Referat Lintang Caput Succedaneum
Referat Lintang Caput Succedaneum
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
CAPUT SUCCEDANEUM
Oleh
Putri Lintang Kharisma
NIM. 1610015027
Dosen Pembimbing
dr. Abdul Mu’ti, M.Kes, Sp.Rad
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat tentang “Caput
Succedaneum”. Referat ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di
Laboratorium Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Abdul Mu’ti, M.Kes, Sp.Rad
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan masukan kepada
penulis sehingga referat ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa masih
terdapat banyak kekurangan dalam penulisan referat ini, sehingga penulis
mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan referat ini. Semoga referat ini
dapat berguna bagi para pembaca.
Penulis,
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penulisan referat ini adalah untuk menambah ilmu dan
wawasan secara umum mengenai caput succedaneum.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penulisan referat ini adalah untuk mengatahui modalitas
apa saja yang bisa digunakan serta melihat gambaran radiologi yang khas pada kasus
caput succedaneum sehingga dapat mempermudah penegakan diagnosis.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1) Skin
Kulit kepala tebal mencapai 3-7 mm dan ditumbuhi rambut serta mengandung
banyak kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
2) Connective tissue
Lapisan fibrofatty yang menghubungkan kulit ke aponeurosis yang mendasari otot
oksipitofrontalis dan terdapat banyak pembuluh darah dan saraf.
3) Aponeurosis galea
Struktur tendinus tipis yang menyediakan tempat penyisipan untuk otot
3
oksipitofrontalis. Secara posterolateral perlekatan aponeurosis meluas dari garis
nuchal superior ke garis temporal superior. Secara lateral, aponeurosis berlanjut
sebagai fasia temporal. Di anterior, ruang subaponeurotik meluas ke kelopak mata
atas karena kurangnya penyisipan tulang. Loose connective tissue menyediakan
ruang subaponeurotik potensial yang memungkinkan cairan dan darah mengalir
dari kulit kepala ke kelopak mata atas.
4) Loose connective tissue
Jaringan ikat longgar menghubungkan aponeurosis galea ke perikranium.
Mengandung vena emissary dan memungkinkan 3 lapisan superfisial kulit kepala
untuk bergerak di atas perikranium.
5) Perikranium
Perikranium merupakan periosteum dari tulang tengkorak.
(Harris, 2013; Pokhrel, 2015)
Gambar 2.2 Suplai Darah dan Drainase Vena SCALP (Pokhrel, 2015)
Suplai darah ke kulit kepala berasal dari arteri carotis communis, arteri intercostalis
posterior, dan cabang terminal arteri subclavia. Arteri ini terhubung melalui
4
anastomosis. Anastomosis yang berada di bagian regio temporal paling banyak. Arteri
carotis communis bercabang menjadi arteri carotis interna dan eksterna. Keduanya
mengeluarkan cabang yang mensuplai area berbeda di kulit kepala (Tajran & Gosman,
2020).
5
Gambar 2.4 Vena SCALP (Tajran & Gosman, 2020)
Sistem drainase kulit kepala mengalir ke vena superfisial dan profundus. Vena
superfisial mengikuti arteri nya masing-masing. Vena supraorbital dan supratroklear
bersatu di sudut medial mata dan membentuk vena sudut yang selanjutnya berlanjut
sebagai vena wajah. Vena temporal superfisial turun di depan tragus, memasuki
kelenjar parotis, dan kemudian bergabung dengan vena maksila untuk membentuk
vena retromandibular. Bagian anteriornya menyatu dengan vena wajah untuk
membentuk vena wajah umum, yang mengalir ke vena jugularis, dan akhirnya ke vena
subklavia. Vena oksipital berakhir ke pleksus sub-oksipital. Terdapat vena lain, seperti
vena emissary dan vena diploik frontal, yang juga berkontribusi pada drainase vena
(Tajran & Gosman, 2020)
2.2 Definisi
Caput succedaneum merupakan manifestasi dari trauma lahir dan terjadi pengumpulan
cairan serosanguineous subkutan di luar aponeurosis galea pada kulit kepala bayi baru
lahir (Kabbani & Radswiki, 2021). Kelainan ini biasanya terjadi pada presentasi
6
kepala, sesuai dengan posisi bagian yang bersangkutan (Prawirohardjo, 2016).
2.3 Epidemiologi
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Ekiz dkk tahun 2013 secara keseluruhan
terdapat 642 (52%) bayi yang baru lahir adalah laki-laki dan 592 (48%) adalah
perempuan. Biasanya, 831 bayi baru lahir (67,3%) memiliki Paling sedikit satu lesi
kulit seperti caput succedaneum, neonatal transien melanosis pustular dan sianosis
muncul terutama pada bayi yang lahir melalui vagina. Namun, caput succedaneum itu
secara signifikan lebih tinggi pada bayi yang baru lahir dari ibu primipara (Hartina,
2017).
2.4 Etiologi
Penyebab caput succedaneum adalah tekanan kepala pada daerah serviks dan tekanan
dinding rahim pada jaringan kepala, sehingga terjadi bendungan sirkulasi perifer dan
limfe yang disertai dengan pengeluaran cairan tubuh kejaringan ekstravaskuler.
Keadaan ini bisa terjadi pada partus lama atau persalinan dengan vacum ekstraksi
(Hartina, 2017 ; Vlasyuk, 2019).
1. Partus lama
Partus lama dapat menyebabkan caput succedaneum. Hal ini terjadi akibat
adanya tekanan pada jalan lahir yang terlalu lama sehingga menyebabkan
pembuluh darah vena tertutup, tekanan dalam kapiler vena meninggi hingga
cairan masuk ke jaringan longgar dan bergerak menuju tempat terendah
(Hartina, 2017).
2. Vacum ekstraksi
Persalinan dengan bantuan vakum, kulit kepala akan lepas ketika “vacuum
cup” terlepas dari kepala dan mengikis lapisan kulit dibawahnya sehingga
kepala bayi terlihat bengkak/edema (Nicholson, 2007 ; Hartina, 2017).
7
2.5 Faktor Risiko
Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya caput succedaneum umumnya
adalah ibu nuliparitas dan penggunaan vacum (Harbert & Pardo, 2018). Insiden caput
succedaneum dapat meningkat pada persalinan yang sulit atau berkepanjangan, dengan
ketuban pecah dini (cairan ketuban tidak tersedia untuk melindungi tengkorak selama
persalinan) (Nicholson, 2007).
Caput succedaneum terlihat segera setelah melahirkan dan secara bertahap mengecil
ukurannya setelah itu. Hal ini paling sering ditemukan di bagian puncak kepala. Caput
succedaneum umumnya memiliki kedalaman 1-2 cm. Pada pemeriksaan fisik, terasa
lunak terdapat lekukan dengan tepi tidak teratur dan mungkin memiliki tampilan
petekie, purpura, dan atau ekimotik. Tampak pada saat lahir dan tidak bertambah besar.
Pembengkakan melewati sutura. Pengumpulan cairan serosa bergeser dari satu sisi ke
sisi lain seiring dengan perubahan posisi kepala bayi. Dalam kasus yang jarang terjadi
dari persalinan dengan bantuan vakum, kulit kepala akan lepas ketika “vacuum cup”
terlepas dari kepala dan mengikis lapisan kulit dibawahnya (Nicholson, 2007).
Menurut Hartina (2017) benjolan caput succedaneum berisi serum dan kadang
bercampur dengan darah, permukaan kulit berwarna ungu atau kemerahan.
8
2.7 Patomekanisme
Caput succedaneum paling sering terlihat di bagian depan tengkorak bayi selama
persalinan pervaginam. Pembengkakan terbentuk dari tekanan tinggi yang diberikan
pada kepala bayi selama persalinan oleh dinding vagina dan rahim saat kepala
melewati serviks yang menyempit. Ketegangan yang berkepanjangan ini
menyebabkan cairan serosanguineous bocor dari jaringan subkutan ke area di atas
periosteum antara kulit kepala dan lapisan periosteum dengan hasil edema atau memar.
Lokasi ini menghasilkan kumpulan cairan yang melintasi sutura kranial (Nicholson,
2007).
Benjolan caput succedaneum ini berisi cairan serum dan sering bercampur dengan
sedikit darah. Benjolan dapat terjadi sebagai akibat bertumpang tindihnya tulang
kepala di daerah sutura pada suatu proses kelahiran sebagai salah satu upaya bayi untuk
mengecilkan lingkaran kepalanya agar dapat melalui jalan lahir. Umumnya moulage
ini ditemukan pada sutura sagitalis dan terlihat segera setelah bayi lahir. Moulage ini
umumnya jelas terlihat pada bayi premature dan akan hilang sendiri dalam satu sampai
dua hari (Hartina, 2017).
9
Gambar 2.7 Moulage pada Caput Succedaneum (Chaturvedi, et al., 2018)
Selain dari tekanan kepala janin, mekanisme terbentuknya caput succedaneum bisa
diakibatkan oleh stasis vena dibagian kepala akibat adanya penekanan pada aliran
vena. Dalam proses persalinan “contact belt” terbentuk antara kepala janin dan
jaringan rahim di jalan lahir. Tekanan pada kepala janin selama persalinan dapat
mencapai 120-500mmHg. Tekanan dari sisi dinding rahim maksimum di daerah
“contact belt” kepala mencapai 200-300mmHg atau lebih (Vlasyuk, 2019).
2.8 Diagnosis
Caput succedaneum dapat dideteksi dengan USG prenatal, bahkan sebelum
persalinan dimulai. Caput succedaneum telah ditemukan sejak 31 minggu kehamilan.
Hal ini sangat sering terjadi karena ketuban pecah dini atau terlalu sedikit cairan
ketuban (Adler, 2019). Caput succedaneum sering diidentifikasi pada pemeriksaan
fisik tanpa perlu pemeriksaan lanjutan. Namun, jika ditemukan adanya masalah maka
bisa dilakukan ultrasonografi, CT-Scan atau MRI (Smith, 2017; Kabbani & Radswiki,
2021).
2.8.1 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis caput succedaneum
yaitu dengan ultrasonografi, CT-Scan atau MRI (Kabbani & Radswiki,
2021).
10
Ultrasonografi
A B
Gambar 2.9 Gambaran MRI dari Caput Succedaneum (Kabbani & Radswiki, 2021)
11
Gambar 2.9 anak panah (putih) menggambarkan kumpulan cairan di area
supraaponeurosis dengan gambaran hipointens (lebih gelap) (Widyaningrum, Faisal,
Mitrayana, Mudjosemedi, & Agustina, 2018).
CT-Scan
Gambar 2.10 Gambaran CT-Scan dari Caput Succedaneum (The Ultrasound of Life, 2021)
Gambar 2.10 menunjukkan jaringan lunak yang membengkak di atas tulang parietal
kiri dengan gambaran hipodens (lebih gelap) (The Ultrasound of Life, 2021).
Gambar 2.11 Gambaran ultrasonografi dari subgaleal hematoma, caput succedaneum dan
cephalohematoma (European Society of Radiology, 2021)
12
Gambar 2.11 menunjukkan potongan coronal dari tulang tengkorak. Panah biru
menunjukkan caput succedaneum. Panah merah menunjukkan cephalohematoma,
sedangkan panah kuning menunjukkan sutura. (B : caput succedaneum. SUBG :
subgaleal hematoma. CEF : cephalohematoma) (European Society of Radiology,
2021).
2.9 Penatalaksanaan
Caput succadaneum biasanya akan menghilang dalam beberapa hari setelah
kelahiran. Sehingga, dalam penatalaksanaannya hanya berupa observasi
(Prawirohardjo, 2016).
Observasi pada bayi dengan caput succedaneum sebagai berikut:
1. Perawatan bayi sama dengan bayi normal
2. Pengawasan keadaan umum bayi
3. Berikan lingkungan yang baik, adanya ventilasi dan sinar matahari yang cukup
4. Pemberian ASI yang adekuat
5. Pencegahan infeksi harus dilakukan untuk menghindari adanya infeksi pada
benjolan.
(Hartina, 2017).
2.10 Komplikasi
Dalam sebagian besar kasus, caput succedaneum hilang dengan sendirinya
dengan komplikasi tambahan atau implikasi jangka panjang. Tetapi, terdapat
komplikasi yang jarang terjadi namun bersifat signifikan. Komplikasi ini adalah
memar pada kulit di area yang mengalami pembengkakan/edema dengan nekrosis.
Hasilnya bisa berupa jaringan parut dan alopecia serta kasus yang jarang terjadi yaitu
infeksi sistemik.
Memar ini dapat menyebabkan peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Kadar
bilirubin berlebih merupakan penyebab penyakit kuning pada bayi baru lahir. Artinya,
caput succedaneum berpotensi menyebabkan penyakit kuning pada bayi atau dapat
memperburuk keadaan. Jika ditangani dan dirawat dengan benar (biasanya dengan
13
paparan sinar matahari) penyakit kuning pada bayi bukanlah kondisi yang serius.
Namun, jika tidak dipantau dan diobati beberapa kasus dapat memburuk dan akhirnya
mengarah pada kondisi yang sangat serius dan berpotensi mengancam nyawa yang
disebut kernikterus. Kernikterus terjadi ketika kadar bilirubin dalam darah meningkat
dan mulai menyerang dan merusak otak, sehingga mengakibatkan terjadinya
kerusakan otak yang serius dan permanen (Birth Injury Help Center, 2021).
2.11 Prognosis
Pemulihan total dapat terjadi dan kulit kepala akan kembali ke bentuk normal
setelah beberapa hari (Adler, 2019).
Gambar 2.12 Gambaran CT-Scan Subgaleal Hematoma (Saber & Jones, 2021)
2. Cephalohematoma
Cephalohematoma terjadi di sub periosteal. Perdarahan ini terjadi karena
14
pecahnya vena diploid dibawah periosteum (Harbert & Pardo, 2018). Lesi
muncul sebagai massa yang tegang dan kuat setelah lahir dan sering kali
membesar selama beberapa hari pertama. Pada CT-Scan gambaran hipodens
sedangkan pada MRI gambaran hiperintens (Rabelo, Matushita, & Cardeal,
2017).
15
sakit, demam dengan tingkat plasma C-reaktif protein (CRP) dan jumlah sel darah
putih adalah 0.1mg/dL dan 9500/mm3. Temuan ini menunjukkan bahwa tidak ada
korioamnionitis. Pemeriksaan vagina didapatkan os serviks berdilatasi 2 cm dan cairan
ketuban mengalir keluar. Keputihan (-). Ultrasonografi menunjukkan bahwa panjang
serviks adalah 28mm. Walaupun telah diberitahu dokter bahwa pasien memiliki
prognosis buruk tetapi, pasien tetap ingin melanjutkan kehamilan. Kateter dipasang
secara transabdominal di dalam rongga ketuban setelah memasukkan jarum 21G
dengan panduan USG.
Kultur ketuban : Negatif
Kadar leukosit PMN : 371sel/mm
Glukosa : 20mg/dL
Dehidrogenase laktat : 2575 IU/L
Elastase Neutrofil : 14.7 pg/mL
Penemuan ini menunjukkan peradangan pada ketuban. Terapi magnesium sulfat dan
ritodrin digunakan untuk tokolisis. Antibiotik juga diberikan.
Pada usia kehamilan 23 minggu sejumlah kecil aliran keluar secara tidak terduga
terlihat. Penemuan terakhir melalui USG terdapat obstruksi saluran serviks.
Pada usia kehamilan 24 minggu, ukuran ujung ibu jari dan massa seperti polip. Pada
pemeriksaan vagina menunjukkan massa berwarna hitam ungu dengan rambut di
permukaannya. Temuan ini bersama dengan USG transvaginal mengarah kepada
diagnosis caput succedaneum. Setelah dilakukan anestesi, inkarserata caput
succedaneum direposisi dengan menggunakan jari.
Pada usia kehamilan 25 minggu, USG transvaginal menunjukkan suatu tonjolan
dengan gambaran hipoekogenik (hipoekoik) dalam jaringan lunak kepala janin.
Pada usia kehamilan 26 minggu terjadi perdarahan hebat dan dilakukanlah SC. Kepala
bayi lahir tampak normal dengan sebaran rambut namun, sedikit menonjol ketika di
palpasi. Dari hasil pemeriksaan USG kepala, sinar-X dan pencitraan resonansi
magnetik tidak ditemukan adanya kelainan seperti perdarahan intrakranial, patah
tulang tengkorak atau cacat tulang. Namun, ditemukan retinopati prematuritas.
16
Gambar 2.15 Ultrasonografi transvaginal (Okazaki, Miyazaki, Kihira, & Furuhashi, 2013)
Gambar 2.8 menunjukkan pada gambar A dan B tonjolan (mata panah) dengan
gambaran hipoekogenik. H : kepala janin. C : serviks.
17
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Caput succedaneum merupakan kelainan pada bentuk kepala akibat penumpukan
cairan serosanguineous subkutan di luar aponeurosis galea pada kulit kepala bayi baru
lahir. Hal ini bisa disebabkan karena trauma pada jalan lahir dan dapat diperparah
apabila terjadi partus lama/ketuban pecah dini. Caput succedaneum sering
diidentifikasi pada pemeriksaan fisik tanpa perlu pemeriksaan lanjutan karena akan
hilang dalam beberapa hari setelah bayi lahir. Namun, tetap diperlukan observasi
secara teratur. Jika ditemukan adanya masalah maka bisa dilakukan ultrasonografi,
CT-Scan atau MRI.
3.2 Saran
Dalam menegakkan diagnosis caput succedaneum diperlukan anamnesis secara
menyeluruh kepada pasien, hingga kemungkinan terjadinya ketuban pecah dini. Oleh
karena itu, sebagai tenaga kesehatan kita perlu memonitoring kondisi ibu hamil secara
berkala memalui ANC tiap kali pasien berkunjung untuk meminimalisir kejadian caput
succedaneum. Selain itu, kemampuan dalam memanfaatkan pemeriksaan penunjang
seperti pemeriksaan radiologis guna membantu menegakkan diagnosa dan
mengeliminasi diagnosis banding perlu dikuasai dengan baik.
18
DAFTAR PUSTAKA
Adler, L. C. (2019, April 4). Caput Succedaneum. Retrieved from Medline Plus:
https://medlineplus.gov/ency/article/001587.htm
Birth Injury Help Center. (2021, Februari 5). Caput Succedaneum. Retrieved from
Birth Injury Help Center: https://www.birthinjuryhelpcenter.org/caput-
succedaneum.html
Chaturvedi, A., Chaturvedi, A., Stanescu, A. L., Blickman, J. G., & Meyers , S. P.
(2018). Mechanical birth-related trauma to the neonate: An imaging
perspective. SpringerOpen, 103-118.
Duke, T., Kelly, J., Weber, M., English, M., & Campbell, H. (2021, Februari Selasa).
Trauma Lahir. Retrieved from Hospital Care for Children:
https://www.ichrc.org/3124-trauma-lahir
Gilboa, Y., Kivilevitch , Z., Kedem, A., Spira, M., Borkowski, T., Moran, O., . . .
Achiron, R. (2013). Caput succedaneum thickness in prolonged second stage
of labour: a clinical evaluation. Australian and New Zealand Journal of
Obstetrics and Gynaecology, 459-463.
Hartina, H. (2017). Manajemen Asuhan Kebidanan pada Bayi Ny. M dengan Caput
Succedaneum di RSUD Syekh Yusuf Gowa. Repositori Universitas Islam
Negeri Alauddin, 42.
Kabbani, A. A., & Gaillard, F. (2021, Februari 5). Cephalohematoma. Retrieved from
Radiopaedia: https://radiopaedia.org/articles/cephalohaematoma?lang=us
19
Nicholson, L. (2007). Caput succedaneum and cephalohematoma: the cs that leave
bumps on the head. PubMed.gov, 277-281. doi:10.1891/0730-0832.26.5.277
Okazaki, A., Miyazaki, K., Kihira, K., & Furuhashi, M. (2013). Prenatal incarceration
of caput succedaneum: A case report. World Journal of Obstetrics and
Gynecology, 34-36.
Rabelo, N. N., Matushita, H., & Cardeal, D. D. (2017). Traumatic brain lesions in
newborns. Arquivos de Neuro-Psiquiatria, 180-188.
doi:http://dx.doi.org/10.1590/0004-282x20170016
Saber, M., & Jones, J. (2021, Februari 5). Subgaleal Hematoma. Retrieved from
Radiopaedia: https://radiopaedia.org/articles/subgaleal-haematoma-2?lang=us
Smith, L. (2017, Agustus 13). What is caput succedaneum? Retrieved from Medical
News Today: https://www.medicalnewstoday.com/articles/318918
Tajran, J., & Gosman, A. A. (2020). Anatomy, Head and Neck, Scalp. StatPearls
Publishing LLC.
The Ultrasound of Life. (2021, Februari 5). Caput Succedaneum. Retrieved from The
Ultrasound of Life: http://www.fetalultrasound.com/online/text/12-070.HTM
Usman, S., & Lees, C. (2015). Benefits and pitfalls of the use of intrapartum ultrasound.
Australasian Journal of Ultrasound in medicine, 1-7. doi:
https://doi.org/10.1002/j.2205-0140.2015.tb00042.x
Vlasyuk, V. (2019). What is the cause of the caput succedaneum and the region of
periosteal blood congestion of the blood of the skull? Clinical research in
obstetrics and gynecology, 2(2), 1-2.
Widiyati, M. T., Wibowo, S. W., & Haksari, E. L. (2014). Faktor Risiko Trauma Lahir.
Sari Pediatri, 15, 294-300.
Widyaningrum, R., Faisal, A., Mitrayana, M., Mudjosemedi, M., & Agustina, D.
20
(2018). Imejing diagnostik kanker oral: prinsip interpretasi pada radiograf
dental, CT, CBCT, MRI, dan USG. Majalah Kedokteran Gigi Indonesia, 1-14.
21