DISEASE (COPD)
Disusun oleh:
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh
hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversible parsial.
Secara klinis, PPOK terdiri atas bronchitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
Berdasarkan kesepakatan para pakar Perkumpulan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tahun 2011,
PPOK dikelompokkan ke dalam:
1. PPOK ringan adalah klien dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum dan
dengan sesak nafas derajat nol sampai satu. Sementara itu, pemeriksaan spirometernya
menunjukan VEP ≥ 80% prediksi (normal) dan VEP 1/KVP < 70%.
2. PPOK sedang adalah klien dengan gejala klinis dengan atau batuk. Dengan atau produksi sputum
dan sesak nafas dengan derajat dua. Sementara itu, pemeriksaan spirometernya menunjukkan VEP
1/ ≥ 70% dan VEP 1/KVP < 80%.
3. PPOK berat adalah klien dengan gejala klinis sesak nafas derajat tiga atau empat dengan gagal
nafas kronik. Eksaserbasi lebih lebih sering terjadi. Disertai komplikasi kor pulmonum atau gagal
jantung kanan. Adapun hasil spirometer menunjukkan VEP 1/KVP < 70%, VEP 1 < 30% prediksi
atau VEP 1> 30% dengan gagal nafas kronik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan
analisis gas darah dengan kriteria hipoxemia dengan normokapnia atau hipoxemia dengan
hiperkapnia.
A. Bronchitis Kronis
1. Konsep Penyakit
a. Definisi
Bronchitis merupakan kondisi peradangan pada daerah trakeabonkial, tetapi
peradangan ini tidak meluas sampai daerah aveoli (Depkes RI).
b. Etiologi
Ada banyak penyebab bronchitis kronis, namun penyebab utamanya adalah asap
rokok. Selain asap rokok, banyak iritasi inhalasi lainnya (misalnya asap kendaraan, polutan
industry, dan pelarut) juga dapat menyebabkan bronchitis kronis.
Infeksi virus dan bakteri yang mengakibatkan bronchitis akut dapat menyebabkan
bronchitis kronis jika seseorang mengalami kontak kembali dengan agen infeksius. Selain
itu, proses penyakit yang mendasarinya (misalnya asma, fibrosis kistik, imunodefesiensi,
gagal jantung kongestif, dan pelebaran bronkiolus/bronkiektasis) dapat meningkatkan resiko
bronchitis kronis.
c. Klasifikasi
Bronchitis diklasifikasikan menjadi dua, yaitu bronchitis akut dan kronik. Bronchitis
akut mungkin terjadi pada semua usia, namun bronchitis kronik umunya hanya dijumpai
pada dewasa. Paa bayi, penyakit ini dikenal dengan bronkiolitis.
d. Manifestasi Klinis
1.) Dispnea
2.) Demam tinggi
3.) Sesak nafas jika saluran tersumbat
4.) Produksi dahak bertambah banyak berwarna kuning atau hijau
5.) Batuk produktif yang kronis
6.) ‘blue bloater’ yaitu klien mengalami sianosis akibat berkurangnya ventilasi dan bertubuh
besar (bloater) karena adanya edema perifer akibat gagal jantung kanan (Kendall, 2104)
e. Patofisiologi
Metaplasia mucus, proses dimana produksi mucus berlebih sebagai respons terhadap
inflamasi, merupakan dasar patologis untuk tuberculosis kronis. Peningkatan produksi
mucus terjadi akibat overproduksi dan hipersekresi oleh sel goblet dan penurunan
kemampuan mengeluarkan mucus. Hipersekresi mucus terjadi akibat paparan asap rokok,
infeksi virus akut dan kronis, infeksi bakteri, atau aktivasi sel inflamasi transkripsi gen
mucin melalui aktivasi reseptor factor pertumbuhan epidermal. Hal ini menyebabkan
kelebihan produksi mucus dan hipersekresi dari peningkatan degranulasi oleh elastase yang
dimediasi neutrophil. Hal ini diperparah oleh kesulitan dalam membersihkan sekresi karena
fungsi siliaris yang menurun, oklusi jalan nafas distal, dan batuk yang tidak efektif akibat
kelemahan otot pernafasan akan mengurangi arus ekspirasi puncak.
Pathway (NIC NOC)
Kompensasi
Intoleransi aktivitas
Anoreksia frekuensi nafas
Ketidakseimbangan
Ketidakefektifan
nutrisi kurang dari
pola nafs
kebutuhan tubuh
f. Pemeriksaan Diagnostic
1.) Pemeriksaan Sinar-X dada. Sebuah tes yang menggunakan radiasi Sinar-X untuk
membuat gambaran jaringan internal, tulang, dan organ, termasuk paru-paru.
2.) Pemeriksaan gas darah arterial. Tes darah ini digunakan untuk menganalisis jumlah
karbon diksida dan oksigen dalam darah.
3.) Pemeriksaan Pulse Oxymetry. Oksimetri adalah alat untuk mengukur jumlah oksigen
dalam darah. Untuk mendapatkan pengukuran ini, sensor kecil ditempelkan di jari tangan
atau jari kaki. Saat mesin menyala, lampu merah kecil bisa dilihat disensor. Sensornya
tidak menimbulkan rasa sakit dan lampu merahnya tidak menjadi panas.
4.) Pemeriksaan kultur nasal dan sputum. Menguji dahak bias dilakukan untuk menemukan
dan mengidentifikasi mikroorganisme penyebab infeksi.
5.) Tes fungsi paru. Tes yang membantu mengukur kemampuan fungsional paru-paru.
g. Komplikasi
1.) Gagal nafas
2.) Pneumonia
3.) Pembesaran dan kelemahan ventrikel jantung kanan jantung
4.) Pneumotoraks (kumpulan udara atau gas di paru-paru yang menyebabkan kolaps paru)
5.) Polisitemia (peningkatan konsentrasi sel darah merah)
6.) Emfisema
h. Penatalaksanaan Medis dan Non Medis
1.) Penatalaksanaan Medis
Golongan obat yang digunakan untuk mengobati bronchitis kronis adalah
bronkodialtor dan steroid.
a.) Bronkodilator (misalnya albuterol [Ventolin, Proventil, AccuNeb, Vospire, ProAir],
metaproterenol [Alupent], formoterol [Foradil], salmeterol [Serevent]) bekerja
dengan merelaksasi otot-otot polos yang mengelilingi bronkus, yang memungkinkan
saluran udara untuk melebar. Obat antikolinergik juga bias bertindak sebagai
bronkodilator, termasuk tiotropium (Spiriva) dan ipratropium (Atrovent).
b.) Steroid (misalnya prednisone, methylprednisone [Medrol, Depo-Medrol])
mengurangi reaksi inflamasi dan dengan demikian mengurangi pembengkakan dan
akan memperbaiki aliran udara pada jalan nafas. Sering kali steroid inhalasi
diberikan karena memiliki efek samping minimal dibandingkam steroid sistemik
(oral). Contohnya termasuk budesonia (Pulmicort), flutikason (Flovent),
beklometason (Qvar), dan mometasone (Asmanex). Terapi kombinasi dengan kedua
steroid dan bronkodilator sering digunakan, antara lain flutikason / salmeterol
(Advair), budesonide / formoterol (Symbicort), dan mometasone / formoterol
(Dulera).
2.) Penatalaksanaan Non Medis
a.) Membatasi aktivitas
b.) Berhenti merokok dan hindari asap tembakau
c.) Lakukan vaksin untuk influenza dan S. pneumonia
d.) Jangan mandi terlalu pagi atau terlalu sore, dan mandi dengan air hangat
e.) Tidak tidur di kamar yang ber AC atau menggunakan baju yang dingin, bila ada
gunakan baju yang tertutup lehernya
f.) Jaga kebersihan makanan dan biasakan mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
g.) Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi
h.) Jangan mengkonsumsi makanan seperti telur ayam, karena bisa menambah produksi
lendirnya. Begitu juga minuman bersoda bisa jadi pencetus karena saat diminum
maka sodanya akan naik ke hidung dan merangsang daerah saluran pernafasan
i.) Cobalah untuk menjalani terapi uap hangat untuk membantu menghilangkan
sumnatam dan mengencerkan lendir/dahak
j.) Minum banyak air agar lendir/dahak tetap encer dan mudah dikeluarkan.
Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas
Tanda mayor: Hiperventilasi paru Gangguan pertukaran gas
Ds: berhubungan dengan ke-
1. Dispnea Dispneu tidakseimbangan suplai
Do: dan kebutuhan oksigen.
1. PCO2 meningkat/ menurun Retraksi dada/ nafas
2. PO2 menurun cuping hidung
3. Takikardia
4. pH arteri meningkat/ me- Gangguan pertukaran gas
nurun
5. Bunyi nafas tambahan
Tanda minor
Ds:
1. Pusing
2. Penglihatan kabur
Do:
1. Sianosis
2. Diaforesis
3. Gelisah
4. Nafas cuping hidung
5. Pola nafas abnormal (cepat/
lambat, regular/ireguler,
dalam/dangkal)
6. Warna kulit abnormal (mis.
pucat, kebiruan)
7. Kesadaran menurun
Tanda mayor Invasi virus respiratory Pola nafas tidak efektif
Ds: sinsitial, adeno virus berhubungan dengan pe-
1. Dispnea parainvfluinsa, rhinovirus, nurunan energi atau ke-
Do: alergen, emosi/stress,obat- lelahan.
1. Penggunaan otot bantu per- obatan, infeksi
nafasan
2. Fase ekspirasi memanjang Gangguan pembersihan di
3. Pola nafas abnormal (mis. paru-paru
takipnea, bradipnea, hiper-
ventilasi, kussmaul, cheyne- Gangguan pembersihan di
stokes) paru-paru
Tanda minor
Ds: Radang bronkhial
1. Ortopnea
Do: Radang/imflamasi pada
1. Pernafasan pursed-lip bronkus
2. Pernafasan cuping hidung
3. Diameter thoraks anterior- Konstruksi berlebihan
posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun Hiperventilasi paru
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun Ateleksasis
8. Ekskursi dada berubah
Hipoxemia
Kompensasi frekuensi
nafas
Ketidakefektifan pola
nafas
c. Diagnosis Keperawatan
1.) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas spasme,
sekresi tertahan, banyaknya mukus.
2.) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
3.) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi atau kelelahan.
d. Intervensi keperawatan
Kolaborasi Kolaborasi
7. Kolaborasi dengan dok- 7. Memaksimalkan
ter dalam pemberian bernafas dan menu-
oksigen runkan kerja nafas,
memberikan kelem-
baban pada membran
mukosa dan mem-
bantu pengenceran
sekret.
2 a. Mendemonstrasikan Observasi Observasi
peningkatan venti- 1. Monitor frekuensi, 1. Untuk mengetahui
lasi dan oksigenasi irama, kedalaman dan normal tidaknya fre-
yang adekuat. upaya nafas kuensi pernafasan
b. Memelihara keber- 2. Monitor pola nafas 2. Untuk mengetahui
sihan paru-paru dan status kesehatan pa-
bebas dari tanda- sien
tanda distress per- 3. Monitor kemampuan 3. Mampu melancarkan
nafasan batuk efektif pengeluaran sputum
c. Mendemonstariskan 4. Bersihan jalan nafas
batuk efektif dan 4. Auskultasi bunyi nafas yang tidak efektif
suara napas yang dapat dimanifestasi-
bersih, tidak ada kan dengan adanya
sianosis & dispnea bunyi nafas adven-
(mampu mengelu- tisius
arkan sputum, ber-
nafas dengan mu- Terapeutik
dah, tidak ada pur- Terapeutik 5. Untuk mengetahui
sed lips) 5. Dokumentasikan hasil hasil pemeriksaan
d. Tanda-tanda vital pemantauan pasien
dalam batas normal
e. Gas darah arteri Edukasi
dalam batas normal Edukasi 6. Untuk menjelaskan
f. Status neurologis 6. Jelaskan prosedur dan semua prosedur yang
dalam batas normal tujuan pemantauan akan diberikan ke-
pada pasien
7. Untuk memberikan
7. Informasikan hasil informasi mengenai
pemantauan hasil pemeriksaan
kepada pasien
3 a. Mendemonstariskan Observasi Observasi
batuk efektif dan su- 1. Monitor TTV klien 1. Acuhan mengetahui
ara napas yang ber- kadar umum pasien
sih, tidak ada siano- 2. Monitor kemampuan 2. Membantu menge-
sis dan dispnea batuk efektif luarkan sputum
(mampu mengeluar- Terapeutik Terapeutik
kan sputum, berna- 3. Berikan manajemen 3. Membantu memini-
fas dengan mudah, nyeri: ajarkan tarik malkan kolaps jalan
tidak ada pur-sed nafas dalam nafas
lips) 4. Berikan minum hangat 4. Mengurangi mual
b. Menunjukkan jalan 5. Auskultasi bunyi napas 5. Ronkhi dan mengi
napas yang paten menyertai obstruksi
(klien tidak merasa jalan nafas/kegagalan
tercekik, irama na- pernafasan
fas, frekuensi per-
nafasan dalam batas Edukatif
normal, tidak ada 6. Mengeluarkan
suara nafas ab- Edukatif sputum
normal) 6. Anjurkan teknik batuk
c. Tanda-tanda vital efektif Kolaborasi
dalam batas normal 7. Memaksimalkan
Kolaborasi bernafas dan me-
7. Kolaborasikan dengan nurunkan kerja nafas,
dokter untuk pemberian memberikan kelem-
analgesik baban pada membran
mukosa dan mem-
bantu pengenceran
sekret.
B. Emfisema
1. Konsep Penyakit
a. Definisi
Emfisema sering diartikan sebagai pola uniformis yang abnormal, distensi permanen
spasium udara dengan destruksi dinding alveolar. Pada kasus yang terjadi di beberapa klien,
terdapat predisposisi keluarga yang berkaitan dengan abnormalitas protein plasma.
b. Etiologi
Penyebab utama emfisema adalah paparan jangka panjang terhadap iritasi di udara,
antara lain asap tembakau, asap rokok, asap polusi kimia, dan debu. Namun, dalam
bebebrapa kasus, emfisema juga disebabkan oleh kelainan genetik, yakni adanya defisiensi
protein yang melindungi struktur elastis paru-paru. Ini biasanya disebut defisiensi alpha 1-
antitrypsin.
c. Manifestasi Klinis
Gejala utama dari emfisema adalah napas pendek atau lebih dikenal dengan istilah
dispnea. Klien kesulitan untuk menghembuskan napas keluar. Umumnya gejala ini akan
yang berkembang secara bertahap. Kemampuan klien dalam beraktivitas akan mengalami
penurunan. Emfisema bahkan bisa menyebabkan napas pendek walaupun penderita sedang
tidur. Selain napas pendek, gejala-gejala umum emfisema lainnya adalah batuk dan suara
mengi saat bernapas. Gejala lainnya adalah:
1.) Kemampuan untuk berolahraga dan menjalani aktivitas sehari-hari menurun secara
bertahap.
2.) Napas pendek sehingga tidak bisa menaiki tangga
3.) Bibir dan kuku menjadi biru atau abu-abu.
d. Klasifikasi
1.) Panlobular (panasinar): ditandai oleh dilatasi keseluruhan asinus (bronkiolus
respiratorius, ductus alveolaris, dan sacus alveolaris). Terutama mengenai lobus paru
bagian bawah. Jenis ini berkaitan dengan defisiensi alfa 1 antitripsin.
2.) Sentrilobular (sentriasinar): ditandai oleh dilatasi bagian proksimal asinus (bronkiolus
respiratorius). Lebih sering terjadi pada paru sebelah atas, biasanya berkaitan dengan
kebiasaan merokok.
3.) Emfisema asinar distal: pada emfisema ini kerusakan lebih banyak mengenai saluran
napas distal, duktus dan sakus alveolar, terutama mengenai daerah septa atau dekat
pleura.
4.) Emfisema ireguler. Disebut juga sebagai emfisema jaringan parut, biasanya terlokalisir
dan berbentuk ireguler tanpa gejala klinis.
e. Patofisiologi
Respons inflamasi pada emfisema terjadi karena proses peradangan yang didapat atau
diperoleh. Akumulasi komponen inflamasi ini berkontribusi pada cedera paru lebih lanjut.
Mobilisasi sel-sel inflamasi ke paru-paru menyebabkan pelepasan mediator yang berpotensi
merusak jaringan paru , termasuk protease dan sitokin, yang secara langsung berkontribusi
pada remodelling dan penghancuran jaringan. Mediator ini mencakup faktor chemoattactant,
terutama kemokin, yang berfungsi untuk menarik sel peradangan tambahan. Respons
inflamasi keseluruhan berfungsi untruk memicu sel endotel vaskular dan sel epitel untuk
mengaktiasivasi sitokin proinflamasi, kemokin, dan mediator lainnya.
Pathway (NIC NOC)
Kompensasi
Intoleransi aktivitas
Anoreksia frekuensi nafas
Ketidakseimbangan
Ketidakefektifan
nutrisi kurang dari
pola nafs
kebutuhan tubuh
f. Komplikasi
1.) Pneumotoraks. Paru yang rusak dapat mengancam jiwa penderita emfisema berat, karena
fungsi paru-paru mereka sudah sangat terganggu.
2.) Gangguan jantung. Emfisema dapat meningkatkan tingkatan tekanan di arteri yang
menghubungkan jantung dan paru-paru. Hal ini ndapat menyebabkan kondisi yang
disebut kor pumonal, dimana bagian jantug membesar dan melemah.
3.) Terbentuknya bula pada paru. Beberapa orang dengan emfisema mengalami
pembentukan ruang kosong di paru-paru yang disebut bula yang dapat berukuran sebesar
setengah paru-paru. Selain mengurangi jumlah ruang tersedia bagi paru-paru untuk
pertukaran gas, bula tersebut dapat meningkatkan risiko pneumotoraks.
g. Pemeriksaan Diagnostik
1.) Pemeriksaan foto dada
2.) Uji fungsi pulmonal
3.) Gas darah
h. Penatalaksanaan Medis
1.) Aspirasi jarum (thoraco-sintesis) jika volume kecil dan cairan tidak terlalu kental.
2.) Pemasangan torakostomi tube dengan agen fibrinolitik pada dinding toraks.
3.) Torakotomi untuk mengurangi cairan pleura berlebih nanah, dan untuk menghilangkan
jaringan paru yang sakit.
4.) Decortication, operasi pengangkatan, jika peradangan sudah lama terjadi.
Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas
Tanda mayor: Hiperventilasi paru Gangguan pertukaran gas
Ds: berhubungan dengan ku-
1. Dispnea Dispneu rangnya suplai oksigen
Do: akibat obstruksi jalan
1. PCO2 meningkat/ menurun Retraksi dada/ nafas napas oleh bronkospasme.
2. PO2 menurun cuping hidung
3. Takikardia
4. pH arteri meningkat/ me- Gangguan pertukaran gas
nurun
5. Bunyi nafas tambahan
Tanda minor
Ds:
1. Pusing
2. Penglihatan kabur
Do:
1. Sianosis
2. Diaforesis
3. Gelisah
4. Nafas cuping hidung
5. Pola nafas abnormal (cepat/
lambat, regular/ireguler,
dalam/dangkal)
6. Warna kulit abnormal (mis.
pucat, kebiruan)
7. Kesadaran menurun
c. Diagnosis Keperawatan
1.) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi tertahan, banyaknya
mukus, sekresi bronkus adanya eksudat di alveolus.
2.) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen akibat
obstruksi jalan napas oleh bronkospasme.
d. Intervensi Keperawatan
Kolaborasi Kolaborasi
7. Kolaborasi dengan dok- 7. Memaksimalkan
ter dalam pemberian bernafas dan menu-
oksigen runkan kerja nafas,
memberikan ke-
lembaban pada mem-
bran mukosa dan
membantu pengen-
ceran sekret.
DAFTAR PUSTAKA
Fina, Scholastica. 2019. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gagguan Sistem Pernapasan.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC NOC Jilid 1. Jakarta:EGC
PPNI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) Edisi I Cetakan III(Revisi). Jakarta