ODONTEKTOMI
Supervisor:
drg. Tri Nurrahman, Sp.BMM
Oleh:
Hening Merina Boru Tinambunan
2022
TINJAUAN PUSTAKA
A. Impaksi
Gigi impaksi merupakan gigi yang erupsi sebagian atau tidak dapat erupsi oleh
karena terhalang oleh gigi, tulang atau jaringan lunak yang ada disekitarnya. Gigi impaksi
sering terjadi pada gigi molar ketiga (M3) bawah, gigi M3 atas, gigi kaninus atas dan
insisivus kedua, dapat juga terjadi pada kaninus bawah dan premolar atas dan bawah.
Gigi impaksi dibedakan menjadi dua keadaan yaitu impaksi penuh atau impaksi total dan
impaksi sebagian (Pedersen, 2012).
Gigi impaksi diklasifikasikan sebagai berikut; impaksi gigi M3 pada mandibula,
impaksi gigi M3 pada maksila, impaksi gigi kaninus pada mandibula, impaksi gigi
kaninus pada maksila, impaksi gigi insisivus lateral maksila dan impaksi gigi M2
mandibula. Gigi impaksi M3 pada mandibula di klasifikasikan berdasarkan angulasi gigi
menurut George Winter yaitu angulasi sumbu panjang gigi impaksi molar terhadap
sumbu panjang gigi M2, meliputi impaksi mesioangular, horizontal, distoangular dan
vertikal (Gambar 1) (Fragiskos, 2007).
Menurut Roob dan Shebab (1990) yang disadur oleh Kamadjaja, dkk., tahun 2016 terdapat
kalsifikasi berdasarkan indikator radiografis mandibularis yang menjadi 7 kategori yaitu:
a) Darkening of the roots yaitu hilangnya densitas pada akar sehingga akar tampak lebih
radiolusen.
b) Deflected root yaitu akar gigi defleksi disekitar kanal, terlihat seperti deviasi pada
akar. Akar dapat deflleksi ke arah bukal, lingual maupun keduanya meliputi area
kanalis dan juga mesial atau distal.
c) Narrowing of the root, yaitu terdapat penyempitan pada akar dan melewati kanalis,
hal ini menunjukkan bahwa bagian terbesar dari diameter akar telah meliputi kanalis
atau terdapat perforasi pada akar.
d) Dark and bifid root yaitu tanda yang muncul ketika kanalis mandibularis melewati
akar dan diidentifikasi sebagai bayangan ganda membran periodontal pada bifid
apeks.
e) Interuption of the white line, yaitu dua garis radiopak yang mewakili atap dan dinding
kanalis mandibularis. Garis tersebut dapat hilan jika mencapai struktur gigi.
f) Diversion of the inferior alveolar canal, yaitu kanalis bergeser ketika dilewati gigi
molar ketiga.
g) Narrowing of the inferior alveolar canal yaitu kanalis mandibularis dapat menyempit
ketika dilewati akar molar ketiga.
Gambar 2. Klasifikasi Rodd dan Shebab
B. Odontektomi
Odontektomi adalah pengeluaran gigi yang dalam keadaan tidak dapat bertumbuh
atau bertumbuh sebagian (impaksi) dimana gigi tersebut tidak dapat dikeluarkan dengan
cara pencabutan tang biasa melainkan diawali dengan pembuatan flap mukoperiostal,
diikuti dengan pengambilan tulang undercut yang meghalangi pengeluaran gigi tersebut,
sehingga diperlukan persiapan yang baik dan rencana operasi yang tepat dan benar dalam
melakukan tindakan bedah pengangkatan molar bawah yang terpendam, untuk
menghindari terjadinya komplikasi-komplikasi yang tidak diinginkan (Pedersen, 2012).
Odontektomi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dikeluarkan gigi secara utuh dan
secara separasi.
1. Indikasi dilakukan tindakan odontektomi gigi impaksi yaitu:
a. Sebagai tindakan pencegahan dari terjadinya infeksi karena erupsi yang terlambat
dan abnormal (perikoronitis), dan mencegah berkembangnya folikel menjadi
keadaan patologis (kista odontegenik dan neoplasia).
b. Golden age (panjang akar 1/3 atau 2/3) dan sebelum mineralisasi tulang (15-25
tahun).
c. Bila terdapat kelainan patologis (odontegenik).
d. Sebelum dilakukan rencana perawatan orto (memperbaiki maloklusi)
e. Terdapat keluhan rasa sakit atau pernah merasa sakit berdenyut kadang terasa
sakit sampai kepala
f. Gigi impaksi terlihat mendesak gigi molar kedua.
g. Diperkirakan akan mengganggu perawatan orthodonsia dan pembuatan protesa.
h. Akan mengganggu perawatan di bidang konservasi atau pembuatan mahkota gigi
pada gigi molar kedua
i. Terdapat keluhan neurologi, misalnya : cephalgia, migrain
j. Merupakan penyebab karies pada molar kedua karena retensi makanan
k. Terdapat karies yang tidak dapat dilakukan perawatan
l. Telah terjadi defek pada jaringan periodontal pada gigi molar kedua (Peterson,
2004).
2. Kontra indikasi odontektomi gigi impaksi yaitu:
a. Apabila pasien tidak menghendaki giginya dicabut.
b. Bila tulang yang menutupi gigi yang tertanam terlalu banyak sehingga struktur
tulang yang dibuang banyak dan mengakibatkan lamanya proses penyembuhan
ataupun tulang menjadi rapuh atau rentan fraktur.
c. Pasien dengan riwayat penyakit yang berat, seperti diabetes mellitus, penyakit
jantung, dan hipertensi.
d. Kemungkinan timbulnya kerusakan yang parah pada jaringan yang berdekatan,
misal saraf dan gigi sebelahnya (Peterson, 2004).
Pada dasarnya desain flap untuk operasi gigi molar tiga dibagi menjadi dua
kategori:
a. Flap envelope
Insisi yang bisa diandalkan untuk pembedahan impaksi molar tiga bawah adalah
flap envelope (Gambar 4). Teknik ini biasanya dilakukan dengan membuat insisi
horizontal pada tepi gingiva. Flap dibuat memanjang dari papilla mesial molar
pertama rahang bawah dan mengelilingi sekitar leher gigi ke sudut garis distobukal
dari molar kedua, kemudian garis insisi memanjang ke posterior dan lateral sampai ke
perbatasan anterior ramus mandibular (Riawan, 2007).
Flap envelope seringkali digunakan untuk membuka jaringan lunak mandibula
dalam pencabutan gigi impaksi molar tiga, perluasan insisi posterior harus divergen
kearah lateral untuk menghindari cedera pada saraf lingual seperti ditunjukkan pada
gambar. Insisi envelope dibuka kearah lateral sehingga tulang yg menutupi gigi
impaksi terbuka. Keuntungan flap ini adalah kerusakan minimal dari suplai vaskular pada
jaringan flap, penutupan dan proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Akses bedah
yang terbatas merupakan kelemahan utama desain flap ini (Riawan, 2007).
Gambar 4. Desain flap envelope
b. Flap triangular
Flap triangular terdiri dari satu insisi vertikal dan 1 insisi horizontal. Pada tahun
(1940), Fischer mendeskripsikan suatu flap triangular submarginal dengan satu insisi
horizontal dan satu insisi vertikal. Insisi vertikal diletakkan ke arah midline dan insisi
horizontal berupa suatu insisi kurva sub marginal yang diletakkan di sepanjang mahkota
gigi pada gingiva cekat dengan mempertahankan gingiva margin (Riawan, 2007)
Flap triangular merupakan bagian dari desain envelope dengan membebaskan insisi
vertikal (Gambar 5). Teknik ini biasanya dilakukan dengan membuat insisi horizontal
pada tepi gingiva, kemudian dimodifikasi seperlunya dengan melakukan insisi serong
kearah anterior. Saat flap jaringan dibuka pada insisi pembebas, akan diperoleh lapang
pandang yang lebih luas, terutama pada aspek apikal daerah pembedahan dapat dilihat
pada gambar. Flap triangular menunjukkan kasus di mana gigi yang terkena dampak
tertanam dalam tulang dan membutuhkan pengangkatan tulang yang luas (Riawan,
2007).
Flap ini memiliki dua keuntungan utama. Membuat insisi yang longgar yaitu berupa
suatu insisi pendek pada gingiva cekat dan margin yang akan mempermudah operator
untuk memperluas lapang pandang dan untuk mendapatkan akses yang diperlukan. Hal
ini juga mengurangi tekanan pada flap. Flap triangular juga memacu penyembuhan luka
yang sangat cepat. Flap ini terutama diindikasikan untuk gigi-gigi posterior mandibular
dan anterior maksila. Flap ini merupakan flap yang dapat digunakan untuk gigi posterior
mandibular (Riawan, 2007).
Subyektif
1. Chief complain:
Pasien datang ke RSGM Gusti Hasan Aman ingin mencabut gigi belakang kanan
bawah (48) yang tumbuh miring dan terasa tidak nyaman.
2. Present illness:
Gigi yang tumbuh miring sering mengakibatkan sisa makanan pada area tersebut
terasa sulit untuk dibersihkan.
1. Post medical history:
Pasien tidak dicurigai mempunyai riwayat penyakit ataupun alergi dan tidak sedang
mengkonsumsi obat / menjalani perawatan apapun.
2. Post dental history:
Pasien pernah melakukan perawatan scaling dan tumpatan 3 bulan yang lalu
3. Family history:
Keluarga pasien tidak dicurigai memiliki kelainan sistemik dan alergi.
4. Social history:
Pasien adalah seorang mahasiswi
Objektif
1. Keadaan umum pasien baik
2. Tekanan darah 120/70 mmHg
3. Denyut nadi 80x/ menit
4. Pernafasan 20x/menit
5. Suhu tubuh: 36,5°C
6. Inspeksi :
Ekstra Oral : Tidak ada kelainan
Intra Oral : Gigi 48 impaksi 1A
Palpasi (-), perkusi (-), mobilitas (-), vitalitas (+)
Jaringan lunak disekitar gigi normal yaitu kemerahan (-), mudah
berdarah (-). Berikut ini gambaran klinis pada pasien
Gambar 1. Gambaran Klinis
Assessment
Gigi 48 impaksi tipe 1A
Planning
1. Odontektomi
Pengambilan gigi impaksi dengan cara separasi
2. Membuka jaringan lunak dengan membuat full thickness flap
3. Pencabutan Transalveolar
Metode pencabutan ini dilakukan terlebih dahulu dengan cara mengambil
sebagian tulang penyangga gigi. Metode ini juga sering disebut metode terbuka
atau metode surgical.
Penatalaksanaan Kasus
1. Pemeriksaan keadaan umum pasien dan pengisian informed consent.
2. Melakukan proses surgical asepsis (tindakan untuk menjaga kesterilan dengan konsep
bebas dari segala mikroorganisme yang menyebabkan infeksi). Tindakannya berupa:
a). Tindakan tanpa singgung, kamar operasi disiapkan alat dan bahan steril.
Mempersiapkan instrumentasi steril untuk tindakan odontektomi. Alat yang digunakan
saat dilakukan odontektomi adalah diagnostic set, scalpel, scalpel holder, rasparatorium,
pinset anatomis, pinset cirurgis, mikromotor, round diamond bur, bein, cryer, tang jockey
forceps, tang radiks RB, bone file, dan kuret. Bahan yang digunakan adalah spuit,
pehakain injeksi, kasa steril, cotton roll, cotton pelet, tampon, povidone iodine, alkohol,
benang jahit, jarum jahit, gelas kumur, suction bedah, masker, handscoon, nurse cap, dan
slaber. Alat dan bahan yang perlu disiapkan untuk kegawatdaruratan adalah epinefrin
(vasokonstriktor), alvogyl, spongostan, asam traneksamat, dan arteri clamp.
pengecekan tanggal kadaluarsa dan alat masih terbungkus dua duk dan tidak dalam
keadaan terbuka. Membuka penutup alat steril tanpa memegang area steril (pegang bagian
duk yang hanyak berkontak pada meja/ bagian bawah duk), pertahankan duk kedua,
pastikan steril dan perawat hanya berjarak 20 cm dari area steril. Selain itu menyiapkan
cairan antiseptic pada kom steril.
b) Scrubbing, tindakan membebaskan tangan dari kuman yang bersifat patogen
menggunakan desinfektan dan air mengalir hingga ke siku. Lalu keringkan dengan
washlap steril.
c) Gowning, Tindakan untuk menggunakan alat pelindung diri seperti nurse cap, masker,
sepatu/sandal operasi, baju kamar operasi atau baju steril.
d) Gloving, Tindakan pemakaian sarung tangan steril.
3. Pembedahan dilakukan dengan teknik asepsis. Sangat dianjurkan untuk memberikan
antibiotika dan antiflogistik sehari sebelum dilakukan odontektomi.
4. Asepsis dengan betadine, anastesi lokal dan mandibular blok. Pada kasus dilakukan
anestesi blok mandibula, dengan menganestesi nervus alveolaris inferior dan nervus
lingualis menggunakan teknik blok fisher (Purwanto dan Juwono, 2012) dan nervus
bukalis longus dengan infiltrasi. Bahan anestesi yang digunakan adalah pehacain yang
tiap ml berisi lidokain HCL 20 mg dan adrenalin 0,0125 mg dengan dosis maksimal 7
mg/KgBB (Mims, 2014).
5. Dibuat garis insisi yang dimulai dari pertengahan bagian distal gigi molar 3 sampai distal
gigi molar pertama (flap triangular). Insisi kearah anterior dibuat tepat pada gingiva tepat
dibawah distal molar pertama turun kearah kaudal dan kembali ke arah anterior sejajar
garis oklusal untuk menghindari kerusakan pada gingival attachment gigi molar kedua.
6. Membuka flap yang telah dibuat dengan rasparatorium.
Membuat insisi tajam sampai tulang mandibula dengan pola insisi angular atau sayatan
yang bersudut, dimulai dengan ujung insisi marginal ke arah (Muko-bukal/labialfold),
membentuk sudut ±120o menggunakan blade no.15, pembukaan flap menggunakan
rasparatorium untuk membuka lapang pandang yang cukup luas dan jaringan flap di tahan
menggunakan minesota.
7. Pengambilan tulang yang menutupi gigi impaksi bagian bukal dan proksimal dilakukan
dengan menggunakan round bur putaran rendah dengan pendingin air garam fisiologi
0,09% atau air steril. Dilakukan cara memotong tulang selapis demi selapis sehingga
bagian gigi yang tertutup tulang dapat terlihat. Selanjutnya pembukaan tulang dapat
diperluas dengan mengambil tulang disekeliling gigi impaksi dan berpedoman pada
bentuk gigi yang impaksi dari foto rontgen.
8. Dalam melakukan pengambilan tulang yang meliputi gigi impaksi perlu dipertimbangkan
beberapa hal:
a. Pengambilan tulang harus cukup dan awal pengeboran dimulai dengan menyesuaikan
letak gigi sesuai dengan jenis klasifikasi gigi impaksinya.
b. Tidak melakukan pengambilan tulang secara berlebihan karena akan menyebabkan
trauma yang besar.
c. Pada kasus dimana membutuhkan pemotongan gigi menjadi bagian-bagian yang lebih
kecil, maka fisur bur tidak dapat dipakai. Dalam melakukan tindakan pengeboran,
baik untuk mengambil tulang atau memotong gigi harus dilakukan on sight tidak blind
artinya melakukan tindakan pengeboran dengan melihat objek secara langsung bukan
meraba-raba obyek dengan bur, karena dapat membahayakan struktur jaringan sekitar
terhadap kemungkinan terkena bur.
d. Melepas gigi dari soket dengan elevator / bein.
e. Pengambilan gigi impaksi dengan menggunakan tang.
f. Pada kasus dilakukan pemotongan gigi untuk kasus mesioangular, dengan terencana
karena pemotongan tulang lebih sedikit dan mengakibatkan trauma yang lebih kecil.
Pemotongan gigi pada kasus impaksi mesioangular diawali dengan memotong
mahkota bagian distal atau separuh bagian distal gigi bawah yang impaksi. Bur
diletakan pada garis servikal memotong gigi ke aksial 2/3 atau 3/4 menembus lingual
dan bukal. Dilanjukan dengan menggunakan elevator / bein untuk mematahkan gigi
menjadi dua bagian dari daerah bifurkasi. Sisa gigi impaksi didorong kearah celah
yang terbentuk menggunakan tang sisa akar dengan menggunakan elevator lurus
sebelumnya pada bagian mesiobukal (Gambar 6). Gaya ini akan melepaskan gigi dari
lingir distal molar dua (Pedersen, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Fragiskos, D., 2007, Oral surgery, Editor: Schroder GM, Heidelberg, Berlin, Springer.
Kamadjaja, D.B., Djodi,A., Gita,K., 2016, The Correlation between Rood and Shehab’s
radiographic features and the incidence of inferior alveolar nerve paraesthesia following
odontectomy of lower third molars, Dental Journal Majalah Kedokteran Gigi, Vol
49(2), Hal 59-62.
Mims, 2014, Mims Edisi Bahasa Indonesia Vol 15, Jakarta, PT Bhuana Ilmu Populer.
Malamed S., F., 2000, Medical Emergencies in the Dental Office, Mosby Inc., St.Louis
Pedersen, Gordon., 2012, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, Jakarta, EGC.
Peterson. 2004. Principle of Oral and Maxillofacial Surgery, London, BC Decker Inc.
Purwanto dan Juwono, 2012, Petunjuk Praktis Anestesi Lokal, Jakarta, EGC.
Riawan, Lucky. 2007. Materi Kuliah Bedah Dento Alveolar, Universitas Padjadjaran
Bandung.