Anda di halaman 1dari 14

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

A. Teori Belajar Behavioristik


Menurut teori belajar behavioristik, proses belajar terjadi karena adanya hubungan dari
rangsangan dan tanggapan. Dalam buku Teori Belajar dan Konsep Mengajar (2022),
dijelaskan kalau teori belajar behavioristik adalah teori belajar yang fokus pada perubahan
perilaku siswa akibat adanya pengaruh dari luar dan stimulus. Jadi, siswa dianggap sudah
belajar tentang suatu hal ketika terlihat perbedaan pada perilakunya.
1. Ciri-ciri teori belajar behavioristic sebagai berikut:
a. Memperhatikan pengaruh lingkungan terhadap perubahan perilaku.
b. Mementingkan peran respon dan pembentukan kebiasaan.
c. Melihat bentuk trial and error sebagai proses pembelajaran.
d. Mementingkan faktor penguatan dalam pembentukan perilaku.
e. Mengutamakan pengukuran yang menjadi hal penting untuk mengetahui ada tidaknya
perubahan tingkah laku.
Teori belajar behavioristik, hadiah dan hukuman bisa menjadi bentuk penguatan untuk
menciptakan suatu perilaku. Ide-ide penguatan positif dan negatif ini dinilai sebagai alat
yang efektif untuk pembelajaran dan mengubah perilaku siswa. Meskipun begitu, yang
namanya hukuman itu tidak baik ya, Bapak dan Ibu Guruo. Lebih baik sebisa mungkin
kita menghindari bentuk hukuman dan memilih bentuk penguatan positif sebagai cara
untuk membentuk perilaku siswa yang baik.

B. Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam Pembelajaran


Cara yang paling sederhana untuk membentuk perilaku siswa adalah dengan
memberikan umpan balik pada hasil kerja siswa, yang bisa berupa pujian, persetujuan,
pemahaman, atau motivasi. Dengan adanya penguatan-penguatan ini, prestasi siswa dalam
belajar semakin meningkat. Berikut kelebihan dan kekurangan teori Belajar Behavioristik.
1. Kelebihan Teori Belajar Behavioristik
• Materi tidak hanya disampaikan lewat ceramah, tapi juga instruksi singkat yang
diikuti beberapa contoh sehingga memberikan variasi pembelajaran.
• Memungkinkan siswa untuk belajar secara bertahap karena materi disusun dari
yang sederhana sampai yang kompleks, sehingga siswa lebih mudah
memahaminya.
• Pembelajaran dapat diukur dan diamati berupa perubahan sikap atau perilaku.
• Pengulangan dan latihan digunakan sebagai upaya untuk membangun kebiasaan.
2. Kekurangan Teori Belajar Behavioristik
• Belajar tidak hanya mengenal perubahan perilaku, tapi juga meliputi kegiatan yang
ada dalam otak berupa perkembangan pola pikir, cara pandang, dsb.
• Pembelajaran berpusat pada guru yang memberikan informasi dan contoh,
sehingga siswa cenderung pasif.
• Siswa tidak memiliki kesempatan untuk berkreasi dan berimajinasi.
Teori belajar behavioristik ini digunakan untuk menunjukkan kepada siswa
bagaimana mereka harus bereaksi dan menanggapi rangsangan tertentu. Penguatan yang
kita berikan juga harus dilakukan secara berulang-ulang dan teratur untuk mengingatkan
siswa tentang perilaku apa yang menjadi tujuan pembelajaran. Tanpa adanya hal ini,
siswa akan lebih cepat mengabaikan respon yang sebelumnya mereka berikan karena
hasilnya tidak menjadi kebiasaan.
3. Contoh penguatan teori belajar behavioristic:
a. Kita terbiasa untuk memberikan tanda bintang setiap kali siswa mendapat nilai
sempurna. Tapi suatu memberikannya. ketika, Padahal, kita berhenti untuk tanda
bintang itu berperan sebagai penguatan positif di mana siswa menjadi termotivasi
untuk terus mendapatkan nilai bagus sehingga menerima tanda bintang”
b. Memberikan motivasi siswa secara terus menerus ke siswa juga merupakan bentuk
penerapan teori ini, lho. Seperti sosok Ibu Muslimah dalam film Laskar
Pelangi (2008) yang selalu mendukung kesepuluh siswanya agar tidak patah
semangat meskipun sekolahnya cukup tertinggal dibanding sekolah yang lain. Saat
Lintang, salah satu siswanya, harus bekerja demi menghidupi keluarga, Ibu
Muslimah pun terus memberikan penguatan positif berupa motivasi agar Lintang
kembali ke sekolah. Dari dukungan yang diberikan, muncul respon yang baik dari
Lintang di mana akhirnya ia melanjutkan sekolah. Jadi, perlu diperhatikan ya Bapak
dan Ibu Guru, kalau pengulangan dan penguatan positif harus berjalan beriringan
dalam penerapan teori belajar behavioristik, seperti yang dilakukan Ibu Muslimah
ke siswa-siswanya.
c. Berdasarkan Skinner, seorang tokoh Behaviorisme, dalam Supporting Children’s
Learning A Guide for Teaching Assistants (2007), penguatan yang diberikan pada
suatu perilaku menyebabkan perilaku itu muncul lagi dan menjadi suatu kebiasaan
dalam diri seseorang. Contoh sederhananya, saat kita memberikan pertanyaan
“berapa hasil 3+4?”, siswa akan menghitung hasilnya dan berusaha menjawab
dengan benar. Jika jawabannya memang tepat, kita akan memberikan pujian ke
mereka. Dari kejadian ini, siswa tahu bahwa cara untuk mendapatkan pujian adalah
menjawab pertanyaan dengan benar. Ke depannya, saat ia ingin mendapatkan
pujian dari kita, ia akan melakukan hal yang sama.
Berdasarkan contoh ini, pertanyaan yang kita berikan adalah bentuk rangsangan
yang memprovokasi perilaku siswa untuk memberikan respon berupa jawaban yang
benar. Sementara, pujian dalam hal ini merupakan bentuk penguatan terhadap
perilaku siswa agar menjawab pertanyaan dengan tepat.
Ternyata betul ya, Bapak dan Ibu Guru. Sebuah pujian kecil bisa menciptakan
perilaku yang baik terhadap siswa bahkan memotivasinya untuk terus belajar.
TEORI BELAJAR KOGNITIF
A. Teori Pembelajaran Koqnitif
Piaget dalam Lefudin (2017) menyebutkan kalau teori Belajar Kognitif adalah teori
yang menjelaskan Bahamian faktor internal dan eksternal mempengaruhi proses mental
individu untuk melengkapi pembelajaran. Aktivitas belajar individu ditekankan pada
proses internal dalam berpikir yaitu pengolahan informasi. Ibaratnya pikiran kita itu seperti
sistem dalam komputer, sedangkan logika untuk memproses informasi.
Dalam teori Kognitif, belajar bukan cuma sekadar interaksi antara stimulus dan
respon, tapi juga melibatkan berbagai faktor yang ada dalam diri individu. Karena itu, teori
Belajar Kognitif menekankan bahwa proses belajar meliputi kegiatan mental yang aktif
dalam rangka mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan.

B. Prinsip-Prinsip Teori Belajar Kognitif


Teori Belajar Kognitif lebih mementingkan proses daripada hasilnya. Pembelajaran
kognitif merupakan gaya belajar aktif yang fokusnya memaksimalkan potensi otak.
Melalui metode ini, peserta didik bisa lebih mudah menghubungkan informasi baru dengan
ide-ide yang sudah ada.
Secara umum, prinsip-prinsip dasar teori Belajar Kognitif antara lain:
• Belajar merupakan suatu bentuk perubahan akan informasi pengetahuan.
• Pembelajaran berfokus pada cara bagaimana peserta didik memperoleh, memahami,
dan menyimpan informasi dalam ingatannya.
• Pembelajaran menekankan pada proses berpikir yang kompleks.
• Kegiatan belajar mengajar melibatkan keaktifan peserta didik untuk membangun
pengalaman belajar.
• Hasil pembelajaran tidak hanya bergantung pada informasi yang diberikan guru, tapi
juga pada cara peserta didik memproses informasi tersebut.

C. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Kognitif


Dalam teori Belajar Kognitif, pengetahuan didapatkan dari hasil interaksi antara
peserta didik dengan lingkungan, yang meliputi perolehan keterampilan dan pengalaman
baru. Menurut Piaget, kedua hal tersebut memungkinkan anak menjadi semakin kritis
dalam berpikir. Selain itu, ada beberapa keutamaan lain dari teori Belajar Kognitif, antara
lain:
• Dengan menerapkan teori Belajar Kognitif, pemahaman peserta didik untuk
memperoleh informasi baru akan meningkat.
• Secara tidak langsung, teori ini juga bantu meningkatkan kepercayaan diri peserta didik
dalam melaksanakan sebuah tugas.
• Meningkatkan kemampuan belajar seumur hidup. Di tahap pembelajaran selanjutnya,
peserta didik bisa membangun ide-ide dan menerapkan konsep-konsep baru untuk
pengetahuan yang sudah ada.
• Peserta didik memiliki bekal keterampilan yang mereka butuhkan untuk belajar secara
efektif. Dengan begitu, peserta didik mampu mengembangkan kemampuannya dalam
memecahkan masalah.
• Melalui teori Belajar Kognitif, peserta didik memiliki kemampuan untuk mempelajari
hal-hal baru secara lebih cepat dengan memaksimalkan ingatan.
• Penerapannya dapat membantu peserta didik dalam mengkreasikan hal-hal baru atau
menginovasi hal-hal yang sudah ada menjadi lebih baik.
Dibalik berbagai kelebihannya, penerapan teori Belajar Kognitif tentunya punya beberapa
kekurangan, di antaranya:
• Teori Belajar Kognitif menekankan pada kemampuan memori peserta didik, sehingga
kapasitas daya ingat mereka disamaratakan.
• Cara peserta didik dalam mengembangkan pengetahuannya tidak terlalu diperhatikan
karena pada dasarnya masing-masing dari mereka memiliki cara yang berbeda-beda.
• Jika kegiatan belajar mengajar hanya menerapkan metode kognitif, kemungkinan besar
peserta didik tidak akan mengerti sepenuhnya tentang materi yang diberikan.
Penerapan metode ini bisa digabungkan dengan teori belajar lainnya.
D. Contoh kegiatan yang dapat dilakukan dalam pembelajaran kognitif antara lain:
• Minta siswa untuk merefleksikan pengalaman mereka melalui pembuatan jurnal atau
laporan harian tentang kegiatan apa saja yang mereka lakukan.
• Mendorong diskusi berdasarkan apa yang diajarkan dengan meminta siswa untuk
menjelaskan materi pembelajaran di depan kelas dan ajak siswa lainnya untuk
mengajukan pertanyaan.
• Membantu siswa menemukan solusi baru untuk suatu masalah untuk mengembangkan
cara berpikir kritis.
• Minta siswa untuk memberikan penjelasan tentang ide atau pendapat yang mereka
miliki.
• Membantu siswa dalam mengeksplorasi dan memahami bagaimana ide-ide bisa
terhubung.
• Meningkatkan pemahaman dan ingatan siswa melalui penggunaan visualisasi dan
permainan dalam menyampaikan materi.
TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME

A. Teori Belajar Konstruktivisme


Konstruktivisme merupakan suatu aliran filsafat ilmu, psikologi, dan teori belajar
mengajar yang menekankan kalau pengetahuan adalah konstruksi atau bentukan kita
sendiri. Setiap individu belajar dengan cara membentuk pengetahuan itu dan memberi
makna melalui pengalaman sebelumnya. Jadi, teori Belajar Konstruktivisme fokus pada
pengetahuan yang dibangun dengan mengadaptasi informasi baru melalui pengalaman
yang sudah ada.

B. Teori belajar konstruktivisme punya ciri tersendiri, yaitu:


• Belajar berarti membentuk makna yang diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat,
dengar, rasakan, dan alami.
• Proses pembentukan pengetahuan terjadi secara terus-menerus setiap siswa berhadapan
dengan fenomena baru.
• Belajar adalah suatu pengembangan pemikiran yang menuntut penemuan dan pengaturan
kembali pemikiran siswa.
• Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan keadaan fisik dan lingkungannya.
• Pengetahuan baru yang didapatkan bergantung pada apa yang telah diketahui siswa.
Dalam teori Belajar Konstruktivisme, belajar adalah kegiatan aktif di mana siswa
membangun pengetahuan dan pemahaman baru, mencari maknanya berdasarkan apa yang
dipelajari atau sesuai pengalaman yang nyata.

C. Teori Belajar Konstruktivisme Menurut Ahli


Dalam teori Belajar Konstruktivisme, ada dua tokoh terkenal yang mengemukakan
pendapatnya yaitu Piaget dan Vygotsky. Sebenarnya, antara Piaget dan Vygotsky ini sama-
sama menganut aliran konstruktivisme, di mana dalam belajar siswa harus membangun
sendiri pengetahuannya karena proses belajar datang dari dalam individu sendiri. Nah,
yang membedakan keduanya adalah proses pengolahan informasinya.
1. Menurut Piaget, ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan
mempertahankan dan mengubah konsep awal yang sebelumnya sudah ada, sesuai
struktur kognitif yang dimilikinya. Sebab itu, pendapat Piaget ini dikenal dengan
Konstruktivisme Kognitif.
2. Sedangkan menurut Vygotsky yang mengemukakan Konstruktivisme Sosial,
perkembangan pembelajaran anak dipengaruhi oleh lingkungan sosial yang
berhubungan dengan budaya. Jadi, setiap anak berkembang dalam konteks
kebudayaannya sendiri, termasuk budaya dari lingkungan keluarga di mana dia
tumbuh.

D. Konstruktivisme Kognitif dan Konstruktivisme Sosial.


1. Konstruktivisme Kognitif
• Pengetahuan dibangun secara individu dan internal, di mana secara aktif dibangun
oleh siswa berdasarkan struktur yang ada.
• Proses belajar melibatkan asimilasi dan akomodasi pengetahuan baru ke dalam
struktur kognitif yang sudah ada.
2. Konstruktivisme Sosial
• Pengetahuan dibagun dalam konteks sosial sebelum menjadi bagian pribadi siswa.
• Proses belajar melibatkan kolaborasi informasi baru untuk meningkatkan
pemahaman.

E. Pentingnya Penerapan Teori Belajar Konstruktivisme


lewat teori Belajar Konstruktivisme, pembelajaran tidak berfokus ke guru melainkan
menuntut siswa untuk lebih aktif dan kreatif. Di sini, kita berperan untuk membantu
menyediakan situasi dan umpan balik situasi agar proses pembentukan pengetahuan
berjalan lancar, serta mencari dan menilai pendapat siswa.
Contoh kegiatan pembelajarannya seperti ini:
“Bapak dan Ibu Guru. Minta siswa untuk mengajukan pertanyaan mereka sendiri dan
mencari jawaban atas pertanyaannya lewat penelitian dan pengamatan langsung. Dari
kegiatan ini, siswa akan menarik hubungan antara pengetahuan yang sudah ada
sebelumnya dengan pengetahuan baru yang diperoleh. Akhirnya, mereka bisa menarik
kesimpulan, mendapatkan informasi baru, dan mengembangkan rencana untuk
penyelidikan selanjutnya”

F. Cara mengoptimalkan penerapan teori Belajar Konstruktivisme.


Supaya pembelajaran konstruktif ini bisa berjalan lebih optimal, Bapak dan Ibu Guru
bisa melakukan beberapa hal berikut.
• Banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih memahami apa yang mereka ketahui dan
pikirkan.
• Memberikan kegiatan belajar yang merangsang rasa ingin tahu siswa dan membantu
mereka untuk mengekspresikan gagasannya.
• Membicarakan tujuan dan apa yang akan dibuat di kelas bersama siswa.
• Memahami pengalaman belajar mana yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa.
• Melibatkan siswa dalam pembelajaran yang aktif.
Pembelajaran konstruktif memberikan kesempatan bagi siswa untuk menyampaikan
gagasan dan menjelaskannya menggunakan bahasanya sendiri. Jadi, siswa bisa lebih berani
untuk membagikan apa yang ada dipikirannya. Karena dalam proses belajar siswa berpikir
tentang pengalamannya, hal ini memgembangkan kemampuan mereka untuk lebih kreatif dan
imajinatif, serta memperluas gambaran mereka tentang teori dan konsep pengetahuan.
Satu lagi yang tidak kalah penting, teori Belajar Konstruktivisme memberikan lingkungan
belajar kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, serta saling menyimak dan
memberikan masukan.
Berikan penjelasan model-model pembelajaran apa saja yang terbentuk berdasarkan
prinsip konstruktivisme!

Konstruktivisme merupakan model pembelajaran mutakhir yang mengedepankan aktivitas


siswa dalam setiap interaksi ekukatif untuk dapat melakukan eksplorasi dan menemukan
pengetahuannya sendiri. Aliran konstruktivisme ini, dalam kajian ilmu pendidikan merupakan
aliran yang berkembang dalam psikologi kognitif yang secara teoritik menekankan siswauntuk
dapat berperan aktif dalam menemukan ilmu baru. Konstruktivisme menganggap bahwa semua
peserta didik mulai dari usia kanak-kanak sampaidengan perguruan tinggi memiliki gagasan
atau pengetahuan tentang lingkungan dan peristiwa (gejala) yang terjadi di lingkungan
sekitarnya.
Adapun tujuan dari Teori belajar Konstruktivisme dalah sebagai berikut:
1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari
sendiri pertanyaannya.
3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman suatu konsep
secara lengkap.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

Unsur-unsur penting dalam Teori belajar Konstruktivisme:


1. Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa
2. Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna
3. Adanya lingkungan social yang kondusif
4. Adanya dorongan agar siswa mandiri
5. Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah

Secara garis besar, prinsip-prinsip Teori belajar Konstruktivisme adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan
murid sendiri untuk menalar.
3. Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep ilmiah.
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan
lancar.
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
6. Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pernyataan.
7. Mencari dan menilai pendapat siswa.
8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.

Proses belajar konstrutivistik dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu:


1. Proses belajar konstruktivistik
Esensi dari teori konstruktivistik adalah siswa harus menemukan dan mentransformasikan
suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi
milik mereka sendiri. Sehingga dalam proses belajar, siswa membangun sendiri
pengetahuan mereka dengan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
2. Peranan siswa
Dalam pembelajaran konstruktivistik, siswa menjadi pusat kegiatan dan guru sebagai
fasiitator. Karena belajar merupakan suatu proses pemaknaan atau pembentukan
pengetahuan dari pengalaman secara konkrit, aktivitas kolaboratif, refleksi serta
interpretasi yang harus dilukukan oleh siswa sendiri.
3. Peranan guru
Guru atau pendidik berperan sebagai fasilitator artinya membantu siswa untuk membentuk
pengetahuannya sendiri dan proses pengkonstruksian pengetahuan agar berjalan lancar.
Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang dimilikinya pada siswa tetapi guru dituntut
untuk memahami jalan pikiran atau cara pandang setiap siswa dalam belajar.
4. Sarana belajar
Sarana belajar dibutuhkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan yang telah diperoleh
agar mendapatkan pengetahuan yang maksimal.
5. Evaluasi hasil belajar
Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar yang menekankan pada ketrampilan proses
baik individu maupun kelompok. Dengan cara ini, maka kita dapat mengetahui seberapa
besar suatu pengetahuan telah dipahami oleh siswa.

Contextual Teaching-Learning Sebagai Elaborasi Model Konstruktivisme


Contextual teaching learning atau yang lebih dikenal dengan CTL merupakan pendekatan
pembelajaran yang mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata
yang berkembang dan terjadi di lingkungan sekitar siswa, sehingga siswa (peserta didik)
mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dengan kehidupan
sehari-hari mereka. Pembelajaran dengan pendekatan CTL atau pembelajaran kontekstual
memungkinkan proses belajar yang tenang dan menyenangkan, karena proses
pembelajaran dilakukan secara ilmiah dan kemudian siswa dapat mempraktikkan secara
alamiah dan kemudian siswa dapat mempraktikkan secara langsung berbagai materi yang
telah dipelajarinya. Pembelajaran kontekstual mendorong peserta didik (siswa) memahami
hakikat, makna, dan manfaat belajar, sehingga akan memberikan stimulus dan motivasi
kepada mereka untuk rajin dan senantiasa belajar.

Pembelajaran kontekstual (Contekstual Teaching Learning, CTL)meniscayakan


guru untuk mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata
siswa serta mendorong mereka untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan praktik kehidupan mereka, baiksebagai anggota keluarga maupun
sebagai anggota masyarakat. Dengan penerapan model tersebut, hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Oleh karenanya, proses pembelajaran harus
berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan
transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi dan bentuk penggunaan metode dalam
proses pembelajaran menjadi lebih pentingdibandingkan dengan hasil pembelajaran.
Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam
status apa mereka, dan bagai mana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka
pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan begitu, mereka memposisikan diri sebagai
diri sendiri yang memerlukan bekal untuk hidupnya nanti.

pembelajaran yang relevan dengan model CTL, yang antara lain adalah sebagai
berikut:

1. Pembelajaran Berbasis Masalah.


Sebelum memulai proses pembelajaran di depan kelas, siswa terlebih dahulu
diminta untuk mengobservasi suatu fenomena. Kemudian siswa diminta untuk
mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul. Setelah itu, tugas guru adalah
merangsang siswa untuk berfikir kritis memecahkan masalah, dan selanjutnya
mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi,dan mendengarkan
perspektif yang berbeda di antara mereka.

2. Memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar.

Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan diberbagai konteks lingkungan


siswa antara lain madrasah/sekolah, keluaraga dan masyarakat. Penugasan yang
diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi siswauntuk belajar di luar kelas.
Misalnya, siswa keluar dari ruang kelas danberinteraksi langsung untuk melakukan
wawancara. Siswa diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung Tentang
apa yang sedang dipelajari. pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang
harus dilakukan siswa dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi.
Kemampuan dasar dan materi pembelajaran.
3. Membuat Aktifitas Kelompok
Aktivitas belajar kelompok dapat memperluas perspektif serta membangun
kecakapan interpersonaliperhatika untuk berhubungan dengan orang lain. Guru
dapat menyusun kelompok terdiri dari tiga, lima maupun delapan siswa sesuai
dengan tingkat kesulitan penugasan.

4. Membuat aktivitas belajar mandiri

Siswa dituntut untuk mampu mencari, menganalisis dan menggunakan informasi


dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru. Supaya dapat melakukannya,
siswa harus lebih diperhatikan bagaimana mereka memproses informasi,
menerapkan strategi pemecahan masalah, dan menggunakan pengetahuan yang
telah mereka peroleh. Model pembelajaran kontekstual harus terlebih dahulu
melakukan uji coba, menyediakan waktu yang cukup, dan menyusun refleksi, serta
guru supaya dapat melakukan proses pembelajaran secara mandiri (independent
learning).

5. Membuat aktivitas belajar kerjasama dengan masyarakat

Madrasah/sekolah dapat melakukan kerjasama dengan orang tua siswa yang


memiliki keahlian khusus untuk menjadi guru tamu. Hal ini perlu dilakukan guna
memberikan pengalaman belajar secara langsung dimana siswa dapat motivasi
untuk mengajukan pertanyaan. Selain itu, kerja sama juga dapat dilakukan dengan
institusi atau pekerjaan tertentu untuk memberikanpengalaman kerja.

6. Menerapkan penilaian autentik

Dalam pembelajaran kontekstual, penilaian autentik dapat membantu siswa untuk


menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah diperoleh dari sitiuasi
nyata untuk tujuan tertentu. Penilaian autentik memberikan kesempatan luas bagi
siswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari selama proses belajar-
mengajar. Adapun bentuk-bentuk penilaian yang dapat digunakan oleh guru adalah
portofolio, tugas kelompok, demonstrasi dan laporan tertulis

Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kontekstual dipengaruhi oleh berbagai


factor yang sangat erat kaitannya. Faktor-faktor tersebut bisa datang dari dalam diri
siswa (internal) dan dari luar diri siswa (eksternal). Sehubungan dengan itu elemen
yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, yakni:
1. Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh siswa.
2. pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagian khusus (dari
umum ke khusus).
3. Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara:
a. Menyusun konsep sementara.
b. Melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari oranglain.
c. Merevisi dan mengembangkan konsep.
4. Pelajaran ditekankan pada upaya mempraktekkan secara langsung apa yang
dipelajari.
5. Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan
yang dipelajari.

Selain itu, dalam proes pembelajaran dengan menggunakan CTL ini, guru perlu
memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan
individual siswa.
2. Lebih mengaktifkan siswa, dan guru mendorong berkembangnya kemampuan baru.
3. Menimbulkan jalinan kegiatan belajar di Madrasah/sekolah, rumah dan lingungan
masyarak
Rencana untuk meningkatkan motivasi siswa
1. Tania usia 7 tahun dengan kendala kemampuan rendah dan keinginan yang rendah dan
sukses
Untuk permasalahan kemampuan yang rendah bisa di atasi dengan mengenal ketertarikan
tania dalam belajar terlebih dahulu, setelah itu kita mengetahui tania lebih tertarik atau
lebih fokus dengan cara belajar tertentu. Sebagai guru kita dapat membuat bahan ajar yang
menarik. Guru dapat memberikan kesimpulan yang mudah dipahami oleh siswa.
Untuk permasalahan keinginan yang rendah dan sukses, dalam permasalahan ini sebagai
guru kita dapat memulai dengan memberikan pemahaman dan bagaimana memaknai
belajar. Peserta didik yang memiliki keinginan belajar yang rendah biasanya dikarenakan
peserta didik belum memahami tujuan untuk belajar. Kemudian tingkat kreativitas dalam
menghadapi tania diusia 7 tahun juga harus menggunakan kreativitas yang tinggi. Sebagai
guru kita bisa mulai dengan membuat suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan
karena guru yang bahagia , peserta didik juga akan menangkap emosi positif tersebut.

2. Samuel 10 tahun dengan kendala bekerja keras untuk menjaga harga diri pada tingkat tinggi
Dan merasa takut gagal , untuk menghadapi peserta didik usia 10 tahun bisa dengan
memberikan kepercayaan ataupun tanggung jawab. Dan memberikan tugas berupa proyek
untuk permasalah merasa takut gagap. Peran guru untuk dapat memberikan pemahaman
bahwa tidak ada salahnya dalam mencoba
3. Cara menghadapi siswa seperti Sandra yang memiliki sifat tenang di kelas dan
meremehkan kemampuan diri sendiri adalah
Guru harus menggunakan metode pembelajaran yang tepat bisa menjadi cara untuk
meningkatkan motivasi belajar siswa. Metode ini bisa dilakukan dengan memberikan
ragam metode pembelajaran. Metode pembelajaran yang tepat dan beragam. Untuk
siswa yang tenang dan pendiam seperti Sandra, sebagai guru, kita bisa mengubah
metode belajar lain selain dari guru hanya memberi penjelasan. Metode lain yang bisa
dilakukan misalnya diskusi kelompok, praktik, sesi tanya jawab, demonstrasi, dan
lainnya agar siswa seperti Sandra yang tenang bisa berpartisipasi aktif. Untuk
mendorong siswa seperti Sandra bisa juga melaksanakan penilaian
AKM dengan memberikan soal atau latihan berorientasi High Order Thinking
Skills (HOTS) atau keterampilan berpikir tingkat tinggi. Dan untuk siswa yang yang
berani menjawab soalnya, baik salah atau benar, maka akan dapat reward tambahan.
Dengan begitu, Sandra dan siswa lain bisa termotivasi untuk mengerjakan soal sebaik
mungkin.
Sandra digambarkan juga sebagai seorang peserta didik yang meremehk an
kemampuannya sendiri. Biasanya anak yang meremehkan diri sendiri adalah orang
yang suka membandingkan dirinya dengan kemampuan orang lain, mempunyai sifat
iri jika teman lebih sukses, tidak memiliki inisiatif, dan tidak percaya diri. Jadi, cara
memotivasi siswa yang meremehkan kemampuan diri sendiri adalah pendekatan
personal terlebih dahulu kepada peserta didik. Bisa mulai dari menanyakan impian
Sandra nantinya ketika sudah dewasa, apa saja yang membuat Sandra insecure, alasan
Sandra merasa minder dengan orang lain, dll. Misalkan, Sandra lemah di Matematika,
tetapi Sandra berbakat di Seni rupa sehingga Sandra merasa rendah diri, dari situ kita
bisa menjelaskan bahwasanya setiap anak memiliki potensi, keunikan, kemampuan,
dan kelebihan yang berbeda-beda. Dari pertanyaan-pertanyaan pendekatan personal
tersebut, kita bisa memotivasi dengan memberi contoh peserta didik yang sudah sukses
di jalannya masing-masing. Setelah memotivasi, jangan lupa memberi pujian kepada
Sandra dengan apa yang Sandra lakukan. Maksudnya memberi apresiasi dan sentuhan
positif secara verbal. Memberi pujian bukan hanya dilakukan atas keberhasilan siswa,
tetapi juga saat siswa sudah berani mencoba walaupun gagal. Lewat pujian dan
apresiasi, siswa akan merasa dihargai karena kerja kerasnya. Siswa akan semakin
termotivasi untuk melakukan yang terbaik dan belajar lebih giat. Siswa lain juga akan
ikut termotivasi untuk melakukan hal yang sama dan ingin bekerja keras juga.
4. Robert, 16 tahun, yang menunjukkan sedikit minat di sekolah dan saat ini tinggal bersama
dengan bibinya (Anda sudah tidak dapat menghubungi orangtuanya)
Banyak anak seperti Robert yang menunjukan sedikit minat di sekolah. Umumnya,
anak-anak seperti ini jika kita memberikan motivasi belajar, hanya masuk telinga kanan
dan keluar telinga kiri. Minat belajar sendiri adalah dorongan dalam diri sendiri untuk
melakukan sesuatu yang dapat membuatnya tertarik dan senang belajar. Jika siswa
mempunyai minat belajar, otomatis mempunyai ketertarikan terhadap sesuatu yang
disenanginya, namun sebaliknya kontek yang saya bahas di sini justru siswa tidak
mempunyai ketertarikan terhadap belajar.
Tentu sebagai guru harus melihat kembali adakah yang salah dalam metode
pembelajarannya, atau dari siswa sendiri mempunyai alasan yang melekat pada dirinya.
Selain aspek jasmani atau kesehatan peserta didik, keadaan siswa yang kemampuan
intelengensinya rendah menjadikan siswa malas atau aras-arasen (jawa) dalam mengikuti
belajar, mereka merasa ogah dan tidak punya greget untuk belajar. Faktor eksternal juga
sangat mendominasi dalam minat belajar. Misalnya keluarga yang tidak peduli dengan
kondisi anak, tidak peduli bagaimana prestasi anak, tidak mau tahu minat belajarnya, ini
menjadikan anak tidak peduli akan prestasinya. Di kasus ini, guru juga sudah tidak bisa
menghubungi orangtua Robert dan kebetulan Robert tinggal bersama bibinya. Hal ini
berarti masa bodoh orangtua Robert pun tidak mendukung terhadap belajarnya.
Tahap awal kita sebagai guru, jika menemukan kasus seperti itu, maka kita harus
berusaha membuka diri kepada anak dan menjelaskan dampak positif maupun negative
jika minat belajar anak rendah. Kita juga bisa mencarikan teman belajar kepada Robert. Di
samping itu, kita juga harus mengetahui masalah personal yang dialami Robert. Kita juga
bisa memotivasi Robert bahwasanya belajar itu bukan hanya sekedar untuk mencari nilai,
tetapi untuk masa depan Robert nantinya.

Kita juga harus menghubungi Bibi Robert terlebih dahulu baik secara langsung maupun
tidak langsung. Guru bisa meminta Bibi Robert ke sekolah dan menjelaskan kebiasaan
Robert yang memiliki minat belajar rendah. Guru juga bisa mensurvei langsung lingkungan
belajar Robert di rumah. Karena ibarat bertepuk sebelah tangan, ketika guru memotivasi
agar anak belajar dengan sungguh-sungguh. Namun, di sisi lain keluarga membiarkannya
dan tidak peduli dengan proses belajarnya padahal tugas wali murid adalah sebagai
pengawas belajar di luar sekolah.

Anda mungkin juga menyukai