Anda di halaman 1dari 4

Nama: Samsudin

Nim : 02170214058

Perodi : DIII Manajemen Perusahaan

Spesific Market Risk PT Gudang Garam Tbk


Contoh penerapan manajemen risiko kali ini bisa diketahui dari specific market risk yang
merupakan studi kasus pada PT Gudang Garam Tbk. Specific risk sendiri adalah risiko
perubahan harga instrumen keuangan karena faktor issuer atau penerbitnya.

Latar Belakang Masalah

Salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia yaitu PT Gudang Garam sempat
menjadi perusahaan yang juga mendapat dampak dari pelemahan nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika Serikat yang melanda Indonesia. Sebagaimana dijelaskan dalam
berita yang diterbitkan oleh liputan6.com berikut ini:

Dampak Pelemahan Rupiah Mulai Terasa ke Emiten 

Pelemahan mata uang rupiah dalam beberapa hari terakhir mempengaruhi laba-laba
perusahaan yang sudah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah pada hari Rabu (21/8/2013) sudah
menyentuh ke level Rp 10.963 per dolar Amerika Serikat (AS). Pergerakan nilai tukar
rupiah yang terjadi hari ini sangat mempengaruhi emiten-emiten yang sudah melantai di
bursa.

Kepala Strategi Riset dan Ekuitas Bahana Sekuritas me Harry Su mengatakan, akibat
dampak pergerakan pelemahan rupiah, banyak emiten yang terkena dampak dari
pelemahan rupiah tersebut. 

“Jelaslah, pelemahan rupiah itu sangat jelek untuk pasar. Tapi emiten yang mempunyai
utang berdasarkan mata uang dolar AS,” ujar Harry ketika ditemui dalam acara Halal bi
Halal Bahana Group dan Market Update di Graha Cimb Niaga, Jakarta, Rabu
(21/8/2013).

Menurut Harry, selain faktor pelemahan rupiah yang mempengaruhi laba bersih di setiap
emiten, dan juga kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate). Adapun saham
yang sangat terpengaruh terhadap pelemahan nilai tukar rupiah adalah, PT Indosat Tbk
(ISAT). Saham telekomunikasi tersebut terkena dampak 17,9% dari laba bersih,
sedangkan pengaruh BI Rate hampir sebesar 24% dari raihan laba bersih.

Selain ISAT, laba bersih perusahaan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) juga megalami
penurunan hingga 0,9%. Laba PT Bakrie Telekomunikasi Tbk (BTEL) juga mengalami
penurunan hingga 5,9% dan laba bersih PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) mengalami
penurunan 5,9%.

Lanjut Harry, pelemahan rupiah juga menurunkan laba bersih emiten, tapi juga
memberikan dampak pada keuntungan emiten. PT Timah Tbk (TINS) mengalami
penurunan keuntungan hingga 5,2%, sedangkan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI)
mengalami penurunan laba bersih hingga 3,4 %. 

“Pelemahan mata uang rupiah juga berdampak pada PT Sarana Menara Nusantara Tbk
(TOWR) mengalami penurunan laba bersih hingga sebesar 3,9%,” tegasnya.

Ditambahkannya, pelemahan rupiah yang semakin tajam, memang mempengaruhi kinerja


emiten, khususnya yang berpendapatan mata uang dolar AS.

Berdasarkan berita diatas PT Gudang Garam menjadi salah satu perusahaan yang
mengalami penurunan laba bersihnya sebesar 0,9% akibat melemahnya nilai rupiah. Hal
ini dialami oleh PT Gudang Garam karena perusahaan membutuhkan bahan baku utama
berupa tembakau dan cengkeh yang berkualitas untuk produk mereka.

Sementara kualitas panen tembakau dan cengkeh lokal yang menjadi bahan baku utama
tersebut sangatlah bergantung pada cuaca. Faktor cuaca yang kini sering tidak menentu
mengakibatkan penurunan kualitas panen kedua bahan baku tersebut.

Akibatnya, perusahaan terpaksa harus mengimpor persediaan bahan baku mereka dari
luar negeri untuk menjaga kualitas produk yang dihasilkan. Hal inilah pada akhirnya
yang menyebabkan menurunnya pendapatan dan laba bersih perusahaan.

Selain itu penurunan pendapatan dan laba bersih PT. Gudang Garam disebabkkan juga
oleh aturan pemerintah, karena sebelumnya industri rokok diberatkan dengan aturan
pemerintah yaitu regulasi mengenai rokok, PP Nomor 109 tentang Pengamanan Bahan
yang Mengandung Zat Adiktif berupa produk Tembakau bagi kesehatan yang
dikeluarkan pemerintah tahun 2012.

Aturan itu mengacu pada Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang


dicanangkan oleh WHO pada tahun 2003. Salah satu aturannya berupa kenaikan bea pita
cukai yang secara terus menerus dan juga kewajiban menampilkan gambar-gambar seram
dari bahaya rokok pada kemasan dan iklan rokok.
Biaya pita cukai dan PPN Gudang Garam pada tahun 2013 mencapai 29 triliun, atau
setara 67% dari total beban biaya pokok penjualan Gudang Garam. Jika dibandingkan
dengan pendapatan penjualan, maka biaya pita cukai Gudang Garam tahun 2013 setara
dengan 54% hasil pendapatan penjualan perusahaan. Artinya, 54% dari total pendapatan
penjualan Gudang Garam tahun 2013 digunakan untuk membayar bea pita cukai dan
PPN.

Selanjutnya, jika dilihat dalam beberapa tahun belakang, kontribusi biaya pita cukai dan
PPN tersebut nilainya selalu diatas 50% dari total pendapatan penjualan Gudang Garam.
Bagaimana pun itu perusahaan harus tetap mengeluarkan dana untuk membayar besarnya
biaya pita cukai sesuai aturan.

Kemudian, ditambah dengan kewajiban perusahaan menampilkan gambar-gambar dari


bahaya dan dampak negatif rokok pada kemasan serta iklan produk secara tidak langsung
akan mengurangi minat para konsumen untuk merokok. Hal ini tentu saja akan
menurunkan penjualan rokok, termasuk rokok Gudang Garam itu sendiri, dan dampak
lainnya dari ketatnya aturan pemerintah dalam industri rokok adalah Gudang Garam
harus mengurangi dan menghemat biaya perusahaan yang lainnya. 

Analisis
Specific market risk merupakan risiko yang hanya dialami secara khusus pada suatu
sektor atau sebagian bisnis saja tanpa bersifat menyeluruh (Agus Sucipto: Manajemen
Risiko). Kasus ini termasuk dalam kebijakan yang diberlakukan pada sektor Industri,
yaitu rokok.

Sesuai dengan pembahasan studi kasus diatas, PT Gudang Garam ikut merasakan dampak
dari penurunan nilai tukar rupiah yang berakibat menurunnya laba bersih perusahaan. Hal
itu kemudian juga berdampak pada membagian deviden kepada para pemegang saham,
serta peraturan pemerintah yang dapat menurunkan penjualan produk serta pendapatan
perusahaan.

Salah satu cara yang dilakukan oleh PT Gudang Garam untuk menanggulangi risiko
tersebut adalah dengan melakukan kebijakan penawaran pensiun dini kepada para
karyawannya terutama karyawan borongan sigaret kretek tangan (SKT) dan operasional
dengan alasan untuk mengantisipasi dampak buruk yang akan terjadi pada perusahaan
dimasa mendatang akibat bertambah ketatnya peraturan industri rokok yang telah
ditetapkan oleh pemerintah.

Dari kedua studi kasus perusahaan tersebut, dapat menjadi contoh penerapan manajemen
risiko di perusahaan. Penerapan manajemen risiko diharapkan berfungsi dengan baik
untuk kepentingan perusahaan.
Pada akhirnya manajemen risiko bertujuan untuk mendorong dan mendukung
pengembangan, pengelolaan risiko usaha perusahaan dengan penerapan prinsip dalam
manajemen risiko.

Anda mungkin juga menyukai