Anda di halaman 1dari 8

Analisis PESTEL PT.

Djarum, Tbk

Profil PT. Djarum, Tbk


PT. Djarum adalah perusahaan rokok nasional Indonesia yang berdiri di Kota Kudus
sejak tahun 1951 sampai saat ini. Indonesia memiliki jumlah perokok terbesar ketiga di dunia
sebesar 65 juta perokok. Namun sampai sekarang produknya masih dianggap kontroversial,
karena rokok dianggap sebagai produk pembunuh. Hal ini sesuai dengan tagline resmi dari
pemerintah untuk setiap produk rokok yakni “merokok membunuhmu”. Indonesia menempati
urutan ke-7 terbesar jumlah kematian yang disebabkan oleh kanker (188.100 orang) dan
Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) menyatakan 90%
kanker disebabkan oleh rokok, baik perokok pasif maupun aktif. Tahun 2009 Perusahaan
rokok dianggap sebagai “bad guy” oleh Altria Group, sehingga penjualan produk rokok di
Amerika serikat menurun 8%. Fenomena degradasi tersebut berujung pada kondisi
terancamnya eksistensi perusahaan rokok.
Sejarah PT. Djarum berawal saat Oei Wie Gwan membeli usaha kecil dalam bidang
kretek bernama Djarum Gramophon pada tahun 1951 dan mengubah namanya menjadi
Djarum. Awalnya perusahaan ini hanya dijalankan oleh sekitar 10 orang di Jl. Bitingan Baru
No. 28 (Sekarang Jl. A.Yani No. 28, Kudus). Oei mulai memasarkan kretek dengan merek
"Djarum" yang ternyata sukses di pasaran. Setelah kebakaran hampir memusnahkan
perusahaan pada tahun 1963 (Oei meninggal tidak lama kemudian), Djarum kembali bangkit
dan memodernisasikan peralatan di pabriknya. Pada tahun 1969, Djarum mulai mengeskpor
produk rokoknya ke luar negeri. Pada tahun yang sama, Djarum memasarkan Djarum Filter,
merek pertamanya yang diproduksi menggunakan mesin, diikuti merek Djarum Super yang
diperkenalkan pada tanggal 21 April 1970. Saat ini Djarum dipimpin Budi Hartono dan
Bambang Hartono, yang dua-duanya merupakan putra Oei.
Sekarang, di negara-negara maju seperti Amerika Serikat & Jepang pun perusahaan
rokok ini memilki pangsa pasar yang besar. Di negeri asalnya sendiri, Indonesia, produksi
rokok Djarum mencapai 48 milyar batang per tahun atau 20% dari total produksi nasional.
Seiring dengan pertumbuhannya, perusahaan rokok ini menjelma dari perusahaan rokok
menjadi grup bisnis yang berinvestasi di berbagai sektor. Kini Budi Hartono dengan Djarum
Group yang dipimpinnya pun melebarkan sayap ke banyak sektor antara lain perbankan,
properti, agrobisnis, elektronik dan multimedia, internet consumer, hiburan, dll. Diversifikasi
bisnis dan investasi yang dilakukan Djarum Group ini memperkokoh bisnisnya yang sudah
dirintis sejak tahun 1951.
Analisis PESTEL
Analisis PEST (Politik, Ekonomi, Sosial, dan Teknologi) yang kemudian diperluas
menjadi analisis PESTEL (Politik, Ekonomi, Sosial, Teknologi, Legal, dan Lingkungan)
menjelaskan kerangka dari faktor makro yang digunakan di lingkungan pemindaian
komponen dari manajemen strategis. Analisis ini merupakan bagian dari analisis eksternal
ketika melakukan analisis strategis atau pada saat riset pasar, dan memberikan gambaran
yang berbeda terhadap faktor makro yang harus diambil dalam pertimbangan. Analisis ini
adalah alat strategis untuk memahami pasar pertumbuhan atau penurunan, posisi, potensi dan
arah untuk operasi.
Dasar analisis PESTEL mencakup enam faktor :
1. Politik, yaitu faktor-faktor yang pada dasarnya adalah bagaimana campur tangan
pemerintah dalam perekonomian. Secara khusus, faktor-faktor politik termasuk kebijakan
pajak, hukum perburuhan, hukum lingkungan, pembatasan perdagangan, tarif, dan
stabilitas politik. Faktor-faktor politik juga dapat mencakup barang-barang dan jasa yang
akan diberikan atau diberi oleh pemerintah serta berbagai hal yang tidak ingin disediakan
oleh pemerintah. Lebih jauh, pemerintah memiliki dampak yang tinggi pada kesehatan,
pendidikan, dan infrastruktur pada negara.
2. Ekonomi, faktor yang termasuk dalam aspek ini seperti pertumbuhan ekonomi, suku
bunga, nilai tukar, dan tingkat inflasi. Faktor-faktor ini sangat mempengaruhi bagaimana
bisnis beroperasi dan membuat keputusan. Misalnya, suku bunga mempengaruhi biaya
modal perusahaan dan dari situ sejauh mana perusahaan tersebut dapat tumbuh dan
berkembang. Nilai tukar dapat mempengaruhi biaya dari barang-barang ekspor dan
pasokan dan harga barang-barang impor dalam perekonomian.
3. Sosial, faktor-faktor yang termasuk aspek budaya dan kesadaran kesehatan, laju
pertumbuhan penduduk, distribusi usia, karier, dan penekanan pada keselamatan.
Kecenderungan yang tinggi dalam faktor-faktor sosial mempengaruhi permintaan produk
perusahaan dan bagaimana perusahaan tersebut beroperasi. Misalnya, populasi yang
menua mungkin berarti tenaga kerja yang lebih kecil (sehingga meningkatkan biaya
tenaga kerja). Lebih jauh lagi, perusahaan dapat mengubah berbagai strategi manajemen
untuk beradaptasi dengan kecenderungan sosial yang disebabkan dari aspek ini (seperti
merekrut pekerja yang menua).
4. Teknologi, faktor-faktor yang termasuk aspek teknologi seperti penelitian dan
pengembangan, otomatisasi, insentif teknologi, dan tingkat perubahan teknologi. Aspek
ini dapat menentukan hambatan masuk, tingkat produksi minimal yang efisien, serta
pengaruh keputusan alih daya (outsourcing). Lebih jauh lagi, perubahan teknologi akan
mempengaruhi biaya, kualitas, dan menyebabkan dan akan menuju inovasi.
5. Legal, yaitu faktor hukum, hal ini termasuk diskriminasi hukum, undang-undang
perlindungan konsumen, undang-undang antitrust, hukum ketenagakerjaan, serta hukum
kesehatan dan keselamatan kerja. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi bagaimana
sebuah perusahaan beroperasi, biaya yang dikeluarkan perusahaan, dan permintaan
(demand) terhadap produknya.
6. Lingkungan (environmental) meliputi faktor ekologi dan aspek lingkungan seperti cuaca,
iklim, dan perubahan iklim, yang dapat sangat mempengaruhi industri seperti pariwisata,
pertanian, dan asuransi. Selain itu, meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap potensi
dampak perubahan iklim mempengaruhi bagaimana perusahaan beroperasi dan produk-
produk yang mereka tawarkan, baik menciptakan pasar baru serta mengurangi atau
menghancurkan produk yang sudah ada.

Analisis PESTEL PT. Djarum, Tbk


1. Politik
Peristiwa politik dan sosial yang terjadi di Indonesia saat ini dapat memberi dampak
merugikan pada kegiatan bisnis di negeri ini, khususnya bisnis rokok. Indonesia telah
mengalami proses perubahan demokrasi dari tahun ke tahun seiring dengan bergantinya
kepemimpinan, selain itu ditambah dengan semakin dekatnya Pemilihan Umum (Pemilu)
yang akan berlangsung pada awal tahun 2019 ini yang mengakibatkan timbulnya berbagai
peristiwa sosial dan politik sehingga menimbulkan ketidakpastian peta politik di Indonesia.
Peristiwa ini secara umum telah menimbulkan ketidakpastian politik, di samping gejolak
sosial dan sipil yang tercermin dengan adanya sejumlah kejadian dalam beberapa tahun
terakhir.
Di samping itu, regulasi pemerintah terkait industri rokok di dalam negeri makin ketat
karena alasan pertimbangan perlindungan konsumen dan kesehatan. Kondisi ini
menyebabkan industri rokok nasional termasuk PT. Djarum, Tbk kian tertekan. Beberapa
peraturan terkait industri rokok antara lain Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun
2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau
bagi Kesehatan. Selain itu juga, PP Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang
Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal yang selanjutnya ditindaklanjuti
dengan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 64/MIND/PER/7/2014 tentang
Pengawasan dan Pengendalian Usaha Industri Rokok, serta Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) No. 205/PMK.011/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No.
179/PMK.011/2012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Hal ini menjadi tantangan
tersendiri bagi PT. Djarum, Tbk, di samping itu kenaikan cukai juga menjadi faktor yang
memengaruhi perkembangan industri rokok. Untuk itu, pemerintah terus berusaha membuat
kebijakan yang dapat diterima oleh semua pihak dan perlu dijalankan sesuai dinamika
perkembangan industri ini. Dalam skala nasional, pemerintah menempatkan industri rokok
pada posisi strategis dan termasuk dalam Perpres No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan
Industri Nasional. Sesuai Perpres tersebut, industri hasil tembakau termasuk salah satu
industri untuk dikembangkan dengan tetap memperhatikan keseimbangan kesehatan,
penyerapan tenaga kerja, dan penerimaan negara.
Dengan banyaknya peraturan yang mengatur tentang rokok di Indonesia, PT. Djarum
tetap optimis bahwa penjualannya akan terus mengalami peningkatan karena tidak dapat
dipungkiri bahwa hampir sebagian orang dewasa khususnya pria sudah menganggap rokok
sebagai kebutuhan sehari-hari meskipun dampaknya bagi kesehatan sangatlah buruk.
2. Ekonomi
Perkonomian Indonesia sepanjang 2018 tumbuh sebesar 5,17%, angka pertumbuhan ini
lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya, padahal ekonomi dalam negeri saat ini
sedang menghadapi gelombang dari faktor eksternal yang iklimnya sedang tidak ramah,
termasuk ke Indonesia. Untuk mendorong perekonomian dibutuhkan langkah konkret seperti
meningkatkan nilai ekspor barang. BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia
2019 ini tumbuh di kisaran 5%-5,4% dengan titik tengah 5,2% dan diperkirakan ekonomi
bisa terus membaik dan investasi yang diproyeksi lebih tinggi, namun memang tidak bisa
tumbuh lebih cepat karena ekonomi global sedang sulit. Seperti yang dikatakan bahwa untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, diperlukan adanya peningkatan dalam ekspor barang
ke luar negeri, di mana PT. Djarum sebagai salah satu produsen rokok terbesar di Indonesia
ikut berkontribusi dalam melakukan ekspor rokok ke mancanegara, dan seperti kita ketahui
bahwa merek rokok Djarum sudah dikenal oleh masyarakat luar karena keunikan rasa dan
kualitasnya yang bagus.
Di samping itu, selain pertumbuhan ekonomi, industri rokok juga bisa dipengaruhi oleh
tingkat inflasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi Februari 2018 sebesar
0,17%. Angka ini turun dibandingkan tingkat inflasi Januari sebesar 0,62%. Adapun inflasi
tertinggi, terjadi di kelompok makanan jadi, minuman jadi, rokok, dan tembakau. Rokok
kretek dan filter menyumbang inflasi sebesar 0,01%. PT. Djarum sebagai produsen rokok
nasional perlu memperhatikan tingkat inflasi ini dan menyesuaikan dengan harga rokok yang
mereka jual kepada konsumen.
3. Sosial
Berdasarkan fakta yang ada, saat ini rokok tidak hanya dikonsumsi oleh orang dewasa,
tetapi juga anak muda, bahkan tidak sedikit mahasiswa yang merokok di lingkungan kampus,
baik laki-laki maupun perempuan. Secara umum ada dua faktor yang menyebabkan seseorang
merokok, yaitu faktor internal dan eksternal, faktor internal berasal dari dalam dirinya sendiri
yang merasa penasaran dan ingin mencoba rokok, sehingga zat adiktif yang terdapat dalam
rokok membuatnya ketagihan dan menjadi perokok aktif, sedangkan faktor eksternal berasal
dari lingkungan individu tersebut, misalnya teman-teman. Dalam peredarannya sendiri, rokok
di Indonesia masih sangat bebas, mulai dari kalangan anak-anak hingga dewasa dapat dengan
mudah mendapatkan sebatang rokok, baik di warung-warung kecil maupun di supermarket.
Rendahnya kesadaran masyarakat tentang bahaya rokok tampaknya belum sepenuhnya
dipahami, hampir semua kalangan usia bahkan tidak peduli apakah dia laki-laki dan
perempuan hampir semuanya mengonsumsi rokok, bagi perusahaan rokok seperti PT. Djarum
hal ini merupakan sesuatu yang menguntungkan karena penjualan juga akan semakin
meningkat, tetapi jika dilihat dari sisi moral, hal semacam ini merupakan salah satu
kebobrokan sosial, tetapi PT. Djarum dalam kegiatan CSR-nya terus mengkampanyekan gaya
hidup sehat dan produktif yang harus dijalani oleh semua orang sehingga semua orang dapat
terus percaya bahwa PT. Djarum merupakan perusahaan yang akan terus mengabdi bagi
Indonesia.
Menurut Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia terdapat 61,4 juta perokok di Indonesia (67,4%
laki-laki dan 4,5% perempuan). Tidak hanya itu, perokok anak usia 10-14 tahun mengalami
peningkatan hingga enam kali lipat dari tahun 1995-2007 menjadi 426.214 anak. Jumlah yang
tidak sedikit ini nantinya akan bertambah seiring dengan semakin bebasnya rokok di
Indonesia. sempat terdapat wacana dari pemerintah agar melakukan penutupan terhadap
pabrik rokok, hal ini tentunya sangan dikhawatirkan salah satunya oleh PT. Djarum sebagai
produsen rokok terbesar di Indonesia, tetapi kembali lagi bahwa ini bukan sepenuhnya
merupakan kesalahan perusahaan yang memang memproduksi rokok, tetapi dari diri kita
masing-masing apakah mau membatasi konsumsi rokok atau sebaliknya.
4. Teknologi
Faktor teknologi merupakan aspek yang sangat mempengaruhi kegiatan bisnis rokok di
Indonesia, dengan semakin berkembangnya teknologi dari tahun ke tahun, industri rokok juga
mengalami perubahan di dalam kegiatan operasional maupun penjualan perusahaannya. PT.
Djarum yang merupakan salah satu industri rokok terbesar tentunya juga terus mengadopsi
teknologi-teknologi yang ada guna memperlancar kegiatan usahanya. Kegiatan penelitian dan
pengembangan terus dilakukan oleh PT. Djarum agar tidak tertinggal dari industri rokok
lainnya di samping semakin meningkatnya persaingan rokok dalam negeri saat ini yang
dibuktikan dengan banyaknya usaha-usaha baru yang bergerak di bidang pembuatan rokok
nasional. Beralihnya kegiatan produksi rokok yang dulunya masih menggunakan cara manual
dan menyerap banyak tenaga kerja tampaknya sudah berpindah menggunakan teknologi
canggih yang tentunya semakin efektif dan efisien, imbasnya yaitu semakin tingginya tingkat
PHK yang dilakukan oleh beberapa produsen rokok tidak terkecuali PT. Djarum yang harus
memecat karyawannya seiring dengan bergantinya kegiatan produksi dari manual
menggunakan alat canggih.
Badan Khusus Pengendalian Tembakau Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
(IAKMI) mengatakan jumlah pabrik rokok kretek tangan (sigaret kretek tangan/SKT) terus
menurun. Hal ini dikarenakan adanya perubahan selera masyarakat yang lebih menyukai
rokok kretek mesin dari pada rokok kretek tangan, begitu pula pada semua konsumen PT.
Djarum. Menurut data dari Kementerian Keuangan, pada 2018 jumlah sigaret kretek tangan
sebesar 26,1 persen, menurun dari tahun 2010 sebesar 35,53 persen. Sedangkan untuk jumlah
sigeret kretek mesin (SKM) pada tahun 2018 sebesar 66,2 persen, meningkat dari tahun 2010
sebesar 57,52 persen.
5. Legal
Berdasarkan data yang ada, konsumsi rokok masyarakat Indonesia bisa dibilang cukup
tinggi. Di samping itu, biaya yang harus dibayar akibat dampak buruk yang ditimbulkan oleh
konsumsi rokok bisa sangat mahal. Di Indonesia sendiri, kebiasaan merokok telah membunuh
225 ribu orang setiap tahun, sementara itu, lebih dari 97 juta masyarakat Indonesia (yang
bukan perokok) hampir setiap hari terpapar asap rokok atau biasa disebut perokok pasif
sehingga berisiko menderita berbagai penyakit yang ditimbulkan oleh asap rokok tersebut, di
mana mengandung 4.000 jenis senyawa kimia beracun. Pada saat yang sama, biaya kesehatan
yang dikeluarkan untuk berbagai penyakit yang diakibatkan dengan penggunaan tembakau
mencapai Rp 11 triliun setiap tahun. Di samping itu, meski dampak buruk konsumsi
tembakau / rokok sudah sangat jelas, belakangan ini sejumlah wakil rakyat di parlemen justru
mendorong legalisasi rokok kretek sebagai warisan budaya yang harus dilestarikan dan
dipromosikan agar tidak hilang ditelan zaman. Wacana untuk memasukkan pasal kretek
dalam Rancangan Undang-Undang Kebudayaan sebagai bagian dari budaya nasional yang
harus dilestarikan tentu saja kontraproduktif dengan upaya pemerintah yang sedang serius
mengendalikan produk tembakau sesuai amanat undang-undang kesehatan. Jika pasal kretek
jadi diundangkan, tingkat konsumsi rokok masyarakat bakal sulit ditekan. Pasalnya, sekitar
90 persen perokok Indonesia menggunakan rokok kretek.
Secara hukum, rokok di Indonesia memang tidak dilarang, dalam arti lain legal, namun
memang terdapat batasan dalam beberapa hal, salah satunya adanya undang-undang yang
mengatur tentang perlindungan konsumen. Semua kalangan masyarakat berhak mengonsumsi
rokok dan tidak ada batasan usia maupun jenis kelamin. PT. Djarum sebagai produsen rokok
nasional menyambut baik hal ini, yaitu legalnya rokok di Indonesia, tetapi wajib hukumnya
bagi setiap produsen rokok menyampaikan efek / dampak buruk rokok di kemasan rokoknya
masing-masing, yaitu dengan adanya himbauan tentang penyakit apa saja yang dapat
ditumbulkan akibat mengonsumsi rokok dalam jangka panjang, selain itu juga adanya
gambar-gambar yang memperlihatkan orang yang sedang menderita suatu penyakit akibat
merokok.
6. Lingkungan
Impor tembakau yang dilakukan oleh Indonesia untuk bahan baku rokok masih sangat
besar. Hampir 75% bahan baku rokok di Indonesia berasal dari tembakau impor. Saat ini
produksi tembakau Indonesia rata-rata per tahun sekitar 215 juta ton. Jumlah ini hanya
memenuhi sepertiga dari kebutuhan industri rokok. Untuk itu, lanjutnya, masih sangat besar
peluang bagi para petani tembakau untuk mengembangkan pertaniannya. Apalagi, dalam
Peraturan Pemerintah (PP) Tembakau tidak ada larangan bagi para petani tembakau untuk
mengisi pasar tersebut. Sebenarnya tidak ada hambatan bagi para petani tembakau, hal
dikarenakan hanya masalah perubahan iklim mengingat iklim di Indonesia ada dua, yaitu
kemarau dan hujan, di mana ketika musim kemarau mungkin sebagian besar petani sering
kesulitan untuk mendapatkan air guna mengairi ladang tembakaunya, begitu juga ketika
musim hujan di mana petani lagi-lagi menghadapi kondisi gagal panen yang mengancam
tanamannya. Kondisi seperti ini memang tidak terjadi setiap tahun, hanya pada saat tertentu
saja yang memang sedang mengalami musim kemarau dan hujan yang ekstrim.
PT. Djarum sebagai produsen rokok terbesar di Indonesia juga tidak luput dari kondisi
alam semacam ini, dengan menurunnya produksi tembakau dalam negeri maka perusahaan
ini juga mau tidak mau harus melakukan impor tembakau demi kelancaran sistem
produksinya. Hal semacam ini bukan merupakan masalah yang besar bagi PT. Djarum karena
memang faktanya industri yang bergerak di bidang pembuatan rokok ini terus mengalami
peningkatan pada penjualan rokok nasionalnya, meskipun sering dihadapkan dengan kondisi
tingginya bea impor yang diberlakukan oleh pemerintah.

Sumber / referensi :
David, F. R. 2004. Manajemen Strategis : Konsep-Konsep. Edisi Kesembilan. PT. Indeks:
Jakarta.
Hardinata, Niky. 2014. Perencanaan Strategis Sistem Informasi untuk Menciptakan
Keunggulan Bersaing. (Diakses dari :
https://www.academia.edu/28742494/PERENCANAAN_STRATEGIS_SISTEM_INF
ORMASI_-_PEST_ANALYSIS pada tanggal 26 Maret 2019)
Kotler, Philip dan Armstrong G. 2012. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Edisi 13. Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
https://www.djarum.com/

Anda mungkin juga menyukai