Anda di halaman 1dari 16

Transformasi Balai Latihan Kerja Demi Signifikansi Efektivitas Penyerapan

Tenaga Kerja Di Era Industri 4.0


Ringkasan Eksekutif

Kondisi angkatan kerja yang kurang terampil diharapkan diatasi dengan hadirnya BLK yang memberikan
pelatihan bagi angkatan kerja Indonesia dengan periode yang relatif singkat dan materi pelatihan yang
disesuaikan dengan kebutuhan dunia industri. Namun, Lembaga Demografi UI dengan Kemnaker
melakukan studi untuk mengklasifikasikan kondisi BLK pemerintah berdasarkan Indeks kredibilitas &
kebekerjaan lulusan pada tahun 2020. Studi tersebut memetakan 266 BLK pemerintah baik itu UPTP
maupun UPTD. Dari hasil tersebut diketahui bahwa dari 266 BLK terdapat 62 BLK (27,4 persen)
tergolong mapan; 110 BLK (48,7 persen) tergolong potensial berkembang; 35 BLK (15,5 persen)
tergolong potensial tetapi terkendala; 59 BLK (26,1 persen) tergolong tidak/kurang potensial. Kondisi BLK
saat ini yang masih belum ideal ini memerlukan sebuah treatment agar dapat mencapai kondisi ideal,
sehingga BLK dapat menjalankan peran dan fungsinya, terutama untuk mendukung penyelenggaraan
pelatihan vokasi. Transformasi BLK diarahkan agar BLK menjadi pusat layanan terintegrasi pelayanan
pasar kerja, pelatihan vokasi, penempatan kerja, dukungan bisnis, dengan sistem one stop visit under the
one roof. Maksud dari Penyelenggaraan transformasi BLK adalah untuk reposisi dan refungsionalisasi
BLK secara terstruktur, sistematis dan masif, sehingga BLK dapat menyelenggarakan fungsinya dengan
baik dan tepat guna mendukung pelaksanaan kebijakan dan strategi pengembangan pelatihan vokasi
nasional.

Target output transformasi BLK ini diantaranya a) minimal 40 BLK UPTP tersebar di 34 provinsi yang
mampu menjadi penggerak BLK binaan di bawahnya (BLK UPTD provinsi/kabupaten/kota) dalam
menjalankan pelatihan kompetensi bagi tenaga kerja secara optimal. BLK tersebut juga memiliki kios 3in1
yang berfungsi sebagai bursa kerja khusus atau penghubung antara pencari kerja lulusan BLK dengan
pasar kerja; b) BLK yang ada mampu melahirkan lulusan pelatihan yang memiliki keahlian tidak hanya
operator saja namun juga teknisi/ahli/KKNI sebanyak 3.600 orang/tahun; c) BLK tersebut juga mampu
memberikan pelatihan blended/hybrid pada 18.000 orang/tahun dan pelatihan online 50.000 orang/tahun;
d) dalam BLK tersebut terdapat 4.000 instruktur bersertifikasi e-metodologi; 4.000 asesor kompetensi
untuk melaksanakan e-assessment; dan 400 pengantar kerja/petugas antar kerja yang siap
mengakomodir hubungan pencari kerja lulusan BLK dalam mengakses informasi pasar kerja; e) diantara
seluruh BLK yang tersebar di semua provinsi tersebut terdapat setidaknya 260 BLK UPTP dan UPTD
terakreditasi oleh LA-LPK yang berkapasitas pelatihan menjadi setidaknya 500.000 peserta/tahun dan 25
BLK diantaranya menerapkan konsep ramah difabel, serta setidaknya 120 BLK memiliki sertifikat ISO
9001 : 2015; f) BLK yang ada mengadakan pilot project skills festival & competition di seluruh provinsi
untuk memamerkan keahlian lulusannya; dan g) dalam menjalankan pelatihan, BLK nanti mampu
meluluskan 167.888 orang dimana 95 persen-nya bersertifikasi, 65 persennya ditempatkan di industri.

Target ini masih dirasa jauh untuk mengurangi jumlah pengangguran Indonesia yang saat ini berjumlah
8,75 juta orang (data Februari 2021; BPS, 2021). Proses untuk memberikan pelatihan kompetensi yang
optimal tidaklah mudah, langkah-langkah transformasi BLK di atas memang diperlukan namun
dampaknya baru akan terasa setelah setidaknya 5-10 tahun ke depan untuk menunjukkan dampak
signifikan bagi pengurangan pengangguran. Belum lagi jika dihadapkan pada era disrupsi teknologi yang
makin menggerus profesi atau keahlian yang kebanyakan diberikan pelatihannya di BLK. Adanya disrupsi
teknologi tersebut perlu dipandang sebagai paksaan bagi BLK untuk mengubah cara konvensional dan
menerapkan kemudahan teknologi dalam segala aspek operasinya.
Transformasi Balai Latihan Kerja Demi Signifikansi Efektivitas Penyerapan Tenaga
Kerja Di Era Industri 4.0
oleh

Marihot Nasution
Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: marihot.nasution@gmail.com

Pandemi Covid-19 yang merebak merata di seluruh dunia sejak awal tahun 2020 dimana saat ini
kondisinya justru semakin buruk dengan meningkatnya jumlah orang yang terinfeksi. Walaupun vaksin
Covid-19 sudah ditemukan dan dampak yang ditimbulkan semakin melemahkan aktivitas ekonomi sampai
pada titik paling rendah bahkan minus, semakin menambah jumlah tantangan berat yang harus
diantisipasi oleh dunia ketenagakerjaan saat ini selain tantangan untuk menjawab kehadiran era industri
4.0 dan tantangan bagaimana memanfaatkan bonus demografi yang sedang terjadi.

Untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut, pada akhir tahun 2020 memasuki awal 2021,
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) melahirkan suatu kebijakan yang disebut dengan “Sembilan
Lompatan Besar Kementerian Ketenagakerjaan”, dimana salah satunya berupa transformasi Balai
Latihan Kerja (BLK). Transformasi BLK dilakukan secara terstruktur dan masif guna memberikan dampak
yang signifikan di sektor ketenagakerjaan nasional serta sebagai upaya untuk menekan laju
pengangguran akibat pandemi Covid-19. Hadirnya transformasi ini diharapkan mampu menjawab semua
permasalahan yang dihadapi BLK dalam memenuhi tugasnya demi penyerapan tenaga kerja yang
optimal. Tulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran dalam menilai apakah transformasi BLK
mengarah pada efektivitas penyerapan tenaga kerja secara signifikan kedepannya.

Kondisi Ketenagakerjaan Terkini

Penduduk usia kerja mengalami tren yang cenderung meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk
di Indonesia. Penduduk usia kerja pada Februari 2021 sebanyak 205,36 juta orang, naik sebanyak 2,76
juta orang dibanding Februari 2020 dan naik sebanyak 1,39 juta orang jika dibanding Agustus 2020.
Sebagian besar penduduk usia kerja merupakan angkatan kerja yaitu 139,81 juta orang (68,08 persen),
sisanya termasuk bukan angkatan kerja. Komposisi angkatan kerja pada Februari 2021 terdiri dari 131,06
juta orang penduduk yang bekerja dan 8,75 juta orang pengangguran. Apabila dibandingkan Februari
2020 yaitu kondisi dimana belum terjadi pandemi Covid-19 di Indonesia, terjadi penurunan jumlah
angkatan kerja sebanyak 0,41 juta orang. Penduduk bekerja mengalami penurunan sebanyak 2,23 juta
orang dan pengangguran meningkat sebanyak 1,82 juta orang. Sementara itu, apabila dibandingkan
kondisi Agustus 2020 (kondisi pandemi Covid-19), jumlah angkatan kerja meningkat sebanyak 1,59 juta
orang. Penduduk bekerja naik sebanyak 2,61 juta orang dan pengangguran turun sebanyak 1,02 juta
orang.

Gambar 1. Penduduk Usia Kerja dan Angkatan Kerja, Februari 2020–Februari 2021

Sumber: BPS, 2021

Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI | 2021 2


Sejalan dengan jumlah angkatan kerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga mempunyai pola
yang sama. TPAK adalah persentase banyaknya angkatan kerja terhadap banyaknya penduduk usia
kerja. TPAK mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi di
suatu negara/wilayah. TPAK pada Februari 2021 sebesar 68,08 persen, turun 1,13 persen poin dibanding
Februari 2020 namun naik sebesar 0,31 persen poin dibanding Agustus 2020.

Dalam menyoroti penyerapan tenaga kerja, maka perlu dibahas mendalam mengenai profil
pengangguran di Indonesia, terutama di masa industri 4.0 dan di tengah krisis lapangan kerja akibat
pandemi Covid-19 saat ini. Pengangguran diukur melalui Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang
merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar kerja
dan menggambarkan kurang termanfaatkannya pasokan tenaga kerja. TPT hasil Sakernas Februari 2021
sebesar 6,26 persen. Hal ini berarti dari 100 orang angkatan kerja, terdapat sekitar 6 (enam) orang
penganggur. Berdasarkan jenis kelamin, TPT laki-laki sebesar 6,81 persen, lebih tinggi dibanding TPT
perempuan yang sebesar 5,41 persen. Sementara itu berdasarkan tempat tinggalnya, TPT perkotaan
(8,00 persen) lebih tinggi hampir dua kali TPT di daerah perdesaan (4,11 persen). Berdasarkan
pendidikan yang ditamatkan, TPT dari tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih merupakan
yang paling tinggi dibandingkan tamatan jenjang pendidikan lainnya yaitu sebesar 11,45 persen.
Sementara TPT yang paling rendah adalah mereka dengan pendidikan Sekolah Dasar (SD) ke bawah
yaitu sebesar 3,13 persen.

Gambar 2. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
(persen), Februari 2020–Februari 2021

Sumber: BPS, 2021

Pada Februari 2021, TPT penduduk kelompok umur muda (15–24 tahun) merupakan TPT tertinggi
mencapai 18,03 persen. Sementara itu, TPT penduduk kelompok umur tua (60-tahun ke atas) merupakan
yang paling rendah yaitu sebesar 1,29 persen. Dengan profil tersebut maka gambaran mayoritas
pengangguran di Indonesia adalah penduduk laki-laki usia muda (15-24 tahun) berpendidikan sekolah
menengah dan tinggal di perkotaan. Demi meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan mengurangi
pengangguran ini, pemerintah menyediakan media pelatihan bagi angkatan kerja yang sudah melalui
pendidikan formal. Media pelatihan ini disebut Balai Latihan Kerja (BLK) atau Lembaga Pelatihan Kerja
(LPK) yang juga memberikan kontribusi dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas.
Namun sejak dijalankannya program pelatihan dalam BLK ini perlu dikaji kondisi BLK saat ini dalam
upaya peningkatan ketrampilan dan keahlian angkatan kerja Indonesia.

Kondisi BLK Saat Ini

Pelatihan vokasi yang dinaungi Kementerian Ketenagakerjaan merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan dan membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Program ini diselenggarakan di
Balai Latihan Kerja (BLK) atau Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) milik pemerintah maupun lembaga
pelatihan milik swasta atau perusahaan. Keduanya memiliki materi pelatihan yang disesuaikan dengan
kebutuhan tenaga kerja di sektor industri. Hingga kini pelatihan di BLK masih diunggulkan oleh Kemnaker
sebagai salah satu alat dalam peningkatan daya saing angkatan kerja dan pengangguran pada era
digitalisasi & mismatch-nya lapangan pekerjaan terutama pada masa recovery ekonomi saat ini
dikarenakan pelatihan vokasi memiliki beberapa keunggulan diantaranya: a) durasi relatif singkat; b) input
peserta tidak terbatas usia tertentu (long life learning); c) berorientasi penempatan kerja, kewirausahaan,
& peningkatan produktivitas; d) fleksibilitas program pelatihan terhadap perubahan dunia kerja SDM
pengajar adalah praktisi; e) program pelatihan yang to the point terhadap kompetensi yang dibutuhkan; f)
dapat dikombinasikan program social safety net lain, seperti: Kartu Prakerja, Program Indonesia Pintar
(PIP), Program Keluarga harapan (PKH), dll).
Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI | 2021 3
Berdasarkan kompilasi administrasi dari Direktorat Lembaga Pelatihan, Ditjen Binalattas, diketahui bahwa
sampai dengan 31 Desember 2020, terdata sebanyak 18.127 LPK yang ada di Indonesia (Kemnaker,
2021). Sebagaimana dinyatakan dalam Tabel 1, diperoleh informasi bahwa dari 18.127 LPK yang ada,
sebanyak 827 LPK/BLK atau sekitar 4,56 persen adalah LPK yang dikelola oleh pemerintah, dimana 130
LPK atau sekitar 15,72 persen dikelola pemerintah pusat, dan 697 LPK atau sekitar 84,28 persen dikelola
pemerintah daerah. Selain LPK yang dikelola pemerintah, juga terdapat sebanyak 15.173 LPK atau
sekitar 83,70 persen yang dikelola swasta, dan sebanyak 2.127 LPK atau sekitar 11,73 persen adalah
BLK Komunitas1. Untuk LPK swasta diketahui bahwa dari 5.020 LPK swasta yang teregistrasi. Dari 5.020
LPK swasta yang teregistrasi, sebanyak 1,863 lembaga yang telah terakreditasi. Meskipun beragam dan
berjumlah banyak tersebar di seluruh Indonesia, jumlah dan daya tampung BLK pemerintah yang terbatas
selain beberapa kendala yang dihadapi masing-masing BLK di tiap daerah. Hingga 2020, kapasitas BLK
di seluruh Indonesia hanya mampu melatih sebanyak 300.898 orang per tahun yang mana jumlah ini jauh
dari jumlah tenaga kerja yang ada2 (Dirjen Binalattas, Kemnaker; 2021). Dengan kondisi ini maka sangat
wajar jika Indonesia masih memiliki problematika tenaga kerja terlatih meskipun pengembangan BLK
sudah dilakukan sekian lama.

Tabel 1. Lembaga Pelatihan Kerja yang Melatih Gambar 3. Kapasitas/Daya Tampung


Masyarakat Menurut Institusi Pembina Pelatihan Vokasi Indonesia Hingga 2020

Sumber: Dirjen Binalattas, Kemnaker, 2021

Dari rekap data Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), sejak tahun 2014 hingga 2016 telah ada 102
BLK yang terakreditasi, atau baru 33 persen dari seluruh total BLK yang ada (BNSP, 2017, dalam Afrina,
dkk; 2019). Saat ini kondisi BLK yang ada di Indonesia tidak dapat dikatakan baik. Terdapat beberapa
permasalahan terkait BLK yang ada, antara lain peralatan BLK di Indonesia sudah tidak sesuai dengan
perkembangan kebutuhan sektor swasta, kurangnya instruktur atau mentor yang memiliki kapasitas
memadai, tingginya biaya pelatihan yang harus dikeluarkan peserta (Afrina, 2019), dan kompetensi BLK
yang kurang fleksibel yang mana pemberian pelatihan pada BLK saat ini lebih bersifat universal. Selain
itu, masih terdapat BLK yang tidak beroperasi dari total jumlah yang ada. Sebaran BLK di Indonesia

1
Selain BLK UPTP, BLK UPTD dan LPK Swasta, jenis lembaga pelatihan kerja lainnya yang juga menjadi binaan
Kementerian Ketenagakerjaan adalah BLK Komunitas. BLK Komunitas adalah unit pelatihan kerja pada suatu
komunitas di lembaga pendidikan keagamaan dan/atau lembaga keagamaan non-pemerintah yang memiliki tugas
dan fungsi untuk memberikan bekal keterampilan teknis berproduksi atau keahlian kejuruan sesuai kebutuhan pasar
kerja. Cakupan BLK Komunitas yaitu Pondok Pesantren binaan NU, Muhammadiyah dan Persis, Seminari Katolik,
serta lembaga keagamaan lainnya seperti Gereja, Tahfidz Qur’an, MWC NU, Perkumpulan Muhammadiyah. jumlah
BLK Komunitas dari tahun 2017 – 2020 yaitu sebanyak 2,127 lembaga.
2
Kapasitas pelatihan vokasi nasional untuk 18.127 LPK yang tersebar di seluruh Indonesia adalah 5.442.360
orang/tahun, dan dengan adanya 1.800 Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP); 15.642 Tempat Uji Kompetensi (TUK)
teregistrasi, kapasitas asesmen Indonesia adalah 4.926.635 asesi dalam 7.517 paket sertifikasi

Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI | 2021 4


paling banyak 65 persen dan berada di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Kondisi ini tidak mengalami
perubahan yang signifikan seiring berjalannya waktu. Lembaga Demografi UI dengan Kemnaker
melakukan studi untuk mengklasifikasikan kondisi BLK pemerintah berdasarkan Indeks kredibilitas &
kebekerjaan lulusan pada tahun 2020. Studi tersebut memetakan 266 BLK pemerintah baik itu UPTP
maupun UPTD. Dari hasil tersebut diketahui bahwa dari 266 BLK terdapat 62 BLK (27,4 persen)
tergolong mapan; 110 BLK (48,7 persen) tergolong potensial berkembang; 35 BLK (15,5 persen)
tergolong potensial tetapi terkendala; 59 BLK (26,1 persen) tergolong tidak/kurang potensial (Dirjen
Binalattas, Kemnaker; 2021)..

Dari pemaparan data di atas, jelas bahwa pelaksanaan pelatihan melalui BLK masih belum memadai
dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja bagi industri. Tim Pusat Kajian Anggaran/PKA (2019)
melakukan penelitian dengan melakukan interview dengan 7 (tujuh) BLK, Kadin DKI Jakarta dan Apindo
DKI Jakarta dan menemukan bahwa pengelolaan BLK belum optimal. Masih ditemukan berbagai kendala
dalam pengelolaan BLK yaitu pertama, ketersediaan jumlah instruktur yang ada belum memadai atau
belum mencapai jumlah yang ideal sebagai instruktur permanen disertai dengan kompetensi antar
instruktur yang tidak merata. Kedua, secara umum, sarana dan prasarana di balai latihan kerja belum
memadai, dilihat dari perbandingan jumlah ruang kelas yang masih lebih rendah dibandingkan besarnya
minat masyarakat yang mendaftar pelatihan dan peralatan praktik yang tidak lagi sesuai dengan
kemajuan teknologi dan industri. Ketiga, pengelolaan balai latihan kerja masih belum mampu link and
match dengan kebutuhan industri (Prasetyo dan hidayatullah, 2019). Kunjungan ini dilakukan kembali di
tahun 2021 dengan mengambil objek beberapa BLK yang berlokasi di Jabodetabek baik BLK yang
merupakan UPTP maupun UPTD. Dari hasil kunjungan terkini diketahui bahwa untuk BLK yang
merupakan UPTP memiliki fasilitas yang memadai untuk melaksanakan pelatihan dan pengembangan
kompetensi, sedangkan UPTD hampir semuanya memiliki kendala untuk melaksanakan pelatihan dan
pengembangan kompetensi yang optimal.

Kondisi BLK saat ini yang masih belum ideal ini memerlukan sebuah treatment agar dapat mencapai
kondisi ideal, sehingga BLK dapat menjalankan peran dan fungsinya, terutama untuk mendukung
penyelenggaraan pelatihan vokasi. Dalam upaya membenahi BLK mencapai kondisi ideal, Ditjen
Binalattas menyelenggarakan program transformasi BLK, yaitu sebuah strategi yang sifatnya terstruktur
dan masif, pelaksanaannya dilakukan secara bertahap, untuk memastikan bahwa setiap tahapan yang
dilakukan sudah on the track, dan outcomes yang dihasilkan dapat terukur dengan pasti, sehingga dapat
dijadikan kajian serta bahan evaluasi untuk tahapan selanjutnya.

Kebijakan Transformasi BLK dan Mampukah Transformasi Ini Menutup Gap Pasar Tenaga Kerja?

Kondisi BLK seperti yang disampaikan di atas memicu


pemerintah dalam hal ini Kemnaker untuk melakukan
transformasi. Transformasi BLK ini diarahkan agar BLK
menjadi pusat layanan terintegrasi pelayanan pasar
kerja, pelatihan vokasi, penempatan kerja, dukungan
bisnis, dengan sistem one stop visit under the one roof.
Tujuan diselenggarakannya transformasi BLK secara
garis besar adalah untuk mewujudkan BLK yang ideal
sebagai tempat penyelenggaraan pelatihan vokasi guna
mendukung pelaksanaan kebijakan dan strategi
pengembangan pelatihan vokasi nasional. Program ini
didanai dari APBN dan Pinjaman Dan/Atau Hibah Luar
Negeri (PHLN) (Gambar 4).

Transformasi BLK ini akan dilakukan dengan langkah-langkah yang mempertimbangkan kondisi eksisting
BLK saat ini dan mengisi gap hingga BLK memenuhi kondisi ideal. Langkah tersebut diantaranya melalui:
1) reformasi kelembagaan; 2) redesain program pelatihan; 3) revolusi sumber daya manusia (SDM); 4)
revitalisasi fasilitas, sarana dan prasarana; 5) rebranding; dan 6) relationship. Masing-masing langkah
transformasi dan penilaian atas kemampuan langkah tersebut dalam menutup gap tenaga kerja dengan
mengkaji kondisi di lapangan saat ini akan disampaikan satu-persatu.

a. Reformasi Kelembagaan

Reformasi ini diperlukan karena pengelolaan manajemen BLK belum mengacu pada standar yang
baku. Selain itu, keberadaan BLK di setiap daerah belum ditata berdasarkan fungsi dan klasifikasi dan
belum semua provinsi terdapat BLK UPTP. Perlu diketahui bahwa desain kelembagaan lembaga
Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI | 2021 5
pelatihan milik pemerintah sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 21 Tahun 2015
Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Bidang Pelatihan Kerja3 diawali oleh
hadirnya Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) yang mempunyai tugas melaksanakan
pengembangan pelatihan, pemberdayaan, dan sertifikasi tenaga kerja, instruktur, dan tenaga
pelatihan. Saat ini terdapat 5 BBPLK di Indonesia yaitu BBPLK Bekasi, BBPLK Bandung, BBPLK
Serang, BBPLK Semarang dan BBPLK Medan (Kemnaker, 2021). Kelima balai besar ini sekaligus
berperan sebagai BLK UPTP di provinsi dimana balai tersebut berada. Selain itu, kelima balai besar
tersebut juga memiliki kekhasan program kejuruan masing-masing yang menjadi sumber pelatihan
kejuruan di seluruh BLK di Indonesia. Rincian kejuruan memberikan pelatihan utama yang dijalankan
di tiap BBPLK tersebut diantaranya BBPLK Semarang berfokus pada kejuruan garmen apparel &
bisnis dan manajemen; BBPLK Bandung berfokus pada kejuruan teknik manufaktur dan teknik
otomotif; BBPLK Medan berfokus pada kejuruan konstruksi/bangunan dan pariwisata; BBPLK Serang
berfokus pada kejuruan teknik listrik, teknik las, dan teknik manufaktur; dan BBPLK Bekasi berfokus
pada kejuruan teknik elektronika, teknologi informasi dan komunikasi (Kemnaker, 2021). BBPLK
menyelenggarakan fungsi utama diantaranya: a. pelaksanaan pelatihan tenaga kerja, instruktur, dan
tenaga pelatihan; b. pelaksanaan pemberdayaan tenaga kerja, instruktur, tenaga pelatihan, dan
lembaga pelatihan; c. pelaksanaan sertifikasi tenaga kerja, instruktur, dan tenaga pelatihan; d.
evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengembangan pelatihan, pemberdayaan, dan sertifikasi
tenaga kerja, instruktur, dan tenaga pelatihan.

Kemudian unit pelaksana teknis bidang pelatihan kerja juga dilaksanakan BLK UPTP yang beroperasi
langsung di bawah koordinasi Kemnaker. BLK UPTP saat ini tersebar di 16 provinsi lainnya,
sementara itu masih terdapat 18 provinsi yang belum memiliki BLK UPTP. Kondisi ideal yang
diharapkan Kemnaker adalah keberadaan BLK UPTP sebagai BLK percontohan pada setiap provinsi.
Usulan ini telah diajukan Kemnaker kepada Presiden pada Rapat Intern Penajaman
Program/Kegiatan di Bidang Pendidikan dan Kesehatan Istana Kepresidenan Bogor, 29 Juli 2020, dan
telah disetujui. Untuk tahun 2021 telah dianggarkan oleh Bappenas dan Kemenkeu untuk
pembangunan 5 BLK UPTP baru di 5 provinsi (Dirjen Binalattas, Kemnaker; 2021).

BLK UPTP mempunyai tugas melaksanakan pelatihan, pemberdayaan, dan uji kompetensi tenaga
kerja. Pemberdayaan yang dimaksud adalah pemberdayaan BLK UPTD yang menjadi kewenangan
dan berada di bawah koordinasi pemerintah daerah. Provinsi yang tidak memiliki BLK UPTP biasanya
memiliki BLK UPTD yang tidak dikelola dengan baik, kondisi bangunan tidak terawat bahkan tidak
menjalankan pelatihan sama sekali. Hal ini dikarenakan pemerintah daerah masih menganggap
bahwa pelatihan tenaga kerja bukanlah hal yang prioritas bagi kemajuan daerahnya sehingga tata
kelola lembaganya pun dikesampingkan. Untuk itu kehadiran BLK UPTP di tiap provinsi diperlukan.
Upaya ini akan dilakukan dengan cara pengalihan status BLK UPTD menjadi BLK UPTP dan
pembangunan BLK UPTP baru. Urgensi dibalik perlunya BLK UPTP di tiap provinsi diantaranya: a)
mendukung pembangunan SDM nasional untuk bekerja di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK),
Kawasan Industri (KI), dan Proyek Strategis Nasional (PSN); b) memudahkan koordinasi dan sinergi
antar pemerintah pusat dan daerah; c) perlambatan pengembangan BLK UPTD oleh daerah pasca
otonomi daerah; d) memperkuat implementasi pelatihan vokasi yang berkualitas di daerah; e)
percepatan peningkatan kualitas BLK UPTD, BLK komunitas, LPK swasta di daerah melalui
pembinaan/pemberdayaan spasial oleh BLK UPTP; f) mewujudkan pelatihan vokasi yang responsif
dengan kebutuhan daerah dan tantangan global; serta g) percepatan pembangunan ekonomi provinsi.

Meskipun penting namun proses pemerataan BLK UPTP yang menjadi langkah unggulan akan
dirasakan dampaknya dalam waktu cukup lama mengingat proses pembentukan BLK UPTP baru
meskipun merupakan pengalihan dari UPTD dan pembangunan BLK UPTP baru akan membutuhkan
waktu untuk penyesuaian hingga BLK benar dapat beroperasi optimal. Proses pendirian BLK UPTP di
daerah akan lebih mudah dilakukan apabila pemerintah daerah memiliki komitmen untuk melakukan
hibah lahan atau alih aset BLK UPTD menjadi BLK UPTP. Sayangnya hal ini tidak terjadi di semua
wilayah dan kadang menghadapi beberapa kendala. Hibah lahan dari pemerintah daerah ke
pemerintah pusat yang telah terjadi diantaranya BLK Bantaeng; BLK Lombok Timur; BLK Sidoarjo;
BLK Banyuwangi; BLK Pangkajene & Kepulauan; BLK Belitung. Proses ini memiliki keuntungan
setelah serah terima sertifikat, seluruh proses pembangunan dan operasional menjadi tanggung
jawab Kemnaker pendanaan langsung dari pemerintah pusat, namun kerugiannya pembangunan
3
Peraturan ini diubah dengan Permenaker No. 7 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Nomor 21 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Bidang Pelatihan
Kerja dan Permenaker No. 9 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21
Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Bidang Pelatihan Kerja
Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI | 2021 6
dimulai dari 0, sehingga memerlukan investasi besar dan waktu yang lama; memerlukan lahan
minimal 5 hektar di lokasi strategis dan Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) dan pemenuhan
jumlah pegawai memerlukan proses panjang di KemenPAN/RB. Sementara itu, proses alih aset yang
sudah terjadi di BLK Padang dan BLK Kendari memiliki beberapa kelebihan diantaranya: SOTK, dan
pegawai BLK sudah tersedia sehingga langsung beroperasi lebih cepat; namun perlu komitmen lintas
sektor lintas daerah. Terbukti langkah alih aset lebih sedikit dari pada hibah lahan, artinya reformasi
kelembagaan akan menjadi proses panjang bagi Kemnaker.

Gambar 5. Target Output Reformasi Kelembagaan 2021-2025

Sumber: Dirjen Binalattas, Kemnaker, 2021

b. Redesain Program Pelatihan

Dasar berpikir dari hadirnya langkah ini adalah pesain pelatihan belum mengacu pada jenjang
kualifikasi nasional, masih berorientasi lokal dan desain program pelatihan belum menjawab
kebutuhan pekerjaan masa depan. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa belum terdapat lulusan
pelatihan teknisi/ahli/KKNI dan hanya terdapat 272 peserta pelatihan yang bersifat
online/blended/hybrid. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) adalah kerangka penjenjangan
kualifikasi sumber daya manusia Indonesia yang menyandingkan, menyetarakan, dan
mengintegrasikan sektor pendidikan dengan sektor pelatihan dan pengalaman kerja dalam suatu
skema pengakuan kemampuan kerja yang disesuaikan dengan struktur di berbagai sektor pekerjaan.
KKNI menyatakan sembilan jenjang kualifikasi sumber daya manusia Indonesia yang produktif.
Deskripsi kualifikasi pada setiap jenjang KKNI secara komprehensif mempertimbangkan sebuah
capaian pembelajaran yang utuh, yang dapat dihasilkan oleh suatu proses pendidikan, baik formal,
non-formal, informal, maupun pengalaman mandiri untuk dapat melakukan kerja secara berkualitas.
Pengelompokkan 9 jenjang kualifikasi KKNI terdiri atas: a) jenjang 1 - 3 dikelompokkan dalam jabatan
operator; b) jenjang 4 - 6 dikelompokkan dalam jabatan teknisi atau analis; dan c) jenjang 7 - 9
dikelompokkan dalam jabatan ahli. Selama ini pelatihan di BLK hanya melahirkan lulusan dalam
jenjang kompetensi jabatan operator saja. Terkait dengan minimnya lulusan BLK dengan pelatihan
online/blended/hybrid, hingga kini pelatihan di BLK dilakukan dengan metode tatap muka dan offline.
Bahkan di masa pandemi saat ini, pelatihan yang dilakukan melalui program Kartu Prakerja dan
dilaksanakan secara online dilakukan oleh LPK swasta. BLK pemerintah yang menjadi mitra Kartu
Prakerja hanya 2 BLK yaitu BLK Padang dan BBPLK Medan. Hal ini menunjukkan lemahnya
penggunaan internet dalam pelatihan dari pemerintah.

Gambar 6. Target Output Redesain Program Pelatihan 2021-2025

Sumber: Dirjen Binalattas, Kemnaker, 2021

Peningkatan kualitas pelatihan BLK untuk mencapai target output di tahun 2025 dilakukan dengan
strategi: a) melakukan pelatihan berbasis standar kompetensi yang berorientasi pada kebekerjaan
(demand driven oriented) terintegrasi dengan sertifikasi dan placement; b) mengembangkan kurikulum
dan SKKNI berbasis kebutuhan industri; c) melakukan pelatihan pada sektor prioritas (manufaktur,
pariwisata, pertanian, pekerja migran, ekonomi digital dan industri kreatif); d) mengembangkan
program pelatihan peningkatan produktivitas di BLK; e) memperkuat program pemagangan luar negeri
di BLK; f) mengembangkan pelatihan online, blended, hybrid di BLK; g) mengembangkan workplace
Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI | 2021 7
training; h) mengembangkan pelatihan tingkat teknisi dan ahli; i) mengembangkan program kurikulum
pelatihan yang link and match dengan industri; dan j) mengembangkan program pelatihan green
job/skill. Sementara itu, peningkatan pengakuan kompetensi juga dilakukan dengan mendorong
sertifikasi kompetensi untuk seluruh lulusan pelatihan; mendorong pengakuan kompetensi lulusan
BLK oleh dunia industri; dan melakukan penyetaraan lulusan BLK dengan pendidikan formal.

Langkah ini sangat penting terutama jika BLK ingin menjawab tantangan disrupsi teknologi 4.0 yang
nantinya akan menghilangkan beberapa profesi di Indonesia. Studi WEF (2020) yang berjudul “The
Future of Jobs” menunjukkan jenis-jenis pekerjaan di
Indonesia nantinya yang mulai bermunculan dan yang
tidak lagi diperlukan (Gambar 6). Survei Kemenaker
pun menunjukkan hasil yang tak jauh berbeda. Tiga
pekerjaan teratas yang paling dibutuhkan perusahaan
usai pandemi yakni: profesional penjualan,
pemasaran dan humas; pekerja penjualan lainnya;
dan, teknisi operasi TIK dan pendukung pengguna.
Riset tersebut dilakukan terhadap 1.105 perusahaan
di 17 sektor ekonomi pada Agustus 2020 lalu.
Keterampilan teknologi diakui diperlukan oleh 26,9
persen perusahaan responden survei Kemenaker
(Katadata, 2020). Kondisi ini menjadi kekhawatiran
tersendiri bagi BLK di Indonesia, mengingat jenis
pekerjaan yang tidak lagi diperlukan nantinya masih
mendominasi pelatihan di BLK. Seperti disampaikan
sebelumnya bahwa pelatihan yang disiapkan BLK
berfokus pada kejuruan garmen apparel; bisnis dan
manajemen; teknik manufaktur; teknik otomotif;
konstruksi/bangunan; pariwisata; teknik listrik; teknik
las; teknik elektronika; teknologi informasi dan
komunikasi. Kejuruan tersebut merupakan jenis
kejuruan yang ada di BBPLK saja. Mengingat BBPLK
yang bertugas melaksanakan pengembangan
pelatihan, pemberdayaan, dan sertifikasi tenaga kerja,
instruktur, dan tenaga pelatihan maka dapat
tergambarkan bahwa jenis pelatihan di BLK lainnya tidak akan jauh berbeda dari kejuruan tersebut.
Sementara itu, beberapa keahlian yang dilatih dalam kejuruan tersebut seiring dengan hadirnya era
industri 4.0 lama kelamaan akan hilang. Justru jenis pekerjaan yang akan muncul di masa depan
belum disiapkan dalam pelatihan BLK saat ini.

WEF mencatat tingkat kemampuan digital angkatan kerja Indonesia hanya 60,6 persen. Angka ini
berada di bawah negara tetangga Malaysia yang sebesar 66,3 persen. Angka Indonesia jauh dari
Singapura yang mencapai 77 persen dan menduduki peringkat pertama di Asia. Keadaan tersebut
berpotensi membuat tak semua angkatan kerja mampu mengakses pekerjaan di masa mendatang.
Lambatnya BLK dalam mengadopsi teknologi di pelatihan yang dilakukannya (ditunjukkan dalam
sedikitnya BLK yang melakukan pelatihan online) merupakan cerminan lambatnya adaptasi lembaga
pelatihan vokasi Indonesia dalam menghadapi era industri 4.0. Hal ini justru akan menghambat
percepatan penyerapan tenaga kerja kompeten nantinya.

c. Revolusi Sumber Daya Manusia (SDM)

SDM yang harus dibangun dalam transformasi BLK diantaranya: a) instruktur dan tenaga kepelatihan;
b) asesor kompetensi; c) pengantar kerja; dan d) pejabat struktural BLK. Saat ini sebagian besar SDM
BLK adalah instruktur dengan tugas utama melatih dengan jumlah dan kualifikasi yang belum
memadai dimana belum terdapat instruktur tersertifikasi e-metodologi, SDM perancang dan
pengembang program pelatihan jumlahnya terbatas dan tugas pokok dan fungsi manajer BLK belum
dilaksanakan sebagaimana mestinya; belum terdapat asesor kompetensi untuk melaksanakan
e-assessment; dan 430 pengantar kerja/petugas antar kerja persebarannya belum merata.

Revolusi SDM ini dilakukan dengan 2 cara, peningkatan kualitas SDM dan kuantitas. Peningkatan
kualitas SDM akan dijalankan dengan strategi: a) menyelenggarakan asesmen untuk setiap
pemangku jabatan di BLK, sehingga SDM yang menduduki posisi tertentu memiliki kompetensi yang

Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI | 2021 8


sesuai dengan posisinya dan dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik; b)
menyelenggarakan pelatihan instruktur sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh instruktur
dan kebutuhan pelatihan yang diakhiri dengan sertifikasi kompetensi; c) memperbesar wewenang dan
kapasitas instruktur dalam mengidentifikasi dan mengimplementasikan kebutuhan pelatihan sesuai
pasar kerja di BLK; d) menyelenggarakan pelatihan dan sertifikasi asesor kompetensi untuk
memenuhi kebutuhan tenaga asesor kompetensi; e) menempatkan fungsi pengantar kerja pada kios
3in1 dengan kompetensi sesuai yang dibutuhkan untuk melaksanakan fungsi bimbingan karir,
konsultasi dan placement; f) BLK pengembangan menjadi kampus pendidikan formal instruktur
(cabang politeknik ketenagakerjaan untuk prodi instruktur); dan g) kebijakan reward & punishment
untuk SDM BLK, melalui kebijakan rotasi SDM.

Gambar 8. Target Output Revolusi SDM 2021-2025

Sumber: Dirjen Binalattas, Kemnaker, 2021

Sedangkan peningkatan kuantitas dilakukan dengan penataan SDM instruktur dan tenaga pelatihan di
BLK dan memenuhi jumlah yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan pelatihan; pemenuhan
kebutuhan asesor kompetensi untuk menyelenggarakan uji kompetensi melalui penyelenggaraan
pelatihan dan sertifikasi kompetensi asesor; dan pemenuhan kebutuhan pengantar kerja untuk
melaksanakan fungsi bimbingan karir, konsultasi dan placement melalui pelatihan dan sertifikasi
pengantar kerja.

Namun berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Bina Intala per Desember 2020, diketahui
bahwa jumlah instruktur dan tenaga pelatihan (Intala) yang telah mengikuti sertifikasi kompetensi
sebanyak 3.652 orang. Mereka yang paling banyak tersertifikasi adalah instruktur swasta sebanyak
1.740 orang atau sekitar 47,65 persen dari total intala yang telah disertifikasi, instruktur BLK
Komunitas yaitu sebanyak 1.391 orang atau sekitar 38,09 persen dari total intala yang telah
disertifikasi. Sedangkan, untuk tenaga pelatihan pemerintah tidak ada yang mengikuti sertifikasi
kompetensi pada tahun 2020 (Kemnaker, 2021). Padahal pelatihan bagi tenaga pelatihan pemerintah
juga diperlukan.

d. Revitalisasi Fasilitas, Sarana dan Prasarana

Seperti dikeluhkan oleh banyak BLK yang telah dikunjungi Tim PKA, bahwa fasilitas, sarana (mesin
dan peralatan) & prasarana BLK sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan dunia usaha
dan industri (DU/DI), dan belum ada BLK menerapkan konsep ramah difabel secara menyeluruh,
sehingga berdampak pada terbatasnya kapasitas latih. Dari data Dirjen Binalattas, Kemnaker (2021)
diketahui bahwa hanya terdapat 146 BLK UPTP dan UPTD terakreditasi oleh Lembaga Akreditasi
LPK/LA-LPK dari total 305 BLK milik pemerintah. dan disampaikan sebelumnya kapasitas pelatihan
BLK total 300.386 peserta/tahun. Angka ini sangat sedikit dibandingkan jumlah pengangguran yang
belum terserap dalam pasar kerja.

Harapan dari transformasi di bagian ini adalah kapasitas jumlah peserta pelatihan meningkat; sarana
dan prasarana BLK sesuai dengan kebutuhan pelatihan dan up-to-date; sinergi yang kuat dengan
LPK pemerintah (K/L), swasta, dan perusahaan; BLK memiliki fasilitas yang ramah difabel; BLK dapat
menyelenggarakan pelatihan di seluruh penjuru wilayah Indonesia sampai pelosok. Target output
dalam langkah ini di 2025 nanti adalah 260 BLK UPTP dan UPTD terakreditasi oleh LA-LPK;
kapasitas pelatihan BLK menjadi 500.000 peserta/tahun; dan 25 BLK menerapkan konsep ramah
difabel. Perlu diketahui bahwa menurut data Sakernas periode Agustus 2020 yang diolah
Pusdatinaker diperoleh bahwa jumlah penyandang disabilitas yang berada pada usia kerja atau
berusia 15 tahun ke atas sebanyak 17,95 juta orang atau sekitar 8,80 persen dari total penduduk usia
kerja di Indonesia. dari jumlah tersebut yang tergolong sebagai angkatan kerja penyandang disabilitas
sekitar 8 juta orang atau sebesar 5,79 persen dari total angkatan kerja di Indonesia. Sementara itu,
jumlah penganggur terbuka disabilitas sebanyak 319 ribu orang atau sekitar 3,27 persen dari total
Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI | 2021 9
penganggur terbuka di Indonesia. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 32,89 persen
dibandingkan tahun sebelumnya di periode yang sama (Barenbang, Kemnaker; 2021). Golongan ini
belum dapat mengakses pelatihan yang diberikan oleh BLK pemerintah.

Upaya untuk mencapai target di 2025 akan ditempuh dengan cara a) peningkatan kapasitas jumlah
peserta pelatihan, b) kolaborasi dan sinergi dengan LPK pemerintah (K/L), swasta, pemerintah daerah
(provinsi, kab/kota), DU/DI; c) peremajaan dan modernisasi sarana dan prasarana BLK sesuai dengan
kebutuhan industri dan wilayah; d) penyediaan fasilitas ramah difabel; e) peningkatan aksesibilitas
pelatihan untuk daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) sesuai dengan wilayah – MTU, BLK Terapung
untuk daerah kepulauan, dsb. Langkah ini akan ditempuh secara perlahan mengingat proses
pembangunan dan proses penilaian akreditas akan memenuhi beberapa tantangan jika seiring
dengan kondisi reformasi kelembagaan di atas dimana banyak BLK yang memerlukan bantuan dan
dukungan dana demi melakukan pembangunan dan pengadaan fasilitas dan sarpras. Keberhasilan
program ini akan sangat tergantung dari komitmen dan sinergi semua pihak baik itu dari Kemnaker,
BLK yang bersangkutan, serta pemerintah daerah.

e. Rebranding

Perlunya rebranding bagi BLK dilatarbelakangi oleh adanya persepsi terhadap BLK yang masih
terkesan kumuh, masa lalu; banyaknya BLK yang belum memiliki spesifikasi kejuruan yang menjadi
unggulan; dan kepercayaan publik terhadap BLK masih rendah. Untuk mengatasi kondisi tersebut
disiapkan strategi berupa peningkatan engagement dengan publikasi dengan memperkuat kemitraan
dengan perusahaan/industri, Kamar Dagang Industri (KADIN), Asosiasi Pengusaha Indonesia
(APINDO), Lembaga Internasional dan Akademisi & Asosiasi Profesi; peningkatan peran pemerintah
daerah dalam mempromosikan BLK; promosi BLK dan lulusan pelatihan melalui Pilot Project Skills
Festival & Competition; publikasi BLK yang efektif dan inovatif. Sementara itu, peningkatan
kepercayaan dan pengalihan persepsi dilakukan dengan standardisasi manajemen BLK secara
internasional (sertifikasi sertifikat ISO 9001: 2015) dan akreditasi BLK oleh Lembaga Akreditasi
Regional/Internasional. Saat ini baru terdapat 24 BLK yang memiliki sertifikat ISO 9001: 2015 dan
diharapkan di tahun 2025 nanti Indonesia memiliki 120 BLK memiliki sertifikat ISO 9001: 2015.

Meskipun demikian langkah standardisasi tidak menjadi penting jika industri masih memandang
sebelah mata lulusan BLK. Untuk itu, upaya mengubah persepsi masyarakat dan industri tentang
peran BLK dalam peningkatan kompetensi tenaga kerja perlu diutamakan. Dari hasil kunjungan Tim
PKA di tahun 2021 beberapa BLK yang menjadi objek kunjungan mengaku familiar dengan konsep
transformasi yang ditawarkan oleh Kemnaker ini, artinya sosialisasi atas transformasi ini sudah
berjalan. Namun pelaksanaannya tampak berjalan pelan dan dapat dikatakan tidak berdampak besar
bagi pengembangan BLK. Hal ini dapat terjadi karena langkah transformasi hanya dilaksanakan
sporadis oleh masing-masing BLK tanpa ada tindak evaluasi dengan target yang realistis. Sebagai
contoh BLK UPTD Provinsi Banten telah menjalankan langkah rebranding persepsi pelatihan BLK
dengan mulai menggunakan sosial media sebagai alat untuk mengabarkan informasi terbaru BLK ke
masyarakat. Media yang dipilih adalah Telegram dimana media ini masih tergolong media dengan
lingkup terbatas. Sementara itu, BLK lain baik UPTP maupun UPTD yang menggunakan media
Instagram sebagai alat rebrandingnya. Ini pun baru beberapa BLK saja. Hal ini dapat diketahui dari
hasil pencarian Google yang menampilkan kurang lebih 3 halaman pencarian akun Instagram BLK
atau 30 akun saja. Artinya upaya rebranding belum dijalankan semua BLK secara serentak dan tidak
dilakukan evaluasi oleh pihak Kemnaker atas hal tersebut. Sehingga tampak upaya ini masih bersifat
formalitas belaka.

f. Relationship

Hadirnya langkah relationship disebabkan minimnya informasi pasar kerja untuk pencari kerja akibat
kurangnya kolaborasi dan sinergi BLK dengan DU/DI serta kurangnya pengakuan lulusan oleh DU/DI.
Dari data Dirjen Binalattas Kemnaker (2021) diketahui bahwa lulusan BLK di tahun 2020 adalah
sebanyak 120.537 orang dengan jumlah lulusan bersertifikasi kompetensi 29.827 (24,7 persen); dan
penempatan 25.226 (21 persen) dengan komposisi lebih didominasi dengan pelatihan skilling. Data
Pusdatinaker tahun 2020 tercatat bahwa dari mereka yang telah mengikuti pelatihan Pelatihan
Berbasis Kompetensi (PBK) dari BLK milik pemerintah terdapat sebanyak 31.961 orang atau sekitar
26,52 persen lulusan pelatihan yang telah berhasil ditempatkan di dunia kerja, baik bekerja secara
mandiri (wirausaha) yaitu sebanyak 65,18 persen maupun masuk ke dalam dunia industri yaitu
sebanyak 34,82 persen (Barenbang, Kemnaker, 2021). Memang tidak dapat dipungkiri bahwa
ketersediaan demand di pasar kerja juga berpengaruh terhadap jumlah penempatan di industri dan
Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI | 2021 10
bekerja secara mandiri. Sebagai contoh di tahun 2020, lebih banyaknya lulusan pelatihan PBK dari
BBPLK Bandung yang berhasil bekerja di sektor formal di industri dibandingkan lulusan PBK di satuan
kerja lainnya, disinyalir karena kawasan industri yang saat ini sedang berkembang dan membutuhkan
tenaga kerja lebih banyak terkonsentrasi di Provinsi Jawa Barat (Cikarang, Karawang, Jababeka dan
sekitarnya) dan kawasan industri lainnya. Sementara di wilayah lain tidak seberuntung itu. Hal yang
sama juga ditemui dari kunjungan Tim PKA 2021 ke BLK Kabupaten Bogor. Dimana Kabupaten Bogor
yang memiliki luas wilayah yang besar kondisi lapangan usahanya didominasi oleh usaha kecil atau
menengah. Karakter jenis usaha ini tidak mengutamakan pelatihan sebagai syarat menerima pencari
kerja, sehingga penempatan lulusan BLK di wilayah ini masih menjadi tantangan meskipun langkah
menjalin hubungan dengan industri sudah dilakukan dan peningkatan akses pelatihan ke masyarakat
telah diupayakan.

Dalam meningkatkan jalin hubungan antar BLK dengan industri, langkah relationship dijalankan
dengan peningkatan kemitraan dengan dunia industri melalui pembuatan forum komunikasi lapangan
kerja dengan industri (FKLPI), menyelenggarakan program-program seperti pemagangan, workplace
training, internship dengan perusahaan, serta membuat memo of understanding (MoU) dengan
perusahaan terkait penempatan lulusan BLK. Langkah ini telah dijalankan oleh beberapa BLK dan
tidak sedikit yang melibatkan pemerintah daerah dalam pembentukan MoU-nya karena penyerapan
tenaga kerja juga menjadi target pembangunan daerah. Namun sayangnya, masih belum serentak
dilakukan di semua daerah dan biasanya perjanjian tersebut bersifat terbatas waktu. Selain itu, tidak
ada evaluasi mengenai pelaksanaan perjanjian dan tidak ada penargetan yang jelas dari pemerintah
pusat tentang hadirnya MoU ini di BLK milik pemerintah. Dirjen Binalattas, Kemnaker (2021)
menyatakan untuk langkah ini ditargetkan di tahun 2025 terdapat lulusan BLK 167.888 orang. Dari
lulusan tersebut yang lulus sertifikasi sebanyak 95 persen, dan 65 persennya memperoleh
penempatan, dengan komposisi pelatihan re & up skilling 35 persen.

Rekomendasi

Dari pembahasan atas transformasi BLK di atas, secara singkat dapat disimpulkan bahwa di tahun 2025
nanti akan terdapat:

- minimal 40 BLK UPTP tersebar di 34 provinsi yang mampu menjadi penggerak BLK binaan di
bawahnya (BLK UPTD provinsi/kabupaten/kota) dalam menjalankan pelatihan kompetensi bagi
tenaga kerja secara optimal. BLK tersebut juga memiliki kios 3in1 yang berfungsi sebagai bursa
kerja khusus atau penghubung antara pencari kerja lulusan BLK dengan pasar kerja;
- BLK yang ada mampu melahirkan lulusan pelatihan yang memiliki keahlian tidak hanya operator
saja namun juga teknisi/ahli/KKNI sebanyak 3.600 orang/tahun;
- BLK tersebut juga mampu memberikan pelatihan blended/hybrid pada 18.000 orang/tahun dan
pelatihan online 50.000 orang/tahun;
- dalam BLK tersebut terdapat 4.000 instruktur bersertifikasi e-metodologi; 4.000 asesor kompetensi
untuk melaksanakan e-assessment; dan 400 pengantar kerja/petugas antar kerja yang siap
mengakomodir hubungan pencari kerja lulusan BLK dalam mengakses informasi pasar kerja;
- diantara seluruh BLK yang tersebar di semua provinsi tersebut terdapat setidaknya 260 BLK
UPTP dan UPTD terakreditasi oleh LA-LPK yang berkapasitas pelatihan menjadi setidaknya
500.000 peserta/tahun dan 25 BLK diantaranya menerapkan konsep ramah difabel, serta
setidaknya 120 BLK memiliki sertifikat ISO 9001 : 2015;
- BLK yang ada mengadakan pilot project skills festival & competition di seluruh provinsi untuk
memamerkan keahlian lulusannya; dan
- dalam menjalankan pelatihan, BLK nanti mampu meluluskan 167.888 orang dimana 95
persen-nya bersertifikasi, 65 persennya ditempatkan di industri.

Target ini masih dirasa jauh untuk mengurangi jumlah pengangguran Indonesia yang saat ini berjumlah
8,75 juta orang (data Februari 2021; BPS, 2021). Proses untuk memberikan pelatihan kompetensi yang
optimal tidaklah mudah, langkah-langkah transformasi BLK di atas memang diperlukan namun
dampaknya baru akan terasa setelah setidaknya 5-10 tahun ke depan untuk menunjukkan dampak
signifikan bagi pengurangan pengangguran. Belum lagi jika dihadapkan pada era disrupsi teknologi yang
makin menggerus profesi atau keahlian yang kebanyakan diberikan pelatihannya di BLK. Adanya disrupsi
teknologi tersebut perlu dipandang sebagai paksaan bagi BLK untuk mengubah cara konvensional dan
menerapkan kemudahan teknologi dalam segala aspek operasinya. Hal ini tidak tercermin jelas dalam
peta transformasi BLK, terlihat dari sedikitnya pelatihan online, blended, atau hybrid, yang direncanakan.

Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI | 2021 11


Kemnaker selaku koordinator dari seluruh BLK perlu menyiapkan strategi evaluasi dalam pelaksanaan
BLK ini secara berkala untuk memastikan bahwa proses transformasi berjalan sesuai rencana dan
dilaksanakan oleh seluruh lapisan BLK. Selain itu, perlu dilakukan kampanye atau publikasi massal atas
transformasi BLK yang telah terjadi dengan menyampaikan kepada publik beberapa praktik baik yang
terjadi di BLK, seperti itu kemudahan pelayanan manajemen BLK, kemudahan mengakses pelatihan BLK,
keahlian dan kompetensi lulusan, pelatihan BLK yang bersertifikasi dan terjamin diterima oleh industri
dengan alat pelatihan modern dan relevan bagi industri, instruktur yang mumpuni, berwawasan praktis,
dan berkeahlian sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan di era industri 4.0. Hal ini dilakukan untuk
membangun persepsi di masyarakat bahwa BLK menjalankan tugasnya untuk membekali tenaga kerja
Indonesia dengan keahlian dan kompetensi yang diperlukan bagi industri sehingga masyarakat yakin
bahwa berlatih di BLK dijamin mendapat pekerjaan.

Daftar Pustaka

Afrina, Eka, dkk. 2019. Praktik Baik Pelatihan Vokasi di Indonesia: Studi Kasus Tiga Balai Latihan Kerja
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Pihak Swasta. Perkumpulan Prakarsa: Jakarta.

Barenbang, Kemnaker. 2021. Ketenagakerjaan Dalam Data Jilid 3. ISBN : 978-623-96099-1-7. Pusat
Data dan Informasi Ketenagakerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan

Barenbang, Kemnaker. 2021. Analisis Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Perluasan Kesempatan
Kerja Dan Implikasinya.

BPS. 2021. Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2021. Berita Resmi Statistik No.37/05/Th.
XXIV, 05 Mei 2021

Dirjen Binalattas, Kemnaker. 2021, “Transformasi Balai Latihan Kerja Demi Signifikansi Efektivitas
Penyerapan Tenaga Kerja Di Era Industri 4.0”. Bahan Paparan disampaikan dalam Diskusi Pakar Pusat
Kajian Anggaran

Katadata. 2020. Pandemi Mengubah Masa Depan Peta Pasar Tenaga Kerja. Diakses dari
https://katadata.co.id/muhammadridhoi/analisisdata/6000175461233/pandemi-mengubah-masa-depan-pe
ta-pasar-tenaga-kerja

Kemnaker. 2021. Lembaga Pelatihan Kerja Balai Latihan Kerja, Balai Produktivitas, dan LPK Swasta.
Diakses dari
https://kelembagaan.kemnaker.go.id/?type=pre_work_card&province=&city=&name=&page=4&limit=9

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 21 Tahun 2015 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis Bidang Pelatihan Kerja

Permenaker No. 7 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
Nomor 21 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Bidang Pelatihan Kerja

Permenaker No. 9 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21
Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Bidang Pelatihan Kerja

Prasetyo, Adhi,dan Hidayatullah, Taufiq. 2019. Menilik Pendidikan Vokasi. Bahasan dalam Buku “Tinjauan
Kritis Atas Pengelolaan Anggaran Pendidikan Melalui APBN. Cetakan Pertama, ISBN : 978 - 602 - 50563
- 8–3. Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian DPR RI

Pusat Kajian Anggaran. 2021. Laporan Hasil Pengumpulan Data Dan Penggalian Informasi Tentang
Kesiapan Transformasi Balai Latihan Kerja Demi Signifikansi Efektivitas Penyerapan Tenaga Kerja Di Era
Industri 4.0 Provinsi Banten, Tanggal 9-12 Maret 2021

Pusat Kajian Anggaran. 2021. Laporan Hasil Pengumpulan Data Dan Penggalian Informasi Tentang
Kesiapan Transformasi Balai Latihan Kerja Demi Signifikansi Efektivitas Penyerapan Tenaga Kerja Di Era
Industri 4.0 Kota Dan Kabupaten Bogor, Tanggal 8-10 April 2021

WEF. 2020. The Future of Jobs. Laporan Survey. Oktober 2020

Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI | 2021 12


PUSAT KAJIAN ANGGARAN
BADAN KEAHLIAN SETJEN DPR RI
Jl. Jend. Gatot Subroto - Jakarta Pusat
Telp. (021) 5715635 - Fax (021) 5715635
http:// www.puskajianggaran.dpr.go.id
puskajianggaran
email: puskaji.anggaran@dpr.go.id

Anda mungkin juga menyukai