Anda di halaman 1dari 3

NAMA : ISMAN

NIM : A1P121044
KELAS : B
MK : GEOMORFOLOGI UMUM
1. Interpretasi citra
2. Identifikasi lahan berdasarkan data citra penginderaan jauh
JAWAB :
1. interpretasi citra adalah kegiatan mengkaji foto udara atau citra yang bertujuan untuk
mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut. Dengan melakukan
interpretasi citra, penafsir dapat lebih mudah dalam menganalisis karena telah mengenal
kenampakan objek yang tergambar. Perekaman data citra berupa pengenalan objek dan unsur
yang tergambar pada citra serta penyajiannya ke dalam bentuk tabel, grafik, dan peta tematik.
Tahapan-tahapan Interpretasi Citra yaitu :
1. Deteksi
Tahapan deteksi adalah kegiatan pengamatan suatu objek dalam hasil rekaman citra.
Di tahap inilah ditentukan ada atau tidaknya suatu objek. Misalnya, di dalam sungai terdapat
objek bukan air.
2. Identifikasi
Tahapan ini dilakukan untuk mengenali objek yang tergambar pada citra. Objek ini
dapat dikenali berdasarkan ciri yang terekam oleh sensor menggunakan alat stereoskop.
Contohnya, berdasarkan bentuk, ukuran, dan letaknya, objek bukan air yang terdapat pada
sungai terdeteksi sebagai gosong sungai.
3. Analisis
Tahap analisis ini memiliki kaitan dengan proses keterangan lebih lanjut. Misalnya,
pengumpulan keterangan dilakukan dengan mengamati kenampakan objek secara lebih detail.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa gosong sungai yang telah dideteksi
dimanfaatkan untuk menanam padi.
Unsur-unsur Interpretasi Citra yaitu :
1. Rona atau Warna
Rona adalah tingkat kegelapan atau kecerahan objek pada citra. Sedangkan, warna
merupakan wujud yang terlihat atau tampak oleh mata dengan spektrum yang sempit. Melalui
warna, penafsir dapat memperkirakan jenis objek yang tergambar dalam citra satelit.
2. Ukuran
Meliputi dimensi panjang, luas, tinggi, kemiringan, dan volume objek. Ukuran
berfungsi untuk membantu memisahkan objek-objek tertentu yang sulit dipisahkan jika hanya
menggunakan warna ataupun bentuknya.
3. Bentuk
Unsur ini memiliki kaitan yang erat dengan ciri keuangan, konfigurasi, dan batas
sebuah objek. Sebagai contoh, dengan melihat bentuk objek yang terekam pada citra, penafsir
bisa membedakan antara sungai dan jalan. Di mana objek sungai biasanya berbentuk kecil,
memanjang, dan berkelok. Sedangkan, jalan memiliki bentuk yang memanjang dan lurus.
4. Tekstur
Tekstur dapat diartikan sebagai frekuensi perubahan warna pada sekelompok objek
yang dianalisis. Tekstur biasanya dikelompokkan menjadi kasar dan halus. Contohnya,
tekstur pada area perkebunan biasanya lebih kasar dibandingkan tekstur area persawahan.
5. Pola
Pola merupakan ciri yang menandai objek buatan manusia atau alami. Pola dapat
digambarkan sebagai tingkat keteraturan suatu objek. Misalnya, objek bangunan di area
perumahan biasanya memiliki pola teratur karena mempunyai ukuran, bentuk, dan tata letak
yang sama.
6. Bayangan
Biasanya, timbulnya bayangan disebabkan oleh sudut datang sinar matahari atau akibat
topografi dan lereng. Pada citra resolusi tinggi, bayangan sangat membantu untuk
menegaskan objek. Namun, pada citra resolusi menengah dan rendah, bayangan justru
mengganggu proses interpretasi.
7. Situs
Situs adalah letak suatu objek terhadap objek lain di sekitarnya. Contohnya, hutan
bakau ditandai dengan rona gelap dan berada di kawasan tepi pantai.
8. Asosiasi
Asosiasi merupakan keterkaitan antara objek yang satu dengan lainnya. Karena ada
keterkaitan, pengenalan suatu objek pada citra sering dijadikan petunjuk untuk mengenali
objek lainnya.

2. Suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh bentuklahan, hal ini akan menentukan zonasi-
zonasi keruangan serta peruntukkannya dalam aspek kewilayahan. Bentuklahan dikontrol
oleh adanya tenaga yang bekerja pada permukaan bumi, struktur geologi, serta topografi
permukaan. Studi bentuklahan merupakan studi yang menitikberatkan pada bentuklahan
penyusun konfigurasi permukaan bumi. Proses yang terjadi di permukaan bumi selalu
mengalami Bentuk lahan dikaji secara kuantitatif maupun kualitatif (morfometri) dimana
tujuannya mendiskripsikan relief bumi, baik yang sifatnya konstruksional seperti gunung api,
patahan, lipatan, dataran, plato, dome dan pegunungan kompleks maupun bentuk lahan
destruksional meliputi bentuk lahan erosional, residual dan deposisional. Geomorfologi
berfokus pada deskripsi atau klasifikasi bentukan lahan dan hubungan antara bentang alam
dan prosesnya, sedangkan penginderaan jauh dapat memberikan informasi tentang
lokasi/distribusi bentang alam, permukaan komposisi/bawah permukaan dan permukaan
elevasi (Smith and Pain, 2009).
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, parameter morfometri yang tergambarkan
dari citra SRTM adalah kelerengan. Kelerengan di Dome Kulonprogo terbagi dalam 7 kelas
lereng. Secara rinci kelas lereng tersebut dibagi menjadi topografi datar atau hampir datar (0-
2%), bergelombang lemah/landai (3-7%), bergelombang sedang/miring (8-13%),
bergelombang kuat-lereng curam (14-20%), berbukit terjal (21-55%), pegunungan curam
(56-140%), pegunungan sangat curam (>140%). Peta hasil analisis kelerengan berdasarkan
citra SRTM.
Studi geologi regional daerah Dome Kulonprogo ditemukan sebanyak 8 formasi.
Berdasar pengamatan di lapangan ditemukan litologi yaitu endapan lempung-pasir,
batulempung, batupasir tufan, andesit, dan breksi andesit. Secara regional stratigrafi daerah
Dome Kulonprogo yang teramati di lokasi penelitian meliputi 3 formasi. Berturut-turut dari
yang tertua adalah Formasi Nanggulan dengan ditemukannya singkapan berupa batulempung
dan batupasir tufan. Menurut Pringgoprawiro dan Riyanto (1987) secara selaras di atas
Formasi Nanggulan diendapkan Formasi Andesit Tua. Di lokasi penelitian batuan yang
ditemukan sebagai bukti dari formasi ini adalah andesit sebagai lava dan breksi andesit.
Secara tidak selaras di atasnya dijumpai Endapan Alluvial berupa endapan lempung-pasir.
Persebaran dari masing masing lokasi penelitian.
Pengamatan yang dilakukan di lapangan mampu menunjukkan bahwa secara genesa
daerah Dome Kulonprogo terbentuk oleh 3 proses bentuklahan. Proses bentuklahan asal
proses fluvial yaitu proses pembentukan morfologi yang dipengaruhi oleh aktivitas sungai. Di
daerah penelitian bukti bentuklahan asal proses fluvial ini berupa dataran banjir dan danau.
Bentuklahan asal proses denudasional yang dikontrol oleh proses eksogenik di lokasi
penelitian ditemukan berupa perbukitan dan pegunungan denudasi. Sedangkan bentuklahan
asal vulkanik yang mempengaruhi daerah penelitian ditemukan berupa perbukitan vulkanik
terdenudasi.Hasil overlay peta geomorfologi dan kelerengan menunjukkan bahwa
bentuklahan dataran sungai mempunyai kelerengan rata-rata 21%, bentuklahan danau
mempunyai kelerengan 8%, bentuklahan perbukitan dan pegunungan denudasional
mempunyai kelerengan rata-rata 31%, sedangkan bentuklahan perbukitan vulkanik
terdenudasi mempunyai kelerengan rata-rata 43%.
Berdasarkan hasil overlay antara peta geologi dan peta geomorfologi didapatkan hasil
satuan bentuklahan dataran banjir disusun oleh endapan alluvium dan batuan undivided
volcanics, bentuklahan danau disusun oleh Andesit dan Formasi Kebobutak. Bentuklahan
perbukitan dan pegunungan denudasi disusun oleh Formasi Sentolo, Nanggulan,
Jonggrangan, Kebobutak, dan Andesit. Bentuklahan perbukitan vulkanik terdenudasi disusun
oleh Formasi Kebobutak, Jonggrangan, Andesit, dan Dasit
Hasil overlay peta geologi dan kelerengan menunjukkan bahwa endapan aluvial
menempati kelerengan rata-rata 21%, andesit mempunyai kelerengan rata-rata 38%, dasit
mempunyai kelerengan rata-rata 24%, Formasi Jonggrangan kelerengan rata-rata 33%,
Formasi Kebobutak dengan kelerengan rata-rata 32%, Formasi Nanggulan mempunyai
kelerengan 21%, Formasi Sentolo kelerengan 18%, dan Undivided Volcanics dengan
kelerengan 24%.

Anda mungkin juga menyukai