Secara garis besar, prinsip-prinsip Teori belajar Konstruktivisme adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan
murid sendiri untuk menalar.
3. Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep ilmiah.
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan
lancar.
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
6. Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pernyataan.
7. Mencari dan menilai pendapat siswa.
8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
pembelajaran yang relevan dengan model CTL, yang antara lain adalah sebagai
berikut:
Selain itu, dalam proes pembelajaran dengan menggunakan CTL ini, guru perlu
memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan
individual siswa.
2. Lebih mengaktifkan siswa, dan guru mendorong berkembangnya kemampuan baru.
3. Menimbulkan jalinan kegiatan belajar di Madrasah/sekolah, rumah dan lingungan
masyarak
Rencana untuk meningkatkan motivasi siswa
1. Tania usia 7 tahun dengan kendala kemampuan rendah dan keinginan yang rendah dan
sukses
Untuk permasalahan kemampuan yang rendah bisa di atasi dengan mengenal ketertarikan
tania dalam belajar terlebih dahulu, setelah itu kita mengetahui tania lebih tertarik atau
lebih fokus dengan cara belajar tertentu. Sebagai guru kita dapat membuat bahan ajar yang
menarik. Guru dapat memberikan kesimpulan yang mudah dipahami oleh siswa.
Untuk permasalahan keinginan yang rendah dan sukses, dalam permasalahan ini sebagai
guru kita dapat memulai dengan memberikan pemahaman dan bagaimana memaknai
belajar. Peserta didik yang memiliki keinginan belajar yang rendah biasanya dikarenakan
peserta didik belum memahami tujuan untuk belajar. Kemudian tingkat kreativitas dalam
menghadapi tania diusia 7 tahun juga harus menggunakan kreativitas yang tinggi. Sebagai
guru kita bisa mulai dengan membuat suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan
karena guru yang bahagia , peserta didik juga akan menangkap emosi positif tersebut.
2. Samuel 10 tahun dengan kendala bekerja keras untuk menjaga harga diri pada tingkat tinggi
Dan merasa takut gagal , untuk menghadapi peserta didik usia 10 tahun bisa dengan
memberikan kepercayaan ataupun tanggung jawab. Dan memberikan tugas berupa proyek
untuk permasalah merasa takut gagap. Peran guru untuk dapat memberikan pemahaman
bahwa tidak ada salahnya dalam mencoba
3. Cara menghadapi siswa seperti Sandra yang memiliki sifat tenang di kelas dan
meremehkan kemampuan diri sendiri adalah
Guru harus menggunakan metode pembelajaran yang tepat bisa menjadi cara untuk
meningkatkan motivasi belajar siswa. Metode ini bisa dilakukan dengan memberikan
ragam metode pembelajaran. Metode pembelajaran yang tepat dan beragam. Untuk
siswa yang tenang dan pendiam seperti Sandra, sebagai guru, kita bisa mengubah
metode belajar lain selain dari guru hanya memberi penjelasan. Metode lain yang bisa
dilakukan misalnya diskusi kelompok, praktik, sesi tanya jawab, demonstrasi, dan
lainnya agar siswa seperti Sandra yang tenang bisa berpartisipasi aktif. Untuk
mendorong siswa seperti Sandra bisa juga melaksanakan penilaian
AKM dengan memberikan soal atau latihan berorientasi High Order Thinking
Skills (HOTS) atau keterampilan berpikir tingkat tinggi. Dan untuk siswa yang yang
berani menjawab soalnya, baik salah atau benar, maka akan dapat reward tambahan.
Dengan begitu, Sandra dan siswa lain bisa termotivasi untuk mengerjakan soal sebaik
mungkin.
Sandra digambarkan juga sebagai seorang peserta didik yang meremehk an
kemampuannya sendiri. Biasanya anak yang meremehkan diri sendiri adalah orang
yang suka membandingkan dirinya dengan kemampuan orang lain, mempunyai sifat
iri jika teman lebih sukses, tidak memiliki inisiatif, dan tidak percaya diri. Jadi, cara
memotivasi siswa yang meremehkan kemampuan diri sendiri adalah pendekatan
personal terlebih dahulu kepada peserta didik. Bisa mulai dari menanyakan impian
Sandra nantinya ketika sudah dewasa, apa saja yang membuat Sandra insecure, alasan
Sandra merasa minder dengan orang lain, dll. Misalkan, Sandra lemah di Matematika,
tetapi Sandra berbakat di Seni rupa sehingga Sandra merasa rendah diri, dari situ kita
bisa menjelaskan bahwasanya setiap anak memiliki potensi, keunikan, kemampuan,
dan kelebihan yang berbeda-beda. Dari pertanyaan-pertanyaan pendekatan personal
tersebut, kita bisa memotivasi dengan memberi contoh peserta didik yang sudah sukses
di jalannya masing-masing. Setelah memotivasi, jangan lupa memberi pujian kepada
Sandra dengan apa yang Sandra lakukan. Maksudnya memberi apresiasi dan sentuhan
positif secara verbal. Memberi pujian bukan hanya dilakukan atas keberhasilan siswa,
tetapi juga saat siswa sudah berani mencoba walaupun gagal. Lewat pujian dan
apresiasi, siswa akan merasa dihargai karena kerja kerasnya. Siswa akan semakin
termotivasi untuk melakukan yang terbaik dan belajar lebih giat. Siswa lain juga akan
ikut termotivasi untuk melakukan hal yang sama dan ingin bekerja keras juga.
4. Robert, 16 tahun, yang menunjukkan sedikit minat di sekolah dan saat ini tinggal bersama
dengan bibinya (Anda sudah tidak dapat menghubungi orangtuanya)
Banyak anak seperti Robert yang menunjukan sedikit minat di sekolah. Umumnya,
anak-anak seperti ini jika kita memberikan motivasi belajar, hanya masuk telinga kanan
dan keluar telinga kiri. Minat belajar sendiri adalah dorongan dalam diri sendiri untuk
melakukan sesuatu yang dapat membuatnya tertarik dan senang belajar. Jika siswa
mempunyai minat belajar, otomatis mempunyai ketertarikan terhadap sesuatu yang
disenanginya, namun sebaliknya kontek yang saya bahas di sini justru siswa tidak
mempunyai ketertarikan terhadap belajar.
Tentu sebagai guru harus melihat kembali adakah yang salah dalam metode
pembelajarannya, atau dari siswa sendiri mempunyai alasan yang melekat pada dirinya.
Selain aspek jasmani atau kesehatan peserta didik, keadaan siswa yang kemampuan
intelengensinya rendah menjadikan siswa malas atau aras-arasen (jawa) dalam mengikuti
belajar, mereka merasa ogah dan tidak punya greget untuk belajar. Faktor eksternal juga
sangat mendominasi dalam minat belajar. Misalnya keluarga yang tidak peduli dengan
kondisi anak, tidak peduli bagaimana prestasi anak, tidak mau tahu minat belajarnya, ini
menjadikan anak tidak peduli akan prestasinya. Di kasus ini, guru juga sudah tidak bisa
menghubungi orangtua Robert dan kebetulan Robert tinggal bersama bibinya. Hal ini
berarti masa bodoh orangtua Robert pun tidak mendukung terhadap belajarnya.
Tahap awal kita sebagai guru, jika menemukan kasus seperti itu, maka kita harus
berusaha membuka diri kepada anak dan menjelaskan dampak positif maupun negative
jika minat belajar anak rendah. Kita juga bisa mencarikan teman belajar kepada Robert. Di
samping itu, kita juga harus mengetahui masalah personal yang dialami Robert. Kita juga
bisa memotivasi Robert bahwasanya belajar itu bukan hanya sekedar untuk mencari nilai,
tetapi untuk masa depan Robert nantinya.
Kita juga harus menghubungi Bibi Robert terlebih dahulu baik secara langsung maupun
tidak langsung. Guru bisa meminta Bibi Robert ke sekolah dan menjelaskan kebiasaan
Robert yang memiliki minat belajar rendah. Guru juga bisa mensurvei langsung lingkungan
belajar Robert di rumah. Karena ibarat bertepuk sebelah tangan, ketika guru memotivasi
agar anak belajar dengan sungguh-sungguh. Namun, di sisi lain keluarga membiarkannya
dan tidak peduli dengan proses belajarnya padahal tugas wali murid adalah sebagai
pengawas belajar di luar sekolah.