Anda di halaman 1dari 67

Tugas KMB 1

SISTEM RESPIRASI
DOSEN PENGAMPUH

1. Koordinator: Ns. Nurdiana Djamaluddin, M.Kep


2. Sekretaris : Ns. Gusti Pandi Liputo, M.Kep
3. Anggota : Ns. Nirwanto K. Rahim M.Kep

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1


NERS B KEPERAWATAN

1. ILYAS M. ALI 9. ALVINDRA H. SIGALI


2. MEISKE ULI 10. MIFTAHUL JANNAH DAI
3. SARTIKA BACHMID 11. INDRA WAHYUPRATAMA DAI
4. SASKIA ALULU 12. KARMAN HEMUTO
5. ANGGUN INDRAYATI 13. YUSRIL LATINAPA
6. HASMAWATI 14 ALFATH Dj IBRAHIM
7. DHIKAMAWADDA DUNDA 15. DELAWATI LAHMUDIN
8. PUTRI PAYTICIA ABD LATIF

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN


NIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa, karena atas berkat dan
rahmat-nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang pembahasan kasus pada “ sistem
Respirasi “. Pembahsan kasus “ sistem Respirasi “ ini dilakukan dalam rangka untuk
memenuhi tugas pada mata kuliah Keperawatan Medikal bedah 1. “ Pembahasan kasus
sistem Respirasi” ini terwujud atas bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis pada kesempatan ini menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Ns. Nurdiana Djamaluddin, M.Kep selaku dosen pembimbing/ tutor yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan
pembahasan “ kasus sistem Respirasi”.Terima kasih juga kepada teman-teman kelompok 1
yang telah membantu menyelesaikan penyusunan “ Pembahasan kasus Sistem respirasi “
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tugas ini membawa manfaat untuk kita
semua dan dapat dipergunakan semesinya.

Gorontalo, Oktober 2022

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR !

DAFTAR ISI !!

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1. LATAR

BELAKANG 1

BAB II PEMBAHASAN 2

2.1 SKENARIO 1 2

A. KONSEP MEDIS 6

B. KONSEP KEPERAWATAN 13

2.2 SKENARIO II 20

A. KONSEP MEDIS 25

B. KONSEP KEPERAWATAN 33

2.3 SKENARIO III 42

A. KONSEP MEDIS 47

B. KONSEP KEPERAWATAN 53

DAFTAR PUSTAKA 62

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sistem pernafasan atau yang sering disebut system respirasi merupakan
sistem organ yang digunakan untuk proses pertukaran gas, dimana sistem pernafasan
ini merupakan salah satu sistem yang berperan sangat penting dalam tubuh untuk
menunjang kelangsungan hidup. Sistem pernafasan dibentuk oleh beberapa struktur,
seluruh struktur tersebut terlibat didalam proses respirasi eksternal yaitu pertukaran
oksigen antara atmosfer dan darah serta pertukaran karbon dioksida antara darah dan
atmosfer, selain itu terdapat juga respirasi internal yaitu proses pertukaran gas antara
darah sirkulasi dan sel jaringan dimana system respirasi internal ini terjadi pada
seluruh system tubuh. (Djojodibroto, 2012).
Struktur utama dalam sistem pernafasan adalah saluran udara pernafasan,
saluran-saluran ini terdiri dari jalan napas, saluran napas, serta paru-paru. Struktur
saluran napas dibagi menjadi beberapa bagian diantaranya system penafasan bagian
atas dan bawah. Pada system pernafasan bagian atas terdiri dari hidung, faring, laring
dan trakhea. Struktur pernafasan tersebut memiliki peran masing masing dalam
system pernafasan. Sedangkan pada system pernafasan bagian bawah terdiri dari
bronkus, bronkiolus dan alveolus (Manurung dkk, 2013).
Organ-organ pernafasan seperti hidung, dan yang lainnya sangat berperan
penting dalam proses pertukaran gas, yang mana proses pertukaran gas ini yang
memerlukan empat proses yang mempunyai ketergantungan satu sama lainnya,
dimana proses tersebut terdiri dari proses yang berkaitan dengan volume udara napas
dan distribusi ventilasi, proses yang berkaitan dengan volume darah di paru- paru dan
distribusi aliran darah, proses yang berkaitan dengan difusi oksigen dan karbon
dioksida, serta proses yang berkaitan dengan regulasi pernafasan. Sama seperti system
dan struktur tubuh lainnya, system pernafasan juga sering mengalami masalah dan
gangguan dalam menjalankan fungsinya, baik yang disebabkan oleh infeksi baik yang
disebabkan oleh virus maupun bakteri.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 MODUL 1

SESAK NAPAS

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan telah mampu menjelaskan
tentang penyakit istem Respirasi

PEMICU
SKENARIO 1

Seorang perempuan berusia 21 tahun sedang dirawat di ruang interna dengan keluhan
sesak napas. Hasil pengkajian: ada bunyi nafas tambahan wheezing, nyeri dada (skala 4),
pucat, gelisah, batuk, napas tersengal-sengal. TD: 130/90 mmHg, frekuensi napas 30x/m,
frekuensi nadi 98 x/m, suhu 37.50C. Terpasang oksigen 4 liter/menit. Keluhan sesak
sering dialami ketika terpapar debu/asap rokok.

LEMBAR KERJA MAHASISWA

1. KLARIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING


a. Sesak napas
Sesak napas adalah dimana kondisi susah bernapas biasanya terjadi ketika melakukan
aktivitas fisik yang biasa terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak dan bayipun
sekalipun. Sesak napas juga suatu gejala dari berbagai penyakit yang dapat bersifak
kronik. Sesak napas adalah kondisi yang terjadi saat pernapasan terasa sulit, tidak
nyaman, atau cepat. Hal ini disebabkan oleh pasokan oksigen ke dalam tubuh
berkurang sehingga bagian-bagian tubuh seperti paru-paru, otot dinding dalam, dan
diafragma menjadi bekerja lebih keras untuk bernapas. 
b. Bunyi napas Wheezing
Wheezing atau mengi merupakan suara pernapasan berfrekuensi tinggi yang nyaring,
dimana terdengar di akhir ekspirasi / saat menghembuskan napas. Wheezing terjadi
oleh karena adanya penyempitan saluran pernapasan bagian ujung / dalam.
c. Nyeri Dada
Nyeri dada adalah rasa nyeri, sakit atau tertekan pada dada. Bagian tubuh yang terasa
nyeri atau seperti ditusuk bisa dimulai dari bahu hingga ke tulang rusuk. Walau jarang
terjadi, rasa sakit bisa menjalar ke rahang, leher, dan hingga ke tangan.
d. Batuk

2
Batuk adalah respons alami tubuh untuk mengeluarkan zat dan partikel dari dalam
saluran pernapasan agar tidak masuk ke saluran napas bawah. Batuk juga dapat
menandakan kondisi lain.
2. KATA/ PROBLEM KUNCI
a. Perempuan
b. Usia 21 Tahun
c. Sesak napas
d. Bunyi napas tambahan Wheezing
e. Nyeri dada ( Skala 4 )
f. Pucat
g. Gelisah
h. Batuk
i. Napas tersengal-sengal
j. TD 130/90 mmHg
k. Frekuensi napas 30 ×/m
l. Nadi 98 x/m
m. Suhu 37.50C
n. Terpasang Oksigen 4 Liter/menit
o. Keluhan sesak sering dialami ketika terpapar debu/asap rokok.

3. MIND MAP
Sesak Napas

Asma Bronkhial Bronkitis Pneumonia

asma atau reactive air Bronkitis adalah Pneumonia adalah kondisi


way disease (RAD) iritasi atau inflamasi yang terjadi saat
adalah penyakit obstruksi peradangan di seseorang mengalami
pada jalan napas yang dinding saluran infeksi pada kantung-
bersifat reversible kronis bronkus, yaitu pipa kantung udara dalam
yang ditandai dengan yang menyalurkan paru-paru. Kantung udara
bronchopasme dengan udara dari yang terinfeksi tersebut
karakteristik adanya tenggorokan ke paru- akan terisi oleh cairan
mengi dimana trakea dan paru maupun pus (dahak
bronchi berespon secara purulen). Gangguan ini
hiperaktif terhadap dapat menyebabkan batuk
stimuli tertentu serta berdahak atau bernanah,
mengalami peradangan demam, menggigil,
atau inflamasi hingga kesulitan
3 bernapas.
Lembar Cheklist

No Manifestasi Klinis Asma Bronkitis Pneumonia


Bronkhial
1 Sesak Nafas   
2 Bunyi nafas Wheezing   
3 Nyeri dada   
4 Pucat   
5 Gelisah  - 
6 Batuk   
7 Napas Tersengal-sengal   
8 Sesak ketika terpapar   -
debu / Asap Rokok

4. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
1. Apa yang menyebabkan sesak napas pada pasien Asma?
2. Megapa pada pasien Asma mengalami Nyeri dada?
3. Mengapa pada pasien Asma memiliki gejala batuk?
5. JAWABAN PERTANYAAN
1. Sesak terjadi apabila terjadi adanya faktor pencetus seperti debu,asap rokok, bulu
binatang, hawa dingin terpapar pada penderita.Benda-benda tersebut setelah terpapar
ternyata tidak dikenali oleh sistem di tubuhpenderita sehingga dianggap sebagai benda
asing (antigen). Anggapan itukemudian memicu dikeluarkannya antibody yang
berperan sebagai responreaksi hipersensitif seperti neutropil, basophil,dan
immunoglobulin E.masuknya antigen pada tubuh yang memicu reaksi antigen
akanmenimbulkan reaksi antigen-antibodi yang membentuk ikatan seperti keyand
lock (gembok dan kunci).Ikatan antigen dan antibody akan merangsang
peningkatanpengeluaran mediator kimiawi seperti histamine, neutrophil
chemotacticshow acting, epinefrin, norepinefrin, dan prostagandin.
Peningkatanmediator kimia tersebut akan merangsang peningkatan
permiabilitaskapiler, pembengkakan pada mukosa saluran pernafasan (terutama
bronkus). Pembengkakan yang hampir merata pada semuabagian padasemua bagian
bronkus akan menyebabkan penyempitan bronkus(bronkokontrikis) dan sesak napas.
Penyempitan bronkus akan menurunkan jumlah oksigen luar yangmasuk saat inspirasi
sehingga menurunkan oksigen yang dari darahKondisi ini akan berakibat pada
penurunan oksigen jaringan sehinggapenderita pucat dan lemah
2. Kondisi nyeri dada ketika mengalami serangan asma, sering berhubungan dengan
tegangnya otot pernafasan di area dada ketika mengalami sesak nafas. Hal ini karena
paru-paru berusaha dikembangkan secara maksimal untuk memenuhi kebutuhan udara
yang terhambat masuk

4
3. Batuk yang jadi ciri-ciri penyakit asma muncul karena saluran udara (bronkus)
membengkak dan menyempit sehingga paru-paru tidak mendapat cukup oksigen.
Umumnya, batuk karena asma cenderung semakin parah setelah beraktivitas.
6. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA
Dengan adanya pembahasan kasus-kasus seperti ini kita bisa mengetahui penyakit-
penyakit apa saja yang termasuk dalam sistem pernapasan, mengetahui perbedaan tanda
dan gejala dari berbagai macam penyakit disistem ini.

7. INFORMASI TAMBAHAN
- Penggunaan tumbuhan Ceremai untuk mengurangi gejala Asma.
- Penggunaan teknik pernapasan buteyko untuk mengontrol gejala asma

8. KLARIFIKASI INFORMASI
- Dalam penelitian Anisa Zulfiya Rahmah dan Jihan Nur Pratiwi tahun 2020
mengatakan bahwa Cermai mengandung flavonoid dapat menghambat influx Ca2+
yang berperan dalam mencegah terjadinya degranulasi dari sel mast. Dengan
dihambatnya degranulasi sel mast maka sekresi amin vasoaktif, seperti histamin,
mediator lipid serta sitokin yang berperan dalam proses inflamasi pada peristiwa
alergi berkurang. Flavonoid juga meningkatkan sistem imun alami (didapat) dan
sistem imun spesifik (adaptif) yang berperan sebagai antiinflamasi, antialergi,
antidiabetes dan menghambat pertumbuhan tumor. Potensi anti-inflamasi ekstrak daun
metanol cermai secara signifikan menghambat produksi Oksidanitrat (NO3) yang di
perantarai LPS, menghambat produksi PGE2 yang di induksi oleh LPS. Ekstrak daun
secara signifikan menekan produksi sitoksin pro-inflamasi yang diinduksi LPS.
Produksi NO ditekan oleh quercetin (2 µM) dan kaempferol (10 µM). Pemberian
ekstrak daun ceremai dosis 10mg/mencit/hari secara per-oral mampu menurunkan
kadar Ig E, secara bermakna mendekati nilai normal. Kemampuan ekstrak daun
ceremai dalam menurunkan kadar Ig E tidak berbeda secara bermakna dibandingkan
antihistamin generasi III.
- Dalam Penelitian Lisavina Juwita & Ine Permata Sary tahun 2019 mengatakan Teknik
Pernpasan Buteyko pada prakteknya mempunyai fungsi yaitu memperbaiki jalan
napas, menguatkan otot pernapasan, melebarkan saluran pernapasan. Hal ini dapat
mengurangi gejalagejala asma dan dapat meningkatkan nilai arus puncak ekspirasi
sehingga asma terkendali.

9. ANALISA DAN SINTESIS INFORMASI


Pada kasus diatas, berdasarkan hasil diskusi kelompok dapat disimpulkan bahwa klien
tersebut kemungkinan menderita penyakit Asma Bronkial

10. LAPORAN DISKUSI

5
A. KONSEP MEDIS

1. DEFINISI
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalamipenyempitan karena
hiperaktivitas padarangsangan tertentu, yangmengakibatkan peradangan, penyempitan ini
bersifat sementara (Wahid &Suprapto, 2013). Asma merupakan penyakit jalan napas
obstruktifintermitten, bersifat reversibel dimana trakea dan bronchi
beresponsecarahiperaktif terhadap stimuli tertentu serta mengalami peradangan
atauinflamasi (Padila, 2013)Menurut Murphy dan Kelly (2011) Asma merupakan
penyakitobstruksi jalan nafas, yang revelsibel dan kronis, dengan karakteristikadanya
mengi. Asma disebabkan oleh spasma saluran bronkial ataupembengkakan mukosa
setelah terpajam berbagai stimulus. Prevelensi,morbiditas dan martalitas asma meningkat
akibat dari peningkatan polusiudara.
Jadi asma atau reactive air way disease (RAD) adalah penyakitobstruksi pada
jalan napas yang bersifat reversible kronis yang ditandaidengan bronchopasme
dengankarakteristik adanya mengi dimana trakeadan bronchi berespon secara hiperaktif
terhadap stimuli tertentu sertamengalami peradangan atau inflamasi

2. ETIOLOGI
Obstruksi jalan napas pada asma disebabkan oleh:
a. Kontraksi otot sekitar bronkus sehingga terjadipenyempitan napas.
b. Pembengkakan membrane bronkus
c. Bronkus berisi mucus yang kental
Adapun faktor predisposisi pada asma yaitu:
1) Genetik
Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, akibat adanya bakatalergi ini
penderita sangat mudah terkena asma apabiladia terpapardengan faktor pencetus.
Adapun faktor pencetusdari asma adalah:
a) Alergen
Merupakan suatu bahan penyebab alergi.Dimana ini dibagi menjaditiga, yaitu:
 Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulubinatang,
serbuk bunga, bakteri, dan polusi.
 Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan dan obat-obatantertentu
seperti penisilin, salisilat, beta blocker, kodein, dansebagainya.
 Kontaktan, seperti perhiasan, logam, jam tangan, dan aksesorislainnya yang
masuk melalui kontak dengan kulit.
b) Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. VirusInfluenza
merupakan salah satu faktor pencetus yang paling seringmenimbulkan asma

6
bronkhial, diperkirakan dua pertiga penderita asmadewasa serangan asmanya
ditimbulkan oleh infeksi saluran pernapasan(Nurarif & Kusuma, 2015)
c) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhiasma, perubahan
cuaca menjadi pemicu serangan asma.
d) Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan faktor pencetus yangmenyumbang 2-15% klien
asma. Misalnya orang yang bekerja di pabrikkayu, polisi lalulintas, penyapu
jalanan.
e) Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapatkanseranganasma bila sedang
bekerja dengan berat/aktivitas berat. Lari cepat palingmudah menimbulkan asma
f) Stress
Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya seranganasma, selain itu
juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada.Disamping gejala asma
harus segera diobati penderita asma yangmengalami stres harus diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalahnya.(Wahid & Suprapto, 2013).

3. PATOFISIOLOGI
Penyakit asma merupakan proses inflamasi dan hipereaktivitassaluran napas yang
akan mempermudah terjadinya obstruksi jalannapas.Kerusakan epitel saluran napas,
gangguan saraf otonom, dan adanyaperubahan pada otot polos bronkus juga
didugaberperan pada proseshipereaktivitas saluran napas. Peningkatan reaktivitas saluran
nafasterjadi karena adanya inflamasi kronik yang khas dan melibatkan dindingsaluran
nafas, sehingga aliran udara menjadi sangat terbatas tetapi dapatkembali secara spontan
atau setelah pengobatan. Hipereaktivitas tersebutterjadi sebagai respon terhadap berbagai
macam rangsang.
Dikenal dua jalur untuk bisa mencapai keadaan tersebut. Jalurimunologis yang
terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf otonom.Pada jalur yang didominasi oleh
IgE, masuknya alergen ke dalam tubuhakan diolah oleh APC (Antigen Presenting Cells),
kemudian hasil olahanalergen akan dikomunikasikan kepada sel Th ( T penolong )
terutamaTh2 . Sel T penolong inilah yang akanmemberikan intruksi melaluiinterleukin
atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE, sel-selradang lain seperti mastosit,
makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil,trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan
mediator inflamasi sepertihistamin,prostaglandin (PG), leukotrien (LT), platelet activating
factor(PAF), bradikinin, tromboksin (TX), dan lain-lain. Sel-sel ini bekerjadengan
mempengaruhi organ sasaran yang dapat menginduksi kontraksiotot polos saluran
pernapasan sehingga menyebabkanpeningkatan permeabilitas dinding vaskular, edema
saluran napas, infiltrasi sel-selradang, hipersekresi mukus, keluarnya plasma protein
melaluimikrovaskuler bronkus dan fibrosis sub epitel sehingga
menimbulkanhipereaktivitas saluran napas. Faktor lainnya yang dapat
menginduksipelepasan mediator adalah obat-obatan, latihan, udara dingin, danstress.
Selain merangsang sel inflamasi, terdapat keterlibatan sistem sarafotonom pada
jalur non-alergik dengan hasil akhir berupa inflamasi danhipereaktivitas saluran napas.

7
Inhalasi alergen akanmengaktifkan selmast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus
dan mungkin jugaepitel saluran napas. Reflek bronkus terjadi karena adanya
peregangannervus vagus, sedangkan pelepasan mediator inflamasi oleh sel mast
danmakrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel danmemudahkan alergen
masuk ke dalam submukosa, sehinggameningkatkan reaksi yang terjadi. Keterlibatan sel
mast tidak ditemukanpada beberapa keadaan seperti pada hiperventilasi, inhalasi udara
dingin,asap, kabut dan SO2. Reflek saraf memegang peranan pada reaksi asmayang tidak
melibatkan sel mast. Ujung saraf eferen vagal mukosayangterangsang menyebabkan
dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P,neurokinin A dan calcitonin Gene-Related
Peptide (CGRP).Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya
bronkokontriksi,edema bronkus, eksudasi plasma,hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-
selinflamasi.

4. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis asma klasik terdiri dari trias sesak nafas, batuk, danmengi.
Gejalalainnya dapat berupa rasa berat di dada, produksi sputum, penurunan toleransi
kerja,nyeri tenggorokan, dan pada asma alergik dapat disertai dengan pilek atau
bersin.Gejala tersebut dapat bervariasi menurut waktu dimana gejala
tersebuttimbulmusiman atau perenial, beratnya, intensitas, dan juga variasi diurnal.
Timbulnyagejala juga sangat dipengaruhi oleh adanya faktor pencetus seperti paparan
terhadapalergen, udara dingin, infeksi saluran nafas, obat-obatan, atau aktivitas fisik.
Faktorsosial juga mempengaruhi munculnya serangan pada pasien asma,
sepertikarakteristik rumah, merokok atau tidak, karakteristik tempatbekerja atau sekolah
dan pekerjaan.\
Manisfestasi klinis biasanya pada penderita yang sedang bebasserangan tidak
ditemukan gejala klinis, tapi pada saat seranganpenderitatampak bernafas cepat dan
dalam, gelisah, duduk dengan menyangga kedepan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan
bekerja dengan keras. Gejalaklasik dari asma bronkialini adalah sesak nafas, mengi
(whezing), batuk,dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri pada dada. Gejala-
gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yanglebih berat,
gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain: silentchest, sianosis, gangguan
kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi danpernafasan cepat dangkal. Serangan asma
seringkali terjadi pada malamhari (Dudut, 2011).

5. KLASIFIKASI
Tidak mudah membedakan antara satu jenis asma dengan jenisasma lainnya. Dahulu
asma dibedakan menjadi asma alergi(ekstrinsik)yang muncul pada waktu kanak-kanak
dengan mekanisme seranganmelalui reaksi alergi tipe 1 terhadap alergen dan asma non-
alergik(intrinsik) bila tidak ditemukan reaksi hipersensitivitas terhadap alergen.Namun,
dalam prakteknya seringkali ditemukan seorang pasien dengankedua sifat alergi dan
non-alergi, sehingga Mc Connel dan Holgatemembagi asma kedalam 3 kategori,
a) Asma alergi/ekstrinsik;
b) Asmanon-alergi/intrinsik;
c) Asma yang berkaitan dengan penyakit paruobstruksif kronik.

8
Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) asma dibagi menjadi
4 yaitu :
1) Asma intermitten,
ditandai dengan : 1) gejala kurang dari 1 kaliseminggu; 2) eksaserbasi singkat; 3)
gejala malam tidak lebih dari 2kali sebulan; 4) bronkodilator diperlukan bila ada
serangan; 5) jikaserangan agak berat mungkin memerlukan kortikosteroid; 6)
APEatau VEP1 ≥ 80% prediksi; 7) variabilitiAPE atau VEP1 < 20%
2) Asma persisten ringan,
ditandai dengan : 1) gejala asma malam>2x/bulan; 2) eksaserbasi >1x/minggu,
tetapi<1x/hari;3)eksaserbasi mempengaruhi aktivitas dan tidur; 4)
membutuhkanbronkodilator dan kortikosteroid; 5) APE atau VEP1 ≥ 80%prediksi;6)
variabiliti APEatau VEP1 20-30%
3) Asma persisten sedang,
ditandai dengan: 1) gejala hampir tiap hari;2) gejala asma malam >1x/minggu; 3)
eksaserbasi mempengaruhiaktivitas dan tidur; 4) membutuhkan steroid inhalasi
danbronkhodilator setiap hari; 5) APE atau VEP1 60-80%; 6) variabilitiAPE atau
VEP1 >30%
4) Asma persisten berat,
ditandai dengan : 1) APE atau VEP1 <60%prediksi; 2) variabiliti APE atau VEP1
>30%
Baru-baru ini, GINA mengajukan klasifikasi asma berdasarkantingkat kontrol
asma dengan penilaian meliputi gejala siang, aktivitas,gejala malam, pemakaian obat
pelega dan eksaserbasi. GINAmembaginya kedalam asma terkontrol sempurna,
asmaterkontrolsebagian, dan asma tidak terkontrol.

Klasifikasi Derajat Berat Serangan Asma menurut GINA

Karakteristik Ringan Sedang Berat


Aktivitas Dapat berjalan Jalan terbatas Sukar berjalan
Dapat berbaring Lebih suka duduk Dudukmembungkuk
kedepan

Bicara Beberapa kalimat Kalimat terbatas Kata demi kata

Kesadaran Mungkin terganggu Biasanya terganggu Biasanya terganggu

Frekuensi nafas Meningkat Meningkat Sering > 30 kali/menit

Retraksi otot bantu Umumnya tidak Kadang kala ada Ada


napas Ada

Mengi Lemah sampai Keras Keras


sedang

9
Frekuensi nadi <100 100-200 >120

Pulsus paradoksus Tidak ada Mungkin ada (10-25 Sering ada (>25
(<10mmHg) mmHg) mmHg)

APE sesudah >80% 60-80%


bronkodilator <60%
(%prediksi)

PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg <45 mmHg

SaO2 >95 91-95% <90%

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksasan penunjang pada asma antara lain:
a) Pemeriksaanradiologi yaitu gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal.Pada
waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paruyakni radiolusen
yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, sertadiafragma yang menurun.Akan
tetapi bila terdapat komplikasi, makakelainan yang didapatadalah sebagai berikut:
1) Bila disertai denganbronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
2) Bila terdapatkomplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakinbertambah.
3) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltratepada paru.
4) Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
5) Bilaterjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium,maka
dapat dilihat bentuk gambaranradiolusen pada paru-paru.
b) Pemeriksaan tes kulit yaitu dilakukan untuk mencari faktor alergi denganberbagai
alergen yang dapat menimbulkan reaksi yangpositif pada asma.
c) Elektrokardiografi yaitu gambaran elektrokardiografi yang terjadiselama serangan dapat
dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema
paru yaitu:
1) Perubahan aksisjantung, yakni pada umumnya terjadi right axisdeviasi dan clock
wiserotation.
2) Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakniterdapatnya RBB (Right
bundle branch block).
3) Tanda-tandahopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES
atauterjadinya depresi segmen ST negative.
d) Scanning paru yaitu denganscanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa
redistribusi udaraselama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
e) Spirometriyaitu untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, carayang
paling cepat dan sederhana diagnosis asmaadalah melihat responpengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukansebelum dan sesudahpamberian
bronkodilator aerosol (inhaler ataunebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1
atau FVC sebanyaklebih dari 20%menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon

10
aerosolbronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak sajapentinguntuk
menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai beratobstruksi dan efek
pengobatan. Benyak penderitatanpa keluhan tetapipemeriksaan spirometrinya
menunjukkan obstruksi (Dudut, 2011).

7. PENATALAKSANAAN
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk pasien asma
yaitu:
a. Prinsip umum dalam pengobatan asma:
1) Menghilangkan obstruksi jalan napas.
2) Menghindari faktor yang bisa menimbulkan serangan asma.
3) Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenaipenyakit asmadan
pengobatannya.
b. Pengobatan pada asma
1) Pengobatan farmakologi
a) Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran napas. Terbagi
menjadi dua golongan, yaitu:
 Adrenergik (Adrenalin dan Efedrin), misalnyaterbutalin/bricasama.
 Santin/teofilin (Aminofilin)
b) Kromalin
Bukan bronkhodilator tetapi obat pencegah seranga asma padapenderita anak.
Kromalin biasanya diberikan bersamaobat antiasma dan efeknya baru terlihat
setelah satu bulan.
c) Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma dan diberikan dalamdosis dua kali
1mg/hari. Keuntungannya adalah obat diberikansecara oral.
d) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg jika tidak ada responmaka segera
penderita diberi steroid oral.
2) Pengobatan non farmakologi
a) Memberikan penyuluhan
b) Menghindari faktor pencetus
c) Pemberian cairan
d) Fisioterapi napas (senam asma)
e) Pemberian oksigen jika perlu
(Wahid & Suprapto, 2013)
3) Pengobatan selama status asmathikus
a) Infus D5:RL = 1 : 3 tiap 24 jam
b) Pemberian oksigen nasal kanul 4 L permenit
c) Aminophilin bolus 5mg/ KgBB diberikan pelan-pelan selama20 menit
dilanjutkan drip RL atau D5 mentenence (20 tpm)dengan dosis 20 mg/kg bb
per 24 jam
d) Terbutalin 0.25 mg per 6 jam secara sub kutan
e) Dexametason 10-2- mg per 6 jam secara IV

11
f) Antibiotik spektrum luas
(Padila, 2013)

Pathway

Faktor Pencetus Antigen yang terikat Mengeluarkan mediator:


Alergen, stress, cuaca, IGE pada Permukaan histamine, platelet,
lingkungan sel mast atau basofil bradikinin

Spasme otot polos Edeme mukosa, Permiabilitas


sekresi kelenjar Sekresi produktif,
bronkus meningkat kontraksi otot polos
kapiler meningkat
meningkat

Penyempitan/obstruksi
proksimal dari bronkus Mucus berlebih, batuk, Bersihan jalan napas
pada tahap ekspirasi whezing, sesak napas tidak efektif
dan inspirasi

Retraksi Dinding Dada

Nyeri Dada

Nyeri Akut

12
B. KONSEP KEPERAWATAN

A) PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 21 tahun
Alamat : -
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Agama : -
2. Riwayat Kesehatan Pasien
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh sesak napas.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Saat dikaji,klien tampak pucat, gelisah, batuk, dan napas tersengal-sengal.
c. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Keluhan sesak sering dialami ketika terpapar debu/asap rokok
d. Aktivitas / istirahat
-
e. Integritas Ego
-
f. Eliminasi
-
g. Makanan / cairan
-
h. Hygine
-
i. Neurosensory
-
j. Nyeri / kenyamanan
Klien mengatakan nyeri pada area dada skala 4
k. Interaksi social
-
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Ringan
b. Tanda – tanda vital
TD : 130/90 mmHg
N : 98 x/menit
R : 30 x/menit
SB : 37,5°C

c. Inspeksi : pasien tampak sakit ringan

13
d. Auskultasi : adanya bunyi napas tambahan wheezing
e. Pemeriksaan penunjang
-
f. Penatalaksanaan Medis
Terpasang Oksigen 4 liter/menit

B) KLASIFIKASI DATA

Data Subjektif Data Objektif


- Klien mengeluh sesak napas - Klien batuk
- Klien mengeluh nyeri dada skala 4 - Klien gelisah
- Klien tampak pucat
- adanya bunyi napas tambahan
wheezing
- TD: 130/90 mmHg
- N : 98 x/menit
- R : 30 x/menit
- SB: 37,5°C

C) ANALISA DATA

Sympton Etiologi Problem


DS : Faktor Pencetus Alergen, stress, Bersihan Jalan Napas
- Klien mengeluh sesak cuaca, lingkungan Tidak Efektif b.d

napas Spasme Jalan Napas
Antigen yang terikat IGE pada
DO : Permukaan sel mast atau basofil
- Klien batuk ↓
- Klien gelisah Mengeluarkan mediator:
- Klien tampak pucat histamine, platelet,bradikinin

- adanya bunyi napas
Permiabilitas kapiler meningkat
tambahan wheezing ↓
- R : 30 x/menit Edeme mukosa, Sekresi
- Klien terpasang produktif, kontraksi otot polos
oksigen 4 liter/menit meningkat

Spasme otot polos sekresi
kelenjar bronkus meningkat

Penyempitan/obstruksi
proksimal dari bronkus pada
tahap ekspirasi dan inspirasi

Mucus berlebih, batuk, whezing,
sesak napas

Bersihan jalan napas tidak
efektif

14
DS : Faktor Pencetus Alergen, stress, Nyeri Akut b.d Agen
- Klien Mengeluh cuaca, lingkungan Pencedera Fisiologis

Nyeri dada (Skala 4)
Antigen yang terikat IGE pada
DO : Permukaan sel mast atau basofil
- Klien gelisah ↓
- TD: 130/90 mmHg Mengeluarkan mediator:
- N : 98 x/menit histamine, platelet,bradikinin

- R : 30 x/menit
Permiabilitas kapiler meningkat
- SB: 37,5°C ↓
Edeme mukosa, Sekresi
produktif, kontraksi otot polos
meningkat

Spasme otot polos sekresi
kelenjar bronkus meningkat

Penyempitan/obstruksi
proksimal dari bronkus pada
tahap ekspirasi dan inspirasi

Mucus berlebih, batuk, whezing,
sesak napas

Retraksi Dinding Dada

Nyeri Dada

Nyeri Akut

D) DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d Spasme Jalan Napas
2. Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisiologis

E) RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa
Tujuan Dan Kriteria
Keperawatan Intervesi Keperawatan
Hasil
(SLKI) (SIKI)
(SDKI)

D.0001 L.01001 Latihan Batuk Efektif (I.


Bersihan Jalan Napas Setelah dilakukan intervensi (I.01006)
Tidak Efektif b.d keperawatan selama 1 x 24 jam Observasi
Spasme Jalan Napas maka Bersihan Jalan Napas - Identifikasi kemampuan batuk
d.d Meningkat, dengan kriteria - Monitor adanya retensi
hasil: sputum
DS : - Batuk efektif meningkat - Monitor adanya tanda dan

15
- Klien mengeluh - Mengi, Wheezing menurun gejala infeksi saluran napas
sesak napas - Dispnea merurun - Monitor input dan output
DO : - Mekonium (pada neonatus) cairan (mis. Jumlah dan
- Klien batuk menurun karakteristik)
- Klien gelisah - Dispnea menurun Terapeutik
- Klien tampak pucat - Sianosis menurun - Atur Posisi semi-Fowler atau
- adanya bunyi napas - Gelisah menurun Fowler
tambahan wheezing - Frekuensi napas membaik - Pasang perlak dan bengkok di
- R : 30 x/menit - Pola napas membaik pangkuan pasien
- - Buang secret pada tempat
sputum
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
- Anjurkan tarik napas dalam
melalui hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik
napas dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas
dalam yang ketiga
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
mukolitik, atau ekspektoran,
jika perlu

Manajemen Jalan Napas (I.


Observasi
- Monitor pola napas
(Frekuensi, kedalaman, usaha
napas)
- Monitor bunyi napas
tambahan (mis. Gurgling,
mengi, wheezing, ronchi
kering)
- Monitor sputum, (jumlah,
warna, aroma)
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head tilt dan

16
chin-lift (jaw thrust jika curiga
trauma cervikal)
- Posisikan semi fowler atau
fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisiotherapi dada,
jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotraheal
- Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari jika tidak
kontraindikasi
- Anjurkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
D.0077 L. Manajemen Nyeri (
Nyeri Akut b.d Agen Setelah dilakukan intervensi Observasi
Pencedera Fisiologis d.d keperawatan selama 1 x 24 jam 1. Identifikasi lokasi,
maka Tingkat Nyeri Menurun, karakteristik, durasi, frekuensi,
DS : dengan kriteria hasil:
kualitas, intensitas nyeri
1) Keluhan nyeri menurun
- Klien Mengeluh 2. Identifikasi skala nyeri
2) Meringis menurun
Nyeri dada (Skala 4) 3. Identifikasi respon nyeri non
3) Sikap protektif menurun
DO : 4) Frekuensi nadi membaik verbal
- Klien gelisah 5) Pola napas membaik 4. Identifikasi faktor yang
- TD: 130/90 mmHg 6) Tekanan darah membaik memperberat dan
- N : 98 x/menit memperingan nyeri
- R : 30 x/menit 5. Identifikasi pengetahuan dan
- SB: 37,5°C kenyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah

17
diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompes
hangat/dingin, terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
suhu rungan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

18
F) IMPLEMENTASI

Pelaksanaan tindakan keperawatan (implementasi keperawatan) adalah


pelaksanaan tindakan yang telah ditentukan, dengan maksud agar kebutuhan pasien
terpenuhi secara optimal. Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah implementasi
keperawatan terhadap pasien secara urut sesuai prioritas masalah yang sudah dibuat
dalam rencana asuhan keperawatan termasuk di dalamnya nomor urut dan waktu
ditegakkannya suatu pelaksanaan asuhan keperawatan (Basri, Utami, & Mulyadi,
2020).

G) EVALUASI

Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajia ulang rencana
keperawatan. Evaluasi menilai respon pasien yang meliputi subjek, objek, pengkajian
kembali (assessment), rencana tindakan (planning) (Basri, Utami, & Mulyadi, 2020).

19
2.2 MODUL 1I

BATUK

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah menyelasaikan pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan telah mampu menjelaskan


tentang penyakit system Respirasi

PEMICU

SKENARIO 2

Tn A, 50 tahun, seorang pekerja petani karet datang dengan keluhan batuk dengan sputum
berwarna hijau, dan sulit keluar. Pasien mengatakan batuk lebih sering pada malam hari. Keluhan
tersebut telah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Pasien mengatakan adanya demam, keringat
malam, nafsu makan menurun, dan penurunan berat badan yang awalnya 50 kg menjadi 47 kg
dalam satu bulan. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan IMT 18.0, terlihat sakit ringan, tekanan
darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, frekuensi napas 17 x/menit, suhu tubuh 37,0C. Auskultasi
terdapat suara ronkhi, dan wheezing pada pulmo dekstra dan sinistra. Pasien memiliki kebiasaan
membuang lendir di tissue, dan saat ini pasien tidur satu kamar bersama istri dan anaknya. Pasien
sudah meminum obat selama setahun, dikarenakan sering mual, setelah minum obat, pasien dan
keluarga memutuskan minum obat jika gejala memberat.

LEMBAR KERJA MAHASISWA

1. KLARIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING


a. Batuk
Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh di saluran pernapasan dan
merupakan gejala suatu penyakit atau reaksi tubuh terhadap iritasi tenggorokan karena
adanya lender, makanan, debu, asap dan sebagainya. Batuk sendiri dibedakan menjadi
dua yaitu batuk berdahak dan batuk kering. Batuk berdahak lebih sering terjadi karena
adanya paparan debu yang berlebih sedangkan batuk kering yaitu batuk yang terjadi
karena tidak adanya sekresi saluran napas.
b. Sputum
Adalah lendir dan materi lainnya yang dibawa dari paru-paru, bronkus dan trakea yang
mungkin dibatukkan dan dimuntahkan atau ditelan.
c. Ronchi
Ronchi adalah suara yang dihasilkan saat udara melewati jalan nafas yang penuh
cairan/mucus, terdengar saat inspirasi maupun ekspirasi.
d. Wheezing

20
Suara napas seperti music yang terjadi karena adanya penyempitan jalan udara atau
tersumbat sebagian. Obstruksi seringkali terjadi sebagai akibat adanya sekresi atau
edema.
e. IMT
Indeks Massa Tubuh atau (IMT) merupakan metode yang mura, mudah dan sederhana
untuk menilai status gizi pada seorang individu, namun tidak dapat mengukur lemak
tubuh secara langsung.

2. KATA/ PROBLEM KUNCI


a. Batuk
b. Sputum berwarna hijau dan sulit keluar
c. Batuk pada malam hari
d. Demam SB : 37,0°C
e. Berkeringat malam
f. Nafsu makan menurun
g. Penurunan berat badan dari 50 kg menjadi 47kg
h. IMT 18.0
i. Ronkhi dan wheezing pada pulmo dekstra dan sinistra
j. Pasien minum obat selama setahun
k. Pasien minum obat jika gejala memberat

3. MIND MAP

PNEUMONIA

Pneumonia adalah penyakit peradangan paru


dan system pernafasan dimana alveoli
membengkak dan terjadi penimbunan cairan

BRONKHITIS TB PARU

Bronkhitis adalah inflamasi jalan Batuk Dengan Tuberculosis adalah penyakit


pernafasan dengan penyempitan menular langsung yang
Sputum
atau hambatan jalan nafas disebabkan oleh kuman TB
ditandai peningkatan produksi (Mycobacterium Tuberculosis)
sputum mukoid, menyebabkan sebagian besar kuman TB
ketidakcocokan ventilasi-perfusi menyerang paru, tetapi dapat
dan menyebabkan sianosis juga menyerang organ lainnya.
(Depkes RI. 2007)

21
Table Cheklist

Diagnosa
Manifestasi Klinis
Bronkhitis TB Paru Pneumonia
Batuk   
Sputum berwarna
  
hijau
Batuk pada malam
  
hari
Demam : SB 37°C   
Berkeringat malam -  -
Nafsu makan
  
menurun
Penurunan berat
badan dari 50kg -  -
menjadi 47kg
Ronkhi pada pulmo
-  
dextra dan sinistra
Wheezing pada
pulmo dextra dan   -
sinistra

4. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
a. Mengapa pada skenario diatas pasien sering berkeringat pada malam hari?
b. Mengapa terjadi penurunan berat badan pasien pada skenario diatas?

5. JAWABAN PERTANYAAN
a. Pada penderita TB, sering mengalami keringat berlebih pada malam hari dapat
disebabkan karena saat bakteri Tb masuk ke dalam tubuh, tubuh akan melakukan
pertahanan untuk melawan bakteri seperti sel darah putih. Salah satu sel tersebut yaitu
makrofag yang akan memproduksi suatu sitokin peradangan yang akan menyebabkan
peningkatan suhu tubuh. Peningkatan suhu tersebut akan membuat pembuluh darah
mengecil agar panas tidak keluar berlebihan. Untuk mengeluarkan kelebihan panas
tubuh, salah satu mekanisme yaitu dengan cara berkeringat.
Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan
(malaise), berkeringat malam walau tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari
sebulan. Itu semua merupakan gejala yang berurutan terjadi, akibat batuk yang terus
menerus mengakibatkan kelemahan, serta nafsu makan berkurang, sehingga berat
badan juga menurun, karena kelelahan serta infeksi mengakibatkan kurang enak
badan dan demam meriang, karena metabolism tinggi akibat pasien berusaha bernapas
cepat mengakibatkan berkeringat pada malam hari.
b. Daya tahan tubuh pasien akan dipengaruhi oleh asupan makanan. Pasien dengan
penyakit kronis seperti tuberkulosis paru sering mengalami defisiensi makronutrien

22
serta penurunan berat badan dan penurunan nafsu makan (WHO, 2012). Pada
penelitian yang dilakukan pada 45 pasien TB Paru di Surakarta, didapatkan 57,8%
pasien yang mengalami defisit asupan protein dan sebanyak 66,7% mengalami defisit
asupan karbohidrat (Wisnugroho, 2014). Pentingnya protein pada pasien TB Paru
yaitu untuk pembentukan sitokin yang digunakan pada sistem pertahanan tubuh
sehingga jumlah sitokin di dalam tubuh akan mempengaruhi sistem imun pasien
(Baratawidjaja, 2012). Infeksi Mycobacterium tuberculosis akan memicu
pembentukan dan pelepasan sitokin sebagai bentuk perlawanan tubuh terhadap
mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh pasien sehingga terjadi peningkatan laju
katabolik protein di jaringan untuk membentuk asam amino (Murray, 2009). Pada
keadaan lanjut jika tidak diimbangi dengan asupan protein dalam makanan pasien
maka protein di jaringan akan terus 3 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
berkurang. Hal ini akan memperburuk keadaan pasien karena asam amino untuk
pembentukan sitokin jumlahnya sudah berkurang dan berakibat pada penurunan
sistem imun pasien (Chandra RK, 2010). Asupan karbohidrat dan lemak yang rendah
tentu saja akan menyebabkan pasien kekurangan energi. Keadaan ini akan memicu
terjadinya reaksi glukoneogenesis di dalam tubuh pasien untuk mencukupi kebutuhan
energi pasien. Glukoneogenesis adalah suatu proses mengubah prekursor
nonkarbohidrat menjadi glukosa atau glikogen. Salah satu substratnya berasal dari
asam amino glukogenik. Asam amino ini akan dirubah menjadi glukosa dan
selanjutnya glukosa digunakan sebagai energi (Murray, 2009). Pada akhirnya akan
terjadi penurunan jumlah protein jaringan sehingga pasien juga mengalami malnutrisi
yang dapat menyebabkan penurunan sistem imun tubuh (USAID, 2010).

6. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA


Dengan adanya kegiatan pembelajaran ini kita dapat mengetahui penyakit apa saja yang
berkaitan dengan batuk berdahak, penyebabnya, tanda dan gejalanya, serta
penatalaksanaanya.

7. INFORMASI TAMBAHASN
a. Efek samping OAT (Obat Anti Tuberculosis) dapat berpengaruh terhadap kepatuhan
minum obat pada pasien TB Paru.
b. Fisioterapi dada dan batuk efektif dapat digunakan sebagai penatalaksanaan bersihan
jalan napas tidak efektif pada pasien TB Paru

8. KLARIFIKASI INFORMASI
a. Adanya efek samping obat anti tuberkulosis diketahui merupakan salah satu fakor
risiko terjadinya default (CDC, 2007). Efek samping obat anti tuberkulosis yang
sering muncul adalah kehilangan nafsu makan, mual, sakit perut, nyeri sendi,
kesemutan sampai dengan rasa terbakar di kaki dan warna kemerahan pada air seni.
Efek samping yang lebih berat seperti gatal dan kemerahan pada kulit, tuli, gangguan
keseimbangan, gangguan penglihatan, ikterus tanpa penyebab lain, bingung dan
muntah-muntah hingga purpura dan renjatan atau syok (Depkes, 2008). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh I Kadek Seniantara dengan judul “Pengaruh Efek

23
Samping OAT (Obat Anti Tuberculosis) Terhadap Kepatuhan Minum Obat Pada
Pasien TBC Di Puskesmas” didapatkan hasil korelasi yang terjadi antara efek
samping OAT dan kepatuhan minum obat adalah hubungan yang berbanding lurus
artinya semakin berat efek samping OAT maka semakin tidak patuh minum obat, dan
semakin ringan efek samping OAT maka semakin patuh minum obat.
b. Fisioterapi dada merupakan suatu tindakan yaitu perkusi, vibrasi dan postural
drainase, yang mana tindakan itu sangat penting untuk membersihkan dan
meningkatkan kelancaran jalan nafas pada pasien dengan gangguan jalan nafas
(Ernawati, 2012). Fisioterapi dada yang dilaksanakan pada penderita tuberkolosis paru
diharapkan dapat membantu mengeluarkan sekret yang ada dijalan napas. Tujuan
utama dilakukannya fisioterapi dada adalah untuk membersihkan obstruksi jalan
nafas, mengurangi hambatan jalan nafas, meningkatkan pertukaran gas dan
mengurangi kerja pernapasan (RM. et al., 2016). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Rusna Tahir dkk dengan judul “Fisioterapi Dada Dan Batuk Efektif
Sebagai Penatalaksanaan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Pada Pasien TB
Paru Di RSUD Kota Kendari” didapatkan hasil fisioterapi dada dan batuk efektif
dapat digunakan sebagai penatalaksanaan ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada
pasien TB paru dengan kriteria hasil kepatenan jalan napas yang ditandai dengan
frekuensi napas normal, irama napas teratur, tidak ada suara napas tambahan, pasien
mampu mengeluarkan sputum.

9. ANALISA DAN SINTESIS INFORMASI


Pada kasus diatas, berdasarkan hasil diskusi kelompok dapat disimpulkan bahwa klien
tersebut kemungkinan menderita penyakit TB Paru.

10. LAPORAN DISKUSI

24
A. KONSEP MEDIS

1. DEFINISI
Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan
kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok
mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas
ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru
dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk,
bersin atau bicara.
2. KLASIFIKASI
Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu :
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
a. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)
paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
b. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada Tb Paru:
a. Tuberkulosis paru BTA positif
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tb positif.
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negative
Kriteria diagnostik Tb paru BTA negatif harus meliputi:
 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
a. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus kambuh (relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi
kambuh lagi.

25
c. Kasus setelah putus berobat (default ) Adalah pasien yang telah berobat dan
putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
d. Kasus setelah gagal (failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya
tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
e. Kasus lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam
kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan
masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

3. EPIDEMIOLOGI
1. Personal
a. Umur
Tb Paru Menyerang siapa saja tua, muda bahkan anak-anak. Sebagian besar
penderita Tb Paru di Negara berkembang berumur dibawah 50 tahun. Data
WHO menunjukkan bahwa kasus Tb paru di negara berkembang banyak
terdapat pada umur produktif 15-29 tahun. Penelitian Rizkiyani pada tahun
2008 menunjukkan jumlah penderita baru Tb Paru positif 87,6% berasal dari
usia produktif (15-54 tahun) sedangkan 12,4 % terjadi pada usia lanjut (≤ 55
tahun).
b. Jenis Kelamin
Penyakit Tb Paru menyerang orang dewasa dan anak-anak, lakilaki dan
perempuan.Tb paru menyerang sebagian besar laki-laki usia produktif.
c. Stasus gizi
Status nutrisi merupakan salah satu faktor yang menetukan fungsi seluruh
sistem tubuh termasuk sistem imun.Sistem kekebalan dibutuhkan manusia
untuk memproteksi tubuh terutama mencegah terjadinya infeksi yang
disebabkan oleh mikroorganisme. Bila daya tahan tubuh sedang rendah,
kuman Tb paru akan mudah masuk ke dalam tubuh. Kuman ini akan
berkumpul dalam paru-paru kemudian berkembang biak.Tetapi, orang yang
terinfeksi kuman TB Paru belum tentu menderita Tb paru. Hal ini bergantung
pada daya tahan tubuh orang tersebut. Apabila, daya tahan tubuh kuat maka
kuman akan terus tertidur di dalam tubuh (dormant) dan tidak berkembang
menjadi penyakt namun apabila daya tahan tubuh lemah makan kuman Tb
akan berkembang menjadi penyakit. Penyakit Tb paru Lebih dominan terjadi
pada masyarakat yang status gizi rendah karena sistem imun yang lemah
sehingga memudahkan kuman Tb Masuk dan berkembang biak.
2. Tempat
a. Lingkungan
TB paru merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang ditularkan
melalui udara. Keadaan berbagai lingkungan yang dapat mempengaruhi
penyebaran Tb paru salah satunya adalah lingkungan yang kumuh,kotor.
Penderita Tb Paru lebih banyak terdapat pada masyarakat yang menetap pada
lingkungan yang kumuh dan kotor.
b. Kondisi sosial ekonomi

26
Sebagai penderita Tb paru adalah dari kalangan miskin. Data WHO pada
tahun 2011 yang menyatakan bahwa angka kematian akibat Tb paru sebagaian
besar berada di negara yang relatif miskin.
3. Waktu
Penyakit Tb paru dapat menyerang siapa saja, dimana saja, dan kapan saja tanpa
mengenal waktu. Apabila kuman telah masuk ke dalam tubuh pada saat itu kuman
akan berkembang biak dan berpotensi untuk terjadinya Tb paru.

4. ETIOLOGI
Penyakit Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam
sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Sumber penularan adalah
penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam.
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan.
Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan,
kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui
sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian
tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan
dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak
terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi
tuberculosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup
udara tersebut.

5. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala Umum
Batuk terus menerus dan berdahak 3 (tiga) minggu atau lebih. Merupakan proses
infeksi yang dilakukan Mycobacterium Tuberkulosis yang menyebabkan lesi pada
jaringan parenkim paru.
2. Gejala lain yang sering dijumpai
a. Dahak bercampur darah
Darah berasal dari perdarahan dari saluran napas bawah, sedangkan dahak
adalah hasil dari membran submukosa yang terus memproduksi sputum untuk
berusaha mengeluarkan benda asing
b. Batuk darah
Terjadi akibat perdarahan dari saluran napas bawah, akibat iritasi karena
proses batuk dan infeksi Mycobacterium Tuberkulosis.
c. Sesak napas dan nyeri dada
Sesak napas diakibatkan karena berkurangnya luas lapang paru akibat
terinfeksi Mycobacterium Tuberkulosis, serta akibat terakumulasinya secret
pada saluran pernapasan. Nyeri dada timbul akibat lesi yang diakibatkan oleh
infeksi bakteri, serta nyeri dada juga dapat mengakibatkan sesak napas. Bila

27
terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat
penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara
"mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
d. Badan lemah,nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak
badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang
lebih dari sebulan. Merupakan gejala yang berurutan terjadi, akibat batuk yang
terus menerus mengakibatkan kelemahan, serta nafsu makan berkurang,
sehingga berat badan juga menurun,karena kelelahan serta infeksi
mengakibatkan kurang enak badan dan demam meriang, karena metabolism
tinggi akibat pasien berusaha bernapas cepat mengakibatkan berkeringat pada
malam hari.
e. Tanda-tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik tergantung luas dan
kelainan struktural paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis dapat normal
atau dapat ditemukan tanda konsolidasi paru utamanya apeks paru. Tanda
pemeriksaan fisik paru tersebut dapat berupa: fokal fremitus meingkat, perkusi
redup, bunyi napas bronkovesikuler atau adanya ronkhi terutama di apeks
paru. Pada lesi luas dapat pula ditemukan tanda-tanda seperti : deviasi trakea
ke sisi paru yang terinfeksi, tanda konsolidasi, suara napas amporik pada
cavitas atau tanda adanya penebalan pleura.

6. PATOFISIOLOGI
1. Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis primer terjadi pada individu yang tidak mempunyai imunitas
sebelumnya terhadap mycobacterium tuberculosis. Penularan tuberculosis paru
terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei
dalam udara. Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan
kuman tuberculosis (irman, 2007). Infeksi dimulai saat kuman tuberculosis
berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang
mengakibatkan terjadinya infeksi sampai pembentukan komplek primer adalah 4-
6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberculin dari negative menjadi positif (Nisa, 2007). Menurut Soeparman (2005)
kelompok primer ini selanjutnya dapat berkembang menjadi beberapa bagian:
a) Sembuh sama sekali tanpa menimbulkan cacat
b) Sembunh dengan meninggalkan sedikit bekas tanpa garis-garis fibrotic,
kalsifikasi di hilus atau sarang.
c) Berkomplikasi dan menyebar secara:
1) Perkontinuiatum yakni dengan menyebar ke sekitarnya
2) Secara brokogen ke paru sebelahnya, kuman tertelan Bersama sputum dan
ludah sehingga menyebar ke usus.
3) Secara limfogen ke organ tubuh lainnya
4) Secara hematogen ke organ tubuh lainnya.

28
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak
untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak
yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan sewaktu-pagi-
sewaktu (SPS).
a. S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberculosis datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot
dahak untuk mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua
b. P(pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas.
c. S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak
pagi hari. Pemeriksaan mikroskopisnya dapat dibagi menjadi dua yaitu
pemeriksaan mikroskopis biasa di mana pewarnaannya dilakukan dengan
Ziehl Nielsen dan pemeriksaan mikroskopis fluoresens di mana pewarnaannya
dilakukan dengan auramin-rhodamin (khususnya untuk penapisan). 3 kali
positif atau dua kali positif, 1 kali negative BTA + 1 kali positif, 2 kali negatif
Ulangi BTA 3 kali Bila 1 kali positif, dua kali negatif BTA + Bila 3 kali
negatif BTA - Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala
IUATLD (International Union Against Tuberculosis and lung Tuberculosis)
yang merupakan rekomendasi dari WHO. Tidak ditemukan BTA dalam 100
lapang pandang Negatif Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang Di
tulis dalam jumlah kuman yang ditemukan Ditemukan 10-99 BTA dalam 100
lapang pandang + (1+) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang ++ (2+)
Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang +++ (3+).
2. Pemeriksaan Bactec
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. Mycobacterium tuberculosa memetabolisme asam lemak yang
kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin
ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat
untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.Bentuk lain
teknik ini adalah dengan memakai Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT).
3. Pemeriksaan Darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang spe sifik
untuk Tb paru. Laju Endap Darah ( LED ) jam pertama dan jam kedua
dibutuhkan. Data ini dapat di pakai sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan
nilai keseimbangan penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon
terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat
penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit dapat menggambarkan
daya tahan tubuh penderita. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi LED
yang normal juga tidak menyingkirkan diagnosa TBC.

29
4. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi
ialah foto lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus dimana pada
pemeriksaan sputum SPS positif, foto toraks tidak diperlukan lagi. Pada beberapa
kasus dengan hapusan positif perlu dilakukan foto toraks bila:
 Curiga adanya komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks)
 Hemoptisis berulang atau berat
 Didapatkan hanya 1 spesimen BTA +
 Pemeriksaan foto toraks memberi gambaran bermacam-macam bentuk.
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi Tb paru aktif:
 Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan
segmen superior lobus bawah paru.
 Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau
nodular.
 Bayangan bercak milier.
 Efusi Pleura
Gambaran radiologi yang dicrigai Tb paru inaktif :
 Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan atau
segmen superior lobus bawah.
 Kalsifikasi.
 Penebalan pleura.

8. PENATALAKSANAAN
Panduan OAT dan peruntukannya :
1. Kategori - 1 (2HRZE / 4H3R3)
Diberikan untuk pasien baru
a. Pasien baru TB paru BTA positif
b. Pasien TB paru BTA negative thorak positif
c. Pasien TB ekstra paru
2. Kategori – 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Diberikan untuk pasien BTA positif yange telah diobati sebelumnya
a. Pasien kambuh
b. Pasien gagal
c. Pasien dengan pengobatan 3 tahun terputus (Default)
3. OAT sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti panduan paket untuk kategori -1 yang
diberikan selama sebulan (28 hari).
Jenis dan dosis obat OAT :
1. Isoniasid (H)
Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolic aktif. Dosis
harian yang dianjurkan 5mg / kg BB.
2. Rifampisin (R)

30
Dapat membunuh kuman semi dorman yang tidak dapat dibunuh isoniazid. Dosis
10mg / kg BB diberikan sama untuk pengobatan intermiten 3x seminggu.
3. Pirasinamid (Z)
Dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis
harian dianjurkan 25mg/ kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3x
seminggu.
4. Streptomisin (S)
Dosis harian dianjurkan 15mg/ kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3x
seminggu diberikan dengan dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60 tahun
dosisnya 0,75 gr/hari. Sedangkan untuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan
0,50 gr/hari

31
PATHWAY

Mycobacterium
Tuberculosis

Saluran Pernafasan

Menembus mekanisme
pertahanan system pernafasan

Berkolonisasi di saluran nafas bawah

Mengaktifkan respon imun

Memicu pembentukan serotinin Peningkatan sekret di saluran


Inflamasi pernafasan

Merangsang melanocortin
di hipotalamus Sel T dan jaringan fibrosa Bersihan jalan nafas
membungkus makrofag tidak efektif
dan basil Tuberculosis

Anoreksia
Tuberkel

Asupan nutrisi berkurang


Mengalami kalsifikasi

Resiko Defisit Nutrisi


Eksudasi

Nekrosis Infeksi Primer

Pengobatan Jangka panjang Pengobatan


OAT

Efek samping Pengobatan

Ketidakpatuhan

32
B. KONSEP KEPERAWATAN
A) Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 50 tahun
Alamat : -
Pendidikan : -
Pekerjaan : Petani
Agama : -
2. Riwayat Kesehatan Pasien
a. Keluhan Utama
Batuk dengan sputum berwarna hijau dan sulit keluar.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh batuk lebih sering pada malam hari, pasien mengatakan
adanya demam, keringat malam, nafsu makan menurun, dan penurunan berat
badan yang awalnya 50kg menjadi 47kg dalam satu bulan.
c. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Pasien sudah minum obat selama setahun, dikarenakan sering mual setelah
minum obat, pasien dan keluarga memutuskan minum obat jika gejala
memberat. Keluhan mulai dirasakan sejak 3 bulan yang lalu.
d. Aktivitas / istirahat
Pasien tidur satu kamar bersama istri dan anaknya
e. Integritas Ego
-
f. Eliminasi
-
g. Makanan / cairan
Nafsu makan menurun
h. Hygine
-
i. Neurosensory
-
j. Nyeri / kenyamanan
-
k. Interaksi social
-
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : RIngan
b. Tanda – tanda vital
TD : 110/70 mmHg
N : 80 x/menit
R : 17 x/menit

33
SB : 37°C
BB : dari 50 kg menjadi 47 kg dalam satu bulan
IMT : 18.0
c. Inspeksi : pasien tampak sakit ringan
d. Auskultasi : adanya ronchi dan wheezing pada pumo dekstra dan sinistra
e. Pemeriksaan penunjang
-
f. Penatalaksanaan Medis
Pasien sudah meminum obat selama setahun, dikarenakan sering mual setelah
minum obat, pasien dan keluarga memutuskan minum obat jika gejala
memberat.

B) KLASIFIKASI DATA

Data Subjektif Data Objektif


 Pasien mengeluh batuk dengan  TTV :
sputum berwarna hijau dan sulit Tekanan Darah : 110/70 mmHg
dikeluarkan Nadi : 80 x/mnt
 Pasien mengatakan lebih sering batuk Pernapasan : 17x/mnt
pada malam hari, batuk dirasakan Suhu : 37,0℃
sejak 3 bulan lalu BB : 47
 Pasien mengatakan adanya demam  IMT 18,0
 Pasien mengatakan sering keringat  Pasien nampak sakit ringan
malam  Bunyi napas ronkhi dan wheezing pada
 Pasien mengatakn nafsu makan pulmo dekstra dan sinistra
menurun  Pasien memiliki kebiasaan membuang
lendir di tisu
 Pasien mengatakan mengalami
penurunan BB dari yang awalnya 50  Pasien dan keluarga memutuskan
kg menjadi 47 kg minum obat jika gejala memberat
 Pasien mengatakan sering tidur
dengan istri dan anaknya
 Pasien mengatakan sudah
mengkonsumsi obat selama setahun
.
 Pasien mengatakan sering mual
setelah minum obat

34
C) ANALISA DATA

Diagnosa
NO Data Etiologi
Keperawatan
1. DS : Mycobacterium BERSIHAN JALAN
 Pasien mengeluh batuk Tuberculosis NAPAS TIDAK
dengan sputum berwarna EFEKTIF
hijau dan sulit dikeluarkan Saluran Pernafasan
 Pasien mengatakan lebih
sering batuk pada malam Menembus mekanisme
hari, batuk dirasakan sejak pertahanan system
3 bulan lalu pernafasan
DO :
Berkolonisasi di saluran
 Bunyi napas ronkhi dan
wheezing pada pulmo dekstra nafas bawah
dan sinistra
 TTV: Mengaktifkan respon imun
RR : 17x/menit
Inflamasi

Peningkatan sekret di
saluran pernafasan

Bersihan jalan nafas tidak


efektif
2. DS : Mycobacterium RISIKO DEFISIT
 Pasien mengatakn nafsu Tuberculosis NUTRISI
makan menurun
 Pasien mengatakan Saluran Pernafasan
mengalami penurunan BB
dari yang awalnya 50 kg Menembus mekanisme
menjadi 47 kg pertahanan system
DO : pernafasan
 BB : 47
Berkolonisasi di saluran
 IMT : 18,0
nafas bawah

Mengaktifkan respon imun

Inflamasi

Memicu pembentukan

35
serotinin

Merangsang melanocortin
di hipotalamus

Anoreksia

Asupan nutrisi berkurang

Resiko Defisit Nutrisi


3. DS : Mycobacterium KETIDAKPATUHAN
 Pasien mengatakan sudah Tuberculosis
mengkonsumsi obat
selama setahun Saluran Pernafasan
 Pasien mengatakan sering
mual setelah minum obat Menembus mekanisme
pertahanan system
DO : pernafasan
 Pasien dan keluarga
memutuskan minum obat Berkolonisasi di saluran
jika gejala memberat nafas bawah

Mengaktifkan respon imun

Inflamasi

Sel T dan jaringan fibrosa


membungkus makrofag
dan basil Tuberculosis

Tuberkel

Mengalami kalsifikasi

Eksudasi

Nekrosis

Infeksi Primer

Pengobatan OAT

36
Pengobatan Jangka
panjang

Efek samping Pengobatan

Ketidakpatuhan

D) DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d benda asing dalam jalan napas, sekresi yang
tertahan d.d :
Data Subjektif:
 Pasien mengeluh batuk dengan sputum berwarna hijau dan sulit dikeluarkan
 Pasien mengatakan lebih sering batuk pada malam hari, batuk dirasakan sejak
3 bulan lalu

Data Obejektif:
 Bunyi napas ronkhi dan wheezing pada pulmo dekstra dan sinistra
 TTV:
RR : 17x/menit
2. Risiko defisit nutrisi d.d faktor psikologis (keengganan untuk makan)
3. Ketidakpatuhan b.d Efek samping program perawatan/pengobatan d.d :
Data Subjektif:
 Pasien mengatakan sudah mengkonsumsi obat selama setahun
 pasien mengatakan sering mual setelah minum obat
Data Obejektif:
 Pasien dan keluarga memutuskan minum obat jika gejala memberat

E) RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa
Tujuan Dan
Keperawatan Intervesi Keperawatan
NO Kriteria Hasil
(SLKI) (SIKI)
(SDKI)

1 Bersihan Jalan Bersihan Jalan Latihan Batuk Efektif


Napas Tidak Napas (L.01001) Observasi
Efektif b.d benda Kriteria Hasil : 1. Identifikasi kemampuan
asing dalam jalan Setelah dilakukan batuk
napas, sekresi tindakan 2. Monitor adanya retensi
yang tertahan keperawatan selama sputum
(D.0001) 3x24 jam maka 3. Monitor adanya tanda dan

37
Kategori : Fisiologis Bersihan jalan gejala infeksi saluran
Subkategori : Respirasi Napas Meningkat, napas
Definisi : dengan indikator: Terapeutik
Ketidakmampuan  Batuk efektif  Atur Posisi semi-Fowler
membersihkan secret atau meningkat (5) atau Fowler
obstruksi jalan napas  Produksi sputum  Pasang perlak dan
untuk mempertahankan menurun (5) bengkok di pangkuan
jalan napas tetap paten  Mengi, Wheezing pasien
Batasan Karakteristik: menurun (5)  Buang secret pada tempat
Ds:  Frekuensi napas sputum
 Pasien mengeluh membaik (5) Edukasi
batuk dengan  Jelaskan tujuan dan
sputum berwarna prosedur batuk efektif
hijau dan sulit  Anjurkan tarik napas
dikeluarkan dalam melalui hidung
 Pasien mengatakan selama 4 detik, ditahan
lebih sering batuk selama 2 detik, kemudian
pada malam hari, keluarkan dari mulut
batuk dirasakan dengan bibir mencucu
sejak 3 bulan lalu (dibulatkan) selama 8
Do : detik
 Anjurkan mengulangi
 Bunyi napas ronkhi tarik napas dalam hingga
dan wheezing pada 3 kali
pulmo dekstra dan
 Anjurkan batuk dengan
sinistra
kuat langsung setelah tarik
 RR : 17x/menit
napas dalam yang ketiga
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
mukolitik, atau
ekspektoran, jika perlu

2 Risiko Defisit Nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi


d.d faktor psikologis (L.03030) Observasi
( keengganan untuk Kriteria Hasil: 1. Identifikasi status nutrisi
makan) (D.0032) Setelah dilakukan 2. Identifikasi makanan yang
Kategori: Fisiologis tindakan keperawatan disukai
Subkategori:Nutrisi dan selama 3x24 jam 3. Identifikasi kebutuhan
cairan maka Status Nutrisi kalori dan jenis nutrient
Definisi: Membaik, dengan 4. Monitor asupan makanan

38
Beresiko mengalami kriteria hasil: 5. Monitor berat badan
asupan nutrisi tidak cukup  Berat badan 6. Monitor hasil pemeriksaan
untuk memenuhi membaik (5) laboratorium
kebutuhan metabolisme  IMT membaik (5) Terapeutik
 Frekuensi makan 1. Lakukan oral hygiene
membaik (5) sebelum makan
 Nafsu makan 2. Sajikan makanan secara
membaik (5) menarik dan suhu yang
sesuai
3. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
Edukasi
1. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu
3 Ketidakpatuhan b.d Tingkat kepatuhan Dukungan Kepatuhan Program
Efek samping program (L.12110) Pengobatan
perawatan/pengobatan) Kriteria Hasil: Observasi
(D.0133) Setelah dilakukan  Identifikasi kepatuhan
Kategori: Perilaku tindakan keperawatan menjalani program
Subkategori: penyuluhan selama 3x24 jam pengobatan
dan pembelajaran tingkat kepatuhan  Identifikasi persepsi
Definisi: meningkat, dengan tentang masalah kesehatan
Perilaku Individu dan atau kriteria hasil:  Identifikasi respons yang
pemberi asuhan tidak  Merbalisasi ditunjukkan berbagai
mengikuti rencana kemauan mematuhi situasi
perawatan/pengobatan program perawatan  Identifikasi pemahaman
yang di sepakati dengan atau pengobatan proses penyakit.
tenaga kesehatan, meningkat (5)  Identifikasi kebutuhan dan
sehingga menyebabkan  Verbalisasi keinginan terhadap
hasil perawatan atau mengikuti anjuran dukungan sosial
pengobatan tidak efektif meningkat (5) Terapeutik
Batasan Karakteristik:  Perilaku mengikuti  Buat komitmen menjalani

39
Ds: program program pengobatan
 Pasien perawatan/ dengan baik
mengatakan sudah pengobatan  Berikan penguatan dan
mengkonsumsi membaik (5) umpan balik positif jika
obat selama  Perilaku melaksanakan tanggung
setahun menjalankan jawab atau merubah
 pasien anjuran membaik perilaku
mengatakan sering (5)  Buat jadwal
mual setelah  Tanda dan gejala pendampingan keluarga
minum obat penyakit membaik untuk bergantian
Do : (5) menemani pasien selama
menjalani program
 Pasien dan pengobatan
keluarga  Dokumentasikan aktivitas
memutuskan selama menjalani proses
minum obat jika pengobatan
gejala memberat  Libatkan keluarga untuk
mendukung program
pengobatan yang dijalani
Edukasi
 Informasikan program
pengobatan yang harus
dijalani
 Informasikan manfaat
yang akan diperoleh jika
teratur menjalani program
pengobatan
 Diskusikan tanggung
jawab terhadap profesi
pemberi asuhan
 Diskusikan konsekuensi
tidak melaksanakan
tanggung jawab
 Latih kemampuan positif
diri yang dimilki
 Latih penggunaan tehnik
relaksasi
Kolaborasi -

40
F) IMPLEMENTASI

Pelaksanaan tindakan keperawatan (implementasi keperawatan) adalah pelaksanaan


tindakan yang telah ditentukan, dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara
optimal. Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah implementasi keperawatan terhadap
pasien secara urut sesuai prioritas masalah yang sudah dibuat dalam rencana asuhan
keperawatan termasuk di dalamnya nomor urut dan waktu ditegakkannya suatu
pelaksanaan asuhan keperawatan (Basri, Utami, & Mulyadi, 2020).

G) EVALUASI

Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajia ulang rencana
keperawatan. Evaluasi menilai respon pasien yang meliputi subjek, objek, pengkajian
kembali (assessment), rencana tindakan (planning) (Basri, Utami, & Mulyadi, 2020).

41
2.3 MODUL III

SESAK NAPAS LAMA

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah menyelasaikan pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan telah mampu menjelaskan


tentang penyakit system Respirasi

PEMICU

SKENARIO 3

Seorang laki-laki usia 55 tahun dirawat di rumah sakit dengan keluhan sesak napas. Sesak
napas memberat sejak 7 hari sebelum masuk RS. Sesak napas dirasakan sepanjang hari dan
semakin hari semakin memberat. Pasien juga mengeluh batuk disertai dahak yang kental.
Batuk yang dialami sudah lama dan dan tak kunjung sembuh. Pasien mengeluh penurunan
nafsu makan. Berdasarkan hasil pengkajian ditemukan bunyi napas mengi,pursed lips
breathing, tampak udem di daerah tungkai, tampak penggunaan otot bantu pernapasan,
sianosis, dan terlihat barrel chest . Hasil TTV : TD 140/80 mmHg, frekuensi nadi 86
kali/menit, frekuensi napas 30 kali/menit, suhu 38,5oC, pasien punya riwayat sebagai
perokok, pasien tampak lemah dan sering memegang dadanya ketika batuk.

LEMBAR KERJA MAHASISWA

1. KLARIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING


A. Sesak Napas
Sesak napas atau dyspnea merupakan suatu ketidaknyamanan bernapas yang
terdiri dari berbagai sensasi yang berbeda intensitinya. Sebagai hasil interaksi berbagai
faktor fisiologi, psikologi, social dan lingkungan dan dapat menginduksi respon
fisiologis dan prilaku sekunder.
B. Batuk Berdahak
Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh di saluran pernapasan dan
merupakan gejala suatu penyakit atau reaksi tubuh terhadap iritasi tenggorokan karena
adanya lendir, makanan, debu, asap dan sebagainya
C. Nafsu Makan Menurun

42
Nafsu makan berkurang ketika keinginan untuk makan tidak sebanyak kondisi
sebelumnya, atau disebabkan oleh suatu penyakit atau kelainan tertentu.
Berkurangnya nafsu makan diyakini sebagai faktor utama terjadinya kurang gizi dan
dapat berdampak pada penurunan berat badan yang tidak disengaja.
D. Bunyi Napas Mengi
Mengi adalah suara tinggi melengking yang dihasilkan saat seseorang bernapas.
Suara ini biasanya muncul karena sebagian saluran napas mengalami penyumbatan

2. KATA / PROBLEM KUNCI


a. Sesak napas
b. Batuk disertai dahak kental
c. Penurunan nafsu makan
d. Bunyi napas mengi
e. Pursed lips breathing
f. Edema tungkai
g. Penggunaan otot bantu pernapasan
h. Sianosis
i. Barrel chest
j. Tekanan darah 140/80 mmhg
k. Frekuensi nadi 86 kali/menit
l. Frekuensi napas 30 kali/menit,
m. Suhu 38,5oc
n. Riwayat sebagai perokok
o. Tampak lemah
p. Memegang dadanya ketika batuk

3. MIND MAP
43
Emfisema paru adalah suatu keadaan abnormal
pada anatomi paru dengan adanya kondisi klinis
berupa melebarnya saluran udara bagian distal
bronkhiolus terminal yang disertai dengan
kerusakan dinding alveoli

Sesak Napas

Pneumonia adalah peradangan paru


Efusi Pleura adalah pengumpulan
yang menyebabkan nyeri saat
cairan dalam ruang pleura yang
bernapas dan keterbatasan intake
terletak diantara permukaan visceral
oksigen. pneumonia dapat disebarkan
dan parietal, proses penyakit primer
dengan berbagai cara yaitu pada saat
jarang terjadi tetapi biasanya
batuk dan bersin melalui udara yang
merupakan penyakit sekunder
dihirup oleh seseorang yang tidak
terhadap penyakit lain
menderita penyakit pneumonia

Table Cheklist

NO EFUSI
MANIFESTASI KLINIS EMFISEMA PNEUMONIA
. PLEURA

1. Sesak napas   

2. Batuk disertai dahak kental   

3. Penurunan nafsu makan  

4. Bunyi napas mengi 

5. Pursed lips breathing 

6. Edema tungkai 

Penggunaan otot bantu 
7.
pernapasan
8. Sianosis 

9. Barrel Chest 

44
10. Tampak lemah  

4. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
a. Apakah ada hubungan antara derajat merokok terhadap fungsi paru pada pasien
dengan kasus diatas?
b. Mengapa salah satu ciri khas pada pasien diatas ditandai dengan adanya bengkak
pada daerah kaki?

5. JAWABAN PERTANYAAN
a. Salah satu faktor risiko gangguan fungsi paru di sebabkan oleh kebiasaan merokok,
merokok adalah suatu kebiasaan yang memiliki daya rusak yang cukup besar
terhadap kesehatan. Kebiasaan merokok akan mempercepat penurunan faal paru
normal.Pada orang yang merokok (perokok) akan mengalami penurunan FEV1 lebih
dari 50 ml pertahun nya. Dan pada orang yang tidak merokok mengalami penurunan
FEV1 20 ml pertahun. pada variabel derajat merokok menunjukkan bahwa alat ukur
yang paling banyak adalah indeks Brinkman dan variabel fungsi paru menunjukan
alat ukur yang paling banyak adalah spirometri.
(http://digilib.unisayogya.ac.id/5831/)
b. Pada emfisema paru terdapatnya perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai
oleh pembesaran alveolus dan duktus alveolaris yang tidak normal, serta destruksi
dinding alveolar. Emfisema dibagi menurut bentuk asinus yang terkena. Emfisema
sentrilobular hanya menyerang bagian bronkiolus respiratorius dan duktus alveolaris.
Penyempitan bronkus menyebabkan terjadinya perangkap udara, karena udara yang
masuk sewaktu inspirasi lebih mudah daripada waktu ekspirasi.
Fungsi paru terganggu, maka tentulah fungsi jantung juga terganggu, sebab hambatan
aliran udara pada penderita karena perubahan struktur dari saluran nafas bagian
proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru akibat pajanan terhadap partikel
pencetus menambah beban kerja paru. Sebagian besar peningkatan mortalitas yang
terkait adalah karena keterlibatan jantung, hal ini juga menyebabkan pertambahan
ukuran dari jantung atau kardiomegali yang secara langsung disebabkan oleh
hipertensi arteri paru yang akhirnya mengarah ke gagal jantung kanan atau disebut
corpulmonale. Gagal jantung kanan akan menyebabkan gejala sesak nafas, cepat
letih, bengkak pada kaki, pembesaran hati dan lain-lain.

6. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA


Dengan adanya kasus diatas kita dapat mengetahui apa saja penyakit yang dapat
timbul pasa sistem respirasi, selain itu juga kita dapat mengetahui lebih jelas apa saja
penyebab dari penyakit-penyakit tersebut.

45
7. INFORMASI TAMBAHAN
Pengaruh Merokok terhadap Progresivitas Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK) dan Emfisema

8. KLARIFIKASI INFORMASI
Emfisema merupakan kontributor terbesar dalam kejadian PPOK. Pada emfisema
terjadi distensi rongga udara di sebelah distal bronkiolus terminalis dengan disertai
destruksi septum alveolaris.2,5 Terdapat beberapa faktor risiko penyebab emfisema
diantaranya polusi udara dan faktor genetik. Polusi udara didapatkan dari merokok,
paparan debu, sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2) dan gas beracun
lainnya.Sedangkan faktor genetik yang dapat menyebabkan emfisema adalah defisiensi
alfa-1 antitripsin.
Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan kerusakan
pada kantung udara (alveoli) di paru-paru. Emfisema disebabkan karena hilangnya
elastisitas alveolus. Asap rokok dan kekurangan enzim alfa-1-antitripsin adalah penyebab
kehilangan elastisitas ini.1 Pada penderita emfisema, volume paru-paru lebih besar
dibandingkan dengan orang yang sehat karena karbondioksida yang seharusnya
dikeluarkan dari paru-paru terperangkap didalamnya.2,5 Akibatnya, tubuh tidak
mendapatkan oksigen yang diperlukan. Emfisema membuat penderita sulit bernafas.
Penderita mengalami batuk kronis dan sesak napas.

9. ANALISA & SINTESIS INFORMASI


Pada kasus diatas, berdasarkan data juga diskusi yang dilakukan kelompok dapat
disimpulkan bahwa pasien kemungkinan menderita Emfisema.

10. LAPORAN DISKUSI

A. KONSEP MEDIS

46
1. DEFINISI
Emfisema berasal dari bahasa Yunani, emphysaein yang berarti mengembang dan
didefinisikan menjadi pelebaran abnormal menetap ruang udara (alveoli distal terhadap
bronkiolus terminal) disertai kerusakan dindingnya tanpa fibrosis yang nyata (Macnee W,
Vestbo J, Agusti A., 2016). Pelebaran menetap disertai kerusakan alveoli dapat mengurangi
aliran udara ekspirasi maksimal akibat daya rekoil elastik paru berkurang. Pelebaran ruang
udara tanpa disertai kerusakan disebut sebagai overinflation (Wright JL, Churg A., 2011).
Emfisema paru adalah suatu keadaan abnormal pada anatomi paru dengan adanya
kondisi klinis berupa melebarnya saluran udara bagian distal bronkhiolus terminal yang
disertai dengan kerusakan dinding alveoli Kondisi ini merupakan tahap akhir proses yang
mengalami kemajuan dengan lambat selama beberapa tahun. Pada kenyataannya, ketika
klien mengalami gejala emfisema, fungsi paru sudah sering mengalami kerusakan permanen
(irreversible) yang disertai dengan bronkhitis obstruksi kronis. Kondisi ini merupakan
penyebab utama kecacatan (Muttaqin, 2012).

2. ETIOLOGI
1. Merokok
Merokok merupakan penyebab utama emfisema. Terdapat hubungan yang erat antara
merokok dan penurunan volume ekspirasi paksa (FEV) (Nowak, 2004).
2. Keturunan
Belum diketahui jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak pada emfisema kecuali
pada penderita dengan defisiensi enzim alfa 1-antitripsin. Kerja enzim ini menetralkan
enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan,
termasuk jaringan paru, karena itu kerusakan jaringan lebih jauh dapat dicegah.
Defisiensi alfa 1-antitripsin adalah suatu kelainan yang diturunkan secara autosom
resesif.
3. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejala-gejalanya pun
menjadi lebih berat. Infeksi saluran pernapasan atas pada seorang penderita bronkhitis
kronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, dan menyebabkan
kerusakan paru bertambah. Eksaserbasi bronkhitis kronis disangka paling sering diawali
dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.
4. Hipotesis Elastase-Antielastase
Di dalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan antielastase
agar tidak terjadi kerusakan jaringan Perubahan keseimbangan antara keduanya akan
menimbulkan kerusakan pada jaringan elastis paru. Struktur paru akan berubah dan
timbullah emfisema Sumber elastase yang penting adalah pankreas, sel-sel PMN, dan
makrofag alveolar (pulmonary alveolar macrophage—PAM). Rangsangan pada paru
antara lain oleh asap rokok dan infeksi menyebabkan elastase bertambah banyak
Aktivitas sistem antielastase, yaitu sistem enzim alfa 1 protease-inhibitor terutama enzim
47
alfa lantitripsin menjadi menurun. Akibat yang ditimbulkan karena tidak ada lagi
keseimbangan antara elastase dan antielastase akan menimbulkan kerusakan jaringan
elastis paru dan kemudian emfisema. (Muttaqin, 2012).

3. PATOGENESIS
Terdapat empat perubahan patologik yang dapat timbul pada klien emfisema, yaitu sebagai
berikut
1. Hilangnya elastisitas paru
Protease (enzim paru) mengubah alveoli dan saluran napas kecil dengan cara merusakkan
serabut elastin, sebagai akibatnya adalah kantong alveolar kehilangan elastisitasnya dan
jalan napas kecil menjadi kolaps atau menyempit Beberapa alveoli rusak dan yang
lainnya mungkin dapat menjadi membesar
2. Hiperinflasi paru
Pembesaran alveoli mencegah paru-paru kembali kepada posisi istirahat normal selama
ekspirasi
3. Terbentuknya bullae
Dinding alveolar membengkak dan sebagai kompensasinya membentuk suatu bullae
(ruangan tempat udara) yang dapat dilihat pada pemeriksaan sinar-X
4. Kolaps jalan napas kecil dan udara terperangkap
Ketika klien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratorak akan
menyebabkan kolapsnya jalan napas (alveoli). (Somantri, 2012)

4. TIPE EMFISEMA
Terdapat tiga tipe dari emfisema yaitu sebagai berikut.
1. Emfisema Centriolobular
Merupakan tipe yang sering muncul, menyebabkan kerusakan bronkiolus, biasanya pada
region paru atas. Inflamasi berkembang pada bronkiolus tetapi biasanya kantong alveolar
tetap bersisa.
2. Emfisema Panlobular (Panacinar)
Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan biasanya termasuk pada paru bagian
bawah. Bentuk ini bersama disebut centriacinar emfisema, sangat sering timbul pada
seorang perokok.
3. Emfisema Paraseptal
Merusak alveoli pada lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi dari blebs
sepanjang perifer paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumotorak
spontan. Panacinar timbul pada orang tua dan klien dengan defisiensi enzim alpha-
antitripsin. Pada keadaan lanjut, terjadi peningkatan dispnea dan infeksi pulmoner serta
sering kali timbul korpulmonal (CHF bagian kanan). (Somantri, 2012)\

5. MANIFESTASI KLINIS

48
1. Penampilan Umum
a. Kurus, warna kulit pucat, dan flattened hemidiafragma
b. Tidak ada tanda CHF kanan dengan edema dependen pada stadium akhir
2. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
a. Napas pendek persisten dengan peningkatan dispnea.
b. Infeksi sistem respirasi.
c. Pada auskultasi terdapat penurunan suara napas meskipun dengan napas dalam
d. bentuk dada barrel chest
e. Wheezing ekspirasi tidak ditemukan dengan jelas.
f. Produksi sputum dan batuk jarang
g. Hematokrit < 60%.
3. Pemeriksaan Jantung
Tidak terjadi pembesaran jantung. Kor pulmonal timbul pada stadium akhir
4. Riwayat Merokok
Biasanya didapatkan, tetapi tidak selalu ada riwayat merokok. (Somantri, 2012).

6. PATOFISIOLOGI
Emfisema merupakan kelainan atau kerusakan yang terjadi pada dinding alveolar yang
dapat menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara terganggu akibat
dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya
destruksi dinding (septum) di antara alveoli, kolaps jalan napas sebagian dan kehilangan
elastisitas rekoil. Pada saat alveoli dan septum kolaps, udara akan tertahan di antara ruang
alveolar (blebs dan di antara parenkim paru (bullae). Proses ini akan menyebabkan
peningkatan ventilatori pada dead space atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau
darah (Somantri, 2012). Kerja napas meningkat dikarenakan kekurangan fungsi jaringan
paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Emfisema juga
menyebabkan destruksi kapiler paru. Akibat lebih lanjutnya adalah penurunan perfusi
oksigen dan penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat emfisema dianggap normal sesuai
dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada awal kehidupan (usia muda), biasanya
berhubungan dengan bronkitis kronis dan merokok (Somantri, 2012).
Adanya inflamasi, pembengkakan bronkhi, produksi lendir yang berlebihan,
kehilangan rekoil elastisitas jalan napas, dan kolaps bronkhiolus, serta penurunan
redistribusi udara ke alveoli menimbulkan gejala sesak pada klien dengan emfisema
(Muttaqin, 2012).
Pada paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru ke
luar disebabkan tekanan intrapleural dan otot-otot dinding dada) dengan tekanan yang
menarik (yang jaringan paru ke dalam (elastisitas paru). Keseimbangan timbul antara kedua
tekanan tersebut, volume paru yang terbentuk disebut sebagai functional residual capacity
(FRC) yang normal. Bila elastisitas paru berkurang timbul keseimbangan baru dan
menghasilkan FRC yang lebih besar. Volume residu bertambah pula, tetapi VC menurun.
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru
49
akan berkurang, sehingga saluran pernapasan bagian bawah paru akan tertutup (Muttaqin,
2012).
Pada klien dengan emfisema, saluran-saluran pernapasan tersebut akan lebih cepat dan
lebih banyak yang tertutup. Akibat cepatnya saluran pernapasan menutup dan dinding
alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Namun,
semua itu bergantung pada kerusakannya. Mungkin saja terjadi alveoli dengan ventilasi
kurang tidak ada, tetapi perfusinya baik sehingga penyebaran udara pernapasan maupun
aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata. Atau dapat dikatakan juga tidak ada
keseimbangan antara ventilasi dan perfusi di alveoli (V/Q rasio yang tidak sama) (Muttaqin,
2012).
Pada tahap akhir penyakit, sistem eliminasi karbon dioksida mengalami kerusakan.
Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dioksida dalam darah arteri
(hiperkapnea) dan menyebabkan asidosis respiratorik. Karena dinding alveolar terus
mengalami kerusakan, maka jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal
meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi
dalam area pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah
salah satu komplikasi emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai (edema dependen),
distensi vena jugularis, atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung
(Nowak, 2004).
Sekresi yang meningkat dan tertahan menyebabkan klien tidak mampu melakukan
batuk efektif untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis menetap dalam paru yang
mengalami emfisema, ini memperberat masalah. Individu dengan emfisema akan mengalami
obstruksi kronis yang ditandai oleh peningkatan tahanan jalan napas aliran masuk dan aliran
keluar udara dari paru. Jika demikian, paru berada dalam keadaan hiperekspansi kronis.
Untuk mengalirkan udara ke dalam dan ke luar paru dibutuhkan tekanan negatif
selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat adekuat yang harus dicapai dan
dipertahankan selama ekspirasi berlangsung. Kinerja ini membutuhkan kerja keras otot-otot
pernapasan yang berdampak pada kekakuan dada dan iga-iga terfiksasi pada persendiannya
dengan bermanifestasi pada perubahan bentuk dada di mana rasio diameter AP:Transversal
mengalami peningkatan (barrel chest). Hal ini terjadi akibat hilangnya elastisitas paru karena
adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.
Pada beberapa kasus, barrel chest terjadi akibat kifosis di mana tulang belakang bagian
atas secara abnormal bentuknya membulat atau cembung. Beberapa klien membungkuk ke
depan untuk dapat bernapas, menggunakan otot-otot bantu napas. Retraksi fosa
supraklavikula yang terjadi pada inspirasi mengakibatkan bahu melengkung ke depan
Pada penyakit lebih lanjut, otot-otot abdomen juga ikut berkontraksi saat inspirasi.
Terjadi penurunan progresif dalam kapasitas vital paru. Ekshalasi normal menjadi lebih sulit
dan akhirnya tidak memungkinkan terjadi. Kapasitas vital total (VC) mungkin normal, tetapi
rasio dari volume ekspirasi kuat dalam 1 detik dengan kapasitas vital (FEV, VC) rendah. Hal
ini terjadi karena elastisitas alveoli sangat menurun. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya bagi

50
klien untuk menggerakkan udara dari alveoli yang mengalami kerusakan dan jalan napas
yang menyempit meningkatkan upaya pernapasan (Smeltzer dan Bare, 2002).

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)
Pengukuran fungsi paru biasanya menunjukkan peningkatan kapasitas paru total (TLC)
dan volume residual (RV), Terjadi penurunan dalam kapasitas vital (VC) dan volume
ekspirasi paksa (FEV Temuan-temuan ini menegaskan kesulitan yang dialami klien
dalam mendorong udara ke luar den paru.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit mungkin normal pada tahap awal penyakit. Dengan
berkembangnya penyakit pemeriksaan gas darah arteri dapat menunjukkan adanya
hipoksia ringan dengan hiperkapnea.
3. Pemeriksaan Radiologis
Rontgen thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi, pendataran diafragma dan pelebaran
margin interkosta.

8. PENATAKSANAAN MEDIS
Klien dengan emfisema rentan terhadap infeksi paru dan harus diobati pada awal
timbulnya ranch-ranch infeksi. Organisme yang paling umum menyebabkan infeksi tersebut
adalah S. pneumonia, H.influenzae, dan Branhamella catarrhalis. Terapi antimikroba dengan
tetrasiklin, amficilin, amoxicilin atau trimetoprim-sulfametoxazol (bactrim) biasanya
diresepkan. Regimen antimikroba digunakan pada tanda pertama infeksi pernapasan seperti
yang dibuktikan dengan adanya sputum purulen baruk meningkat dan demam.
1. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid tetap kontroversial dalam pengobatan emfisema.
Kortikosteroid digunakan untuk melebarkan bronkhiolus dan membuang sekresi setelah
tindakan lain tidak menunjukkan hasil. Prednison biasanya diresepkan, dosis disesuaikan
untuk menjaga klien pada dosis yang serendah mungkin. Efek samping jangka pendek
termasuk gangguan gastrointestinal dan peningkatan nafsu makan Pada jangka panjang,
klien mungkin mengalami ulkus peptikum, osteoporosis, supresi adrenal, miopati steroid,
dan pembentukan katarak
2. Oksigenasi
Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada klien dengan emfisema
berat. Hipoksemia berat diatasi dengan konsentrasi oksigen rendah untuk meningkatkan
Pao, hingga antara 65 dan 80 mmHg Pada emfisema berat, oksigen diberikan sedikitnya
16 jam per hari dengan 24 jam lebih baik. Modalitas ini dapat menghilangkan gejala-
gejala klien dan memperbaiki kualitas hidup klien.

51
PATHWAY

B. KONSEP KEPERAWATAN
A) PENGKAJIAN
1. Identitas

52
a. Pasien
Nama :    Tn. ID
Jenis Kelamin               :    Laki-laki            
Umur                            :    55 Tahun
Agama                          :  -
Suku/bangsa                 :    -
Pendidikan                   :    -
Pekerjaan                       :    -
Alamat                         :    -
b. Penanggung Jawab
Nama                            :    -  
Umur                            :    -
Jenis Kelamin               :    -
Agama                          :    -
Pekerjaan : -
Alamat : -
Tanggal masuk : -
Tanggal pengkajian : -
1. Riwayat kesehatan
a. Kesehatan sekarang
 Keluhan utama : Klien mengeluh sesak napas
 Keluhan menyertai : Klien mengeluh sesak napas memberat sejak 7 hari
sebelum masuk RS. Sesak napas dirasakan sepanjang hari dan semakin hari
semakin memberat. Klien mengeluh batuk disertai dahak yang kental, Batuk yang
dialami sudah lama dan dan tak kunjung sembuh. Klien mengeluh penurunan
nafsu makan
b. Riwayat kesehatan dahulu :-
c. Riwayat keluarga :-
2. Pola aktivitas fisik sehari-hari
a. Nutrisi :-
b. Eliminasi :-
c. Istirahat dan Tidur :-
d. Aktifitas Fisik :-
e. Personal Hygiene :-
3. Data psikososial
a. Status Emosi :-
b. Konsep Diri :-
c. Interaksi Sosial : Tidak Terkaji
4. Pengkajian fisik
a. Keadaan Umum : tampak lemah

53
b. Kesadaran : Tidak Terkaji
c. Tanda vital :
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Nadi : 86 x/mnt
Respirasi : 30x/mnt
Suhu tubuh : 38,5℃
d. Kepala : Tidak Terkaji
e. Leher : Tidak Terkaji
f. Dada dan Thorak :
Inpeksi : barrel chest, tampak penggunaan otot bantu pernapasan,
pursed lips breathing, sering memegang dadanya
ketika batuk.
Palpasi : Tidak Terkaji
Perkusi : Tidak Terkaji
Auskultasi : bunyi napas mengi
g. Abdomen : Tidak Terkaji
h. Ekstremitas : tampak udem di daerah tungkai
i. Genetalia : Tidak Terkaji
5. Pemeriksaan penunjang
a. EKG : Tidak terkaji

B) KLASIFIKASI DATA

Data Subjektif Data Objektif


 Klien mengeluh Sesak napas  TTV :
 Klien mengeluh Sesak napas Tekanan Darah : 140/80 mmHg
memberat sejak 7 hari sebelum masuk Nadi : 86 x/mnt
RS. Sesak napas dirasakan sepanjang Pernapasan : 30x/mnt
hari dan semakin hari semakin Suhu : 38,5℃
memberat.  Klien tampak lemah
 Klien mengeluh batuk disertai dahak  bunyi napas mengi
yang kental, Batuk yang dialami  pursed lips breathing
sudah lama dan dan tak kunjung  Tampak udem di daerah tungkai
sembuh.  tampak penggunaan otot bantu
 Klien mengeluh penurunan nafsu pernapasan
makan  Tampak sianosis
 terlihat barrel chest
 Klien tampak sering memegang
dadanya ketika batuk.

54
C) ANALISA DATA

NO Data DS & DO Etiologi Diagnosa


Keperawatan
4. DS : EMFISEMA BERSIHAN JALAN
 Klien mengeluh Sesak NAPAS TIDAK
napas Faktor Pencetus emfisema EFEKTIF
 Klien mengeluh Sesak (Merokok, Zat Polutan dan
napas memberat sejak 7 Agen Infeksius)
hari sebelum masuk RS.
Sesak napas dirasakan
sepanjang hari dan Induksi aktivasi makrofag
semakin hari semakin dan leukosit
memberat.
 Klien mengeluh batuk
Pelepasan factor
disertai dahak yang kental,
kemotaktik neutrofil
Batuk yang dialami sudah
lama dan dan tak kunjung
sembuh. Peningkatan jumlah
DO : neutrophil di daerah yang
 TTV: terpapar
Pernapasan : 30x/mnt
 bunyi napas mengi
 Tampak sianosis Respon Inflamasi

Peningkatan Sekresi
Kelenjar Mukosa

Hipersekresi Jalan Nafas

Obstruksi Jalan Nafas

Bersihan Jalan Napas


Tidak Efektif
2 Ds: EMFISEMA RISIKO DEFISIT
 Klien mengeluh penurunan NUTRISI
nafsu makan Faktor Pencetus emfisema
DO : - (Merokok, Zat Polutan dan

55
Agen Infeksius)

Induksi aktivasi makrofag


dan leukosit

Pelepasan factor
kemotaktik neutrofil

Peningkatan jumlah
neutrophil di daerah yang
terpapar

Respon Inflamasi

Peningkatan Sekresi
Kelenjar Mukosa

Penurunan Asupan O2

Kompensasi tubuh dengan


peningkatan respirasi

Sesak nafas

Penurunan Nafsu Makan

Resiko defisit nutrisi

3 Ds:- EMFISEMA HIPERTERMIA


Do:
 Suhu : 38,5℃ Faktor Pencetus emfisema
 Pernapasan : 30x/mnt (Merokok, Zat Polutan dan
Agen Infeksius)

Induksi aktivasi makrofag

56
dan leukosit

Pelepasan factor
kemotaktik neutrofil

Peningkatan jumlah
neutrophil di daerah yang
terpapar

Respon Inflamasi

Peradangan

Dilepasnya zat Pirogen


oleh leukosit pada jaringan

Peningkatan Suhu Tubuh

Hipertermia

D) DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas d.d
Data Subjektif:
 Klien mengeluh Sesak napas
 Klien mengeluh Sesak napas memberat sejak 7 hari sebelum masuk RS. Sesak
napas dirasakan sepanjang hari dan semakin hari semakin memberat.
 Klien mengeluh batuk disertai dahak yang kental, Batuk yang dialami sudah lama
dan dan tak kunjung sembuh.
Data Objektif :
 TTV:
Pernapasan : 30x/mnt
 bunyi napas mengi
 Tampak sianosis
2. Hipertermia b.d proses penyakit
Data Subjektif: -
Data Objektif :
 Suhu : 38,5℃

57
 Pernapasan : 30x/mnt
3. Risiko defisit nutrisi d.d faktor psikologis ( keengganan untuk makan)

E) RENCANA KEPERAWATAN
NO Diagnosa
Tujuan Dan
Keperawatan Intervesi Keperawatan
Kriteria Hasil
(SLKI) (SIKI)
(SDKI)

1 Bersihan Jalan Bersihan Jalan Manajemen Jalan Napas


Napas Tidak Napas (L.01001) Observasi
Efektif (D.0001) Kriteria Hasil : 1. Monitor pola napas
Kategori : Fisiologis Setelah dilakukan (Frekuensi, kedalaman,
Subkategori : Respirasi tindakan usaha napas)
Definisi : keperawatan selama 2. Monitor bunyi napas
Ketidakmampuan 3x24 jam maka tambahan (mis. Gurgling,
membersihkan secret atau Bersihan jalan mengi, wheezing, ronchi
obstruksi jalan napas Napas Meningkat, kering)
untuk mempertahankan dengan indikator: 3. Monitor sputum, (jumlah,
jalan napas tetap paten 1. Batuk efektif warna, aroma)
Penyebab : meningkat Terapeutik
1. Spasme jalan napas 2. Produksi sputum 1. Posisikan semi fowler
2. Hipersekresi jalan menurun atau fowler
napas 3. Mengi menurun 2. Berikan minum hangat
3. Disfungsi Neuro 4. Dispnea merurun 3. Lakukan fisiotherapi
muscular 5. Sianosis menurun dada, jika perlu
4. Benda asing dalam 6. Frekuensi napas 4. Lakukan penghisapan
jalan napas membaik lendir kurang dari 15
5. Adanya jalan napas detik
buatan 5. Berikan oksigen, jika
6. Sekresi yang tertahan perlu
7. Hiperplasia dinding Edukasi
jalan napas 1. Anjurkan asupan cairan
8. Proses Infeksi 2000ml/ hari jika tidak
9. Respon Alergi kontraindikasi
10. Efek agen 2. Anjurkan teknik batuk
farmakologis efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,

58
jika perlu
2 Hipertermi Termoregulasi Manajemen Hipertermia
(D.0130) (L.14134) Observasi
Kategori: Lingkungan Kriteria Hasil: 1. Identifikasi penyebab
Subkategori: Keamanan Setelah dilakukan hipertermia (mis.
dan Proteksi tindakan keperawatan dehidrasi, terpapar
Definisi: selama 3x24 jam maka lingkungan panas,
Suhu tubuh meningkat Termoregulasi penggunaan inkubator)
diatas rentang normal Membaik, dengan 2. Monitor suhu tubuh
tubuh kriteria hasil: 3. Monitor kadar elektrolit
Penyebab: 1. Pucat menurun 4. Monitor haluaran urine
1. Dehidrasi 2. Suhu tubuh 5. Monitor komplikasi
2. Terpapar membaik akibat hipertermi
lingkungan 3. Tekanan Terapeutik
3. Proses penyakit Darah 1. Sediakan lingkungan
(mis. membaik yang dingin
infeksi,kanker) 2. Longgarkan atau
4. Ketidaksesuaian lepaskan pakaian
pakaian dengan 3. Basahi dan kipasi
suhu lingkungan permukaan tubuh
5. Peningkatan laju 4. Berikan cairan oral
metabolisme 5. Lakukan pendinginan
6. Respon trauma eksternal (mis.selimut
7. Aktivitas hipotermia atau kompres
berlebihan dingin pada dahi,
8. Penggunaan leher,dada, abdomen,
inkubator aksila)
6. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
7. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
2. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

3 Risiko Defisit Nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi

59
(D.0032) (L.03030) Observasi
Kategori: Fisiologis Kriteria Hasil: 1. Identifikasi status nutrisi
Subkategori:Nutrisi dan Setelah dilakukan 2. Identifikasi alergi dan
cairan tindakan keperawatan intoleransi makanan
Definisi: selama 3x24 jam 3. Identifikasi makanan
Beresiko mengalami maka Status Nutrisi yang disukai
asupan nutrisi tidak cukup Membaik, dengan 4. Identifikasi kebutuhan
untuk memenuhi kriteria hasil: kalori dan jenis nutrient
kebutuhan metabolisme 1. Frekuensi makan 5. Identifikasi perlunya
Penyebab: membaik selang nasogastrik
1. Ketidakmampuan 2. Nafsu makan 6. Monitor asupan
menelan makanan membaik makanan
2. Ketidakmampuan 7. Monitor berat badan
mencerna 8. Monitor hasil
makanan pemeriksaan
3. Ketidakmampuan laboratorium
mengabsorbsi Terapeutik
nutrien 1. Lakukan oral hygiene
4. Peningkatan sebelum makan
kebutuhan 2. Sajikan makanan secara
metabolisme mendarik dan suhu yang
5. Faktor ekonomi sesuai
(mis. financial 3. Berikan makanan tinggi
tidak mencukupi) serat untuk mencegah
6. Faktor psikologis konstipasi
(mis. stress, 4. Berikan makanan tinggi
keengganan untuk kalori dan tinggi protein
makan) 5. Hentikan pemberian
makanan melalui selang
nasogastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
2. Kolaborasi dengan ahli

60
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

F) IMPLEMENTASI
Pelaksanaan tindakan keperawatan (implementasi keperawatan) adalah pelaksanaan
tindakan yang telah ditentukan, dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara
optimal. Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah implementasi keperawatan terhadap
pasien secara urut sesuai prioritas masalah yang sudah dibuat dalam rencana asuhan
keperawatan termasuk di dalamnya nomor urut dan waktu ditegakkannya suatu
pelaksanaan asuhan keperawatan (Basri, Utami, & Mulyadi, 2020).

G) EVALUASI
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajia ulang rencana
keperawatan. Evaluasi menilai respon pasien yang meliputi subjek, objek, pengkajian
kembali (assessment), rencana tindakan (planning) (Basri, Utami, & Mulyadi, 2020).

DAFTAR PUSTAKA

Ariyanto, Joko (2018) Pengaruh Teknik Batuk Efektif Terhadap Pengeluaran Sputum Untuk
Penemuan Mycobacterium Tuberculosis (MTB) Pada Pasien Tb Paru Di Ruang
Rajawali 6b RSUP Dr Kariadi Semarang. Semarang

61
Solicha, Solicha (2018) Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Swamedikasi Batuk Di
Dusun Bonangan Desa Sumber Kradenan Kabupaten Malang. Diploma Thesis,
Akademi Farmasi Putera Indonesia Malang.
Ghassani, Novia (2020) Hubungan Usia Dan Indeks Massa Tubuh Dengan Vo2 Max Pada
Pemain Basket Di Mataram Basketball School Dan Bima Perkasa
Academy. Skripsi Thesis, Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta.
Fuadah, Nadia Nurotul (2017) Penyebab Keringat di Malam Hari Penderita TBC.
www.alodokter.com. 2 Oktober 2017.
Seniantara, I Kadek (2018) Pengaruh Efek Samping OAT (Obat Anti Tuberculosis) Terhadap
Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien TBC Di Puskesmas. Banjarmasin
Tahir, Rusna. Dkk (2019) Fisioterapi Dada Dan Batuk Efektif Sebagai Penatalaksanaan
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Pada Pasien TB Paru Di RSUD Kota
Kendari. Kendari.
Ulfah, Maria (2011) Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada
Pasien Tuberkulosis (TBC) Di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Kota
Tangerang Selatan Tahun 2011. Tangerang
PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Jurnal Keperawatan, Volume 9, No. 2, Agustus 2021, (Hal. 33-39
Jurnal Penelitian Perawat Profesional Volume 2 Nomor 2, Mei 2020 e-ISSN 2715-6885; p-ISSN
2714-9757
https://www.alodokter.com/komunitas/topic/sakit-di-dada-bagian-tengah-ketika-asma
https://www.alodokter.com/batuk-batuk
http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/20417/1/1528e39fecb8852f233cd5915c6f220c.pdf
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/2252/3/BAB%20II.pdf
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP
http://digilib.ukh.ac.id/repo/disk1/48/01-gdl-indahwulan-2376-1-naskahp-.pdfhttp://
repository.setiabudi.ac.id/3243/2/BAB%202.pdfhttp://eprints.umpo.ac.id/5327/3/BAB%202-
Copy.pdf

62
http://repository.setiabudi.ac.id/4108/4/BAB%202.pdf#:~:text=Gejala%20penyakit
%20pneumonia%20biasanya%20didahului%20dengan%20infeksi%20saluran,perut%2C
%20kurang%20nafsu%20makan%2C%20dan%20sakit%20kepala%20%28Misnadiarly2008%29

http://repository.wima.ac.id/id/eprint/5827/2/BAB%201.pdf#:~:text=1.1Latar
%20BelakangNafsu%20makan%20merupakan%20keadaan%20yang%20mendorong
%20seseoranguntukmemuaskan,meningkatkan%20dapat%20diperoleh%20dari%20efeksamping
%20suatu%20obat%20tertentu

http://repository.setiabudi.ac.id/3810/4/4.%20BAB%20II.pdf
https://idoc.pub/documents/sesak-napas-6klz2v7q9qlg
https://www.academia.edu/9820966/laporan_pendahuluan_PPOK
http://repository.unimus.ac.id/1873/4/12.%20BAB%20II.pdf
http://repository.setiabudi.ac.id/3810/4/4.%20BAB%20II.pdf
http://eprints.undip.ac.id/44412/3/ADHITYA_PRADANA_22010110120064_BAB_2_KTI.pdf
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin_tb.pdf
https://www.academia.edu/40584126/Askep_TBC_oke

https://journal.stikessuakainsan.ac.id

63

Anda mungkin juga menyukai