usia yang amat berharga untuk
mengembangkan segala potensi yang dimiliki anak tersebut. Oleh karena itu, persepsi masyarakat,
terutama pemerintah terhadap anak usia dini harus segera dibenahi kalau pemerintah menginginkan
generasi bangsa yang unggul. Selain itu, lembaga penyelenggaraan PAUD terutama di pedesaan
harus diperbanyak secara kuantitas.

Keenam, persyaratan minimal yang telah ditetapkan bahwa guru PAUD harus setara dengan
program Diploma 2 atau dua tahun di perguruan tinggi. Kondisi di lapangan masih jauh dari harapan.
Di lapangan belum tersedia secara memadai tenaga pendidik dan kependidikan yang memiliki
kualifikasi akademik yang diperlukan. Guru TK yang sudah memiliki ijasah S1 PGTK/D II PGTK masih
kurang dari 10%. (Suyanto, 2005: 243). Di lapangan, yang penulis amati banyak guru TK berasal dari
SPG TK, SPG. Namun, guru TK dari SPG TK dan SPG menurut hemat penulis masih bisa berterima
karena mereka memiliki bekal ilmu pendidikan semasa pendidikannya. Parahnya, banyak guru TK
dan pendidikan anak usia dini lainnya yang bukan berasal dari lulusan lembaga keguruan, banyak
guru TK dan pendidikan usia dini lainnya lulusan SLTA (SMA, SMEA) bahkan tak jarang dari lulusan
SLTP. Di sekitar tempat tinggal penulis, terdapat beberapa TK yang gurunya penulis kenal, ternyata di
antara mereka bukanlah dari lulusan sekolah atau lembaga kependidikan, melainkan dari SMEA dan
SMA. Kondisi ini diperparah lagi dengan adanya otonomi daerah, karena ternyata banyak daerah
yang tidak mampu untuk mengangkat dan menggaji guru TK. Gaji guru TK kurang memadai, bahkan
dapat dikatakan kurang manusiawi. Banyakguru TK yang digaji jauh di bawah kebutuhan hidup
minimal, bahkan lebih rendah dari pembantu rumah tangga. Kondisi ini menyebabkan mutu guru TK
rendah. Terakhir, berkenaan dengan regulasi pemerintah dalam penge-lolaan pendidikan, di
lapangan seolah-olah masih terdapat dualisme pengelolaan. Meskipun sekarang ini TK sudah
termasuk ke dalam Dirjen PAUD, yang sebelumnya termasuk ke dalam Dirjen TK/SD.Masyarakat
sekarang ini mengenal istilah Taman Kanakkanak dan PAUD, padahal TK merupakan bagian dari
PAUD. Pengelolaan TK termasuk ke dalam pengelolaan formal sedangkan PAUD merupakan
pengelolaan nonformal. Adanya anggapan dualisme pengelolaan PAUD yang berkembang di
masyarakat harus segera diakhiri dengan mensosialisakan kebijakan pemerintah yang telah
menyatukan pengelolaan TK dan PAUD lainnya dibwah naungan Dirjen PAUD.

Anda mungkin juga menyukai