Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH ILMIAH

PACARAN DALAM ISLAM


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia

Oleh :
Erly Purnama Sari
( 21622010100760 / 2 Akuntansi)
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Sangatta
Alamat : Jl. Margo Santoso Dalam, No.171, RT.41, Sangatta Utara.
Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur 75683
Telepon : (0549) 2027764
Email : admin@stienusantara.ac.id
1

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat pertolongan dan
rahmat-Nya kami berhasil menyelesaikan makalah " Pacaran dalam Islam ” ini.
Adapun makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa
Indonesia. Dan kami juga berterima kasih kepada dosen kami, yaitu Ibu Novita
Rahayu,S.Pd., M.Pd , selaku dosen mata kuliah Bahasa Indonesia, karena telah
memberi kami tugas pembuatan makalah ini. Kami sangat berharap makalah ini
dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita
mengenai Konsep Pacaran dalam Islam.

Kami juga menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan


dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya dan saran
demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat kritik dan saran nantinya akan membuat kami lebih baik ke depannya.

Semoga makalah yang kami buat ini dapat dipahami dan berguna bagi
kami sendiri maupun orang yang membacanya. Demikian yang dapat kami
sampaikan. Sekali lagi, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan jangan lupa
ajukan kritik dan saran dan pembaca.

Sangatta, 20 April 2022

Penyusun

Erly Purnama Sari

,
2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................1

DAFTAR ISI...........................................................................................................2

BAB I Pendahuluan ................................................................................................3

1.1 Latar Belakang..................................................................................................3


1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................4
1.3 Tujuan...............................................................................................................4

BAB II Pembahasan...............................................................................................5

2.1 Konsep Pacaran................................................................................................5


2.2 Indikator Berpacaran........................................................................................7
2.3 Dampak dari Pacaran Gaya Sekarang Secara Umum......................................7
2.4 Hukum Pacaran Dalam Islam........................................................................10
2.5 Bahaya Pacaran Menurut Perspektif Islam....................................................12
2.6 Ta’aruf Sebagai Alternatif Menjalin Hubungan Cinta..................................17

Bab III Penutup......................................................................................................24

3.1 Kesimpulan......................................................................................................24

Daftar Pustaka ......................................................................................................25


3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Cinta kepada lawan jenis merupakan hal yang fitrah bagi manusia. Karena
cintalah, keberlangsungan hidup manusia bisa terjaga. Oleh sebab itu, Allah Ta
’ala menjadikan wanita sebagai perhiasan dunia dan kenikmatan bagi penghuni
surga. Islam sebagai agama yang sempurna juga telah mengatur bagaimana
menyalurkan fitrah cinta tersebut dalam syariatnya yang rahmatan lil ‘alamin.

Bagi sebagian besar generasi milenium sekarang, pacaran merupakan hal


yang sudah dianggap biasa terjadi di dalam lingkup masyarakat dan pergaulan
zaman sekarang. Pacaran identik dengan bersatunya laki-laki dan perempuan yang
belum muhrim dengan pernyataan cinta dari salah satu pihak yang menjadi simbol
adanya ikatan di antara keduanya. Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai
"Naksir" lawan  jenisnya sehingga ia berupaya melakukan pendekatan untuk
mendapatkan kesempatan mengungkapkan isi hatinya. Setelah pendekatannya
berhasil dan lawan jenis menyambut, keduanya mulai berpacaran.

Di kalangan remaja sekarang ini, pacaran menjadi identitas yang sangat


dibanggakan. Biasanya  seorang remaja akan bangga dan percaya diri jika sudah
memiliki pacar. Sebaliknya, remaja yang belum memiliki pacar dianggap kurang
gaul. Karena itu, mencari pacar di kalangan remaja  tidak  saja  menjadi 
kebutuhan biologis tetapi juga menjadi kebutuhan  sosiologis. Maka tidak heran,
kalau sekarang mayoritas remaja sudah memiliki teman spesial yang disebut
"pacar".

Topik ini penting untuk dibahas karena pacaran merupakan hal yang sudah
biasa dilakukan oleh sebagian besar orang terutama di kalangan para remaja pada
umumnya, baik yang bertujuan untuk menikah ataupun hanya sebagai wadah
untuk menikmati masa muda mereka, di mana mereka sebenarnya ada yang tidak
tahu bagaimana hukum pacaran menurut agama atau ada yang sudah mengetahui
4

namun tetap melakukannya karena mengikuti tren atau bahkan takut gengsi
dengan temannya karena tidak mempunyai pacar. Selain itu, akibat dari 
“pacaran” juga tidak jarang yang menimbulkan konflik dan juga merugikan
berbagai pihak, diantara-Nya adalah putus sekolah, hamil di luar nikah,
pernikahan dini, aborsi bahkan ada juga yang sampai bunuh diri.

Oleh karena itu, topik pacaran ini menjadi bahasan utama agar kita dapat
mengetahui dan memahaminya sesuai norma agama dan ketentuan-ketentuan di
dalam agama Islam.

1.2  Rumusan Masalah

Topik yang dibahas di dalam makalah ini melahirkan rumusan masalah


yang di antaranya adalah :

a.    Apakah yang dimaksud dengan Pacaran?

b.    Apakah Islam membolehkan Pacaran?

c.    Bagaimana perspektif hukum Islam tentang berpacaran?

d.   Bagaimana konsep Islam mengatur hubungan sepasang remaja?

1.3  Tujuan

Tujuan dibuatnya makalah ini yakni agar kita :

a.    Mengetahui hukum berpacaran dalam agama Islam

b.    Mengetahui bagaimana Islam mengatur urusan hubungan antara laki-laki dan


perempuan

c.    Mengetahui bagaimana pacaran yang benar sesuai kaidah norma agama yang
berlaku di Islam
5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Pacaran

Pacaran dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar “pacar”, yang
kemudian diberi akhiran–an. Terdapat beberapa pengertian pacaran dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, yaitu :

a) Pacar                     : teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan


berdasarkan cinta kasih; kekasih
b) Berpacaran            :   bercintaan, berkasih-kasihan
c) Memacari              :   menjadikan sebagai pacar; mengencani.

Dari definisi tersebut, pacaran hanya merupakan sikap batin, namun bagi
para remaja sikap batin ini disusul dengan tingkah laku berdua-duaan, saling
memegang, dan seterusnya. Dalam praktiknya, istilah pacaran dengan  tunangan
sering dirangkai menjadi satu. Muda-mudi yang pacaran, jika ada kesesuaian lahir
batin, dilanjutkan dengan tunangan. Sebaliknya, mereka bertunangan  biasanya
diikuti dengan pacaran. Pacaran di sini, dimaksudkan sebagai proses mengenal
pribadi masing-masing.

Adapun definisi pacaran menurut para ahli, yakni :

a) Menurut Guerney dan Arthur (Dacey & Kenney, 1997) pacaran adalah
aktivitas sosial yang membolehkan dua orang yang berbeda jenis kelaminnya
untuk terikat dalam interaksi sosial dengan pasangannya yang tidak ada
hubungan keluarga.
b) Menurut Erickson (dalam Santrock, 2003) pengalaman romantis pada masa
remaja dipercaya memainkan peran yang penting dalam perkembangan
identitas dan keakraban. Pacaran pada masa remaja membantu individu dalam
membentuk hubungan romantis selanjutnya dan bahkan pernikahan pada masa
dewasa.
6

c) Menurut DeGenova & Rice (2005) pengertian pacaran adalah menjalankan


suatu hubungan di mana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian
aktivitas bersama agar dapat saling mengenal satu sama lain.
d) Menurut Bowman (1978) pacaran adalah kegiatan bersenang-senang antara
pria dan wanita yang belum menikah, di mana hal ini akan menjadi dasar
utama yang dapat memberikan pengaruh timbal balik untuk hubungan
selanjutnya sebelum pernikahan di Amerika.
e) Benokraitis (1996) menambahkan bahwa pacaran adalah proses di mana
seseorang bertemu dengan seseorang lainnya dalam konteks sosial yang
bertujuan untuk menjajaki kemungkinan sesuai atau tidaknya orang tersebut
untuk dijadikan pasangan hidup.
f) Menurut Saxton (dalam Bowman, 1978), pacaran adalah suatu peristiwa yang
telah direncanakan dan meliputi berbagai aktivitas bersama antara dua orang
(biasanya dilakukan oleh kaum muda yang belum menikah dan berlainan
jenis).
g) Kyns (1989) menambahkan bahwa pacaran adalah hubungan antara dua orang
yang berlawanan jenis dan mereka memiliki keterikatan emosi, di mana
hubungan ini didasarkan karena adanya perasaan-perasaan tertentu dalam hati
masing-masing.
h) Menurut Reiss (dalam Duvall & Miller, 1985) pacaran adalah hubungan
antara pria dan wanita yang diwarnai keintiman.
i) Menurut Papalia, Olds & Feldman (2004), keintiman meliputi adanya rasa
kepemilikan. Adanya keterbukaan untuk mengungkapkan informasi penting
mengenai diri pribadi kepada orang lain (self disclosure) menjadi elemen
utama dari keintiman.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa


pengertian pacaran adalah adanya keterikatan emosi antara pria dan wanita yang
belum menikah dengan tujuan untuk saling mengenal dan melihat kesesuaian
antara satu sama lain sebagai pertimbangan sebelum menikah.
7

2.2  Indikator Berpacaran

1. Globalisasi
Globalisasi pada masa sekarang ini tidak dapat lagi dibendung. 
Globalisasi yang paling mempengaruhi para remaja sekarang adalah
globalisasi akibat berkembangnya internet. Dari situlah para remaja
mendapat dorongan untuk mencontoh budaya bangsa barat yang tidak
sesuai diterapkan di Indonesia seperti konsumtif, hedonisme dan gonta-
ganti pasangan hidup. Sehingga mendorong para remaja untuk berpacaran
di usia dini.
2. Membuktikan diri cukup menarik
Pada saat  ini, para remaja sudah  melewati batas bergaul yang
telah di tetapkan oleh orang tua. Mereka sudah mengenal pacaran sejak
awal masa remaja. Pacar, bagi mereka merupakan salah satu bentuk gengsi
yang membanggakan. Selain itu, pacar merupakan sesuatu yang dapat
membuktikan bahwa mereka cukup menarik dan patut untuk mendapat
perhatian dar lingkungan sekelilingnya.
3. Adanya pengaruh kawan
Di kalangan remaja, memiliki banyak kawan merupakan salah satu
bentuk prestasi tersendiri. Makin banyak kawan, makin tinggi nilai mereka
di mata teman-temannya. Akan tetapi, jika tidak dapat dikendalikan,
pergaulan itu akan menimbulkan kekecewaan. Sebab kawan dari kalangan
tertentu pasti juga mempunyai gaya hidup tertentu pula seperti halnya
berpacaran. Apabila si remaja berusaha mengikuti tetapi tidak sanggup
memenuhinya maka remaja tersebut kemungkinan besar akan di jauhi oleh
teman-temannya.

2.3 Dampak dari Pacaran Gaya Sekarang Secara Umum

a. Prestasi sekolah
8

Pacaran bisa menurunkan atau meningkatkan prestasi belajar kita.


Prestasi meningkat biasanya karena semangat belajar yang naik akibat ada
pacar yang senantiasa memberikan dorongan dan perhatian atau karena
ingin membuktikan kepada orang tua bahwa meskipun kita pacaran
prestasi belajar kita tidak terganggu. Prestasi belajar bisa menurun jika ada
permasalahan yang cukup berat hingga mengganggu konsentrasi dan
gairah untuk belajar atau lebih senang menghabiskan waktu bersama sang
pacar daripada belajar.
b. Pergaulan sosial
Pergaulan sosial dengan teman sebaya maupun lingkungan sosial
sekitar bisa menjadi meluas atau menyempit. Pergaulan menjadi sempit
kalau kita lebih banyak menghabiskan waktu hanya berdua, enggak gaul
lagi dengan teman lain. Makin lama biasanya kita menjadi sangat
bergantung pada pacar kita atau sebaliknya dan tidak memiliki pilihan
interaksi sosial lainnya.
Hubungan dengan keluarga pun biasanya menjadi renggang karena waktu
luang lebih banyak dihabiskan dengan pacar.
c. Bisa Stres
Hubungan dengan pacar tentu saja tidak semulus yang semula
diduga karena memang ada perbedaan karakteristik, latar belakang, serta
perbedaan keinginan dan kebutuhan. Hal itu menyebabkan banyak sekali
terjadi masalah dalam hubungan. Biasanya hal itu akan menguras energi
dan emosi serta menimbulkan stres hingga dapat mengganggu kehidupan
sehari-hari.
d. Berkembang perilaku baru
Pacaran dapat bermakna munculnya perilaku yang positif atau
sebaliknya muncul perilaku negatif. Pacaran bisa membantu orang
mengembangkan perilaku yang positif kalau interaksi yang terbentuk
bersifat positif, sedangkan interaksi yang kurang mendukung tentu saja
lebih memungkinkan terbentuknya perilaku negatif. Misalnya, pacaran
dengan orang yang jago potret. Maka, bukan tidak mungkin kita akan
9

tertular barang sedikit. Atau pacaran dengan orang yang sangat peduli
sama orang lain dan penolong, maka kita yang tadinya cuek bisa saja
tertular. Begitu pula pada kelakuan yang negatif.
e. Kekerasan fisik
Koalisi Anti kekerasan di Alabama menyebutkan bahwa satu dari
tiga anak mengalami kekerasan fisik selama pacaran usia dini. Bentuknya
seperti mendorong, memukul, mencekik, dan membunuh. Kejahatan
tersebut sangat tertutup karena pihak korban ataupun pelaku tidak
mengakui adanya masalah selama hubungan kencan. Penyebab kekerasan
fisik pada remaja di antaranya kecemburuan, sifat posesif, dan
temperamen dari pasangan si anak remaja. Pelaku, misalnya, mengontrol
cara berpakaian si anak. Hal itu sebenarnya adalah bentuk kekerasan, yang
sering kali dilihat oleh si anak sebagai bentuk perhatian.
f. Kekerasan seksual
Pemerkosaan dalam  pacaran adalah bentuk kekerasan seksual
dalam pacaran. Komisi Nasional Anti kekerasan terhadap Perempuan
(Komnas Perempuan) Indonesia mengategorikan kekerasan jenis itu
sebagai kekerasan dalam pacaran (KDP). KDP secara seksual terjadi
ketika seseorang diserang secara seksual oleh orang lain yang dikenal dan
dipercaya, seperti teman kencan. Kekerasan seksual dapat juga terjadi saat
korban mabuk di suatu pesta, misalnya. Pesta menjadi ajang yang paling
mudah bagi pelaku untuk mengincar remaja dengan lebih dahulu
memberikan narkoba, kemudian menjadikannya korban kekerasan seksual.
g. Menguras harta
Orang yang pacaran akan selalu berkorban untuk pacarnya, bahkan
uang yang seharusnya untuk ditabung bisa habis untuk membelikan hadiah
untuk pacarnya.
h. Cenderung menjadi pribadi yang rapuh
Anak remaja yang mulai pacaran sejak usia dini lebih banyak
mengalami sakit kepala, perut dan pinggang. Mereka juga lebih banyak
depresi dibanding rekan seusianya yang belum pernah pacaran. Seseorang,
10

yang mengenal cinta lebih dini cenderung menjadi pribadi yang rapuh,
sakit-sakitan, merasa tidak aman dan mudah depresi, contohnya remaja,
akan memiliki alarm rasa sakit yang lebih tinggi, terutama jika remaja itu
menjalin hubungan yang buruk dengan pasangannya.
i. Kehamilan dan penularan penyakit menular seksual
Anak yang berpacaran di usia dini mengarah pada kemungkinan
yang lebih besar untuk melakukan hubungan seksual. Hal itu sangat
memungkinkan terjadinya kehamilan dan penularan penyakit menular
seksual (PMS). Menurut The Centers for Disease Control (CDC),
kelompok remaja dan dewasa muda (15-24 tahun) adalah kelompok umur
yang memiliki risiko paling tinggi untuk tertular PMS.

2.4  Hukum Pacaran Dalam Islam

Tidak pernah dibenarkan adanya hubungan pacaran di dalam Islam. Justru


sebaliknya, Islam melarang adanya pacaran di antara mereka yang bukan muhrim
karena dapat menimbulkan berbagai fitnah dan dosa. Dalam Islam, pacaran
adalah haram. Oleh sebab itu, Islam mengatur hubungan antara lelaki dan
perempuan dalam dua hal, yakni:

1. Hubungan Mahram
Yang dimaksud dengan hubungan mahram, seperti antara ayah dan
anak perempuannya, kakak laki-laki dengan adik perempuannya atau
sebaliknya. Oleh karena yang mahram berarti sah-sah saja untuk berduaan
(dalam artian baik) dengan lawan jenis.
Sebab di dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 22 – 24 yang
berbunyi:

ْ ‫َواَل تَ ْن ِكحُوا َما نَ َك َح آبَاُؤ ُك ْم ِمنَ النِّ َسا ِء ِإاَّل َما قَ ْد َسلَفَ ۚ ِإنَّهُ َكانَ فَا ِح َشةً َو َم ْقتًا َو َسا َء َسبِياًل * ُح ِّر َم‬
‫ت َعلَ ْي ُك ْم‬

َ ْ‫ت َوُأ َّمهَاتُ ُك ُم الاَّل تِي َأر‬


‫ض ْعنَ ُك ْم‬ ِ ‫َات اُأْل ْخ‬ ُ ‫ُأ َّمهَاتُ ُك ْم َوبَنَاتُ ُك ْم َوَأ َخ َواتُ ُك ْم َو َع َّماتُ ُك ْم َو َخااَل تُ ُك ْم َوبَن‬
ِ ‫َات اَأْل‬
ُ ‫خ َوبَن‬

‫ُور ُك ْم ِم ْن نِ َساِئ ُك ُم الاَّل تِي َد َخ ْلتُ ْم بِ ِه َّن‬ ُ َ‫ضا َع ِة َوُأ َّمه‬


ِ ‫ات نِ َساِئ ُك ْم َو َربَاِئبُ ُك ُم الاَّل تِي فِي ُحج‬ َ ‫َوَأ َخ َواتُ ُك ْم ِمنَ ال َّر‬
11

‫فَِإ ْن لَ ْم تَ ُكونُوا َد َخ ْلتُ ْم بِ ِه َّن فَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم َو َحاَل ِئ ُل َأ ْبنَاِئ ُك ُم الَّ ِذينَ ِم ْن َأصْ اَل بِ ُك ْم َوَأ ْن تَجْ َمعُوا بَ ْينَ اُأْل ْختَ ْي ِن‬

‫ِإاَّل َما قَ ْد َسلَفَ ۗ ِإ َّن هَّللا َ َكانَ َغفُورًا َر ِحي ًم‬

“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh


ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya
perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang
ditempuh). Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu
yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara
bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan;
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang
menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu
(mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang
telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu
(dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya;
(dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan
menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang
bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan (diharamkan juga
kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu
miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas
kamu. dan Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari
istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina.

Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka,


berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu
kewajiban; dan Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang
kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Pembagian mahram ada dua, yaitu :

a) Mahram muabbad
12

Mahram muabbad adalah seseorang yang haram dinikahi


sampai kapan pun dan apa pun kondisinya. Mahram yang pertama ini
berdasarkan nasab, perkawinan, dan persusuan. Mereka yang
berdasarkan nasab adalah ibu, anak perempuan, saudara perempuan,
bibi dari jalur ayah (‘ammat), bibi jalur ibu (khallat), anak perempuan
dari saudara laki-laki, dan anak perempuan dari saudara perempuan.
Ada pun mahram muabbad karena pernikahan adalah istri dari
ayah (ibu tiri), ibu dari istri (ibu mertua), dan anak perempuan dari istri
(robihah). Dan mahram karena persusuan adalah wanita yang
menyusui dan ibunya, anak perempuan dari wanita yang menyusui,
saudara perempuan dari wanita yang menyusui (bibi persusuan), anak
perempuan dari anak perempuan dari wanita yang menyusui (anak dari
saudara persusuan), ibu dari suami dari wanita yang menyusui, saudara
perempuan dari suami dari wanita yang menyusui, anak perempuan
dari anak laki-laki dari wanita yang menyusui (anak dari saudara
persusuan), anak perempuan dari suami dari wanita yang menyusui,
dan istri lain dari suami dari wanita yang menyusui.
b) Mahram muaqqat 
Mahram muaqqat adalah seseorang yang haram dinikahi pada
kondisi tertentu, dan menjadi halal jika kondisi tersebut hilang. Mereka
adalah saudara perempuan dari istri, bibi (jalur ayah atau ibu) dari istri,
istri yang telah bersuami, istri orang kafir yang masuk Islam, wanita
yang ditalak tiga, wanita musyrik hingga masuk Islam, dan wanita
pezina hingga ia bertaubat.
2. Hubungan Non-mahram
Selain daripada mahram, artinya laki-laki dibolehkan untuk
menikahi perempuan tersebut. Namun, terdapat larangan baginya jika
berdua-duaan, melihat langsung, atau bersentuhan dengan perempuan yang
bukan mahramnya. Untuk perempuan, harus menggunakan jilbab dan
menutup seluruh auratnya jika berada di sekitar laki-laki yang
bukan mahramnya tersebut.
13

2.5 Bahaya Pacaran Menurut Perspektif Islam


1. Mudah terjerumus ke perzinaan
Sering kali remaja akan menyangkal bahwa mereka tidak akan
melakukan hal-hal yang demikian. Mereka akan berpacaran yang
sehat, katanya. Padahal, tidak ada berpacaran yang sehat kecuali setelah
menikah. Bagaimanapun juga, pacaran adalah perbuatan dosa. Setiap
manusia yang berbuat dosa, iblis adalah temannya.
Sehingga ke mana pun ia berpijak, akan ada iblis yang senantiasa
menemani dan membisikinya rayuan-rayuan kemaksiatan sehingga ia
semakin terlena dalam berbuat dosa. Awalnya hanya berpandangan,
kemudian berpegangan tangan, mulai berdua-duaan, dan akhirnya
melakukan yang tidak sepantasnya untuk dilakukan, yakni zina.
Zina adalah dosa besar yang tidak terampuni oleh Allah Swt. Hal
ini berdasarkan Firman Allah Swt. :
ِّ ‫َواَل تَ ْق َربُوا‬
‫الزنَا ۖ ِإنَّهُ َكانَ فَا ِح َشةً َو َسا َء َسبِياًل‬

Artinya: “Dan janganlah kalian dekat-dekat dengan zina, karena


sesungguhnya zina itu kotor dan sejelek-jeleknya jalan” (Q.S. Al Isra’ :
32)
Rasulullah SAW bersabda yang artinya;
“Tercatat atas anak Adam nasibnya dari perzinaan dan dia pasti
mengalaminya. Kedua mata zinanya melihat, kedua telinga zinanya
mendengar, lidah zinanya bicara, tangan zinanya memaksa (memegang
dengan keras), kaki zinanya melangkah (berjalan) dan hati yang
berhasrat dan berharap. Semua itu dibenarkan (direalisasi) oleh kelamin
atau digagalkannya.” (H. R Bukhari).

2. Menyebabkan Kemurkaan & Azab Allah Swt.

Allah berfirman:

“Dan orang orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan


sembahan lain dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali
14

dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina dan barang siapa
melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat,
(yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan dia
akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang
yang bertaubat, dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan
mereka diganti oleh Allah dengan kebaikan. Allah Maha Pengampun,
Maha Penyayang.” (Q. S. al-Furqân: 68-70)

Rasulullah SAW bersabda:

“Wahai kaum muslimin, takutlah kamu sekalian pada zina sebab


didalam-Nya ada 6 perkara (yang pasti ditetapi), 3 perkara di dunia dan 3
perkara di akhirat. Adapun 3 perkara di dunia adalah hilangnya
kewibawaan wajah, pendeknya umur dan kekalnya kefakiran, sedangkan 3
perkara di akhirat adalah murka Allah yang Maha Barokah dan Maha
Luhur, jeleknya hisaban dan siksa akhirat” (HR Baihaqi)

3. Membangkitkan hawa nafsu

Mereka yang melakukan pacaran pasti akan memancing nafsu


masing-masing. Bahkan hanya dengan suara lembut sekalipun.
Sebagaimana firman Allah SWT:

ْ َ‫ض ْعنَ بِ ْٱلقَوْ ِل فَي‬


َ‫ط َم َع ٱلَّ ِذى فِى قَ ْلبِ ِه َم َرضٌ َوقُ ْلن‬ َ ‫ٰيَنِ َسٓا َء ٱلنَّبِ ِّى لَ ْستُ َّن َكَأ َح ٍد ِّمنَ ٱلنِّ َسٓا ِء ۚ ِإ ِن ٱتَّقَ ْيتُ َّن فَاَل ت َْخ‬

‫قَوْ اًل َّم ْعرُوفًا‬

Artinya: “Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang
lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara
sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan
ucapkanlah perkataan yang baik,”(Al Ahzaab:32)

4. Melemahkan Iman

Sudah dari akarnya bahwa pacaran itu dosa. Setiap orang yang
berbuat dosa, ada iblis yang menemaninya. Meniupkan berbagai rayuan
15

agar orang itu semakin terjerumus dalam dosa. Iming-imingnya sangat


banyak, padahal ke semuanya hanya pemuas nafsu belaka.  Bahkan, yang
awalnya tidak tergoda pun bisa saja terjerumus.

Akhirnya, banyak waktu dihabiskan hanya untuk sang Pacar. Cinta


setengah mati, katanya. Sampai-sampai cinta pada Sang Pemilik Nyawa
pun terabaikan. Setiap hari hanya mengingat wajah kekasih, namun lupa
pada Allah SWT. Naudzubillah,  sungguh yang demikian  sudah menjadi
orang yang tersesat.

5. Merugikan Waktu

Pacaran hanya kegiatan yang juga merugikan waktu karena semua


waktu terbuang sia-sia untuk pekerjaan yang sia-sia.

Dari Abdullah bin Umar ia berkata: “Rasulullah Saw memegang


kedua pundakku seraya bersabda, ‘Jadilah kamu di dunia ini seakan-akan
kamu orang asing atau orang yang melewati suatu jalan.’ Ibnu Umar
berkata.” Apabila kamu berada di sore hari janganlah kamu menunggu
(melakukan sesuatu) hingga pagi hari (datang).  Apabila kamu berada di
pagi hari janganlah menunggu (melakukan sesuatu) hingga sore (datang).
Gunakan waktu sehatmu untuk menghadapi sakitmu, dan waktu hidupmu
untuk menghadapi matimu.” (HR. Bukhari) 

6. Menyebabkan gaya hidup boros

Pacaran hanya membuat kantong bolong. Membuang uang dengan


percuma untuk kemaksiatan hanya akan merugikan pelakunya.
Sebagaimana firman Allah SWT:

“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.


Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.”
(QS. Al Isra’ : 26-27)

7. Merusak hubungan sosial


16

Pacaran akan menyebabkan hubungan sosial atau pergaulan dalam


Islam dengan teman yang lain menjadi renggang,  bahkan hubungan
dengan keluarga.  Nafsu yang membuat kedua insan selalu ingin bersama
menyita waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk berkumpul dengan
keluarga atau teman.

Namun sering kali seseorang melakukan pacaran karena teman, 


untuk itulah kita harus mengetahui cara memilih teman yang baik dalam
Islam agar tidak terjerumus dalam pacaran.

8. Memicu Tindak Kriminal

Ketika mendengar berita tentang remaja yang membunuh remaja


lainnya hanya karena berebut pacar. Luar biasa. Katakanlah dengan kasar,
bahwa mereka lebih rendah daripada hewan sekalipun.
Padahal, manusia memiliki akan, bukan? Apakah dengan menghilangkan
nyawa orang lain, maka akan berjodoh dengan pacar yang diperebutkan?
Yang ada, Anda akan berjodoh dengan iblis dan bersama-sama menghuni
neraka.

Rasulullah SAW dalam sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh


Abdullah bin Mas’ud, beliau memberikan saran seperti berikut;

“Wahai generasi muda, barang siapa di antara kalian telah mampu seta
berkeinginan menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat
menundukkan pandangan mata dan memelihara kemaluan. Dan barang
siapa di antara kalian belum mampu, maka hendaklah berpuasa, karena
puasa itu dapat menjadi penghalang untuk melawan gejolak nafsu.” (H.
R. Bukhari, Muslim, Ibnu Majjah, dan Tirmidzi).

9. Menyebabkan kebodohan

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa pacaran akan


membangkitkan nafsu.  Orang yang selalu berada dalam nafsu yang tinggi
akan cepat menjadi bodoh.  Sebuah tim psikologi dari Kanada yang
17

dipimpin oleh Shayna Skakoon-Sparling melakukan penelitian untuk


mempelajari dampak rangsangan seksual kepada pengambilan risiko
seksual dan pembuatan keputusan pada pria dan wanita.

Dan hasilnya adalah otak yang berpikiran tentang seks bukanlah


otak yang dapat diandalkan untuk nasihat-nasihat penting dalam
kehidupan yang termasuk dalam bahaya kebodohan dalam Islam.

10. Mematikan hati

Pacaran adalah penyebab matinya hati dalam Islam. Otak yang


sudah rusak karena pacaran akan sulit untuk menerima nasehat baik
sehingga akan mematikan hati.

Sebagaimana Firman Allah :

“Maka apakah orang-orang yang dibukakan oleh Allah hatinya


untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabb-nya
(sama dengan orang yang hatinya keras)? Maka kecelakaan yang
besarlah bagi mereka yang hatinya keras untuk mengingat Allah. Mereka
itu dalam kesesatan yang nyata (Q. S. az-Zumar :22)

11. Sering Berbohong

Pacaran sering membuat seseorang harus melakukan kebohongan


agar selalu terlihat menarik di depan pacarnya.  Bahaya berbohong dan
hukumnya dalam Islam adalah dilarang.

Sebagaimana dalam sebuah riwayat: “Dan aku (Ummu Kultsum)


tidak mendengar bahwa beliau memberikan rukhsah (keringanan) dari
dusta yang dikatakan oleh manusia kecuali dalam perang, mendamaikan
antara manusia, pembicaraan seorang suami pada istrinya dan pembicaraan
istri pada suaminya”. (Dinukil dari Riyadhush Sholihin, Bab. Al Ishlah
bainan naas)

12. Jalan Rezeki Terhalang


18

Pacaran adalah dosa besar sehingga akan menghalangi jalan rezeki


pelakunya. Sebagaimana sabda Rasul:

“Sesungguhnya ruh qudus (Jibril), telah membisikkan ke dalam batinku


bahwa setiap jiwa tidak akan mati sampai sempurna ajalnya dan dia
habiskan semua jatah rezekinya. Karena itu, bertakwalah kepada Allah
dan perbaguslah cara dalam mengais rezeki. Jangan sampai tertundanya
rezeki mendorong kalian untuk mencarinya dengan cara bermaksiat
kepada Allah. Karena rezeki di sisi Allah tidak akan diperoleh kecuali
dengan taat kepada-Nya.” (HR. Musnad Ibnu Abi Syaibah 8: 129 dan
Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir 8: 166, Hadits Shahih. Lihat Silsilah
Al-Ahadits As-Shahihah no. 2866).

2.6 Ta’aruf Sebagai Alternatif Menjalin Hubungan Cinta

Ta’aruf adalah kegiatan bersilaturahmi, kalau pada masa ini kita bilang


berkenalan bertatap muka, atau main/bertamu ke rumah seseorang dengan tujuan
berkenalan dengan penghuninya. Bisa juga dikatakan bahwa tujuan dari
berkenalan tersebut adalah untuk mencari jodoh. Ta’aruf bisa juga dilakukan jika
kedua belah pihak keluarga setuju dan tinggal menunggu keputusan anak untuk
bersedia atau tidak untuk dilanjutkan ke jenjang khitbah. Taaruf juga 
dimaksudkan untuk  mempertemukan yang hendak dijodohkan dengan maksud
agar saling mengenal.

Sebagai sarana yang objektif dalam melakukan pengenalan dan


pendekatan, taaruf sangat berbeda dengan pacaran. Taaruf secara syar`i memang
diperintahkan oleh Rasulullah SAW bagi pasangan yang ingin nikah. 

Perbedaan hakiki antara pacaran dengan ta’aruf adalah dari segi tujuan dan
manfaat. Jika tujuan pacaran lebih kepada kenikmatan sesaat, zina, dan maksiat.
Taaruf jelas sekali tujuannya yaitu untuk mengetahui kriteria calon pasangan.

Dalam upaya ta’aruf dengan calon pasangan, pihak pria dan wanita
dipersilakan menanyakan apa saja yang kira-kira terkait dengan kepentingan
masing-masing nanti selama mengarungi kehidupan. Tapi tentu saja semua itu
19

harus dilakukan dengan adab dan etikanya. Tidak boleh dilakukan cuma berdua
saja. Harus ada yang mendampingi dan yang utama adalah wali atau keluarganya.
Jadi, taaruf bukanlah bermesraan berdua, tapi lebih kepada pembicaraan yang
bersifat realistis untuk mempersiapkan sebuah perjalanan panjang berdua. ta'aruf
adalah proses saling kenal mengenal pra nikah dengan dilandasi ketentuan syar'i.

Berikut ini adalah ayat Al – Qur’an yang menjelaskan perintah Ta’aruf :

َ ¯‫¯ارفُ ٓو ۟ا ۚ ِإ َّن َأ ْك‬


َ ¯‫¯ر َوُأنثَ ٰى َو َج َع ْل ٰنَ ُك ْ¯م ُش¯عُوبًا َوقَبَٓاِئ َل لِتَ َع‬ ٰ ٓ
ِ ‫¯ر َم ُك ْم ِعن¯ َد ٱهَّلل‬ ٍ ¯‫ٰيََأيُّهَ¯¯ا ٱلنَّاسُ ِإنَّا خَ لَ ْقنَ ُكم ِّمن َذ َك‬
َ َ ‫َأ ْتقَ ٰى ُك ْم ۚ ِإ َّن ٱهَّلل‬
‫علِي ٌم َخ ِبي ٌر‬

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Dalam ayat tersebut jelas disebutkan bahwa tujuan dari taaruf ialah untuk
saling mengenal baik antara wanita maupun pria dan antara satu bangsa dan
bangsa lainnya. Karena semakin baik pengenalan seseorang maka semakin
terbuka peluang untuk saling memberi manfaat serta meningkatkan ketakwaan
kepada Allah SWT.

Dalam Islam, pernikahan bukan semacam transaksi gelap dan tidak jelas,
seperti orang membeli kucing dalam karung. Pasangan yang menikah justru harus
saling mengenal dan saling menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Dalil perlunya melihat calon istri/suami antara lain tiga Hadits berikut ini :

“Apabila salah seorang di antara kamu hendak meminang seorang perempuan,


kemudian dia dapat melihat sebahagian apa yang kiranya dapat menarik untuk
mengawininya, maka kerjakanlah”. (HR Ahmad dan Abu Daud)

“Dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW bertanya kepada seseorang yang
hendak menikahi wanita, “Apakah kamu sudah pernah melihatnya?” “Belum,”
jawabnya. Nabi SAW bersabda, ‘Pergilah melihatnya dahulu.’” (HR. Muslim)
20

Mughirah bin Syu’bah RA berkata, “Aku meminang seorang wanita. Dan


Rasulullah SAW bertanya padaku, “Apakah kamu sudah melihatnya?” Aku
menjawab ‘Tidak.” Lalu beliau berkata, “Lihatlah dia karena melihat itu lebih
dapat menjamin untuk mengekalkan kamu berdua.” (HR. Ibnu Majah)

Berikut ini adalah kaidah sesuai syariah yang harus dipatuhi saat ta’aruf :

1. Niat ingin menikahi

Hanya pria yang benar-benar berniat menikahi sang perempuan


saja yang dibolehkan melihat. Sedangkan mereka yang cuma sekadar
iseng-iseng atau coba-coba, padahal di dalam hati belum berniat menikahi,
tentu tidak dibenarkan melihat.

Bahkan ulama Maliki, Syafii, dan Hambali mensyaratkan bahwa orang


yang melihat calon istrinya sudah punya keyakinan bahwa wanita itu sendiri
pun akan menerimanya.

Sementara mazhab Hanafi tidak mensyaratkan sampai sejauh itu,


mereka hanya membatasi adanya keinginan untuk menikahinya saja, tidak
harus ada timbal-balik antara keduanya (Al-Hathab Ar-Ra’ini, Mawahibul
Jalil Syarah Mukhtashar Khalil, jilid 3 hal. 405).

2. Tidak harus seizin wanita

Mughirah menemui calon istrinya spontan, tanpa pemberitahuan lebih


dahulu. Dari sini jumhur ulama berpendapat, tak ada ketentuan bahwa wanita
mesti tahu sejak awal bahwa dia akan dilihat.

Sebagian ulama berpandangan sebaiknya sang wanita memang tidak


diberitahu, agar dia tampil alami di mata yang melihat, sehingga tidak perlu
menutupi apa yang ingin ditutupi.

Sebab kalau wanita itu mengetahui bahwa dirinya sedang dilihat,


secara naluri dia akan berdandan sedemikian rupa untuk menutupi aib-aib
21

yang mungkin ada pada dirinya. Maka dengan begitu, tujuan inti dari melihat
malah tidak akan tercapai.

Namun mazhab Maliki berpendapat kalau pun bukan izin dari wanita
yang bersangkutan, setidaknya harus ada izin dari pihak walinya. Hal itu agar
jangan sampai tiap orang merasa bebas memandang wanita mana saja dengan
alasan ingin melamar (Shalih Abdussami’ Al-Abi Al-Azhari, Jawahirul Iklil,
jilid 1 hal. 275).

3. Sebatas wajah dan kedua tangan hingga pergelangan

Jumhur ulama sepakat bahwa batasan yang boleh dilihat dalam taaruf
adalah bagian tubuh yang bukan aurat.

Bila calon suami ingin melihat calon istrinya, maka dia hanya boleh
melihat wajah dan kedua tangannya hingga pergelangan. Sedangkan bila calon
istri ingin melihat calon suaminya, maka batasan auratnya adalah antara pusar
dan lututnya.

4. Tidak boleh menyentuh


Yang dibolehkan hanya melihat bagian tubuh yang bukan aurat,
sedangkan menyentuh, apalagi dengan nafsu justru dilarang.
5. Melihat berulang-ulang

Pria boleh melihat calon pasangan lebih dari sekali, sebab bisa saja
penglihatan yang pertama akan berbeda hasilnya dengan penglihatan kedua,
ketiga dan seterusnya.

Oleh karena itu, pada prinsipnya asalkan bertujuan mulia dan terjaga
dari fitnah, dibolehkan melihat calon istri beberapa kali, hingga si pria betul
merasa mantap dengan pilihan.

6. Tidak boleh berduaan


22

Sebagian kalangan ada yang dengan sangat ketat melarang calon


pasangan untuk saling bertemu muka langsung. Alasannya karena takut nanti
menimbulkan gejolak di dalam hati.

Padahal sebenarnya pertemuan langsung itu tidak dilarang secara


mutlak. Apabila ada ayah kandung, atau laki-laki mahram yang ikut
mendampingi, maka pertemuan yang bersifat langsung boleh saja dilakukan.

Pasangan itu bisa saja berjalan-jalan sambil bercakap-cakap, misalnya


sambil berbelanja, berekreasi, atau melakukan perjalanan bersama. Yang
penting tidak berduaan, dan pihak calon istri didampingi oleh laki-laki yang
menjadi mahramnya. Yang dilarang adalah posisi berduaan dan bersepi-sepi di
tempat yang tidak ada orang tahu.

7. Mengirim utusan untuk melihat

Untuk hal-hal yang lebih dalam, terkait dengan aib dan cacat, apabila
dirasa kurang etis untuk dibicarakan secara langsung, maka masing-masing
pihak baik suami atau istri boleh mengirim utusan untuk melihat secara
langsung.

Pihak calon suami boleh mengirim kakak atau adik perempuannya


kepada pihak calon istri, untuk melihat hal-hal yang sekiranya masih haram
dilihat langsung oleh calon suami. Sehingga detail keadaan fisik calon istri
bisa diketahui oleh sang utusan.

Dan demikian pula sebaliknya, calon istri boleh mengirim kakak atau
adiknya yang laki-laki untuk mendapatkan informasi lebih detail tentang sang
calon suami.

Taaruf adalah media syar`i yang dapat digunakan untuk melakukan


pengenalan terhadap calon pasangan. Sisi yang dijadikan pengenalan tak
hanya terkait dengan data global, melainkan juga termasuk hal-hal kecil yang
menurut masing-masing pihak cukup penting, misalnya masalah kecantikan
23

calon istri, dibolehkan untuk melihat langsung wajahnya dengan cara yang
saksama, bukan cuma sekadar curi-curi pandang atau melihat fotonya. Islam
telah memerintahkan seorang calon suami untuk mendatangi calon istrinya
secara langsung, bukan melalui media foto, lukisan, atau video. Karena pada
hakikatnya wajah seorang wanita itu bukan aurat.

Islam menciptakan aturan yang sangat indah tentang hubungan lawan


jenis yang sedang jatuh cinta, yaitu dengan konsep khitbah. 

Khitbah adalah sebuah konsep “pacaran berpahala” dari dispensasi


agama sebagai media legal hubungan lawan jenis untuk saling mengenal
sebelum memutuskan menjalin hubungan suami-istri. Konsep hubungan ini
sangat dianjurkan bagi seseorang yang telah menaruh hati kepada lawan jenis
dan bermaksud untuk menikah. Akan tetapi hubungan ini harus tetap
terbingkai dalam nilai-nilai kesalehan, sehingga kedekatan hubungan yang
bisa menimbulkan potensi fitnah sudah di luar konsep ini.

Ada perbedaan yang mencolok antara pacaran dengan khitbah yakni,


pacaran tidak berkaitan dengan perencanaan pernikahan, sedangkan khitbah
merupakan tahapan untuk menuju pernikahan.  Persamaan  keduanya 
merupakan  hubungan percintaan antara dua  insan  berlainan  jenis  yang 
tidak  dalam ikatan perkawinan. Dari sisi persamaannya, sebenarnya hampir
tidak ada perbedaan antara pacaran dan khitbah. Keduanya akan terkait
dengan bagaimana orang mempraktikkannya.

Jika selama masa khitbah, pergaulan antara laki-laki dan perempuan


melanggar batas-batas yang telah ditentukan Islam, maka itu pun haram.
Demikian juga pacaran, jika orang dalam berpacarannya melakukan hal-hal
yang dilarang oleh Islam, maka hal itu haram. Jika seseorang menyatakan
cinta pada lawan jenisnya yang tidak dimaksudkan untuk menikahinya saat itu
atau dalam waktu dekat, apakah hukumnya haram? Tentu tidak, karena rasa
cinta adalah fitrah yang diberikan Allah, sebagaimana dalam firman-Nya
berikut:
24

َ َ‫َو ِم ْن ٰا ٰيتِ ٖ ٓه اَ ْن خَ ل‬
ۗ ً‫ق لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ْز َواجًا لِّتَ ْس ُكنُ ْٓوا اِلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َّم َو َّدةً َّو َرحْ َمة‬

َ ِ‫اِ َّن فِ ْي ٰذل‬


ٍ ‫ك اَل ٰ ٰي‬
َ‫ت لِّقَوْ ٍم يَّتَفَ َّكرُوْ ن‬

”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dialah menciptakan


untukmu istri - istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum : 21)

Allah telah menjadikan rasa cinta dalam diri manusia baik pada laki -
laki maupun perempuan. Dengan adanya rasa cinta, manusia bisa hidup
berpasang-pasangan. Adanya pernikahan tentu harus didahului rasa cinta.
Seandainya tidak ada cinta, pasti tidak ada orang yang mau membangun
rumah tangga. Seperti halnya hewan, mereka memiliki insting seksualitas
tetapi tidak memiliki rasa cinta, sehingga setiap kali bisa berganti pasangan.
Hewan tidak membangun rumah tangga. Menyatakan cinta sebagai kejujuran
hati tidak bertentangan dengan syariat Islam. Karena tidak ada satu pun ayat
atau hadis yang secara eksplisit atau implisit melarangnya. Islam hanya
memberikan batasan-batasan antara yang boleh dan yang tidak boleh dalam
hubungan laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri.
25

BAB lll

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Islam tidak pernah mengharamkan cinta. Islam mengarahkan cinta agar ia


berjalan pada koridornya. Bila bicara cinta di antara lawan jenis, satu-satunya
jalan adalah dengan pernikahan, yang dengannya cinta menjadi halal dan penuh
keberkahan. Sebaliknya, Islam melarang keras segala jenis interaksi cinta yang
tidak halal alias menjurus kepada hal-hal berbau zina atau maksiat. Bukan karena
apa pun, tapi karena Islam adalah agama yang memuliakan manusia dan
mencegah kerusakan-kerusakan yang akan terjadi pada diri manusia itu sendiri.
"Tidak ditemukan jalan lain bagi dua orang yang saling mencintai selain menikah"
(HR. Ibnu Majah)

Islam mempunyai khitbah di mana konsep hubungan ini sangat dianjurkan


bagi seseorang yang telah menaruh hati kepada lawan jenis dan bermaksud untuk
menikah. Akan tetapi hubungan ini harus tetap terbingkai dalam nilai-nilai
kesalehan, sehingga kedekatan hubungan yang bisa menimbulkan potensi fitnah
sudah di luar konsep ini. Karena sesungguhnya rasa cinta adalah fitrah yang
diberikan Allah SWT kepada setiap insan manusia. Hal yang harus diperhatikan
adalah etika dalam bergaul dengan lawan jenis, seperti tidak melakukan hal yang
mengarah pada zina, tidak menyentuh dan berduaan dengan lawan jenis yang
bukan muhrimnya, menjaga pandangan, serta menutup aurat. Maka dari itu,
manusia perlu menahan hawa nafsunya jika belum merasa berkecukupan dan
mapan baik materi ataupun iman bagi pasangannya kelak
26

Daftar Pustaka

Lufaefi, 24 Mei 2021, “ Hukum Pacaran dalam Islam, Penting Diketahui Orang
Muslim” [Online] ( https://akurat.co/hukum-pacaran-dalam-islam-penting-diketahui-
orang-muslim , diakses tanggal 25 Oktober 2021)

“Pacaran” Wikipedia: Ensiklopedia Gratis. Wikipedia, Ensiklopedia Gratis, 25 Oktober


2021. Web. 27 Oktober 2021,

https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Pacaran&mobileaction=toggle_view_desktop

Addina Zulfa Fa'izah,  27 Agustus 2021, “ Apa Itu Taaruf? Ketahui Pengertian,
Manfaat, Beserta Tahapannya” [Online] ( https://m.merdeka.com/trending/apa-
itu-taaruf-ketahui-pengertian-manfaat-beserta-tahapannya-kln.html, diakses
tanggal 27 Oktober 2021)

Silmi Adawiya, 8 Januari 2020, “ Tafsir Surat Annisa Ayat 22-24: Siapa Saja
Mahram yang Tidak Boleh Dinikahi?” [ Online]
(https://bincangmuslimah.com/kajian/tafsir-surat-annisa-ayat-22-24-siapa-saja-
mahram-yang-tidak-boleh-dinikahi-27994/, diakses 5 November 2021)

Sabar Aliansyah Panjaitan, 2 Juli 2021, “ Pengertian Taaruf dalam Islam dan Tata
Cara Pelaksanaannya” [Online]
(https://ramadan.tempo.co/read/1479040/pengertian-taaruf-dalam-islam-dan-tata-
cara-pelaksanaannya, diakses 27 Oktober 2021)

Anonim, 14 November 2017,” Pengaruh Pacaran pada Remaja” [Online]


(https://telkomschools.sch.id/pengaruh-pacaran-pada-remaja/, diakses 29 Oktober
2021)
27

Shofia Nida, 17 Juli 2020,” Adab dan tata cara taaruf sesuai syariat Islam”
[Online] (https://m.brilio.net/wow/adab-dan-tata-cara-taaruf-sesuai-syariat-islam-
200717b.html, diakses 29 Oktober 2021)

Gigih Ronal, 10 Maret 2017,” Taaruf Menurut Islam” [ Online]


(https://caragigih.id/taaruf-menurut-islam/, diakses 1 November 2021)

Kristina, 4 November 2021,” Surat Ar Rum Ayat 21, Tanda Kebesaran Allah
SWT Dalam Pernikahan” [Online] (https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-
5794971/surat-ar-rum-ayat-21-tanda-kebesaran-allah-swt-dalam-pernikahan,
diakses 5 November 2021)

“15 Penyebab Pacaran Dilarang Dalam Islam dan Dalilnya” Dalamislam.com.


Dalamislam.com, 2021. Web. 5 November 2021, https://dalamislam.com/info-
islami/penyebab-pacaran-dilarang-dalam-islam

“Pacaran Dalam Islam – Hukum, Bahaya dan Akibatnya” Dalamislam.com.


Dalamislam.com, 2021. Web. 5 November 2021,
https://dalamislam.com/akhlaq/larangan/pacaran-dalam-islam

Anda mungkin juga menyukai