Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer e-ISSN: 2548-964X

Vol. 5, No. 4, April 2021, hlm. 1370-1379 http://j-ptiik.ub.ac.id

Pembangunan Aplikasi Perangkat Bergerak Konseling Online pada Anxiety


Disorder berbasis Android menggunakan Metode Personal Extreme
Programming
Muhammad Satya Nugraha1, Komang Candra Brata2, Adam Hendra Brata3

Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya


Email: 1egasatya@student.ub.ac.id, 2k.candra.brata@ub.ac.id, 3adam@ub.ac.id

Abstrak
Berdasarkan studi kesehatan dasar yang dilakukan Kementerian Kesehatan pada 2018, 9-10 dariasetiap
100 orang Indonesia menderita gangguan mental dan emosional. Peningkatan signifikan dibandingkan
data tahun 2013 yaitu 6%. Meskipun mempunyai angka penderita yang tinggi, ada ketidakseimbangan
yang besar antara jumlah kasus kesehatan mental dan ketersediaan profesional kesehatan mental di
negara berpenghasilan menengah ke bawah (L-MIC), termasuk di Indonesia. Selain itu, harga konsultasi
ke para tenaga profesional cukup tinggi khususnya untuk kalangan remaja Dari permasalahan tersebut
terdapat sebuah solusi alternatif, yaitu internet-based intervention. Cyber counseling atau yang sering
disebut juga E-counseling (electronic counseling) merupakan layanan bimbingan dan konseling
menggunakan teknologi komputer khususnya internet. Pada penelitian ini akan mengembangkan
aplikasi e-counseling sebagai tindakan preventif dan penanganan pada gangguan kecemasan. Penelitian
ini menggunakan metode Personal Extreme Programming. Penelitian dimulai dari tahap
rekayasaakebutuhan yang menghasilkan 32 kebutuhan fungsional dan 1 kebutuhan non-fungsional.
Tahap implementasi pada aplikasi ini menggunakan Firebase sebagai database dengan menggunakan
bahasa pemrograman Kotlin. Terakhir ada tahap pengujian dengan pengujian unit menghasilkan 3
fungsional yang diujikan bernilai valid, pengujian validasi telah berhasil mencapai 100% valid sesuai
expected result, dan pengujian usability menghasilkan usability score sebesar 87 pada Maze dan skor
SUS sebesar 71,5. Diharapkan penelitian ini akan membantu memberikan tindakan preventif dan
penanganan terhadap gejala gangguan kecemasan, mengatasi kesulitan dalam mencari informasi
layanan kesehatan mental, memberi kemudahan dalam melakukan konseling, mengedukasi pentingnya
kesehatan mental, hingga membantu mencari pertolongan ketika keadaan darurat.
Kata kunci: anxiety disorder, PXP, android, firebase, kotlin.
Abstract
Based on a basic health study conducted by the Ministry of Health in 2018, 9-10 out of every 100
Indonesians suffer from mental and emotional disorders. A significant increase compared to 2013 data,
namely 6%. Despite the high incidence of sufferers, there is a large imbalance between the number of
mental health cases and the availability of mental health professionals in lower middle income (L-MIC)
countries, including Indonesia. In addition, the price of consulting professionals is quite high, especially
for adolescents. From these problems, there is an alternative solution, namely internet-based
intervention. Cybercounseling or what is often called E-counseling (electronic counseling) is one of the
guidance and counseling services using computer technology, especially the internet. This research will
develop an e-counseling application as a preventive action and treatment for anxiety disorders. The
method used in this research is Personal Extreme Programming. The research started from the
requirements engineering stage which resulted in 32 functional requirements and 1 non-functional
requirement. The implementation stage of this application uses Firebase as a database and using the
Kotlin programming language. The final stage is a testing phase with unit testing resulting in 3
functional tests that are valid, validation testing has succeeded in reaching 100% valid according to the
expected result, and usability testing produces a usability score of 87 on Maze and a SUS score of 71.5.
From this research, it is hoped that it can help provide preventive action and treatment of symptoms of
anxiety disorders, overcome difficulties in finding information on mental health services, provide
convenience in conducting counseling, educate the importance of mental health, and helping people

Fakultas Ilmu Komputer


Universitas Brawijaya 1370
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1371

seek help during emergencies.


Keywords: anxiety disorder, PXP, android, firebase, kotlin.

sebuah solusi alternatif, yaitu internet-based


1. PENDAHULUAN intervention (Arjadi et al., 2018). Salah satu
Gangguan mental merupakan penyakit bentuk internet-based intervention adalah cyber
yang mempengaruhi mood, cara berpikir dan counseling. Cyber counseling atau yang sering
perilaku pasien. Berdasarkan studi yang disebut juga E-counseling (electronic
dilakukan oleh (Hannah Ritchie & Max Roser, counseling) merupakan suatu layanan konseling
2018) 792 juta jiwa penduduk dunia hidup yang menggunakan teknologi komputer
dengan gangguan kesehatan mental. Ini berarti khususnya internet (Nurihsan, 2005).
sekitar satu dari sepuluh orang atau sekitar Di Indonesia, intervensi berbasis Internet
10,7% orang di dunia Berdasarkan studi dapat menjadi strategi yang menjanjikan untuk
kesehatan dasar yang dilakukan Kementerian mengurangi kesenjangan kesehatan mental,
Kesehatan pada 2018, 9-10 dari setiap 100 orang karena tingkat pengguna Internet di negara
Indonesia menderita gangguan mental dan tersebut mencapai 171,17 juta orang,
emosional. (Balitbangkes, 2018). Peningkatan menyumbang 64,8% dari total populasi
signifikan dibandingkan data tahun 2013 yaitu Indonesia (APJII, 2019). (Arjadi et al., 2018)
6% (Balitbangkes, 2013). Sebagai badan melakukan penelitian di Indonesia untuk
kesehatan dunia, WHO telah menetapkan mengetahui keterbukaan masyarakat Indonesia
prevalensi gangguan jiwa tertinggi pada populasi dalam penggunaan intervensi berbasis internet
adalah 10%. Data yang dihasilkan dari Riskedas atau electronic health dan menyimpulkan bahwa
memberikan landasan yang cukup kuat untuk meskipun perawatan tatap muka masih berharga,
meningkatkan kesadaran akan kesehatan mental. dilaporkan bahwa sebagian besar masyarakat
Salah satu gangguan mental yang umum di Indonesia bersedia menggunakan layanan
masyarakat adalah kecemasan (anxiety berbasis internet pada penyakit depresi untuk
disorder). menggantikan pengobatan konvensional dan
Gangguan kecemasan adalah suatu kondisi melengkapi pemeliharaan rutin. Selain itu,
yang digambarkan sebagai kecemasan yang menurut wawancara dengan beberapa orang
berlebihan, disertai dengan reaksi perilaku, yang menggunakan jasa psikolog, masih
emosional, dan fisik. Ketika cemas, dia tidak terdapat beberapa kendala dalam prosesnya.
mengerti mengapa emosi seperti merasa tidak Permasalahan tersebut antara lain kesulitan
nyaman atau takut serta mungkin firasat akan mencari informasi tentang layanan psikolog,
ditimpa malapetaka terjadi, dia akan merasa kesulitan dalam mengatur jadwal tatap muka
tidak nyaman atau takut (Amir, 2013). Orang karena keterbatasan waktu, kesulitan mencari
dengan gangguan kecemasan mungkin informasi atau artikel seputar kesehatan mental
menunjukkan perilaku abnormal, seperti panik karena kesehatan mental di Indonesia belum
yang tidak masuk akal, ketakutan yang tidak diedukasi dengan baik, hingga kesulitan ketika
masuk akal terhadap benda atau kondisi hidup, mencari pertolongan dalam keadaan darurat
tindakan berulang yang tidak terkendali, Berdasarkan uraian masalah yang telah
mengalami peristiwa traumatis lagi, atau rasa disebutkan, dibutuhkan teknologi berbasis
khawatir yang tidak dapat dijelaskan dan mobile yang dapat memudahkan penderita
berlebihan karena kecemasan (Amir, 2013). gangguan kecemasan. Sebelumnya, sudah ada
Terlepas dari angka penderita yang tinggi, aplikasi kesehatan mental untuk konseling
terdapat ketidakseimbangan yang besar antara online. Namun karena diyakini bahwa aplikasi
jumlah kasus kesehatan mental dan ketersediaan tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan
tenaga profesional kesehatan mental di negara masalah yang dihadapi pengguna, maka
berpenghasilan menengah ke bawah (L-MIC), diperlukan pengembangan lebih lanjut. Oleh
termasuk di Indonesia (World Health karena itu, “Pembangunan Aplikasi Perangkat
Organization, 2015). Selain itu, harga konsultasi Bergerak Konseling Online pada Anxiety
ke tenaga profesional cukup tinggi terutama Disorder Berbasis Android Menggunakan
untuk kalangan remaja (Auerbach et al., 2016). Metode Personal Extreme Programming”
Dari permasalahan tersebut maka terdapat diusulkan untuk membantu kebutuhan orang
yang memiliki gangguan kecemasan dalam

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya


Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1372

mendapatkan tindakan preventif dan Cyber counseling atau yang sering disebut
penanganan. Penelitian ini menggunakan juga E-counseling (electronic counseling)
metode Personal Extreme Programming (PXP). merupakan suatu layanan bimbingan dan
Proses pengembangan PXP dilakukan berulang konseling yang menggunakan teknologi
dalam menerapkan praktiknya dan memberi komputer khususnya internet (Nurihsan, 2005).
kesempatan pengembang untuk lebih fleksibel Cyber counseling adalah inovasi dari
dan responsif terhadap perubahan (Dzhurov et penggunaan teknologi informasi dalam layanan
al., 2009). Metode PXP dipilih dalam penelitian bimbingan dan konseling. Menurut (Hughes,
ini karena pembangunan aplikasi ini hanya 2000) Cyber counseling atau web counseling,
dilakukan oleh seorang pengembang, waktu sebutan dari National Board of Certified
pengembangan yang cukup singkat dengan Counselors (NBCC), adalah praktik konseling
target semua kebutuhan aplikasi dapat profesional dan proses pengiriman pesan yang
diimplementasikan. terjadi ketika klien dan konselor berada di
tempat berbeda atau jauh dan menggunakan
2. LANDASAN KEPUSTAKAAN media elektronik untuk berkomunikasi melalui
Internet. (Surya, 2004) meyakini dengan
2.1 Kajian Pustaka perkembangan teknologi komputer, interaksi
antara konselor dan orang yang dikonsultasikan
Bagian ini membahas uraian literatur yang dapat dilakukan tidak hanya melalui proses tatap
beruhubungan dengan penelitian ini, dan dapat muka, tetapi juga melalui hubungan secara
digunakan untuk mendukung keberhasilan virtual berupa “cyber counseling” di internet.
penelitian ini. Penelitian pertama yang menjadi Layanan konseling online ini merupakan inovasi
rujukan penulis saat melakukan penelitian ini yang bertujuan untuk membangun layanan
adalah penelitian sebelumnya dengan judul praktis yang bisa dilakukan dimana saja selama
“Web Deteksi Gangguan Kecemasan dan terkoneksi oleh internet.
Depresi” yang dilakukan oleh (Sevani & Silvia,
2015). Penelitian ini telah menghasilkan aplikasi 2.3 Personal Extreme Programming
yang membantu mendeteksi kecemasan dan
depresi. Aplikasi tersebut dapat menghasilkan Menurut (Dzhurov et al., 2009), Metode
informasi sebagai dasar untuk proses pengembangan perangkat lunak Personal
penanganan lebih lanjut yang perlu dilakukan. Extreme Programming (PXP) adalah metode
Selanjutnya penelitian berjudul “Aplikasi pengembangan perangkat lunak untuk
Diagnosis Gangguan Kecemasan Menggunakan pengembang otonom, yang dapat memenuhi
Metode Forward Chaining Berbasis Web kebutuhan mereka saat ini dan masalah
Dengan Php Dan Mysql” yang dilakukan oleh pekerjaan sehari-hari, sehingga meningkatkan
(Yusuf et al., 2016). Studi ini membahas aplikasi kualitas sistem perangkat lunak yang sedang
yang dirancang untuk memudahkan pengguna dikembangkan dan mempersingkat waktu
dalam mendiagnosis gangguan kecemasan. implementasi.. PXP dibagi menjadi tujuh tahap,
Aplikasi ini memberikan hasil diagnostik dalam yaitu Requirements, Planning, Iteration
bentuk informasi dan solusi awal untuk setiap Initialization,aDesign, Implementation, System
jenis gangguan kecemasan yang didiagnosis. Testing dan tahap yang terakhir adalah
Penelitian selanjutnya yang dijadikan acuan Retrospective. Fase-fase yang dimiliki oleh
oleh peneliti yaitu berjudul “Sistem Pakar metode pengembangan PXP ditunjukan pada
Pendiagnosis Gangguan Kecemasan Gambar 1 sebagai berikut.
Menggunakan Metode Forward Chaining
Berbasis Android” oleh (Eridani et al., 2018).
Dalam studi ini, aplikasi yang dirancang untuk
membantu pengguna mendiagnosis kecemasan
dengan efektif dan efisien. Penelitian ini
menghasilkan aplikasi sistem pakar untuk
mendiagnosis gangguan kecemasan yang dapat
mendiagnosis berdasarkan data yang diperoleh
dari para pakar.

2.2 Cyber Counseling

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya


Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1373

kebutuhan lain di kemudian hari. Metode desain


yang dipilih ditentukan oleh pengembang, tetapi
disarankan untuk menggunakan alat sesederhana
mungkin.
Implementation diaakukan berdasarkan pada
tahap pengkodean sistem dari desain yang telah
ditentukan dan dilakukan pengujian terhadap
kode program tersebut. Tahap implementation
menerapkan prinsip Test-Driven Development,
di mana pengembang menuliskan kasus uji di
awal dengan tujuan untuk menyederhanakan
pembuatan kode program. Tahapan ini meliputi
tiga fase yaitu tahapan pengujian unit, tahapan
pembuatan kode, dan tahapan refactoring.
Ketika kode telah berhasil disusun dan semua
unit test telah berhasil diselesaikan, maka dapat
Gambar 1. Fase Personal Extreme Programming dikatakan bahwa tahap implementasi telah
selesai.
Requirements adalah tahap penggalian System Testing merupakan fase yang
informasi tentang kebutuhan dari calon memverifikasi solusi yang telah diterapkan pada
pengguna. Pada tahap ini akan dibuat dokumen kode program berdasarkan persyaratan yang
kebutuhan fungsional dan non-fungsional dari ditentukan pada fase sebelumnya. Semua
sistem. Penggalian kebutuhan dilaksanakan kesalahan dan ketidaksesuaian dalam kode
menggunakan user story. Saat menulis user program harus dicatat dan diperbaiki.
story, pengembang menuliskan kebutuhan Retrospective menunjukkan bahwa proses
mereka berdasarkan pernyataan yang iterasi telah selesai. Analisis dilakukan pada tiap
disampaikan oleh calon pengguna. Namun, tahapan yang dilalui. Pengembang harus
sebaiknya diberi kertas kosong untuk calon memverifikasi penerapan task yang diperkirakan
pengguna sehingga mereka dapat dengan leluasa sama dengan waktu sebenarnya. Jika terjadi
menuliskan kebutuhan sistem. keterlambatan maka faktor-faktor penyebab
Planning merupakan tahapan di mana keterlambatan tersebut harus ditemukan sebagai
pengembang mengumpulkan sekumpulan task acuan pada proyek-proyek yang akan datang.
berdasarkan daftar dokumen kebutuhan. Setiap
task berisi task-task kecil yang dikategorikan. 2.4 Android
Pada tahap ini dilakukan perkiraan waktu
pengerjaan dari setiap task. Pada tahap ini akan Android adalah sistem operasi perangkat
ditentukan bahasa pemrograman yang seluler berbasis Linux, yang mencakup sistem
digunakan, framework pengembangan, model operasi, middleware, dan aplikasi. Android
aplikasi, dan lain-lain (Dzhurov et al., 2009). memberi kesempatan kepada pengembang
Tahap Iteration Initialization menunjukkan platform terbuka untuk membuat aplikasi
awal dimulainnya iterasi. Iterasi diawali dengan mereka. Pengembang dapat menggunakan
memilih task yang menjadi fokus dari iterasi. bahasa pemrograman java dan kotlin untuk
Iterasi mungkin memakan waktu satu hingga membuat aplikasi pada platform Android, dan
tiga minggu tergantung pada luasnya lingkup beberapa library yang telah ada baik itu dibuat
proyek. Setiap iterasi dapat menghasilkan oleh Google ataupun pengembang. Google
produk kandidat untuk dirilis (Dzhurov et al., merilis kode Android sebagai sumber terbuka di
2009). bawah Lisensi Apache. Berdasarkan data dari
Pada tahap design pengembang Mobile Operating System Market Share in
memodelkan sistem dan modul kelas yang akan Indonesia per January 2020, Android menjadi
diimplementasikan dalam iterasi yang sedang operating system yang penggunanya
berlangsung. Pada tahap ini digunakan prinsip mendominasi di Indonesia yaitu sebesar 93.03%.
Keep It Simple (KIS). Perancangan sistem yang
dibuat oleh pengembang hanya mengacu pada 3. METODOLOGI PENELITIAN
kebutuhan yang telah dikomunikasikan, dan
tidak mencoba menebak-nebak bahwa akan ada Penelitian ini menggunakan metode yang
disesuaikan dengan langkah-langkah
Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1374

pengembangan aplikasi yang mengacu pada Personal Extreme Programming. Terdapat tiga
metode PXP. Gambar 2 memberikan penjelasan sub-fase yang harus dilakukan, yang pertama
tentang berbagai tahapan dalam melakukan unit testing, code, dan refactor. Unit testing
penelitian ini. merupakan tahapan penulisan test case untuk
task yang akan diimplementasikan. Kode
program yang tidak menimbulkan galat akan
memasuki subfase Refactoring. Refactoring
merupakan subfase untuk memodifikasi kode
program menjadi lebih sederhana tanpa
menimbulkan kesalahan dan merubah perilaku
awal.
Pengujian sistem pada penelitian ini
terintegrasi dengan proses System Testing pada
metode Personal Extreme Programming di
mana dalam tahap ini bertujuan untuk
mendeteksi adanya galat pada kode program dan
mengetahui kebutuhan pengguna telah terpenuhi
dengan baik. Pengujian akan dilakukan dengan
tiga tahap, yaitu pengujian white box (termasuk
pengujian unit), pengujian black box (termasuk
pengujian validasi), dan pengujian usability
Gambar 2. Alur Metodologi Penelitian untuk menguji kebutuhan non-fungsional.
Kesimpulan ditarik setelah menyelesaikan
Studi literatur merupakan metode untuk semua tahapan pengembangan sistem.
memperoleh dasar teori untuk digunakan sebagai Kesimpulan ditarik dengan menguji dan
acuan pada penelitian ini. Pada tahap ini menganalisis hasil dari sistem yang dibangun.
landasan teori yang digunakan berasal dari Saran-saran yang diberikan dalam penelitian ini
penelitian sebelumnya, e-book, jurnal, koleksi akan menjadi acuan untuk penelitian
karangan dan dokumen lainnya. selanjutnya.
Rekayasa Kebutuhan pada penelitian ini
terintegrasi dengan proses Requirement, 4. REKAYASA KEBUTUHAN
Planning dan Iteration Initialization yang ada di
metode pengembangan Personal Extreme 4.1 Identifikasi Aktor
Programming yang di mana pada proses ini
dipergunakan untuk pengambilan serta analisa Pada bagian ini mendefinisikan aktor-aktor
kebutuhan. Pada proses Requirement, akan yang saling berinteraksi dalam sistem yang akan
mengidentifikasi pengguna dari aplikasi dan dikembangkan. Tabel 1 menunjukkan deskripsi
mempelajari karakteristik, lingkungan, harapan, dari masing-masing aktor tersebut.
dan tujuan pengguna yang akan menggunakan
sistem. Tahap Planning diawali dengan Tabel 1. Identifikasi Aktor
membuat user stories yang menjelaskan output, Aktor Deskripsi
fitur, dan fungsi-fungsi dari sistem yang akan Pengguna Pengguna merupakan aktor yang belum
dibuat. login. Pengguna dapat mengakses
Tahap perancangan sistem pada penelitian halaman utama yang berisi login dan sign
ini terintegrasi dengan proses Design dalam up.
Psikolog Psikolog merupakan tenaga profesional
metode pengembangan Personal Extreme yang sudah terdaftar pada database
Programming. Tahap Design pada Extreme pengguna aplikasi. Psikolog dapat
Programming mengikuti prinsip Keep it Simple memberikan feedback saat sesi konseling.
(KIS). Perancangan dilakukan dengan melihat Klien Klien merupakan pengguna yang sudah
login. Klien dapat melakukan konseling
dari task hasil Planning. Hasil dari langkah
online dengan psikolog, mencari
perancangan ini digunakan sebagai rujukan informasi psikolog, dan juga mencari
pengembang dalam menuliskan kode informasi seputar kesehatan mental.
implementasi.
Tahap implementasi terintegrasi dengan 4.2 Pemodelan Kebutuhan
fase Implementation dari metode pengembangan

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya


Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1375

Pemodelan kebutuhan dibuat dengan tujuan 5.1 Perancangan Arsitektur


untuk memodelkan kebutuhan sistem yang
nantinya akan dikembangkan. Pemodelan Dalam penelitian ini, arsitektur frontend
kebutuhan terdiri dari use case diagram dan juga serta backend akan dibuat secara terpisah pada
use case scenario. Use case scenario sprint perancangan arsitektur. Komunikasi antara user
pertama pada penelitian ini ditunjukkan pada dengan database akan berjalan melalui API yang
Tabel 2. Use case scenario sprint kedua pada diletakkan pada server yang menangani
penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 3 pertukaran komunikasi berupa request data
dengan format JSON yang berisi data
Tabel 2. Use Case Scenario Sprint Pertama komunikasi pengguna dan server. Gambar 3
merupakan gambaran tentang arsitektur sistem.
Use Case Kirim Permintaan Konseling
Actor Klien
Objective Klien dapat mengirim permintaan
konseling
Pre-condition Sistem menampilkan halaman utama
Main Flow 1. Klien menekan menu Counseling
pada aplikasi
2. Aplikasi menampilkan halaman
Counseling
3. Klien memilih psikolog yang
sedang online
4. Klien menunggu terhubung
dengan psikolog
5. Klien terhubung dengan psikolog
Alternative Jika psikolog menolak permintaan Gambar 3. Perancangan Arsitektur Aplikasi
Flow konseling, maka tombol “Waiting”
berubah menjadi “Request” dan klien
dapat kembali mengirimkan
5.2 Perancangan Basis Data
permintaan konseling
Post- Sistem menampilkan ruang Perancangan basis data pada penelitian ini
Condition percakapan akan dibuat berdasarkan basis data NoSQL
. dengan format JSON Schema karena pihak
Tabel 3. Use Case Scenario Sprint Kedua ketiga yang digunakan dalam pengembangan
sistem ini adalah Firebase Realtime Database.
Use Case Terima Permintaan Konseling Database tersebut akan dibutuhkan sebagai
Actor Psikolog
acuan dalam tahap implementasi database dan
tahap ini akan dilakukan pada tahap selanjutnya.
Objective Psikolog dapat menerima permintaan
konseling
5.3 Perancangan Sequence Diagram
Pre-condition Psikolog telah berhasil login
Main Flow 1. Psikolog mendapatkan Pada sequenceadiagram mempunyai tujuan
permintaan konseling dari Klien untuk merepresentasikan interaksi objek di
2. Sistem menampilkan permintaan dalam sistem sesuai dengan alur yang telah
konseling pada halaman utama disepakati.
3. Psikolog menekan tombol
“Accept”
4. Sistem menerima permintaan 5.4 Perancangan Class Diagram
konseling dan menampilkan
ruang percakapan Class diagram bertujuan untuk
Alternative - merepresentasikan hubungan antar kelas di
Flow
dalam sistem. Setiap kelas, objek dan juga
Post- Sistem menerima permintaan interaksi yang terdapat pada sistem harus
Condition konseling dan menampilkan ruang ditentukan. Semua kelas dalam terdapat pada
percakapan
class diagram diperoleh dari objek yang terdapat
pada sequence diagram.
5. PERANCANGAN & IMPLEMENTASI
5.5 Perancangan Algoritma

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya


Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1376

Tahap perancangan ini menggunakan


algoritma untuk memperjelas rancangan kode
program yang akan diimplementasikan.
Terdapat 3 perancangan algoritma yang dibuat
pada penelitian ini.

5.6 Perancangan Antarmuka

Antarmuka dirancang untuk


menyederhanakan proses implementasi GUI
dalam perangkat lunak dan memudahkan
pengguna untuk mengakses sistem yang ada.
Perancangan antarmuka dilakukan dalam bentuk
wireframe dan screenflow.

5.7 Implementasi Basis Data

Implementasi basis data dibuat


menggunakan Firebase Realtime Database
mengacu pada perancangan basis data.
Implementasi basis data menghasilkan 8 basis
data dalam bentuk JSON tree. Gambar 4. Implementasi Antarmuka Halaman
Konseling
5.8 Implementasi Kode Program
6. PENGUJIAN & ANALISIS
Pada bagian ini, kode program akan
dieksekusi berdasarkan desain algoritma yang 6.1 Pengujian Unit
telah selesai dibuat. Implementasi kode program
dalam penelitian ini menggunakan bahasa Pengujian unit dilakukan dengan
pemrograman Kotlin. menggunakan metode pengujian white box yang
dilakukan dengan teknik pengujian basis path
5.9 Implementasi Antarmuka testing. Pengujian unit dilakukan dengan
membuat model algoritma menjadi diagram alir
Implementasi antarmuka bertujuan untuk dan menentukan jalur independen berdasarkan
membahas tampilan dari pengembangan aplikasi hasil cyclomatic complexity pada pembuatan test
berdasarkan perancangan antarmuka. Gambar 4 case yang lalu akan menghasilkan hasil
adalah implementasi antarmuka untuk halaman pengujian unit.
konseling yang menampilkan daftar psikolog. a. Pseudocode

Tabel 4. Pseudocode Kirim Permintaan Konseling

Start
Mengirim request kepada psikolog
Menunggu approve dari psikolog
If (approve == true)
Membuat appointment
Mengambil data psikolog
Menampilkan pesan tunggu
Terhubung dengan psikolog
Else
Request failed

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya


Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1377

Menampilkan pesan psikolog tidak


tersedia
End If
Status: Valid
End
2. Test Case Jalur 2
b. Flow graph
Prosedur Uji: Aktor psikolog menolak
request dari aktor klien

Expected Result: Kedua aktor gagal


terhubung dan sistem menampilkan pesan
“request failed”

Result: Kedua aktor gagal terhubung dan


sistem menampilkan pesan “request failed”

Status: Valid

6.2 Pengujian Validasi

Pada pengujian validasi analisis dilakukan


dengan membandingkan hasil uji yang diperoleh
dengan perancangan yang telah dibuat. Hasil
Gambar 5. Flow Graph Kirim Permintaan Konseling pengujian yang sesuai dengan perancangan
sistem dinyatakan valid. Dalam penelitian ini,
c. Cyclomatic Complexity terdapat 35 test case yang telah berhasil
V(G) = Edge – Node + 2 = 8 – 8 + 2 = 2 mencapai 100% valid karena telah sesuai dengan
expected result yang telah dibuat sebelumnya.
V(G) = Predicate Node + 1 = 1 + 1 = 2
V(G) = Jumlah Region = R = 2 6.3 Pengujian Usability

Pada pengujian usability analisis dilakukan


terhadap hasil pengujian pada tools Maze dan
d. Jalur Independen
hasil skor dari kuesioner Sytem Usability Scale
Jalur 1: 1 – 2 – 3 – 4 – 7 – 8 (SUS). Maze memberikan nilai usability score
Jalur 2: 1 – 2 – 5 – 6 – 7 – 8 sebesar 87. Nilai ini didasarkan pada key
performance indicator yaitu tingkat
keberhasilan, tingkat kegagalan, durasi, dan
e. Test Case kesalahan klik. Selain itu, pada hasil perhitungan
skor SUS didapatkan rata-rata nilai skor SUS
1. Test Case Jalur 1 sebesar 71,5. Berdasarkan tingkatan peringkat
Prosedur Uji: Aktor psikolog menerima dari skor SUS, nilai ini masuk dalam peringkat
request dari aktor klien “Good” dan “Acceptable”.

Expected Result: Kedua aktor saling


terhubung dan dapat saling mengirim pesan
percakapan

Result: Kedua aktor saling terhubung dan


dapat saling mengirim

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya


Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1378

4. Hasil pengujian yang dilakukan pada


penelitian ini didapatkan pengujian unit
menghasilkan 3 fungsional yang diujikan
dapat melewati seluruh jalur yang telah
didefinisikan, pengujian validasi telah
berhasil mencapai 100% valid karena telah
sesuai dengan expected result yang telah
dibuat sebelumnya, dan pengujian usability
menghasilkan usability score sebesar 87
pada Maze dan skor SUS sebesar 71,5 dan
dapat dikategorikan dalam kategori
Gambar 6. Hasil Pengujian Usability menggunakan “Good” dan “Acceptable”.
Maze
7.2 Saran
7. PENUTUP
Saran yang ditujukan untuk penelitian lebih
7.1 Kesimpulan lanjut ke depannya antara lain sebagai berikut:
1. Sistem dapat diimplementasikan pada
Berdasarkan rekayasa kebutuhan, platform lain seperti iOS, karena dapat
perancangan, implementasi, dan pengujian yang menjangkau lebih banyak pengguna yang
telah dilakukan dalam penelitian ini, dapat menggunakan platform lain.
diambil kesimpulan sebagai berikut:
2. Pada fitur kirim pesan darurat akan lebih
1. Hasil rekayasa kebutuhan pada penelitian baik apabila pada pesan tersebut terdapat
ini memiliki 32 kebutuhan fungsional dan 1 tautan lokasi pengguna realtime yang
kebutuhan non-fungsional. Semua mengirimkan pesan tersebut.
kebutuhan fungsional yang terdefinisi
dimodelkan dalam bentuk use case diagram 3. Pada fitur konseling online akan lebih
dan use case scenario. Story points dari interaktif apabila ditambahkan fitur call.
kebutuhan fungsional yang didapatkan 4. Sistem dapat dikembangkan lebih jauh
adalah 64 poin dan menghasilkan 2 sprint hingga berfokus pada proses penyembuhan.
dimana sprint pertama berlangsung selama
3 minggu dan sprint kedua berlangsung 5. Perbaikan dari tampilan antarmuka agar
selama 2 minggu. Aplikasi memiliki 3 dapat memberikan kemudahan bagi
aktor, diantaranya pengguna,psikolog, dan pengguna.
klien.
8. DAFTAR PUSTAKA
2. Hasil perancangan yang dilakukan pada
penelitian ini didapatkan perancangan Amir, N. (2013). Buku Ajar Psikiatri Edisi ke-2.
arsitektur yang memberikan gambaran FKUI.
umum aplikasi, perancangan basis data APJII. (2019). Penetrasi & Profil Perilaku
yang menghasilkan 6 skema basis data, Pengguna Internet Indonesia Tahun 2018.
selain itu terdapat perancangan sequence Apjii, 51. www.apjii.or.id
diagram, perancangan class diagram,
perancangan algoritma, dan perancangan Arjadi, R., Nauta, M. H., & Bockting, C. L. H.
antarmuka. (2018). Acceptability of internet-based
interventions for depression in Indonesia.
3. Hasil implementasi yang dilakukan pada Internet Interventions, 13(April), 8–15.
penelitian ini didapatkan spesifikasi sistem, https://doi.org/10.1016/j.invent.2018.04.0
batasan implementasi, implementasi basis 04
data menghasilkan 8 basis data dalam
bentuk JSON tree, implementasi kode Auerbach, R. P., Alonso, J., Axinn, W. G.,
program berdasarkan perancangan Cuijpers, P., Ebert, D. D., Green, J. G.,
komponen (pseudocode), dan implementasi Hwang, I., Kessler, R. C., Liu, H.,
antarmuka menghasilkan tampilan high Mortier, P., Nock, M. K., Pinder-Amaker,
fidelity dari user interface. S., Sampson, N. A., Aguilar-Gaxiola, S.,
Al-Hamzawi, A., Andrade, L. H., Benjet,

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya


Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1379

C., Caldas-De-Almeida, J. M.,


Demyttenaere, K., … Bruffaerts, R.
(2016). Mental disorders among college
students in the World Health Organization
World Mental Health Surveys.
Psychological Medicine, 46(14), 2955–
2970.
https://doi.org/10.1017/S0033291716001
665
Balitbangkes. (2013). Riset Kesehatan Dasar.
Balitbangkes. (2018). Hasil Utama Riskesdas
2018.
Dzhurov, Y., Krasteva, I., & Ilieva, S. (2009).
Personal Extreme Programming – An
Agile Process for Autonomous Developers
Personal Extreme Programming – An
Agile Process for Autonomous
Developers. January.
Eridani, D., Rifki, M. A. M., & Isnanto, R. R.
(2018). Sistem Pakar Pendiagnosis
Gangguan Kecemasan Menggunakan
Metode Forward Chaining Berbasis
Android. Edu Komputika Journal, 5(1),
62–68.
Hannah Ritchie, & Max Roser. (2018). Mental
Health. Our World in Data.
https://ourworldindata.org/mental-
health#citation
Hughes, R. S. (2000). Ethics and Regulations of
Cybercounseling. 1–6.
Nurihsan, A. J. (2005). Strategi Layanan
Bimbingan & Konseling. PT. Refika
Aditama.
Sevani, N., & Silvia. (2015). Web Deteksi
Gangguan Kecemasan dan Depresi.
Ultimatics, VII(1).
Surya, M. (2004). Psikologi Pengajaran dan
Pembelajaran. Pustaka Bani Quraisy.
World Health Organization. (2015). Mental
Health Atlas 2014.
Yusuf, R., Kusniyati, H., & Nuramelia, Y.
(2016). Aplikasi Diagnosis Gangguan
Kecemasan Menggunakan Metode
Forward Chaining Berbasis Web dengan
PHP dan MYSQL. Studia Informatika:
Jurnal Sistem Informasi, 9(1), 1–13.
https://doi.org/10.15408/sijsi.v9i1.2960

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

Anda mungkin juga menyukai