Anda di halaman 1dari 4

Tugas PSDMP

(Pembangunan Sumber Daya Manusia Pertanian)

Di susun oleh :

Enda Ramayani
1910273020

Dosen pengampu :

Dr. Ir. Hery Bachizal Tanjung M.Si

Program studi penyuluhan pertanian


Jurusan sosial ekonomi
Fakultas pertanian
Universitas andalas
Padang
2022
A. Latar belakang
Kolaborasi diartikan sebagai bentuk kerja sama, interaksi, kompromi beberapa
elemen terkait baik individu, lembaga atau pihak-pihak yang terlibat secara langsung dan
tidak langsung yang menerima akibat dan manfaat. (Haryono, N., 2012:48). Penjelasan
tersebut menegaskan bahwa berbagai bentuk kerja sama, interaksi di pemerintahan,
maupun resolusi konflik di berbagai aktor yang terlibat secara langsung maupun tidak
langsung akan menerima dampak dari penyelenggaraan pemerintahan.
Proses kolaboratif memerlukan partisipasi, kesetaraan kekuasaan, serta
kompetensi yang memadai dari para pemangku kepentingan. Kondisi ini terlihat sulit
terjadi pada masyarakat yang cenderung memiliki tingkat partisipasi, kesetaraan
kekuasaan,dan kompetensi rendah (masyarakat non kolaboratif), suatu kondisi
masyarakat yang masih terjadi terutama di negara-negara berkembang (Sufianti dkk.,
2014).
B. Defenisi kalaborasi
Kolaborasi merupakan salah satu bentuk interaksi sosial. Menurut Abdulsyani,
Kolaborasi adalah suatu bentuk proses sosial, dimana didalamnya terdapat aktivitas
tertentu yang ditujukan untuk mencapai tujuan bersama dengan saling membantu dan
saling memahami aktivitas masing-masing
Sebagaimana dikutib oleh Abdulsyani, Roucek dan Warren, mengatakan bahwa
kolaborasi berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama. Ia adalah suatu
proses sosial yang paling dasar. Biasanya, kolaborasi melibatkan pembagian tugas,
dimana setiap orang mengerjakan setiap pekerjaan yang merupakan tanggung jawabnya
demi tercapainya tujuan bersama
Defenisi kolaborasi menurut para ahli, yakni sebagai berikut:
1. Jonathan (2004) mendefinisikan kolaborasi sebagai proses interaksi di antara
beberapa orang yang berkesinambungan.
2. Menurut Kamus Heritage Amerika (2000), kolaborasi adalah bekerja bersama
khususnya dalam usaha penggabungan pemikiran.
3. Kolaborasi diartikan sebagai bentuk kerja sama, interaksi, kompromi beberapa
elemen terkait baik individu, lembaga atau pihak-pihak yang terlibat secara langsung
dan tidak langsung yang menerima akibat dan manfaat. (Haryono, N., 2012:48
C. Proses Kolaborasi
Proses Kolaboratif, menurut Anshell dan Gash (2008), terdiri dari berbagai
tahapanyaitu adanya dialog tatap muka (face-to-face dialogue), membangun kepercayaan
(trustbuilding), membangun komitmen terhadap proses (commitment to the process),
berbagi pemahaman (shared understanding), dan keluaran sementara
(intermediateoutcome).
Model DIAD Network Dynamic yang dikembangkan Innes dan Booher (2010)
memperlihatkan bahwa proses kolaborasi menggambarkan jejaring kolaboratif di manater
dapat keragaman, saling ketergantungan dan terdapat dialog otentik di dalamnya. Halini
berarti bahwa: pertama, jejaring kolaboratif memiliki keragaman agen-agen; kedua, agen-
agen berada dalam situasi mampu untuksaling memenuhi kepentingan masing-masingdan
adanya saling ketergantungan diantaramereka, dan ketiga, terdapat dialog otentik
(authentic dialogue) dimana komunikasi mengalir (Sufianti dkk., 2014)
Kolaboratif terjadi jika terdapat beberapa prasyarat (Sufianti, 2013 dalam Sufianti
Dkk., 2014) yaitu: (1) Terdapat partisipasi para pemangku kepentingan; (2) Terdapat
kondisi di mana ada kesetaraan kekuasan/tidak ada dominasi oleh pihak tertentu, setiap
aktor yang berdialog tidak di halangi oleh batas herarki dan terdapat rasa saling
menghormati; (3) Terdapat aktor-aktor yang kompeten, yaitu aktor yang memiliki
kompetensi berkomunikasi, memahami substansi, dan memiliki orientasi mencapai tujuan
untuk kepentingan bersama. Proses kolaboratif akan dapat berjalan dengan baikdengan
partisipasi aktif para pemangkukepentingan diwakili oleh aktor-aktor yangmemiliki
kemampuan berdialog.
D. Tahap Proses Kolaborasi
 Tahap I Problem Setting;
Menentukan permasalahan, mengidentifikasikan sumber-sumber, dan
sepakat untuk kolaborasi dengan pengguna jasa.
 Tahap II Direction Setting:
Menentukan aturan dasar, menyusun agenda dan mengorganisasikan
subsub kelompok. Menyatukan informasi yang ada, meneliti pilihan, dan
memperbanyak persetujuan yang diinginkan
 Tahap III Implementation:
Ketentuan yang telah disepakati dan didorong oleh pihak dari luar telah
dibangun, pelaksanaan persetujuan harus selalu dimonitor.
DAFTAR PUSTAKA

Ansell, C. dan Gash, A., (2007). “Collaborative Governance in Theory and Practice,“
Journalof Publik Administration Research and Theory, 18:543- 571

Innes, J.E. dan Booher, D.E. (2010). “Beyond Collaboration Democratic Governancefor a
Resilient Society,” dalam Planning with Complexity, An Introduction to collaborative
rationality or public policy, pp 196-215., Routledge, Oxon

Sufianti E, Sawitri D, Pribadi KN, Firman T. (2014). “Proses Kolaboratif dalam


Perencanaan Berbasis Komunikasi pada Masyarakat Non kolaboratif.” Mimbar 29 (2):
133-144

Anda mungkin juga menyukai