Anda di halaman 1dari 11

1.

KOMUNITAS KOMPETEN

1.1. Mampu mengidentifikasi masalah dan kebutuhan komunitas

Masalah ataupun persoalan dapat diartikan sebagai tafsir sesuatu yang

teramati lewat tanggap rasa, cerapan dan konsep yang ketiganya merupakan cetusan

alam fikir dan alam rasa (Notohadiprawiro, 2006). Identifikasi masalah adalah suatu

tahap permulaan dari penguasaan masalah yang di mana suatu objek tertentu dalam

situasi tertentu dapat kita kenali sebagai suatu masalah. Tujuan dari identifikasi

masalah yaitu agar kita maupun pembaca mendapatkan sejumlah masalah yang

berhubungan dengan penelitian (Husaini dan Purnomo, 2008).

Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai

persamaan nilai (values), perhatian (interest) yang merupakan kelompok khusus

dengan batas-batas geografi yang jelas, dengan norma dan nilai yang telah

melembaga (Sumijatun, 2006). Sedangkan dalam kelompok masyarakat ada

masyarakat petani, masyarakat pedagang, masyarakat pekerja, masyarakat terasing

dan sebagainya (Mubarak, 2006). Komunitas Kompeten menurut Cottrell adalah

komunitas yang komponen komponennya mampu mengidentifikasikan masalah dan

kebutuhan komunitas, mampu menemukan dan menyepakati cara dan alat mencapai

sasaran yang telah disetujui bersama, mampu bekerjasama rasional bertindak

mencapai tujuan (Suminar, et al., 2011). Penyelesaian masalah komunitas dapat

dilakukan dengan pembentukan jejaring (network) antar lembaga secara kolaboratif,

melalui pertukaran informasi, pengalaman, dan pengetahuan serta penyediaan

sumber daya yang berasal dari tingkat komunitas, tingkat kabupaten, tingkat provinsi

dan tingkat pusat (Darmawati, R. 2011).


1.2. Mampu mencapai kesepakatan tentang sasaran yang hendak dicapai dan

skala prioritas

Kata sepakat adalah suatu syarat yang logis dalam suatu kontrak, karena

dalam kontrak setidak-tidaknya harus terdapat dua orang yang saling berhadapan dan

mempunyai kehendak untuk saling mengisi atau saling memberi. Pada dasarnya

kesepakatan dalam suatu kontrak tiada lain adalah penawaran yang diakseptir oleh

pihak lainnya dalam kontrak itu sendiri (Sukirman, 2009). Seseorang dikatakan

memberikan persetujuannya atau kesepakatannya (toestemming) jika ia memang

menghendaki apa yang disepakati. Mariam Darus Badrulzaman melukiskan

pengertian sepakat sebagai persyaratan kehendak yang disetujui (overeenstemende

wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan kehendak tersebut harus merupakan

pernyataan bahwa ia menghendaki timbulnya hubungan hukum (Panggabean, 2010).

Faktor yang mempengaruhi kesepakatan dalam suatu komunitas ada tiga.

Pertama, kepercayaan, kedua, persamaan pendapat dan ketiga, penyimpangan

terhadap pendapat kelompok (Faisal, 2005). Hasil analisis terhadap kesepakatan,

berpengaruh terhadap kreativitas (Widhiastuti, 2014).

Skala prioritas kebutuhan manusia adalah urutan kebutuhan yang disusun

berdasarkan tingkat kepentingan kebutuhan. Dengan menyusun skala prioritas

kebutuhan manusia, dapat diketahui kebutuhan mana yang harus didahulukan dan

kebutuhan mana yang dapat ditunda (Primawati, 2010). Penentuan skala prioritas

dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti akuntabilitas, transparansi, partisipasi

dan kepastian hukum. Skala prioritas juga diharapkan tidak hanya ditentukan oleh

besaran nilai dari masing-masing kegiatan tetapi lebih berorientasi pada output dan

outcome yang dikehendaki (Kurniasih, 2005).


1.3. Mampu menemukan dan menyepakati cara dan alat mencapai sasaran

yang telah disetujui bersama

Sasaran (target) adalah hasil yang diharapkan dari suatu program atau

keluaran yang diharapkan dari suatu kegiatan. Konsep strategi merupakan bagian

dari penetapan target sasaran dan rencana terstruktur terkait dengan taktik yang

diambil. Sasaran merupakan langkah-langkah kearah pencapaian tujuan (Sudewo,

2011). Dalam komunitas perancangan berguna untuk menemukan dan

mengembangkan komoditas unggulan kawasan yang sesuai dan adaptif dengan

kondisi ekologis. Untuk itu, kearifan lokal komunitas dalam konteks pertimbangan

kawasan perkomunitasan menjadi faktor perhatian penting. Dari dasar inilah, strategi

penyusunan pola tata komunitas berbasis partisipatif menjadi proses dalam

mendorong dan mempertahankan lingkungan komunitas yang kompeten (Sitorus,

2005).

Suatu komunitas untuk mencapai sasaran yang diinginkannya maka

dibutuhkan sebuah strategi atau metode untuk mencapainya. Strategi adalah cara

yang digunakan dengan menggunakan sasaran menjadi tujuan yang telah ditentukan

atau pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan,

perencanaan dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu (Maryono,

2007).

Merumuskan tujuan dan sasaran merupakan rumusan kerangka fikir dan

tindakan yang akan diambil oleh organisasi atau komunitas dalam suatu wilayah

tertentu dalam menjawab isu-isu strategis. Sasaran merupakan upaya perubahan

perilaku yang diharapkan oleh suatu komunitas yang merujuk pada kerangka

pembangunan yang lebih luas (Saharudin, 2006).


1.4. Mampu bekerja sama rasional dalam bertindak mencapai tujuan

Kerjasama merupakan sarana dan menjadi tanda terkait dengan kualitas

kelompok sebagai tempat berkumpulnya orangorang dalam suatu organisasi. Dalam

membangun kerjasama kelompok diperlukan, rasa saling percaya, keterbukaan atau

transparansi, realisasi atau perwujudan diri dan saling ketergantungan (Setiyanti,

2012). Kerjasama dapat menghilangkan hambatan mental akibat terbatasnya

pengalaman dan cara pandang yang sempit. Dengan berkerjasama akan lebih

mungkin untuk menemukan kekuatan dan kelemahan diri, belajar untuk menghargai

orang lain, mendengarkan dengan pikiran terbuka, dan membangun persetujuan

bersama. Dengan bekerjasama, para anggota kelompok kecil akan mampu mengatasi

berbagai rintangan, bertindak mandiri dengan penuh tanggung jawab, mengandalkan

bakat setiap anggota kelompok, mempercayai orang lain, mengeluarkan pendapat,

dan mengambil keputusan (Elaine, 2007).

Cooperative Learning disebut juga berlajar dari kerjasama, yaitu

pembelajaran dengan bekerjasama untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan

menggunakan seperangkat intruksi atau perintah-perintah pada kelompok kecil,

sehingga anggota dapat menjalin kerjasama untuk mencapai suatu tujuan.

(Ramadevi, 2012).

Suatu kelompok harus dapat saling membantu dalam mencapai sebuah

tujuan karena keberhasilan individu menjadi keberhasilan kelompok, atau

sebaliknya, kegagalan individu merupakan kegagalan kelompoknya juga. Dan juga

Suatu organisasi akan efektif bila anggota-anggotanya bekerjasama berdasarkan

tujuan-tujuan yang sama, Model kerja sama dapat berbentuk mengerjakan tugas-

tugas dari guru, sekolah atau memberikan motivasi (Batool, 2012).


2. UNSUR DASAR PEMBANGUNAN KOMUNITAS DUNHAM

2.1. Program berencana

Program berencana pada garis besarnya dapat ditinjau dalam dua pengertian.

Pertama, dalam arti luas bermakna sebagai perubahan sosial terencana dengan

sasaran perbaikan dan peningkatan bidang ekonomi dan sosial. Kedua, dalam arti

sempit adalah perubahan sosial terencana di lokasi tertentu, dikaitkan dengan proyek

yang berhubungan dengan upaya pemenuhan kebutuhan local (Munandar, 2008).

Program berencana juga memiliki arti yang lain, yaitu sebagai perwujudan

dari upaya pemerataan kesempatan dan pemberdayaan masyarakat juga diterapkan

dalam seluruh bidang yang merupakan kebutuhan semua masyarakat (Notoatmodjo,

2006).

Pemerintah dituntut membuat suatu undang-undang dan mekanisme

pelaksanaannya dengan secara jelas, terbuka, dan terkontrol (terukur) untuk

menangani program pada komunitas yang ruanga lingkupnya adalah masyarakat.

Sehingga program berencana seperti pemberdayaan dapat diterapkan sebagai model

pembangunan yang berbasis masyarakat dan dapat diwujudkan secara nyata (Tahoba,

2011).

Suatu program terutama program pemberdayaan yang pada dasarnya

diarahkan pada upaya penyadaran dan peningkatan kemampuan masyarakat sehingga

komunitas masyarakat dapat berubah. Dalam pembangunan masyarakat program

yang dibuat bertujuan untuk membentuk pengembangan potensi yang dimiliki

masyarakat. Dengan demikian program itu diarahkan untuk membangun UKM

berbasis masyarakat yang kuat sehingga mampu meningkatkan taraf ekonomi

(Wahyuningrum, 2013).
2.2. Pembangkitan tekad masyarakat yang menolong diri sendiri dan tidak

bergantung pada pihak lain

Partisipasi adalah bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara

aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam dirinya (intrinsik) maupun

dari luar dirinya (ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan.

Partisipasi juga dapat dikatakan sebagai suatu keterlibatan mental dan emosi

seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab di dalamnya.

Prinsip dalam partisipasi adalah melibatkan atau peran serta masyarakat secara

langsung, dan hanya mungkin dicapai jika masyarakat sendiri ikut ambil bagian.

(Razali, 2008).

Craig dan May menyebutkan bahwa: “partisipasi merupakan komponen

penting dalam pembangkitan kemandirian dan proses pemberdayaan”.

Pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi yang sangat potensial dalam

rangka meningkatkan ekonomi, sosial dan transformasi budaya (Lusi, 2011).

Pemberdayaan yang merujuk pada setiap upaya membangun kapasitas

masyarakat dengan cara melakukan transformasi potensi dan kemampuan, sehingga

mereka memiliki kemandirian, otonomi, dan otoritas dalam melaksanakan pekerjaan

dan mengatasi permasalahan social (Kuntowijoyo, 2006).

Dengan kemampuan warga komunitas berpartisipasi diharapkan komunitas

mencapai kemandirian, yang dapat dikategorikan sebagai “kemandirian material”,

“kemandirian intelektual”, dan “kemandirian manajemen”. Kemandirian material

tidak sama dengan konsep sanggup mencukupi kebutuhan sendiri. Kemandirian

material adalah kemampuan produktif guna memenuhi kebutuhan materi dasar. serta

cadangan dan mekanisme untuk dapat bertahan pada waktu krisis (Nuryanto, 2014).
2.3. Bantuan teknik ( dari pihak lain ), termasuk personil, peralatan dan

dana

Pendekatan strategi pembangunan pada kemandirian masyarakat (self-help

strategy) dapat dilakukan dengan pemberian bantuan yang berasal dari luar, baik

yang bersifat teknis maupun keuangan tetap dimungkinkan, tetapi dengan jumlah

yang terbatas (Thaha, 2012).

Program pembangunan komunitas diharapkan masyarakat tidak hanya

mampu mengatasi masalah kemiskinan warganya tetapi juga mampu menopang

dinamika perkembangan warganya secara mandiri, tidak tergantung pada bantuan

pihak lain (Sinambela, 2006).

Dalam proses pembanguanan komunitas kata memimpin mengandung

konotasi : “Menggerakkan, mengarahkan, membina, melindungi, memberi teladan,

memberikan dorongan, memberikan bantuan dan sebagainya”. Sehingga

pembangunan dapat berjalan lancar dan berhasil. Selain itu juga terdapat bantuan

dalam proses pembangunan dapat dengan perwujudan yang bermacam-macam

(Cook, 2006).

Lembaga sosial masyarakat yang memberikan bantuan sebagai sumber

kesejahteraan dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Sistem sumber alamiah atau informil; meliputi keluarga dan kerabat.

2. Sistem sumber formil; yaitu keanggotaan dalam organisasi tertentu yang

sifatnya formil dan bertujuan untuk meningkatkan minat-minat anggotanya.

3. Sistem sumber kemasyarakatan, yaitu lembaga-lembaga yang didirikan oleh

pemerntah atau swasta yang memberikan pelayanan kepada semua orang

(Curristine, 2005).
2.4. Pemanduan berbagai keahlian yang membantu komunitas

Pemanduan terbaik untuk membantu komunitas adalah dengan membagi

pengetahuan dengan orang lain. Pikirkan tentang apa yang bisa Anda berikan

misalnya mengajar orang untuk membaca dan menulis. Sasarannya adalah anak-anak

atau orang dewasa dalam komunitas yang kesulitan dalam membaca dan menulis,

kemudian dalam suatu pemanduan, memiliki kapasistas yang membangun yang

bermacam-macam (Sudewo, 2011).

Dalam suatu pemanduan memiliki kapasitas membangun pengetahuan,

kepemimpinan, membangun kerjasama, menghargai komunitas dan mengajak

komunitas untuk mencapai tujuan (Batool, 2012).

Individu sukses memiliki beberapa aspek diantaranya yaitu kepercayaan diri

dan mental yang kuat, mengambil keputusan yang cepat dan menentukan prioritas

sebagai seorang pekerja, produktif, mempunyai inovasi dan tidak malas, memperkuat

kompetensi diri agar bisa bersaing secara global (Sudewo, 2011).

Upaya untuk bisa mengembangkan keahlian secara maksimal yaitu,

belajarlah untuk berkolaborasi dengan profesional antar budaya. Selain, belajar untuk

berkolaborasi dengan profesional antar budaya patuhi aturan sekalipun sudah

memiliki pengalaman kerja yang hebat, jangan pernah sombong dan berusaha untuk

bekerja sendiri. dan jangan sok tahu.Susun komunitas yang mudah diajak kerja sama,

dan memiliki pikiran praktis. (Lesmana, 2011).

Employee Assistant program adalah suatu program pendekatan yang

didedikasikan oleh perusahaan untuk membantu peningkatan keahlian karyawan dan

keluarganya dengan memberikan bantuan dan dukungan dalam mengatasi persoalan

pribadi maupun permasalahan yang berasal dari tempat kerja (Comisiak, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Batool, Abeha dan Bariha Batool. 2012. Effects of Employees Training on The
Organization Competitive Advantage: Empirical Study of Private Sector of
Islamabad, Pakistan. Jurnal Far fast jurnal of Psychology and Business. 6
(1).

Cook, Thomas D. 2006. Describing What Is Special About The Role Of Experiments
In Contemporary Educational Research: Putting The ‘Gold Standard’
Rhetoric Into Perspective. Journal Of Multidisciplinary Evaluation. 6: 1–7.

Comisiak S. 2011. The Employee Assistance Program:A Brief Review for Managers.
Federal. Occupatonal Heath.

Curristine, Teresa. 2005. Performance Information In The Budget Process: Results


Of The Oecd 2005 Questionnaire. Oecd Journal On Budgeting. 5 (2): 87–
131.

Darmawati, R. 2011. Eksplorasi Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap


Kenyamanan Dan Keamanan Bagi Pejalan Kaki Di Jalan Simanjuntak
Gondokusuman Yogyakarta. Jurnal Penelitian. 6 (1): 5-15.

Elaine B. Johnson. 2007. Contextual Teaching and Learning: what it is and why it’s
here to stay. Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan
Belajar - Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Penerjemah: Ibnu
Setiawan. Bandung : Mizan Learning Center.

Husaini U. dan Purnomo. 2008. Metodologi Penelitian Sosial. Penerbit PT Bumi


Aksara. Jakarta.

Kuntowijoyo. 2006. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Kurniasih, D. 2005. Model Skala Prioritas Pembangunan Kota Bandung Berbasis


Good Governance. Makara Sosial Humaniora. 9(2): 72-83.

Lesmana, J M. 2011. Dasar Dasar Konseling. Penerbit Universitas Indonesia.


Jakarta

Lusi A H. 2011. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup


Sebagai Upaya Menciptakan Pemukiman Yang Sehat Dan Nyaman Huni
(Studi Di Kelurahan Notoprajan Ngampilan Yogyakarta). Jurnal Penelitian.
6 (4): 42-49.
Maryono, Agus. 2007. Naskah Akademik Perencanaan Penataan dan Pengaturan
Daerah Sempadan (Draf). PT Cipta Ekapurna Enginnering Consultan.
Yogyakarta.

Munandar, Aris. 2008. Peran Negara Dalam Penguatan Program Pemberdayaan


Masyarakat. Jurnal Poelitik. 4 (1): 151-162.

Mubarak, W. H. 2006. Pengantar Keperawatan Komunitas 2. Sagung Seto. Jakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2006. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rieneka Cipta.

Notohadiprawiro, T. 2006. Metode Penelitian dan Penulisan Ilmiah. Universitas


Gajah Mada. Yogyakarta.

Nuryanto, M. Rahmat Budi. 2014. Studi Tentang Solidaritas Sosial di Desa Modang
Kecamatan Kuaro Kabupaten Paser (Kasus Kelompok Burung Bongkar
Muatan. Jurnal Konsentrasi Sosiolog. 2 (3) : 53-63.

Panggabean, R. M. Keabsahan Perjanjian dengan Klausul Baku. Jurnal Hukum


17(4): 651 – 667.

Primawati, A. 2010. Peningkatan Kualitas TKI untuk Bersaing di Luar Negeri di Era
Globalisasi. Jurnal Imilah Sociae Polities Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Kristen Indonesia. 11 (31): 31 -42.

Ramadevi, dan Nagurvali Shaik. 2012. Evaluating Training dan Development


Effectivenes a Measurement Model. Asian jurnal of management research. 2
(1).

Saharudin. 2006. Perencanaan Partisipatif. Penerbit IPB. Bogor.

Setiyanti, S.W. 2012. Membangun Kerja Sama Tim (Kelompok). Jurnal STIE
Semarang. 4(3) : 59-65.

Sinambela, L. P. 2006. Reformasi Pelayanan Publik, Teori Kebijakan, Dan


Implementasi. Bumi Aksara. Jakarta.

Sitorus, Felix dan Agusta. 2005. Metodologi Kajian Komunitas. Penerbit IPB. Bogor.

Sudewo, E. 2011. Character Building. Republika Penerbit. Jakarta

Sukirman. 2009. Pembatasan Kebebasan Berkontak. Jurnal Yustitia. 9(1): 10-11.

Sumijatun. 2006. Konsep Dasar Keperawtan Komunitas. EGC. Jakarta.


Suminar, S., Christine S. W. dan Hartono. Strategi Penyusunan Pola Tata Komunitas
Berbasis Partisipasi Masyarakat Bantaran Sungai Winongo. Jurnal
Penelitian. 6 (2):16-27.

Tahoba A. 2011. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Melalui Program


Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dengan Kepuasan Publik Dan Perilaku
Konflik. (Kasus Konflik Perusahaan Bp Lng Tangguh Dengan Masyarakat
Adat Teluk Bintuni Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat. Tesis.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Thaha, Rasyid. 2012. Penataan Kelembagaan Pemerintahan Daerah. Jurnal Ilmiah


Ilmu Pemerintahan. 1 (3): 38-61.

Wahyuningrum Y, Irwan Noor, Abdul Wachid. 2013. Pengaruh Program Corporate


Social Responsibility Terhadap Penigkatan Pemberdayaan Masyarakat.
Jurnal Administrasi Publik (Jap). 1(5): 109-115.

Widhiastuti, H. 2014. Big Five Personality sebagai Prediktor Kreativitas dalam


Meningkatkan Kinerja Anggota Dewan. Jurnal Psikologi. 41 (1): 115-133.

Anda mungkin juga menyukai