Anda di halaman 1dari 3

Nama Kelompok :

1. Syafrial Aklil Khuluwin MS (1.4.20.004)


2. Septian Yoga Sambodho (1.4.20.017)
3. Alfian Rifqi Hergunanto (1.4.20.052)
4. Denny Yusuf Marhabi (1.4.20.061)
5. Ricky Sugiarto (1.4.20.073)
Prodi : S1 Manajemen
Semester : V (Lima)
Matkul : Manajemen Resiko
Dosen : Dr. Mulyanto, S.E., S.H., M.M, M.Si.

Identifikasi Resiko Pasar


PT. Gudang Garam Tbk

Latar Belakang Masalah

Salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia yaitu PT Gudang Garam Tbk
sempat menjadi perusahaan yang juga mendapat dampak dari pelemahan nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika Serikat yang melanda Indonesia. Sebagaimana dijelaskan dalam
berita yang diterbitkan oleh liputan6.com berikut ini:

“Dampak Pelemahan Rupiah Mulai Terasa ke Emiten”

Pelemahan mata uang rupiah dalam beberapa hari terakhir mempengaruhi laba-laba
perusahaan yang sudah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Berdasarkan data
Bloomberg, nilai tukar rupiah pada hari Rabu (21/8/2013) sudah menyentuh ke level Rp
10.963 per dolar Amerika Serikat (AS). Pergerakan nilai tukar rupiah yang terjadi hari ini
sangat mempengaruhi emiten-emiten yang sudah melantai di bursa. Kepala Strategi Riset dan
Ekuitas Bahana Sekuritas, Harry mengatakan, akibat dampak pergerakan pelemahan rupiah,
banyak emiten yang terkena dampak dari pelemahan rupiah tersebut.

“Jelaslah, pelemahan rupiah itu sangat jelek untuk pasar. Tapi emiten yang
mempunyai utang berdasarkan mata uang dolar AS,” ujar Harry ketika ditemui dalam acara
Halal bi Halal Bahana Group dan Market Update di Graha Cimb Niaga, Jakarta, Rabu
(21/8/2013).

Menurut Harry, selain faktor pelemahan rupiah yang mempengaruhi laba bersih di
setiap emiten, dan juga kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate). Adapun saham
yang sangat terpengaruh terhadap pelemahan nilai tukar rupiah adalah, PT Indosat Tbk
(ISAT). Saham telekomunikasi tersebut terkena dampak 17,9% dari laba bersih, sedangkan
pengaruh BI Rate hampir sebesar 24% dari raihan laba bersih.
Selain ISAT, laba bersih perusahaan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) juga megalami
penurunan hingga 0,9%. Laba PT Bakrie Telekomunikasi Tbk (BTEL) juga mengalami
penurunan hingga 5,9% dan laba bersih PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) mengalami
penurunan 5,9%.

Lanjut Harry, pelemahan rupiah juga menurunkan laba bersih emiten, tapi juga
memberikan dampak pada keuntungan emiten. PT Timah Tbk (TINS) mengalami penurunan
keuntungan hingga 5,2%, sedangkan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) mengalami
penurunan laba bersih hingga 3,4 %.

“Pelemahan mata uang rupiah juga berdampak pada PT Sarana Menara Nusantara
Tbk (TOWR) mengalami penurunan laba bersih hingga sebesar 3,9%,” tegasnya.
Ditambahkannya, pelemahan rupiah yang semakin tajam, memang mempengaruhi kinerja
emiten, khususnya yang berpendapatan mata uang dolar AS.

Berdasarkan berita diatas PT Gudang Garam menjadi salah satu perusahaan yang
mengalami penurunan laba bersihnya sebesar 0,9% akibat melemahnya nilai rupiah. Hal ini
dialami oleh PT Gudang Garam karena perusahaan membutuhkan bahan baku utama berupa
tembakau dan cengkeh yang berkualitas untuk produk mereka.

Sementara kualitas panen tembakau dan cengkeh lokal yang menjadi bahan baku
utama tersebut sangatlah bergantung pada cuaca. Faktor cuaca yang kini sering tidak menentu
mengakibatkan penurunan kualitas panen kedua bahan baku tersebut.

Akibatnya, perusahaan terpaksa harus mengimpor persediaan bahan baku mereka dari
luar negeri untuk menjaga kualitas produk yang dihasilkan. Hal inilah pada akhirnya yang
menyebabkan menurunnya pendapatan dan laba bersih perusahaan.

Selain itu penurunan pendapatan dan laba bersih PT. Gudang Garam disebabkkan
juga oleh aturan pemerintah, karena sebelumnya industri rokok diberatkan dengan aturan
pemerintah yaitu regulasi mengenai rokok, PP Nomor 109 tentang Pengamanan Bahan yang
Mengandung Zat Adiktif berupa produk Tembakau bagi kesehatan yang dikeluarkan
pemerintah tahun 2012.

Aturan itu mengacu pada Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang
dicanangkan oleh WHO pada tahun 2003. Salah satu aturannya berupa kenaikan bea pita
cukai yang secara terus menerus dan juga kewajiban menampilkan gambar-gambar seram
dari bahaya rokok pada kemasan dan iklan rokok.

Biaya pita cukai dan PPN Gudang Garam pada tahun 2013 mencapai 29 triliun, atau
setara 67% dari total beban biaya pokok penjualan Gudang Garam. Jika dibandingkan dengan
pendapatan penjualan, maka biaya pita cukai Gudang Garam tahun 2013 setara dengan 54%
hasil pendapatan penjualan perusahaan. Artinya, 54% dari total pendapatan penjualan
Gudang Garam tahun 2013 digunakan untuk membayar bea pita cukai dan PPN.
Selanjutnya, jika dilihat dalam beberapa tahun belakang, kontribusi biaya pita cukai
dan PPN tersebut nilainya selalu diatas 50% dari total pendapatan penjualan Gudang Garam.
Bagaimana pun itu perusahaan harus tetap mengeluarkan dana untuk membayar besarnya
biaya pita cukai sesuai aturan.

Kemudian, ditambah dengan kewajiban perusahaan menampilkan gambar-gambar


dari bahaya dan dampak negatif rokok pada kemasan serta iklan produk secara tidak langsung
akan mengurangi minat para konsumen untuk merokok. Hal ini tentu saja akan menurunkan
penjualan rokok, termasuk rokok Gudang Garam itu sendiri, dan dampak lainnya dari
ketatnya aturan pemerintah dalam industri rokok adalah Gudang Garam harus mengurangi
dan menghemat biaya perusahaan yang lainnya.

ANALISIS

Resiko pasar (Market Risk) merupakan risiko yang hanya dialami secara khusus pada
suatu sektor atau sebagian bisnis saja tanpa bersifat menyeluruh (Agus Sucipto: Manajemen
Risiko). Kasus ini termasuk dalam kebijakan yang diberlakukan pada sektor Industri, yaitu
rokok.

Sesuai dengan pembahasan studi kasus diatas, PT Gudang Garam ikut merasakan
dampak dari penurunan nilai tukar rupiah yang berakibat menurunnya laba bersih perusahaan.
Hal itu kemudian juga berdampak pada membagian deviden kepada para pemegang saham,
serta peraturan pemerintah yang dapat menurunkan penjualan produk serta pendapatan
perusahaan.

Salah satu cara yang dilakukan oleh PT Gudang Garam untuk menanggulangi risiko
tersebut adalah dengan melakukan kebijakan penawaran pensiun dini kepada para
karyawannya terutama karyawan borongan sigaret kretek tangan (SKT) dan operasional
dengan alasan untuk mengantisipasi dampak buruk yang akan terjadi pada perusahaan dimasa
mendatang akibat bertambah ketatnya peraturan industri rokok yang telah ditetapkan oleh
pemerintah.

Dari studi kasus perusahaan PT Gudang Garam Tbk, dapat menjadi contoh penerapan
manajemen risiko di perusahaan. Penerapan manajemen risiko diharapkan berfungsi dengan
baik untuk kepentingan perusahaan. Pada akhirnya manajemen risiko bertujuan untuk
mendorong dan mendukung pengembangan, pengelolaan risiko usaha perusahaan dengan
penerapan prinsip dalam manajemen risiko.

Anda mungkin juga menyukai