Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tidak sedikit diantara kita yang memahami arti sebenarnya dari kata advokasi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, advokasi dapat diartikan sebagai sebuah
pembelaan (litigasi). Berdasarkan penjelasan para ahli retorika, Advokasi adalah
suatu bentuk upaya persuasi yang mencakup kegiatan penyadaran, rasionalisasi,
argumentasi serta rekomendasi tindak lanjut mengenai suatu hal/kejadian.

Advokasi juga diartikan sebagai suatu bentuk usaha untuk mempengaruhi


kebijakan publik dengan berbagai macam pola komunikasi persuasif. Untuk
melakukan advokasi biasanya banyak kelompok yang terlibat dan saling
bekerjasama untuk mempengaruhi publik. Segala bentuk kerjasama yang
dilakukan oleh dua orang atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan tertentu
disebut kolaborasi. Pada makalah ini akan dibahas lebih rinci mengenai kolaborasi
dalam proses advokasi.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian umum kolaborasi
2. Untuk mengetahui apa saja bentuk kolaborasi
3. Untuk mengetahui komponen kompentensi sebagai dasar kolaborasi
4. Untuk mengetahui komponen utama dalam kolaborasi
5. Untuk mengetahui bagaimana proses kolaborasi
6. Untuk mengetahui pemikiran tentang kolaborasi
7. Untuk mengetahui bagaimana cara menciptakan inovasi kolaboratif di
sektor pemerintahan
8. Untuk mengetahui cara menciptakan budaya kolaborasi

C. Manfaat

Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami tentang


kolaborasi advokasi dalam proses legitimasi dan litigasi.

BAB II
1

PEMBAHASAN
A. Pengertian Kolaborasi

Kolaborasi merupakan salah satu bentuk interaksi sosial. Menurut


Abdulsyani, kolaborasi adalah suatu bentuk proses social yang di dalamnya
terdapat aktivitas tertentu yang ditujukan untuk mencapai tujuan bersama dengan
saling membantu dan saling memahami aktivitas masing-masing. Salain itu,
sebagaimana dikutib oleh Abdulsyani, Roucek dan Warren, kolaborasi berarti
bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama. Biasanya, kolaborasi
melibatkan pembagian tugas, dimana setiap orang mengerjakan setiap pekerjaan
yang merupakan tanggung jawabnya demi tercapainya tujuan bersama.
Selain definisi di atas, kolaborasi juga bisa didefinisikan sebagai sebuah
proses mencapai sebuah tujuan yang tidak akan mungkin bisa dilakukan secara
individual. Termasuk di dalamnya adalah :
1. Bersama-sama membangun dan mengembangkan serta menyatukan
pendapat untuk mencapai tujuan bersama.
2. Membagi tanggung jawab bersama-sama untuk mencapai tujuan.
3. Bekerjasama untuk mencapai tujuan, menggunakan semua semua sumber
termasuk keahlian dan pengalaman dari masing-masing kolaborator.
Kolaborasi menitik beratkan kepada sharing risk dan pertanggungjawaban
kedepan untuk menghindari penyalahgunaan dari yang berwenang. Hal ini akan
meningkatkan kemungkinan bahwa tujuan atau goal dapat dicapai. Dan
bagaimanapun juga halangan terbesar yang dapat mengganggu proses
bekerjasama atau kolaborasi terdapat didalam 3 hal yaitu time , trust and turf.
Sebagaimana dikutip Abdul Syani, menurut Charles Horton Cooley, latar
belakang terciptanya kolaborasi apabila:
1. Orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan
yang sama dan pada saat bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan
pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-
kepentingan tersebut melalui kolaborasi.
2. Kesadaran akan adanya kepentingan-kepetingan yang sama dan adanya
organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kolaborasi yang
berguna.
2
Pada dasarnya kolaborasi dapat terjadi apabila seseorang atau sekelompok
orang dapat memperoleh keuntungan atau manfaat dari orang atau kelompok
lainnya, demikian pula sebaliknya.

B. Bentuk-bentuk Kolaborasi
Terdapat tiga bentuk dari kolaborasi, yaitu kolaborasi primer, kolaborasi
sekunder, dan kolaborasi tersier.
1. Kolaborasi Primer
Disini grup dan individu sungguh-sungguh dilebur menjadi satu. Grup
berisi seluruh kehidupan daripada individu, dan masing-masing saling mengejar
untuk masing-masing pekerjaan, demi kepentingan seluruh anggota dalam grup
itu. Contohnya adalah kehidupan rutin sehari-hari dalam bicara, kehidupan
keluarga pada masyarakat primitif dan lainlainnya. Di dalam kelompok-
kelompok kecil seperti keluarga dan komunitaskomunitas tradisional proses
sosial yang namanya kooperasi ini cenderung bersifat spontan. Inilah kooperasi
terbentuk secara wajar di dalam kelompok-kelompok yang disebut kelompok
primer. Di dalam kelompokkelompok ini individu-individu cenderung
membaurkan diri dengan sesamanya di dalam kelompok, dan masing-masing
berusaha menjadi bagian dari kelompoknya. Di dalam kelompok-kelompok
primer yang kecil dan bersifat tatap muka ini, orang perorangan cenderung lebih
senang bekerja dalam tim selaku anggota tim dari pada bekerja sebagai
perorangan.
2. Kolaborasi Sekunder
Apabila kolaborasi primer karakteristik dan masyarakat primitif, maka
kolaborasi sekunder adalah khas pada masyarakat modern. Kolaborasi sekunder
ini sangat diformalisir dan spesialisir, dan masing-masing individu hanya
membanktikan sebagian dari pada hidupnya kepada grup yang dipersatukan
dengan itu. Sikap orang-orang di sisni lebih individualistis dan mengadakan
perhitungan-perhitungan. Contohnya adalah kolaborasi dalam kantor-kantor
dagang, pabrik-pabrik, pemerintahan dan sebagainya.
3. Kolaborasi Tertier
3 yang menjadi dasar kolaborasi yaitu konflik yang laten.
Dalam hal ini
Sikap-sikap dari pihak pihak yang kolaborasi adalah murni oportunis.
Organisasi mereka sangat longgar dan gampang pecah. Bila alat bersama itu
tidak lagi membantu masing-masing pihak dalam mencapai tujuannya.
Contohnya dalah hubungan buruh dengan pimpinan perusahaan, hubungan dua
partai dalam usaha melawan partai ketiga.

C. Komponen Kompetensi Sebagai Dasar Kolaborasi


Gambaran penting untuk kolaborasi mencakup, keterampilan komunikasi
yang efektif, saling menghargai, rasa percaya, memberi dan menerima umpan
balik, pengambilan keputusan, dan manajemen konflik (Blais, 2006).
1. Keterampilan Komunikasi yang Efektif
Komunikasi sangat penting dalam meningkatkan kolaborasi karena
memfasilitasi berbagai pengertian individu (Kemenkes, 2012). Chittiy, 2001
dalam Marquis (2010) mendefenisikan komunikasi adalah sebagai pertukaran
kompleks antara pikiran, gagasan, atau informasi, pada dua level verbal dan
nonverbal. Komunikasi yang efektif adalah kemampuan dalam menyampaikan
pesan dan informasi dengan baik, menjadi pendengar yang baik dan keterampilan
menggunakan berbagai media. Thomas Leech, menyatakan bahwa untuk
membangun komunikasi yang efektif, harus menguasai empat keterampilan dasar
dalam komunikasi, yaitu: membaca, menulis, mendengar, dan berbicara
(Nurhasanah, 2010). Komunikasi yang efektif dalam kolaborasi penting untuk
memecahkan masalah komlpeks. Komunikasi efektif dapat terjadi hanya apabila
kelompok yang terlibat berkomitmen untuk saling memahami peran
professionalnya dan saling menghargai sebagai individu. Selain itu, mereka harus
sensitif terhadap perbedaan antara gaya komunikasi.
2. Saling Menghargai dan Rasa Percaya
Saling menghargai terjadi saat dua orang atau lebih menunjukkan atau merasa
terhormat atau berharga terhadap satu sama lain. Dan rasa percaya terjadi saat
seseorang percaya terhadap tindakan orang lain. Saling menghargai maupun rasa
percaya menyiratkan suatu proses dan hasil yang dilakukan bersama. Sistem
perawatan kesehatan itu sendiri tidak selalu menciptakan lingkungan yang
meningkatkan rasa hormat atau rasa percaya dari pemberi perawatan kesehatan
4
yang bervariasi (Blais, 2006). Tanpa adanya saling menghargai maka kerja sama
tidak akan terjadi. Adapun yang dimaksud dengan pentingnya menghargai satu
sama lain yaitu:
Dapat mengurangi perbedaan status professional.
Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja.
Meningkatkan pembagian informasi diantara profesi.
Menerima konstribusi profesi lain.
Sebagai advokasi evaluasi kritis kritis penampilan kerja diantara anggota tim.
Mempermudah pengambilan keputusan bersama.
Meningkatkan tanggung jawab dan tanggung gugat dalam bekerja.
3. Memberi dan Menerima Umpan Balik
Salah satu yang dihadapi para professional adalah memberi dan menerima
umpan balik pada saat yang tepat, relevan, dan membantu untuk dan dari satu
sama lain, dan klien mereka. Umpan balik dapat dipengaruhi oleh persepsi, ruang
personal, peran, hubungan, harga diri, percaya diri, keyakinan, emosi, lingkungan,
dan waktu dari masing-masing orang. Umpan balik yang positif dicirikan dengan
gaya komunikasi yang hangat, perhatian, dan penuh penghargaan. Tinjauan
mengenai keterampilan komunikasi dasar, dan kesempatan untuk praktik
mendengarkan serta memberi dan menerima umpan balik dapat meningkatkan
kemampuan professional, agar dapat melakukan komunikasi dengan efektif.
Memberi dan menerima umpan balik, membantu individu mendapatkan kesadaran
sendiri, membantu tim kolaboratif untuk membangun pemahaman dan hubungan
kerja yang efektif.
4. Pengambilan Keputusan
Proses pengambilan keputusan ditingkat tim mencakup pembagian tanggung
jawab untuk hasil. Jelasnya, untuk menciptakan suatu solusi, tim tersebut harus
mengikuti tiap langkah proses pengambilan keputusan yang dimulai dengan
defenisi masalah yang jelas. Aspek penting dalam pengambilan keputusan adalah
tim, antardisiplin yang berfokus pada kebutuhan prioritas klien yang
mengorganisasi intervensi berdasarkan kebutuhan tersebut. Disiplin yang paling
baik memenuhi kebutuhan
5 klien diberikan prioritas dalam perencanaan dan
bertanggung jawab memberikan intervensinya pada waktu yang tepat.
5. Manajemen Konflik
Konflik peran dapat terjadi, dalam situasi apapun di tempat individu
bekerjasama. Konflik peran muncul saat seseorang diharapkan melaksanakan
peran yang bertentangan atau tidak sesuai dengan harapan. Dalam konflik
interpersonal, orang yang berbeda memiliki harapan yang berbeda terhadap peran
tertentu. Konflik antarperan muncul saat harapan seseorang atau kelompok
berbeda dari harapan orang atau kelompok lain. Tipe manapun dari konflik ini
dapat mempengaruhi kolaborasi antardisiplin. Untuk mengurangi konflik peran,
anggota tim dapat juga melaksanakan konferensi antardisiplin, mengambil bagian
dalam pendidikan antardisiplin pada program dasar, dan yang paling penting
menerima tanggung jawab personal untuk kerja tim. Kegagalan professional untuk
berkolaborasi bukanlah disengaja, tetapi lebih pada kurangnya keterampilan yang
diperlukan.

D. Komponen Utama dalam Kolaborasi


Terdapat beberapa komponen utama dalam melakukan kolaborasi, diantaranya
sebagai berikut.
1. Collaborative Culture
Seperangkat nilai nilai dasar yang membentuk tingkah laku dan sikap bisnis. Di
sini yang dimaksudkan adalah budaya dari orang orang yang akan
berkolaborasi.
2. Collaborative Leadership
Suatu kebersamaan yang merupakan fungsi situasional dan bukan sekedar
hirarki dari setiap posisi yang melibatkan setiap orang dalam organisasi
3. Strategic Vision
Prinsip prinsip pemandu dan tujuan keseluruhan dari organisasi yang bertumpu
pada pelajaran yang berdasarkan kerjasama intern dan berfokus secara strategis
pada kekhasan dan peran nilai tambah di pasar.
4. Collaborative Team Process
Sekumpulan proses kerja non birokrasi dikelola oleh tim tim kolaborasi dari
kerjasama profesional yang bertanggung jawab penuh bagi keberhasilannya dan
6
mempelajari ketrampilan ketrampilan yang memungkinkan mereka menjadi
mandiri.
5. Collaborative Structure
Pembenahan diri dari sistem sistem pendukung bisnis (terutama sistem
informasi dan sumberdaya manusia), memastikan keberhasilan tempat kerja
yang kolaboratif. Para anggotanya merupakan kelompok intern yang melihat
organisasi sebagai pelanggan dan terfokus pada kualitas di segala aspek
kerjanya.
Dengan demikian, kolaborasi sebenarnya merupakan salah satu karakteristik
dalam strategi negosiasi yang utamanya untuk mencapai kesepakatan bersama dari
adanya kepentingan yang berbeda-beda dari pihak-pihak yang sesungguhnya
mempunyai kepentingan yang sama atas suatu tujuan. Kunci dari keberhasilan
Kolaborasi adalah : Jalan terbaik manakah yang akan kita tempuh untuk mencapai
tujuan bersama.

E. Proses Kolaborasi
Tahapan proses kolaborasi meliputi tiga tahap yaitu:
1. Tahap I: Problem Setting
Menentukan permasalahan, mengidentifikasikan sumber-sumber, dan sepakat
untuk kolaborasi dengan pengguna jasa.
2. Tahap II: Direction Setting
Menentukan aturan dasar, menyusun agenda dan mengorganisasikan sub-sub
kelompok. Menyatukan informasi yang ada, meneliti pilihan, dan
memperbanyak persetujuan yang diinginkan.
3. Tahap III: Implementation
Ketentuan yang telah disepakati dan didorong oleh pihak dari luar telah
dibangun, pelaksanaan persetujuan harus selalu dimonitor.

F. Pemikiran tentang Kolaborasi


Dalam melakukan kegiatan kolaborasi terdapat beberapa pemikiran yang
berhubungan dengan kegiatan tersebut diantaranya sebagai berikut.
1. Perubahan total
7
Kolaborasi bukanlah sebuah program yang secara teknis untuk memecahkan
masalah, tetapi merupakan perubahan total cara bekerja bersama. Artinya
bersama-sama memikirkan pelanggan, dan saling berperilaku baik terhadap satu
sama lain.
2. Etos kerja baru
Kolaborasi merupakan etos kerja yang menghargai pemikiran, bahwa pekerjaan
dapat diselesaikan bersama dengan orang lain secara bahu membahu.
3. Sikap kebersamaan
Kolaborasi memiliki nilai-nilai dasar untuk membangun hubungan yang saling
mempercayai.
4. Pengambilan keputusan
Kolaborasi memberikan nuansa kerangka kerja kedekatan selalu keputusan bisnis
atau keputusan organisasi baik itu keputusan mengenai strategi, pelanggan,
masyarakat, atau sistem kerja melalui keikutsertaan pekerja dalam pelaksanaan.
5. Suatu metode dan alat.
Kolaborasi juga menghasilkan suatu metode dan alat yang membantu angkatan
kerja untuk bersatu, memiliki rasa tanggung jawab mensukseskan usaha dan
membantu suatu sistem organisasi yang menghasilkan kinerja yang baik.

G. Menciptakan Inovasi Kolaboratif Sektor Pemerintahan


Inovasi kolaboratif didefinisikan sebagai pendekatan kolaboratif untuk
melakukan suatu inovasi dan alternatif pemecahan masalah dengan memanfaatkan
sumber daya dan kreativitas yang bersumber dari masyarakat dan jaringan
eksternal - aspirasi warga negara, jaringan organisasi nirlaba dan perusahaan
swasta - untuk memperkuat atau meningkatkan kecepatan (speed) inovasi,
jangkauan dan kualitas hasil inovasi di sektor publik.
Dalam pengertian ini, suatu inovasi haruslah bersifat terbuka, melibatkan
pelaku baik dari dalam maupun dari luar organisasi, termasuk dari sektor swasta
dan aspirasi warga negara yang diintegrasikan ke dalam siklus inovasi.
Inovasi kolaboratif telah terbukti membantu menghasilkan solusi, yang
responsif terhadap kebutuhan lokal dan kelompok lingkungan, yang sebelumnya
solusi tersebut tidak dihasilkan oleh pemerintah secara mandiri. Ide blackfoot ini
8
mungkin bisa diambil juga hikmahnya dalam mengatasi masalah cikapundung
bersih di kota Bandung, atau mengatasi kasus besar seperti Lapindo dan
sebagainya.
Partisipasi dalam proses ini dapat meningkatkan transparansi, kepercayaan
dan penerimaan publik. Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama untuk menggalang
dukungan yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan solusi. Implementasi
juga akan diperkuat, karena mereka semua yang berpartisipasi ikut bertanggung
jawab atas pelaksanaannya. Selain itu, mitra dalam kolaborasi memiliki sumber
daya inovasi berupa keahlian setempat atau lokal, dana dan sebagainya untuk
mengimplementasikan suatu solusi.
Terbukti bahwa batasan organisasi dan kendala budaya dapat diatasi oleh
inovasi kolaboratif dalam mempertahankan kelangsungan siklus inovasi,
khususnya dalam memperkuat ide, pemilihan, pelaksanaan dan difusi dan dengan
demikian menghasilkan kuantitas dan kualitas yang lebih besar dalam menaggapi
tantangan kepunahan aliran sungai dan perubahan iklim. Dari contoh tersebut juga
dapat ditunjukkan tentang bagaimana inovasi kolaboratif menawarkan alternatif
pengganti bagi suatu inovasi birokrasi, dengan meningkatkan unsur-unsur dari
siklus inovasi, dan menghasilkan kuantitas dan kualitas inovasi, yang hal
demikian tidak mungkin dicapai jika hanya mengandalkan inovasi birokrasi.
Inovasi kolaboratif agaknya telah menjadi bentuk inovasi yang sesuai bagi
organisasi atau sektor publik, khususnya dalam menghadapi tantangan gigih yang
muncul dari masyarakat dan lingkungan sosio-politik.
Namun demikian terdapat beberapa kelemahan dari inovasi kolaboratif yang
perlu diantisipasi, diantaranya adalah:
1. Dengan adanya keterlibatan kelompok kepentingan dan partisipasi unsur-
unsur masyarakat dalam proyek kolaborasi dapat terjadi dominasi proses
pengambilan keputusan, dengan memaksakan kepentingan untuk mengejar
reputasi publik.
2. Disamping itu, para pelaku memiliki kemungkinan untuk memanipulasi
unsur-unsur dari siklus inovasi untuk mengejar kepentingan tertentu yang
mengatas-namakan tujuan inovasi masyarakat sebagai agenda tersembunyi.
9
3. Begitu juga bahwa kerjasama dengan berbagai aktor masyarakat
memerlukan suatu pembagian dan pengalihan akan hak keputusan. Jika
aktor eksternal atau internal menginvestasikan sumber daya mereka ke
dalam suatu proyek, maka masing-masing dari mereka dapat mengklaim
memiliki hak suara yang sama.

H. Menciptakan Budaya Kolaborasi


Menciptakan budaya kolaboratif saling menghormati, percaya, dan jujur
merupakan tiga unsur yang sangat penting untuk meraih keuntungan dari
persaingan di tempat kerja yang semakin kacau. Bentuk manajemen commont and
control yang menggunakan kekuasaan menciptakan budaya takut dan
menghasilkan perilaku yang sudah dapat diduga. Karyawan dituntut untuk
menerapkan peraturan yang tetap atau tidak tetap, akan tetapi produktifitas, energi
dan loyalitas pada perusahaan akan berkurang atau bahkan menderita. Dalam
melaksanakan pekerjaan orang-orang dapat mendiskusikan dan menyetujui
menciptakan satu persetujuan baru yang akan diikuti oleh mereka untuk
menghasilkan rasa saling menghormati, percaya dan jujur dalam hubungan kerja
diantara mereka.
Beberapa hal yang diperlukan untuk menciptakan budaya kerja baru antara
lain:
1. Principle based agreement (kesepakatan yang berdasarkan prinsip)
Banyak organisasi yang kesepakatan dasarnya dilandasi oleh kekuasaan atau
keputusan seseorang.
2. An explicit governance process (proses pengaturan yang tegas)
Proses penciptaan budaya kerja harus terbuka. Tidak boleh ada rahasia, ada
peraturandalam lingkungan kerja yang biasanya tidak disebutkan, misal: kalau
anda tidak menginjak saya, saya tidak akan menginjak anda, tidak mengherankan,
janganmemandang saya sebagai pesuruh. Dalam menciptakan budaya kolaborasi,
peraturanyang tidak ditulis, ditegaskan dan disetujui oleh setiap pihak. Dalam
budaya kolaborasi tidak ada agenda rahasia dan tersembunyi. Dengan demikian
orang tahu apa yang menjadi harapanya, dan mereka jadikan persetujuan dalam
kesepakatan sertatanggung jawab secara penuh dalam pelaksanaanya.
10
3. A behavioral shift (perubahan perilaku)
Setiap orang diikut sertakan dalam perubahan perilaku mereka secara
bersama-sama baik sebagai individu maupun sebagai tim, kelompok, dan
organisasi. Hal ini tidak mudah untuk mencoba dan percaya pada proses yang
selama ini kita gunakan sebagai dasar dari budaya kekuasaan.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kolaborasi merupakan salah satu bentuk interaksi sosial. Kolaborasi
melibatkan pembagian tugas, dimana setiap orang mengerjakan setiap pekerjaan
yang merupakan tanggung jawabnya demi tercapainya tujuan bersama.
Terdapat tiga bentuk dari kolaborasi, yaitu
1. kolaborasi primer
2. kolaborasi sekunder dan
3. kolaborasi tersier.
Gambaran penting untuk kolaborasi mencakup
1. keterampilan komunikasi yang efektif
2. saling menghargai
3. rasa percaya
4. memberi dan menerima umpan balik
5. pengambilan keputusan dan
6. manajemen konflik
Terdapat beberapa komponen utama dalam melakukan kolaborasi, diantaranya
sebagai berikut.
1. Collaborative Culture
2. Collaborative Leadership
3. Strategic Vision
4. Collaborative Team Process
5. Collaborative Structure
Tahapan proses kolaborasi meliputi tiga tahap yaitu:
1. Tahap I: Problem Setting
2. Tahap II: Direction Setting
3. Tahap III: Implementation
Inovasi kolaboratif didefinisikan sebagai pendekatan kolaboratif untuk
melakukan suatu inovasi dan alternatif pemecahan masalah dengan memanfaatkan
sumber daya dan kreativitas yang bersumber dari masyarakat dan jaringan
eksternal - aspirasi warga negara, jaringan organisasi nirlaba dan perusahaan
swasta - untuk memperkuat
12 atau meningkatkan kecepatan (speed) inovasi,
jangkauan dan kualitas hasil inovasi di sektor publik
B. Saran
Untuk menghasilkan rasa saling menghormati, percaya dan jujur dalam
hubungan kerja dibutuhkan kolaborasi yang baik antar para individu dan
kelompok. Dalam melaksanakan pekerjaan sebaiknya orang-orang mendiskusikan
dan menyetujui menciptakan satu persetujuan baru yang akan diikuti oleh mereka
untuk menghasilkan rasa saling menghormati, percaya dan jujur dalam hubungan
kerja diantara mereka.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ferdianto. 2010. sir.stikom.edu/833/5/BAB%20II.pdf . diakses 1 maret 2017


Nurjannah. 2014. digilib.uinsby.ac.id/742/5/Bab%202.pdf. 1 maret 2017
Tajudin D. 2000. Manajemen Kolaborasi. Pustaka Latin. Bogor
Aminah, S., dan Husni. 2007. Kajian Pengembangan Kerangka Kerja Kolaborasi
Evaluasi dengan Pendekatan Collaborative Business Process Management.
http:/journal.uii.ac.id/index.php/Snati/article/viewFile/1712/1493. diakses 1
maret 2017

14

Anda mungkin juga menyukai