Anda di halaman 1dari 4

Penulis : Ria Fajar Rizkiyani, S.Pd.

Sekolah : SMA Negeri 1 Sukorejo


Alamat Sekolah : Jalan Banaran No.5 Sukorejo Kendal

MENGANALISIS PENYEBAB DAN SOLUSI TERHADAP MISKONSEPSI ANTARA


TEKS DEKRIPTIVE DAN REPORT DALAM MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS.

Memahami dan menguasai struktur suatu teks adalah aspek penting dalam mempelajari
suatu Bahasa termasuk Bahasa Inggris. Ada berbagai macam teks dalam Bahasa Inggris dan
beberapa diantaranya memiliki banyak kemiripan sehingga rentan memicu adanya
miskonsepsi tentang pengertian, fungsi dan struktur dari suatu teks tersebut diantaranya
adalah teks descriptive dan teks report.

Kedua teks ini terbilang sangat mirip karena menggunakan tenses yang sama,
kemiripan dalam unsur kebahasaan, struktur teks yang sama persis bahkan kedua teks ini
sama-sama digunakan untuk mendeskripsikan sesuatu, baik topik maupun objek. Kemiripan-
kemiripan tersebut yang memicu adanya miskonsepsi tentang pengertian dan juga membuat
peserta didik terkadang kesulitan untuk membedakan mana yang tergolong sebagai teks
descriptive dan yang merupakan teks report. Ditambah lagi jika peserta didik mempelajari
materi tersebut bukan dari sumber yang valid dan terpercaya, maka dapat mengakibatkan
banyak peserta didik yang salah mengartikan bahwa teks descriptive berfungsi untuk
mendeskripsikan suatu objek atau topik secara detil sedangkan teks report mendeskripsikan
suatu objek atau topik secara singkat atau tidak mendetail, karena guru sering menyampaikan
bahwa teks report berfungsi untuk mendeskripsikan objek atau topik secara umum. Jika hal
tersebut tidak tertangani dengan baik, maka dapat berakibat buruk bagi peserta didik yang
terbiasa memahami dua teks tersebut dengan keliru.

Menurut Grahut (2021:1) dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul “Teacher Competences
for Teaching English as a Foreign Language in the First Educational Cycle of Primary
Education”, penyebab adanya miskonsepsi dalam suatu materi adalah karena “lack of
qualified teachers at this stage of learning around the world and numerous authors
emphasise the misconception that basic linguistic and didactic knowledge of teachers is
sufficient for teaching children”. Dalam hal ini Grahut berpendapat bahwa alasan adanya
miskonsepsi antar materi disebakan karena kurangnya guru yang berkualitas di seluruh dunia,
pada tahap pembelajaran dan banyak pihak yang memerparah keadaan tersebut karena tidak
memepelajari lebih lanjut tentang linguistik karena mereka merasa apa yang mereka miliki
sudah cukup untuk mengajar anak-anak.

Hal tersebut selaras dengan apa yang dikemukakan oleh Nuraini (2022:3) dalam jurnal
ilmiahnya yang berjudul “Miskonsepsi dan Evaluasinya Dalam Pembelajaran Biologi”,
penyebab adanya miskonsepi adalah pra konsepsi awal peserta didik, profesionalitas guru,
metode mengajar guru, buku pelajaran, dan konteks hidup peserta didik.

Karso (2019:2) dalam jurnalnya yang berjudul “Keteladanan Guru dalam Proses
Pendidikan di Sekolah” menyatakan bahwa Guru adalah instrumen utama dalam pendidikan.
Kualitas siswa ditentukan pula dengan kualitas guru. Guru yang berkualitas maka dapat
menghasilkan siswa yang berkualitas juga, begitu pun sebaliknya. Guru yang tidak
berkualitas
akan menghasilkan siswa yang tidak berkualitas pula.

Bersumber pada Teori Perkembangan Kognitif oleh Vygotsky, perkembangan kognitif


pada anak dikelompokan menjadi tiga, yaitu Zone of Proximal Development (ZPD),
Scaffolding dan Bahasa Serta Pikiran. Pada tingkatan ZPD yang kedua yaitu level of potential
development, anak atau peserta didik memecahkan masalah di bawah bimbingan orang
dewasa atau teman sebaya yang lebih ahli termasuk juga guru. Berkaitan dengan hal tersebut,
terdapat Scaffolding yaitu suatu teknik untuk mengubah level dukungan selama sesi
pengajaran dengan orang yang lebih ahli. Sebagai contoh adalah ketika seorang guru
memberikan stimulus atau bantuan dalam proses pembelajaran. Terbukti bahwa fase
perkembangan kognitif peserta didik sangat bergantung pada guru, dan kualitasnya sebagai
pendidik juga pengajar.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa guru memiliki peranan
yang sangat penting dalam proses pemahaman materi oleh perserta didik, mengingat peran
guru yaitu sebagai sumber dan fasilitator bagi peserta didik untuk belajar dan mendapatkan
ilmu pengetahuan. Jika sebagai guru kita melakukan sedikit saja kesalahan, maka dampak
yang terjadi kepada peserta didik bisa sangat besar dan melebihi apa yang kita bayangkan.
Sebagai contoh, jika dalam jenjang Sekolah Dasar peserta didik telah menerima konsep
materi yang salah karena kurangnya komptensi tersebut, maka hal itu akan terus berlanjut dan
menjadi dosa bawaan karena anak cenderung selalu meyakini apa yang pertama mereka
dengar dan ketahui.
Untuk mengatasi miskonsepsi materi pada peserta didik ada beberapa Langkah yang
dapat ditempuh oleh seorang guru, diantaranya:

1. Meningkatkan kualitas diri


Sebagai guru kita harus memiliki kompetensi yang tinggi terutama dalam materi yang akan
kita ajarkan. Pastikan kita memahami suatu konsep materi dengan tepat dan menyampaikan
konsep tersebut dengan tepat pula kepada peserta didik.

2. Gunakan model pembelajaran inovatif


Menggunakan model pembelajaran inovatif seperti problem-based learning, project-based
learning, mampu memberikan pengalaman baru bagi peserta didik sehingga mereka tidak
cepat bosan selama proses pembelajaran yang berakibat meningkatnya pemahaman materi
oleh peserta didik. Selain itu, model pembelajaran inovatif juga memberikan kesempatan bagi
siswa untuk menemukan sendiri konsep dari materi tersebut, sehingga lebih melekat pada
benak peserta didik.

3. Gunakan media pembelajaran yang menarik


Diakui atau tidak, guru cenderung masih melakukan proses pembelajaran dengan cara yang
konvensional yaitu metode ceramah berdasarkan buku-buku tebal dengan Bahasa yang
membosankan. Hal tersebut dirasa tidak relevan oleh peserta didik dengan era mereka di
masa sekarang. Peserta didik akan merasa lebih mudah bosan dengan proses pembelajaran
yang seperti itu. Sebagai guru kita bisa menggunakan media pembelajaran yang dibuat lebih
menarik sehingga siswa bisa lebih tertarik mengikuti proses pembelajaran. Sebagai contoh
guru bisa menggunakan video pembelajaran yang menarik, aplikasi game serta
menambahkan e-modul dengan ilustrasi yang bervariatif dan juga menggunakan bahasa
“gaul” yang terkesan lebih praktis dan tidak bertele-tele sebagai materi pendamping dari buku
cetak.

4. Berikan contoh konkret yang relevan dengan kegiatan sehari-hari


Contoh yang abstrak dan tidak berkaitan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik dapat
memperlambat pemahaman materi pada siswa. Akan lebih baik jika guru memberikan contoh
materi secara konkret dan relevan dengan kegiatan sehari-hari. Misal, guru mengajarkan
materi teks descriptive dan report dengan menggunakan permainan sambung kata. Pada
ronde pertama topik yang diberikan guru adalah siswa diminta untuk mendeskripsikan
tentang kucing pada umunya. Kemudian pada ronde berikutnya siswa diminta untuk
mendeskripsikan kucing peliharaan mereka. Dengan cara tersebut siswa bisa menemukan
sendiri perbedaan dari dua teks karena contoh yang diberikan relevan dan erat dengan
kehidupan sehari-hari siswa.

Semoga dengan uraian di atas kita bisa menguraikan apa saja yang memicu adanya
miskonsepsi pada pemahaman tentang deskriptif dan report teks sehingga sebagai guru kita
dapat meminimalisir terjadinya miskonsepsi dan mampu mengatasinya jika sudah terlanjur
terjadi.

Anda mungkin juga menyukai