Anda di halaman 1dari 5

BAB II

PEMBAHASAN

2.3 Hubungan Guru dan Murid

Secara umum orang menganggap hubungan guru dan murid adalah hubungan antara “yang
mengajar dengan yang belajar”, yaitu guru dianggap sebagai orang yang lebih tahu, yang memberi
pengetahuan kepada siswa yang belum tahu. Sebenarnya hubungan keduanya lebih luas daripada
sekadar dalam konteks pengajaran. Hubungan antara guru dan murid adalah hubungan antara “yang
mendidik dengan yang dididik”, yaitu guru dianggap sebagai orang yang lebih dewasa, yang menolong,
menghantar siswa menuju kedewasaan (kata “mendidik” berasal dari to educate = ex ducare =
menghantar ke luar). Hubungan keduanya tidak hanya menyinggung aspek pengetahuan (otak), tetapi
juga aspek rohani, perasaan, tingkah laku, kepribadian, atau the whole being guru dan murid itu sendiri.

Pengertian hubungan guru dan murid yang kedua di atas sebenarnya mempunyai arti yang luas.
Hubungan ini juga berarti hubungan antara “ yang membelajarkan dengan yang dibelajarkan”. Di sini
terjadi proses pembelajaran, bukan pengajaran, atau transfer pengetahuan. Proses pembelajaran adalah
proses membuat murid menjadi pelajar yang melakukan bagaimana seharusnya belajar. Guru berperan
sebagai motivator, yang mendorong murid belajar. Guru berfungsi sebagai fasilitator; menciptakan
suasana , memberi kesempatan dan pengarah di dalam murid belajar. Ia memberikan “kail” kepada
murid, agar murid mencari “ikan” sendiri. Jadi guru tidak langsung memberikan “ikan”, atau mencekoki
murid dengan pengetahuan. Guru harus menjadi teladan, contoh atau model di dalam belajar. Murid
berperan aktif di dalam mengembangkan diri.

Pengertian hubungan guru dan murid ke dua di atas dapat juga berarti hubungan antara “yang
memberikan teladan hidup dengan yang menerima teladan hidup”. Di sini terjadi sharing life. Jadi
sebenarnya begitu dalam pengaruh guru terhadap muridnya. Apa yang dipikirkan, dikatakan, atau
diperbuat oleh guru di depan murid-muridnya akan dapat mempengaruhi hidup murid. Seluruh
kepribadian, kerohanian, dan kehidupan guru dapat menjadi contoh bagi murid.

Kita dapat melihat model hubungan antara guru dan murid yang seperti dijelaskan di atas, pada pribadi
Yesus Kristus dengan murid-muridNya. Tuhan Yesus tidak hanya memberikan pengetahuan-
pengetahuan, atau pengajaran tentang Kerajaan Allah saja kepada para muridNya, tetapi Ia juga
memberikan kesempatan kepada para muridNya untuk mengalami apa yang mereka telah terima.
Tuhan Yesus mengutus mereka untuk juga memberitakan Injil Kerajaan Allah; mendoakan, dan
menyembuhkan orang sakit dan kerasukan di dalam namaNya, dsb. Murid-murid diberikan kesempatan
dan kuasa untuk belajar melakukan apa yang Ia telah lakukan. Tuhan Yesus bukan hanya memberikan
seluruh hidupnya kepada para muridNya, tetapi juga nyawaNya. Ia menganggap murid-muridNya
sebagai sahabat-sahabatNya. Ia berkata: “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang
memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabatKu jikalau kamu berbuat apa
yang Kuperintahkan kepadamu.” ( Yoh. 15 : 13, 14 )
Hubungan antara guru dan murid adalah hubungan yang unik dan saling tergantung. Coba
bayangkan jika ada murid tetapi tidak ada guru. Mungkin kita berkata “bisa saja, murid bisa belajar
sendiri”. “ Oh, ya?” Sebenarnya berapa prosen murid yang mampu seperti itu? Pasti sedikit. Murid tetap
memerlukan guru. Demikian juga sebaliknya, coba bayangkan, ada guru tetapi tidak ada murid. Wah…
guru menjadi individu yang egois, yang menyimpan “ilmu”-nya sendiri, tidak dibagikan kepada orang
lain.

Menjaga keharmonisannya hubungan antara guru dan murid ini perlu senantiasa.

Thomas Gordon di dalam bukunya Teacher Effectiveness Training, menjelaskan bahwa


keharmonisan dapat tercipta jika aspek-aspek berikut terpenuhi, yaitu:

a) Adanya keterbukaan.Saling terbuka dan jujur; bertukar pikiran dalam setiap masalah yang
berkaitan dengan pembelajaran, maupun di luar pembelajaran.

b) Adanya perhatian

c) Saling ketergantungan

d) Kemandirian. Artinya antara guru dan murid harus secara mandiri mengembangkan diri dalam
berbagai hal seperti misalnya kreativitas, mengembangkan pengetahuan.

e) Kecocokan dalam kebutuhan masing-masing. Artinya kebutuhan murid dapat dipenuhi oleh guru
secara cocok, demikian pula sebaliknya.

Sebenarnya yang terpenting adalah saling memahami akan peran diri masing-masing, dan peran
orang lain. Guru harus memahami fungsi dan keterbatasannya. Ia adalah orang yang bukan serba tahu
atau tahu semuanya. Guru tentu harus memahami keberadaan dan keterbatasan murid-muridnya.
Demikian pula murid-murid, harus mengenal peran mereka. Murid harus menyadari bahwa ia adalah
orang yang belajar, yang harus aktif, bukan pasif; harus giat, bukan malas; yang harus berdisiplin, bukan
semau-maunya. Murid juga harus memahami gurunya. Ia harus memahami keterbatasnnya; akan
beratnya tanggung jawab yang diemban guru; akan jerih lelah, kesabaran gurunya dalam mendidik; dsb.
Beratnya tugas guru, dapat dilihat dari apa yang tertulis dalam Yakobus 3 : 1, yang berbunyi : “ … sebagai
guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat.”

Murid harus menghormati guru. Rasul Paulus pernah menasihati Timotius untuk menghormati
dua kali lipat para penatua yang berjerih payah berkotbah dan mengajar ( I Timotius 4 : 17 ).
Menghormati dalam bahasa Ibrani adalah “kabad” , yang berarti “mengakui kewibawaan” atau
“menghargai tinggi-tinggi”. Menghormati di sini dapat dilakukan dengan cara memahami segala aspirasi
guru; motivasi di balik nasihat-nasihat guru; memahami kelemahan dan keunggulan guru; dsb.

Selain itu secara rohani Tuhan Yesus hendaknya menjadi dasar hubungan antara guru dan murid. Kalau
hubungan ini digambarkan dalam bentuk segitiga, maka Kristus menjadi puncak atau sudut tertinggi,
sedangkan kedua sudut segitiga di bawahnya adalah guru dan murid. Kasih Kristus melingkupi hubungan
antara guru dan murid ini, sehingga dapat tercipta keharmonisan sempurna. Firman Tuhan, dalam I
Yohanes 1 : 7, menyatakan bahwa: “ Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam
terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain,…”

Akhirnya, semoga keharmonisan hubungan guru dan murid yang selama ini tercipta di sekolah
Methodist yang kita cintai ini, boleh makin baik dan indah di dalam Tuhan. Kita semuanya, baik guru dan
murid boleh saling berelasi dan mempengaruhi agar menjadi pribadi-pribadi bermutu di dalam Tuhan,
seperti apa yang menjadi motto sekolah.

2.2 Pada spektrum yang lebih luas, pengakuan atas profesi guru secara lateral memunculkan banyak
gagasan yaitu :

Diperlukan ekstrakapasitas untuk menyediakan guru yang profesional sejati dalam jumlah yang cukup,
sehingga peserta didik yang memasuki bangku sekolah tidak terjebak pada ngarai kesia-siaan akibat
layanan pendidikan dan pembelajaran yang buruk.

Regulasi yang implementasinya taat asas dalam penempatan dan penugasan guru agar tidak terjadi
diskriminasi akses layanan pendidikan bagi mereka yang berada pada titik-titik terluar wilayah negara, di
tempat-tempat yang sulit dijangkau karena keterisolasian, dan di daerah-daerahyang penuh konflik

Komitmen guru untuk mewujudkan hak semua warga negara atas pendidikan yang berkualitas melalui
pendanaan dan pengaturan negara atas sistem pendidikan.

Meningkatkan kesejahteraan dan status guru serta tenaga kependidikan lainnya melalui penerapan yang
efektif atas hak asasi dan kebebasan profesional mereka.

Menghilangkan segala bentuk diskriminasi layanan guru dalam bidang pendidikan dan pembelajaran,
khususnya yang berkaitan dengan jender, ras, status perkawinan, kekurang mampuan,orientasi seksual,
usia, agama, afiliasi politik atau opini, status sosial dan ekonomi, suku bangsa, adatistiadat, serta
mendorong pemahaman, toleransi, dan penghargaan atas keragaman budaya komunitas.

Hubungn guru dengan siswa di dalam proses belajar mengajar merupakan faktor yang sangat
menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Guru dapat dikatakan orang tua siswa di sekolah dan
merupakan orang tua kedua setelah orang tua siswa di dalam keluarga. sehingga seorang guru harus
memiliki kedekatan dengan peserta didik. Hubungan baik guru dengan siswa atau peserta didik ini dapat
mendorong siswa untuk rajin belajar.

Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran yang diberikan, bagaimanapun baiknya metode yang
digunakan, namun jika hubungan guru dengan siswa tidak harmonis maka dapat menciptakan suatu
hasil yang tidak diinginkan dalam proses pembelajaran. Banyak siswa yang apabila tidak suka dengan
gurunya , maka dia tidak suka dengan mata pelajaran yang diajarkan oleh gurunya itu. Sehingga
pembelajaran terhambat.
Salah satu cara unrtuk mengatasi supaya tetap terciptanya hubungan baik antara guru dengan
siswa adalah melalui Contact hours . contact hours disini jam-jam bertemu antara guru dengan siswa.
Tapi bertemu antara guru dengan siswa diluar kegiatan jam-jam mengajar.

2.3 Gaya Berhubungan Guru dengan Peserta Didik yang Menyenangkan.

a) Guru yang tidak pernah yang membedakan siswa yang mana lebih unggul dan tidak akan
memberikan kesan kepada siswa bahwa guru tersebut berlaku tidak adil. Ini salah satu gaya
berhubungan guru dengan peserta diketika belajar tidak merasakan dikotak-kotakan. Dengan begitu
guru dengan peserta didik akan menjadikan belajar yang efektif dan stabil.

b) Guru yang suka memberikan penghargaan setiap kali siswanya melakukan hal yang baik dan
menghasilakn predikat memuaskan. Misalnya guru yang memberikan permen atau minimuan secara,
cuma-cuma kepada siswanya ketika semua siswa nya tida ada yang remidi. Guru menghragai jerih
payah sisiwanya dengan memberikan hadiah karena hasil belajarnya memuaskan .

c) Guru yang selalu menemani siswanya ketika ada pertandinagn. Biasanya hal semacam ini
dilakukan oleh wali kelasnya masing-masing. Karena siswa yang berkompenteasi merasa mendapatkan
dukungan lebih baik. Sekalipun siswanya kalah dalam kompetisinya tersebut, rasa kecewwa yang dibawa
tidak begitu membebani.

d) Guru yang selalu memadukan permainan disela-sela mengajar. Ini akan belajarnya tidak jenuh
dalam pembelajaran. Dengan begitu guru akan lebih kontrol siswa, begitu pula dengan siswanya, ketika
mengetahui gur yang berada dihadapanya mereka asiik dan menyenangakan mereka tidak akan sungkan
untuk mengutarakan keinginan mereka ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung

2.4 Etika Peserta Didik dalam hubungan atara Peserta Didik dengan guru yaitu :

1) Menghormati semua guru tanpa membedakan suku, agama, ras, dan tidak didasari atas perasaan
suka atau tidak suka.

2) Bersikap sopan santun terhadap semua guru dalam interaksi baik di dalam lingkungan maupun di
luar lingkungan

3) Menjaga nama baik guru dan keluarganya

4) Tidak menyebarluaskan informasi yang tidak baik dan belum tentu benar mengenai seorang guru
kepada guru atau pihak lainnya, kecuali terhadap pelanggaran hukum dan etik yang diwajibkan
berdasarkan ketentuan hukum dan peraturan di lingkungan
5) Santun dalam mengemukakan pendapat atau mengungkapkan ketidak sepahaman pendapat
tentang keilmuan yang disertai dengan argumentasi yang rasional

6) Jujur terhadap guru dalam segala aspek

7) Tidak menjanjikan atau memberikan sejumlah uang atau fasilitas lainnya kepada guru atau pihak
lainnya dengan tujuan untuk mempengaruhi penilaian guru.

8) Percaya pada kemampuan sendiri, dalam arti tidak menggunakan pengaruh orang lain untuk tujuan
mempengaruhi penilaian guru

9) Tidak mengeluarkan ancaman baik secara langsung maupun dengan menggunakan orang lain
terhadap guru.

10) Bekerjasama dengan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran, termasuk menyiapkan diri
sebelum berinteraksi dengan guru di ruang perbelajaran.

11) Memelihara sopan santun pada saat mengajukan keberatan atas sikap guru terhadap pimpinannya
disertai dengan bukti yang cukup.

12) Menghindari sikap membenci guru atau sikap tidak terpuji lainnya disebabkan nilai yang diberikan
oleh guru.

13) Mematuhi perintah dan petunjuk guru sepanjang perintah dan petunjuk tersebut tidak
bertentangan dengan norma hukum dan norma lainnya yang hidup di tengah masyarakat.

14) Berani mempertanggungjawabkan semua tindakannya terkait interaksi dengan guru.

Kode Etik Guru adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesiasebagai
pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik,anggota masyarakat,
dan warga negara.Dewan Kehormatan Guru adalah perangkat kelengkapan organisasi atau asosiasi
profesi guruyang dibentuk untuk menjalankan tugas dalam memberikan saran, pendapat,
pertimbangan,penilaian, penegakkan, dan pelanggaran disiplin organisasi dan etika profesi
guru.Pedoman sikap dan perilaku adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baikdan
buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugasprofesionalnya untuk
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, danmengevaluasi peserta didik,
serta pergaulan sehari-hari di dalam dan di luar sekolah. Pembinaan etika profesi adalah proses kerja
yang dilakukan secara sistematis untukmenciptakan kondisi agar guru berbuat sesuai dengan norma-
norma yang dibolehkan danmenghindari norma-norma yang dilarang dalam proses pendidikan dan
pembelajaran di sekolah,serta menjalani kehidupan di masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai