Anda di halaman 1dari 33

AIK 2

1. Makhluk – makhluk Allah

Manusia diciptakan  paling sempurna dari mahluk hidup lainnya yang diciptakan
oleh Allah SWT. Kesempurnaan penciptaan ini menjadikan manusia memiliki
tanggung jawab dan beban takdir yang juga berbeda dari mahluk hidup lainnya.

1. Tumbuhan merupakan mahluk hidup ciptaan Allah, beban takdirnya adalah


kepasrahan menerima tanpa ada pilihan baginya selain menerima ketetapan
takdir mendatanginya, ketika badai petir datang ia tidak dapat menghindari
mereka pasrah pohon mana yang akan tersambar petir, begitu juga ketika
penebang kayu datang, pohon tak bisa lari dari takdirnya, jika yang datang
penebang jati maka selamatlah meranti juga kayu ulin dan pasrahlah si kayu
jati, begitu juga dengan yang lainnya, tapi kalau yang datang cukong serakah
maka habislah mereka semua tak bisa menghindari takdir.
2. Hewan merupakan mahluk hidup ciptaan Allah, beban takdirnya adalah
mengikuti naluri kemana takdir membawanya, pilihannya hanyalah pergi dari
satu takdir ke takdir lainnya. Ketika api membakar hutan nalurinya
membawanya menjauhi api menghindar menuju ke tepi hutan dan hanya
untuk bertemu pemburu. Ketika makanan di dalam hutan habis naluri mereka
tahu kemana harus pergi, mereka ke tepi desa menuju kebun dan rumah
penduduk yang menyambut mereka sebagai hama dan menghabisi mereka.
Apakah kita manusia ingin seperti hewan ?. Yang menghindari takdir yang
satu menuju ke takdir yang lainnya.
3. Iblis merupakan mahluk hidup ciptaan Allah beban takdirnya sudah ia pilih
sendiri. Ia tak pernah takut pada takdirnya, ia mahluk yang hanya takut pada
Allah, ia tidak pernah takut pada mahluk ciptaan Allah, tidak takut pada
peringatan Allah, tidak takut pada adzab Allah. Apakah kita ingin seperti iblis
?. Yang hanya takut pada Allah tapi tidak peduli pada takdir baik atau buruk,
tidak takut pada adzab Allah, tidak takut pada peringatan Allah
4. Manusia ciptaan paling sempurna, meski diberi nafsu namun juga diberi hati,
diberi akal dan juga pikiran, serta dititipkan petunjuk yang sebaik-baik
petunjuk yakni Al Qur'an dan hadits yang diantarkan langsung oleh rasulnya
dan bersamanya dititipkan pula ulama pewaris para nabi yang akan
mengajarkan tentang apa dan bagaimana itu takdir.
2. Asal – usul Manusia

Asal usul manusia menurut pandangan agama Islam sangat bertentangan


dengan apa yang telah dikemukakan oleh para pencetus dan pendukung teori
evolusi. Charles Darwin sebagai pencetus teori evolusi berpendapat bahwa
mahluk hidup termasuk juga manusia, adalah berasal dari evolusi atau
perubahan-perubahan mahluk sebelumnya yang memiliki kemampuan
sederhana. Perubahan-perubahan tersebut membuat kemampuan manusia
menjadi lebih sempurna.

Pendapat ini ditunjang oleh ditemukannya beberapa fakta ilmiah


seperti fosil dari manusia purba seperti Meghanthropus dan Pitheccanthropus
di berbagai daerah. Di sisi lain, hampir dari semua agama di dunia menentang
pendapat ini.

Penentangan itu terjadi karena pemikiran mereka didasarkan pada berita-


berita dan informasi dalam kitab sucinya masing-masing. Salah satu dari kitab
suci tersebut adalah Al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai kitab suci agama Islam
menyebutkan beberapa proses kejadian manusia yang lebih rinci dan jelas.
3 Kejadian dan Asal-Usul Manusia Menurut Islam Al-Quran menjelaskan
beberapa tahapan dalam proses kejadian dan asal-usul manusia secara rinci.
Ketiga tahapan tersebut antara lain kejadian dan asal usul manusia pertama,
kedua, dan ketiga.

1. Berikut ini penjelasan dari masing-masing tahapan tersebut.


Kejadian dan Asal-usul Manusia Pertama Kejadian dan asal-usul manusia
pertama yang berarti pula proses penciptaan Adam diawali oleh
pembentukan fisik dengan membuatnya langsung dari tanah yang kering
yang kemudian ditupkan ruh ke dalamnya sehingga ia hidup.
Keterangan tersebut sesuai dengan hadis riwayat Tirmidzi, dimana Nabi
SAW bersabda:
 “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam as dari segenggam tanah yang
diambil dari seluruh bagian bumi, maka anak cucu Adampun seperti itu,
sebagian ada yang baik dan buruk, ada yang mudah (lembut) dan kasar dan
sebagainya.”

2. Kejadian dan Asal-usul Manusia Kedua Alloh menciptakan segala sesuatu


secara berpasang-pasangan. Begitupun dengan manusia, Adam yang
diciptakan hendak dipasangkan oleh Alloh dengan lawan jenisnya yang
diciptakan dari tulang rusuk Adam, yaitu Siti Hawa.

Keterangan tersebut sesuai dengan firman Alloh QS. An-Nisa, ayat 1


berikut:

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah


menciptakan kamu dari jiwa yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan
isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki
dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan mengawasi kamu.”
3. Kejadian dan Asal-usul Manusia Ketiga Kejadian dan asal usul manusia
ketiga terkait  dengan proses kejadian seluruh umat keturunan Nabi Adam
dan Siti Hawa (Kecuali Isa, AS.) proses kejadian manusia yang disebutkan
dalam Al-Qur,an ternyata setelah dewasa ini dapat dipertanggung jawabkan
secara medis.

Dalam Al-Qur’an, asal-usul manusia secara biologi dijelaskan dalam Surat


Al-Mu’minuun : 12-14 berikut ini:
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia itu dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan ia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah , Pencipta Yang
Paling Baik." (QS. Al Mu’minuun : 12-14).
Dari ketiga asal-usul penciptaan manusia menurut agama Islam di atas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa, islam memandang manusia secara
substantif terbagi ke dalam 2 hal, yaitu substansi materi (badan) dan
substansi immateri (jiwa).

3. Dinul Islam

Dinul Islam yang arti sederhananya “Agama Islam”  adalah agama


yang ajarannya sangat sempurna karena datang langsung dari Allah SWT.
Dinul islam dibawa dan diajarkan oleh para Nabi dan Rasul, sejak Nabi Adam
AS, hingga Nai Muhammad SAW. Sebagai nabi terakhir. Bersumber dari
kitab-kitab Allah dan sunnah para Nabi yang bersangkutan.Dinul Islam yang
dibawa Nabi Muhammad SAW. Bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah SAW. Oleh karena itu Dinul Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW. Merupakan Din (Agama) yang paling lengkap serta satu-
satunya agama yang di ridhoi Allah SWT.

Din-al Islam atau Dinul Islam merupakan istilah dalam Bahasa Arab
yang artinya agama Islam. Memahami Islam secara sederhana dapat dilakukan
dengan mengetahui maksud dari namanya. Dinul Islam tersusun dari dua kata
yakni Din dan Islam yang berakar dari kata salima.
Istilah din secara umum diartikan sebagai agama. Namun Syed
Muhammad Naquib Al-Attas (1993) dalam Islam and Secularism memperluas
makna tersebut. Menurutnya, din merupakan asas bagi suatu kehidupan yang
tertib dan teratur.

Sementara itu, melansir materi Konsep Agama Islam tulisan Dr


Marzuki M.Ag, kata salima artinya selamat, damai, dan sejahtera. Kemudian
muncul kata turunan istislam yang bermakna ketundukan atau penyerahan
diri.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Adz-Dzariyat ayat 56:

ِ ‫اخلَ ْق ُت ْال ِج َّن َواِأل ْن َسِإاللِ َيعْ ُب ُد‬


‫ون‬ َ ‫َو َم‬

Artinya “Dan tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia terkecuali untuk mengabdi
kepadaKu."

Dengan demikian, Islam dapat dipahami sebagai serangkaian


peraturan yang didasarkan pada wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT
kepada para nabi/rasul untuk ditaati. Tujuannya demi memelihara
keselamatan, kesejahteraan, dan perdamaian bagi umat manusia.

Hakikat Dinul Islam

Dari penjelasan sebelumnya dapat diketahui bahwa ajaran Islam pada


hakikatnya bersifat universal karena memerhatikan kemaslahatan umat.
Misinya tidak lain adalah sebagai rahamatan lil ‘alamin atau rahmat bagi
seluruh alam.

Allah berfirman dalam surat Al Anbiya ayat 107 yang berbunyi:

‫َو َمٓااَرْ َس ْل ٰن َك ِااَّل َرحْ َم ًةلِّ ْل ٰعلَ ِمي َْن‬


Artinya: Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi seluruh alam.

Islam sangat menekankan kebaikan dan kebajikan sesama umat


manusia. Ini didasari oleh firman Allah dalam Surat Al-Qashash ayat 77 yang
artinya:

“Carilah dari yang diberikan Allah kepadamu pahala akhirat, dan


jangan lupa bagianmu dari kehidupan dunia, berbuat baiklah sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah menimbulkan kerusakan di
bumi. Allah sungguh tidak senang kepada orang yang menimbulkan
kerusakan.”

Inti ajaran yang dibawa oleh para nabi sejak Nabi Adam AS hingga
Nabi Muhammad SAW ini adalah tauhid atau mengesakan Allah. Hakikat
Islam tergambar jelas dari penjelasan Rasulullah mengenai rukun Islam.

“Hadits dari Abdulrahman bin Abdilah Umar bin Khatab berkata:


Islam dibangun atas lima (hal): bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah
dan Muhammad adalah rasul-Nya, melaksanakan shalat, menunaikan zakat,
berpuasa pada bulan Ramadhan, dan melaksanakan ibadah haji bagi yang
mampu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Di dalamnya termasuk pula iman. Mengutip Keterkaitan Nilai Iman,


Islam, dan Ihsan Dalam Kurikulum 2013 tulisan Anis Ilmiyah (2014)
dikisahkan ketika para sahabat sedang berada di samping Rasulullah, tiba-tiba
datanglah seseorang yang pakaiannya sangat putih dengan rambut hitam.

Tidak terlihat padanya bekas-bekas perjalanan, dan tidak ada


seorangpun sahabat yang mengenalnya. Orang tersebut duduk di dekat
Rasulullah SAW dan berkata “Terangkan iman kepadaku”.
Rasulullah bersabda: “Hendaknya engkau beriman kepada Allah,
Malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, hari kiamat dan
beriman kepada takdir; baik buruknya”.

Istilah Dinul Islam dalam Alquran

Mengutip jurnal Islam dan Humanisme karya Muhammadin (2017),


dalam Alquran sebutan bagi al-Islam ada beberapa macam, di antaranya yaitu:

1) Dinullah: agama Allah, artinya agama milik Allah (QS.3:83)

2) Dinul-haq: agama haq, yaitu kebenarannya nyata dalam kehadirannya


dan adanya (QS. 61:9)

3) Dinul-khalis: agama yang bersih dan murni dari kemusyrikan dan


khurafat, sehingga kebersihan dan kemurnian ajarannya terpelihara
selama-lamanya.

4) Ad-dinul Qayyim: agama yang tepat dan tetap tegak. Ajaran dan
syariatnya selalu relevan untuk tercapainya derajat umat yang beriman
dan bertaqwa kepada Allah (QS. 9:36, 30:30).

4. Sumber Ajaran Islam

Islam sebagai agama yang berlaku abadi dan berlaku untuk seluruh
umat manusia mempunyai sumber yang lengkap pula. Sumber ajaran Islam
adalah Al-Qur'an dan Sunnah yang sangat lengkap. Pertanyaan yang akan
timbul adalah mengapa ijtihad dijadikan sebagai sumber hukum atau sumber
ajaran Islam, padahal AI-Qur'an dan Sunnah telah cukup lengkap.
Seperti diketahui bahwa AI-Qur'an adalah merupakan sumber ajaran yang
bersifat pedoman pokok dan global, sedangkan penjelasannya banyak
diterangkan dan dilengkapi oleh Sunnah. Tapi, sesuai dengan perkembangan
zaman, banyak masalah-masalah baru yang tidak terdapat dalam AI-Qur'an
dan Sunnah. Dalam Persoalan-persoalan baru itu sudah barang tentu
jawabannya bagaimana dan sejauhmana Islam secara, tegas menetapkan dan
memecahkannya. Dengan demikian ijtihad sangat dibutuhkan sebagai saluh
satu metode dalam menerangkan sesuatu persoalan yang tidak ada atau secara
jelas tidak terdapat dalam AI-Qur'an dan Sunnah.

Al Quran adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi


Muhammad SAW. Tulisannya berbahasa Arab dengan perantaraan Malaikat
Jibril.

Al Quran juga merupakan hujjah atau argumentasi kuat bagi Nabi


Muhammad SAW dalam menyampaikan risalah kerasulan dan pedoman hidup
bagi manusia serta hukum-hukum yang wajib dilaksanakan. Hal ini untuk
mewujudkan kebahagian hidup di dunia dan akhirat serta untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT.

Al Quran sebagai kalam Allah SWT dapat dibuktikan dengan


ketidaksanggupan atau kelemahan yang dimiliki oleh manusia untuk
membuatnya sebagai tandingan, walaupun manusia itu adalah orang pintar.

Dalam surat Al Isra ayat 88, Allah berfirman:

‫ْض‬ ُ ‫انَ بَع‬RR‫وْ َك‬RRَ‫ه َول‬Rٖ Rِ‫ْأتُوْ نَ بِ ِم ْثل‬Rَ‫رْ ٰا ِن اَل ي‬RRُ‫ َذا ْالق‬R‫ت ااْل ِ ْنسُ َو ْال ِج ُّن ع َٰلٓى اَ ْن يَّْأتُوْ ا بِ ِم ْث ِل ٰه‬
ٍ ‫هُ ْم لِبَع‬R‫ْض‬ ِ ‫قُلْ لَّ ِٕى ِن اجْ تَ َم َع‬
‫ظَ ِه ْيرًا‬

Katakanlah, "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk


membuat yang serupa (dengan) Al-Qur'an ini, mereka tidak akan dapat
membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu
sama lain."
2. Hadits

Seluruh umat Islam telah sepakat dan berpendapat serta mengakui


bahwa sabda, perbuatan dan persetujuam Rasulullah Muhammad SAW
tersebut adalah sumber hukum Islam yang kedua sesudah Al Quran. Banyak
ayat-ayat di dalam Al Quran yang memerintahkan untuk mentaati Rasulullah
SAW seperti firman Allah SWT dalam Q.S Ali Imran ayat 32:

٣٢ - َ‫قُلْ اَ ِط ْيعُوا هّٰللا َ َوال َّرسُوْ َل ۚ فَا ِ ْن تَ َولَّوْ ا فَا ِ َّن هّٰللا َ اَل يُ ِحبُّ ْال ٰكفِ ِر ْين‬

Katakanlah (Muhammad), "Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu


berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir."

Al Hadits sebagai sumber hukum yang kedua berfungsi sebagai


penguat, sebagai pemberi keterangan, sebagai pentakhshis keumuman, dan
membuat hukum baru yang ketentuannya tidak ada di dalam Al Quran.
Hukum-hukum yang ditetapkan oleh Rasulullah Muhammad SAW ada
kalanya atas petunjuk (ilham) dari Allah SWT, dan adakalanya berasal dari
ijtihad.

3. Ijma

Imam Syafi'i memandang ijma sebagai sumber hukum setelah Al


Quran dan sunah Rasul. Dalam moraref atau portal akademik Kementerian
Agama bertajuk Pandangan Imam Syafi'i tentang Ijma sebagai Sumber
Penetapan Hukum Islam dan Relevansinya dengan perkembangan Hukum
Islam Dewasa Ini karya Sitty Fauzia Tunai, Ijma' adalah salah satu metode
dalam menetapkan hukum atas segala permasalahan yang tidak didapatkan di
dalam Al-Quran dan Sunnah. Sumber hukum Islam ini melihat berbagai
masalah yang timbul di era globalisasi dan teknologi modern.
Jumhur ulama ushul fiqh yang lain seperti Abu Zahra dan Wahab
Khallaf, merumuskan ijma dengan kesepakatan atau konsensus para mujtahid
dari umat Muhammad pada suatu masa setelah wafatnya Rasulullah SAW
terhadap suatu hukum syara' mengenai suatu kasus atau peristiwa.

Ijma dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu ijma sharih dan ijma
sukuti. Ijma sharih atau lafzhi adalah kesepakatan para mujtahid baik melalui
pendapat maupun perbuatan terhadap hukum masalah tertentu. Ijma sharih ini
juga sangat langka terjadi, bahkan jangankan yang dilakukan dalam suatu
majelis, pertemuan tidak dalam forum pun sulit dilakukan.

Bentuk ijma yang kedua dalah ijma sukuti yaitu kesepakatan ulama
melalui cara seorang mujtahid atau lebih mengemukakan pendapatanya
tentang hukum satu masalah dalam masa tertentu kemudian pendapat itu
tersebar luas serta diketahui orang banyak. Tidak ada seorangpun di antara
mujtahid lain yang menggungkapkan perbedaan pendapat atau menyanggah
pendapat itu setelah meneliti pendapat itu.

4. Qiyas

Sumber hukum Islam selanjutnya yakni qiyas (analogi). Qiyas adalah


bentuk sistematis dan yang telah berkembang fari ra'yu yang memainkan
peran yang amat penting. Sebelumnya dalam kerangka teori hukum Islam Al-
Syafi'i, qiyas menduduki tempat terakhir karena ia memandang qiyas lebih
lemah dari pada ijma.

5. Syariat Islam

Pengertian Syariah -

Istilah syariah meledak penggunaannya di berbagai media, khususnya


media sosial dan media elektronik lainnya beberapa tahun belakangan.
Sehingga, masyarakat Indonesia tidak lagi merasa asing atau terkesan terlalu
religius saat mendengar atau membicarakan kata ini. Tidak berhenti di situ,
istilah syariah pun menjadi hal biasa bagi sahabat dari komunitas agama selain
Islam.

Hal ini dikarenakan meningkatnya tren gaya hidup halal di Indonesia.


Bahkan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia, Sandiaga Uno,
menyarankan agar semua harus halal. Di sisi lain, syariah kerap lekat dengan
produk-produk halal. lantas, apa itu pengertian syariah?.

Pengertian Syariah

Pengertian syariah secara sederhana ialah jalan yang jelas yang


ditunjukkan Allah kepada umat manusia. Jalan ini berupa hukum dan
ketentuan dalam agama Islam, yang bersumber dari al-Quran, hadis Nabi
Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalam, ijma, dan qiyas. Tujuan dari
syariah tidak lain dan tidak bukan adalah agar umat manusia tidak tersesat
dalam hidup, baik di dunia atau di akhirat. Karena Allah telah
memberitahukan jalan mana yang harus dilalui itu tadi.

Tidak banyak yang tahu bahkan dari umat Islam sendiri, bahwa istilah
syariah sudah digunakan sejak dulu, yakni pada zaman Nabi Muhammad.
Akan tetapi, istilah yang dipakai bukan yang dalam bentuk tunggal, namun
bentuk jamak yakni syara’i. sedangkan, syariah sendiri adalah kata berbentuk
tunggal dalam bahasa Arab. Bahkan penggunaannya tidak hanya di Arab
Saudi tempat kelahiran Nabi Muhammad, akan tetapi menyebar ke seluruh
daratan Arab.

Meski dapat dimaknai sebagai jalan yang berbentuk hukum dan


ketentuan dalam agama Islam, arti harfiah syariah sendiri bukan seperti itu.
Syariah dalam bahasa Arab adalah sumber air. Banyak juga orang Arab yang
menggunakan istilah syariah untuk menyebut jalan setapak menuju sumber
air.

Sementara menurut para ulama, definisi syariah mencakup hukum


dasar yang ditetapkan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan
penciptanya, dengan sesama manusia, dan juga kepada alam. Hal ini sesuai
dengan QS. An-Nisa ayat tiga belas.

Karena syariah adalah hukum dasar, maknanya menjadi masih bersifat


terlalu umum. Hal ini dapat tergambar pada poin-poin hukum yang terdapat
dalam al-Quran dan hadis Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalam

Namun, hukum dasar yang masih sangat umum tersebut tentu perlu
dikaji lebih dalam agar dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan
disesuaikan dengan perkembangan zaman kehidupan manusia. Oleh karena
itu, dibentuklah satu bidang ilmu pengetahuan yang khusus untuk
mempelajari hukum dasar dan menyesuaikannya dengan hukum-hukum
spesifik yang dibutuhkan oleh manusia. Bidang ilmu tersebut bernama ilmi
fiqih dan orang yang memiliki keilmuan dalam bidang itu disebut faqih.

Oleh sebab itu, banyak salah paham yang menyamakan pengertian


syariah dengan pengertian fiqih. Padahal, ada dua hal dasar yang sangat
membedakan fiqih dengan syariah. Bahasan dalam syariah bersifat umum,
mencakup akidah dan akhlak manusia. Oleh karena itu, syariah bersifat pasti
atau niscaya. Sementara dalam fiqih, lingkup yang dibahas kepada cara atau
amaliah tingkah laku manusia dan tidak ada satu kepastian dalam fiqih karena
sifatnya yang merupakan hasil buah pemikiran para ulama mujtahid.
Fungsi Syariah

Seperti yang sudah sedikit dibahas di atas, syariah ditujukan kepada


manusia agar dapat menjalankan kehidupan di dunia ini dengan baik
sebagaimana mestinya, untuk kehidupan di akhirat.

Sutisna dalam bukunya Syariah Islamiyah menambahkan bahwa


fungsi syariah memiliki dua garis besar, yakni manusia sebagai hamba yang
otomatis harus menghambakan dirinya kepada penciptanya dan manusia
sebagai jenis makhluk hidup yang diciptakan sebagai makhluk hidup terbaik,
yang mengurus dan mengatur tatanan kehidupan di dunia.

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa fungsi syariah adalah membantu


manusia memiliki hablum minAllah atau hubungan kepada Pencipta dan
hablum minannas atau hubungan kepada sesamanya, dengan sebaik mungkin.

Sekian artikel mengenai pengertian syariah dan sedikit kegunaannya. Semoga


kita semua bisa memahami syariat sebagai hukum dasar yang bersumber dari
al-Quran dan hadis Nabi Muhammad ya, sehingga tidak lagi menyamakannya
dengan fiqih yang pada dasarnya hasil pemikiran ulama mujtahid dan sangat
mungkin memiliki versi yang berbeda.

*Pengertian Syariah Menurut Para Pakar*

Kata syariah sering kali kita dengar dalam kehidupan sehari-hari.


Dengan semakin populernya istilah syariah, sebenarnya apa definisi dari kata
tersebut? Pada dasarnya, pengertian syariah merupakan aturan, ketetapan, dan
hukum yang sudah diciptakan oleh Allah bagi seluruh makhluk-Nya. Jika kita
selidiki asal-usul kata syariah serta proses perubahannya dalam bentuk dan
makna, secara etimologi kata syariah berasal dari bahasa Arab yaitu kata
syara’a yang artinya jalan. Sehingga jika disimpulkan, kata syariah juga
berarti peraturan. Sedangkan secara terminologi atau istilah, syariah
merupakan sebuah sistem aturan Tuhan yang mengatur hubungan manusia
dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan sesama manusia, maupun
hubungan manusia dengan seluruh ciptaan Tuhan di alam semesta ini. Di
bawah ini kami paparkan pengertian lebih lanjut dari syariah yang
disampaikan oleh para pakar.

Inilah Pengertian Syariah Menurut Para Pakar

Berdasarkan apa yang telah dikemukakan oleh Fyzee (1965), ia


mengemukakan bahwa pengertian syariah sama dengan yang diambil dalam
istilah bahasa Inggris yang disebut sebagai Canon of Law. Canon of Law
sendiri memiliki makna keseluruhan perintah Tuhan sehingga setiap perintah-
perintah tersebut dinamakan dengan hukum. Perlu diketahui bahwa hukum
Allah tidaklah mudah untuk dimengerti, sedangkan syariah sendiri sudah
meliputi segala tingkah laku pada manusia. Selain itu, menurut Agnides,
sesuatu yang tidak akan diketahui keberadaanya jika seandainya tidak ada
wahyu Tuhan itulah yang disebut sebagai syariah. Sedangkan Rosyada
mendefinisikan syariah dengan arti menetapkan norma hukum dengan tujuan
untuk menata kehidupan manusia dengan Tuhannya, maupun dengan manusia
lainnya.

Selain beberapa pengertian syariah yang telah disebutkan sebelumnya,


Hanafi (1984) juga memberikan penjelasan mengenai syariah. Berdasarkan
apa yang telah dikemukakannya, syariah adalah hukum-hukum yang diadakan
oleh Tuhan untuk para hamba-Nya melalui salah seorang Nabi-Nya, baik
hukum tersebut berkaitan dengan cara mengadakan perbuatan yang disebut
sebagai hukum cabang dan amalan. Kemudian Zuhdi (1987) pun
mengemukakan definisi syariah pula, yaitu hukum-hukum yang ditetapkan
Allah melalui Rasul-Nya bagi para hamba-Nya dengan tujuan agar mereka
mentaati hukum-hukum tersebut.
Yang terakhir, menurut apa yang yang disampaikan oleh salah satu
ahli lain bernama Ashshiddieqy, syariah merupakan nama untuk hukum-
hukum yang sudah ditetapkan oleh Allah. Hukum-hukum tersebut
disampaikan melalui perantara Rasul Allah yang diperuntukkan bagi para
hamba-Nya. Adanya syariah dimaksudkan agar setiap hamba Allah
melaksanakan hukum-hukum tersebut dengan dasar iman dan takwa, baik
hukum tersebut tentang amaliyah lahiriah maupun hukum yang berkenaan
dengan akidah dan akhlak, kepercayaan yang memiliki sifat bathiniah. Selain
ruang lingkup syariah dalam hal ibadah, syariah juga memiliki ruang lingkup
mu’amalah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya dan
dengan benda. Seperti itulah beberapa pengertian syariah yang dikemukakan
oeh para pakar serta beberapa penjelasannya.

*Mengenal Pengertian Syariat Islam*

Istilah syariat bukan lagi istilah yang baru atau aneh bagi banyak
orang. Kata syariat ini sering ditemukan di berbagai tempat dan kesempatan.
Mulai dari buku yang dibaca, ceramah ustadz, pengajian, kultum, dan lain
sebagainya. Namun, apakah yang dimaksud dengan syariat?

Makna Syariat Secara Bahasa

Kata syariat sendiri sebenarnya merupakan kata dalam bahasa Arab


yang kemudian diserap menjadi kata bahasa Indonesia. Bahkan kata ini juga
bisa Anda temukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online. Dalam
KBBI, kata syariat berarti hukum agama yang menetapkan peraturan hidup
manusia, hubungan manusia dengan Allah Subhanahu Wa Ta'ala., hubungan
manusia dan alam sekitar berdasarkan Al-Qur’an dan hadits. Kata syariat juga
memiliki bentuk tidak baku yaitu sarengat, sariat, sereat, dan syariah yang
memiliki arti sama.
Namun, untuk mengetahui makna asli syariat, tentu saja Anda harus
merujuk kepada kamus literatur bahasa Arab yang menjadi asal kata syariat
tersebut.

Kata syariat berasal dari sya-ra-‘a yang artinya memulai, mengawali,


memasuki, memahami. Dalam definisi lain, kata ini juga bisa berarti membuat
peraturan, undang – undang, syariat. Sedangkan secara etimologi, kata syariat
memiliki arti mazhab atau metode yang lurus.

Makna Syariat dalam Islam

Pemaknaan syariat atau definisi syariat antar ulama memiliki redaksi


yang cukup berbeda. Imam al-Qurthubi misalnya, beliau mendefinisikan
syariat islam sebagai agama yang Allah syariatkan kepada hamba –
hambaNya. Definisi ini dituliskan dalam kitab Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an.

Sedangkan Ibnu Taimiyah dalam kitab Majmu’ Fatawa


mendefinisikan syariat Islam sebagai menaati Allah, menaati Rasul-Nya, dan
para pemimpin dari kalangan orang beriman. Dan Imam Ibnu Atsir Al-Jazari
menyebutkan bahwa definisi syara’ dan syariat lebih menitikberatkan kepada
agama yang Allah syariatkan atas hamba-hamba-Nya. Yaitu agama yang
Allah tetapkan bagi mereka dan wajibkan atas mereka. Definisi Imam Ibnu
Atsir al-Jazari ini disampaikan dalam kitab an-Nihayah fi Gharibil Hadits wal
Atsar.

Terminologi syariat terbagi dalam dua definisi. Yaitu definisi umum


dan definisi khusus.

Syariat dalam Makna Umum

Dalam makna umum, syariat mencakup seluruh hukum yang menjadi


ketetapan Allah dan diwajibkan kepada hamba-hamba-Nya. Hukum ini
disampaikan melalui wahyu yang turun atau melalui lisan rasul-Nya. Definisi
syariat dalam makna umum ini mencakup hampir semua aktivitas yang
dilakukan manusia. Mulai dari segi akidah, moral, ibadah, pekerjaan, politik,
hukum, kekuasaan, warisan, pemberian, dan lain sebagainya.

Luasnya cakupan syariat secara umum ini mengisyaratkan bahwa


Islam adalah agama yang menyeluruh dan sempurna. Sehingga, segala hal
telah memiliki koridor dan aturan yang jelas. Baik dari segi perintah hingga
tata laksananya.

Syariat dalam Makna Khusus

Sedangkan syariat dalam makna khusus hanya mencakup sebagian


dari hukum – hukum syar’i karena adanya sebab dan kebutuhan tertentu.
Misalnya, pada saat kata syariat digunakan bersama dengan kata akidah, maka
definisi syariat menjadi hal – hal yang berkaitan dengan hukum – hukum
fisik. Seperti hubungan antara manusia dengan Rabbnya, dengan sesama
manusia, dengan alam, dan juga dengan kehidupan. Sedangkan pada definisi
ini, akidah merujuk pada hal – hal yang berkaitan dengan keyakinan dan
iman.

Di waktu lain, kata syariat juga bisa disandingkan dengan kata fiqh.
Maka dalam kontes tersebut, syariat merujuk kepada hukum yang berasal dari
wahyu atau Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Sedangkan fiqh merujuk kepada
hukum yang merupakan hasil dari ijtihad para mujtahid.

*Tujuan Syariat Islam*

Diturunkannya Syariat Islam kepada manusia tentu memiliki “tujuan”


yang sangat mulia. Paling tida, ada “delapan” tujuan. Pertama, memelihara
atau melindungi agama dan sekaligus memberikan hak kepada setiap orang
untuk memilih antara beriman atau tidak, karena, “Tidak ada paksaan dalam
memeluk agama Islam” (QS. Al Baqaarah, 2:256). Manusia diberi kebebasan
mutlak untuk memilih, “ Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia
beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir” (QS. Al Kahfi,
18:29).

Pada hakikatnya, Islam sangat menghormati dan menghargai hak


setiap manusia, bahkan kepada kita sebagai mu’min tidak dibenarkan
memaksa orang-orang kafir untuk masuk Islam. Berdakwah untuk
menyampaikan kebenaran-Nya adalah kewajiban. Namun demikian jika
memaksa maka akan terkesan seolah-olah kita butuh dengan keislaman
mereka, padahal bagaimana mungkin kita butuh keislaman orang lain,
sedangkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala saja tidak butuh dengan keislaman
seseorang. Tetapi bila seseorang dengan kesadarannya sendiri akhirnya masuk
Islam, maka wajib dipaksa oleh Ulul Amri untuk melaksanakan Syariat Islam.

Dengan memilih muslim, maka tidak ada alasan bagi seseorang untuk
tidak melaksanakan kewajibannya. Seandainya ada seorang muslim tidak
shalat, hal ini “bukan hanya” urusan pribadi tapi menjadi urusan semua
muslim terutama Ulul Amri. Jika ada seorang muslim tidak melaksanakan
kewajiban shalat karena dia tidak yakin akan kewajiban shalat, maka Empat
Mahzab dan jumhur (mayoritas) ulama sepakat menyatakan yang
bersangkutan kafir. Yang karenanya harus dihukumkan kafir, artinya bila
dalam tiga hari dia tidak segera sadar, maka dihukumkan sebagai murtad yang
halal darahnya sehingga Ulul Amri bisa menjatuhkan hukuman mati. Tapi,
seandainya tidak shalatnya yang bersangkutan bukan karena tidak yakin, tapi
karena alasan malas misalnya, maka dalam hal ini “tiga” mazhab (Syafi’i,
Hanafi, Maliki) menyatakan yang bersangkutan berdosa besar, sementra
Mazhab Hambali tetap mengkafirkannya.
*Syariat Islam dalam Kehidupan Sehari-hari*

Dalam Islam segala sesatu telah diatur, mulai dari lahir hingga
meninggal dunia, mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali tidak ada yang
tidak diatur dalam Islam. Sehingga kesempurnaan islam merupakan
keniscayaan yang luar biasa bagi pemeluknya. Syariat artinya hukum atau
jalan yang sesuai dengan peraturan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Allah telah
menurunkan agama Islam secara lengkap dan sempurna kepada nabi
Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalam. Ajaran Islam juga merupakan
ajaran yang jelas dan mudah dimengerti, prkatis untuk diamalkan, dan sejalan
dengan kepentingan manusia dimanapun, kapanpun dan dalam keadaan
apapun. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman dalam al-Quran.

ٞ ُ‫ ٍةغ َۡي َر ُمتَ َجانِ ٖفِإِّل ۡث ٖمفَِإنَّٱللَّهَ َغف‬R ‫ص‬


‫ور َّر‬ ۡ ِ‫ضيتُلَ ُك ُمٱِإۡل ۡس ٰلَ َم ِد ٗين ۚافَ َمن‬
َ ‫ٱضطُ َّرفِي َم ۡخ َم‬ ِ ‫ۡٱليَ ۡو َمَأ ۡك َم ۡلتُلَ ُكمۡ ِدينَ ُكمۡ َوَأ ۡت َممۡ تُ َعلَ ۡي ُكمۡ نِ ۡع َمتِي َو َر‬
‫يم‬ٞ ‫ِح‬

Terjemahan: Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk
(mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan
takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai
Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan
tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang (Q.S. Al-Maidah: 03)

Jumhurul ulama menafsirkan ayat ini khususnya pada kata "terpaksa"


yang dimaksud adalah dalam keadaan darurat, sama sekali tidak menemukan
makanan yang halal, maka kita boleh memakan makanan yang diharamkan
sekedar untuk mengisi perut yang kosong agar tidak mati.

Bagi Islam, syariat hanya berlaku bagi bagi orang yang telah dewasa (baligh)
dan berakal sehat. Anak kecil belum dikenai syariat islam hingga dia dewasa
dan orang gila tidak dikenai syariat Islam hingga dia waras dan dapat
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Tanda baligh bagi pria
adalah ketika dia mimpi basah (mimpi bersetubuh) dengan lawan jenis
(perempuan). Sedangkan untuk perempuan ditandai dengan telah mengalami
menstruasi (datang bulan).

Bagi setiap muslim dan muslimah keharusan mematuhi syariat dijelaskan


dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala. sebagai berikut.

َ‫ثُ َّم َج َع ۡل ٰنَ َك َعلَ ٰى َش ِري َع ٖة ِّمنَٱَأۡلمۡ ِرفَٱتَّبِ ۡعهَا َواَل تَتَّبِ ۡعَأ ۡه َوٓا َءٱلَّ ِذينَاَل يَ ۡعلَ ُمون‬

Terjemahan: Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat


(peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah
kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui (Q.S. Al-Jatsiyah:
18)

Syariat Islam dalam pembahasannya secara garis besar dibagi menjadi tiga
bagian yaitu sebagai berikut:

Petunjuk dan bimbingan untuk mengenal Allah Subhanahu Wa Ta'ala. dan


alam gaib yang tak terjangkau oleh indera manusia (Ahkam Syariyyah
I'tiqadiyyah) yang menjadi pokok bahasan ilmu Tauhid.

Petunjuk untuk mengembangkan potensi kebaikan yang ada dalam diri


manusia agar menjadi makhluk terhormat yang sesungguhnya (Ahkam
Syariyyah Khuluqiyyah) yang menjadi bidang bahasan ilmu tasawuf (akhlak).

Ketentuan-ketentuan yang mengatur tata cara ibadah kepada Allah swt. atau
hubungan manusia dengan Allah (vertikal), serta ketentuan yang mengatur
hubungan antara manusia dengan sesamanya dan dengan lingkungannya.
Sifat Syariat Islam

Syariat Islam merupakan ketentuan Allah yang tetap sehingga memiliki sifat-
sifat yaitu sebagai berikut:

1. Umum

Maksudnya syariat Islam berlaku bagi semua umat Islam di seluruh penjuru
dunia tanpa terkecuali. Berbeda dengan hukum yang dibuat oleh manusia,
yang hanya berlaku pada tempat-tempat tertentu dalam hal ini sangatlah
terbatas. Hal ini didasarkan pada faktor kondisi dan keberpihakan hukum pada
kepentingan penciptanya.

2. Universal

Maksudnya adalah syariat islam mencakup segala aspek kehidupan manusia.


Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman dalam al-Quran.

ٰٓ
َ‫يٱل ِك ٰتَبِ ِمن َش ۡي ٖۚءثُ َّمِإلَ ٰى َربِّ ِهمۡ ي ُۡح َشرُون‬ ۡ ‫طَِئريَ ِطي ُربِ َجنَا َح ۡيهِِإٓاَّل ُأ َم ٌمَأمۡ ثَالُ ُكمۚ َّمافَر‬
ۡ ِ‫َّطنَاف‬ ِ ‫َو َما ِمندَٓاب َّٖةفِيٱَأۡل ۡر‬
ٖ ‫ض َواَل‬

Terjemahan: Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-


burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti
kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada
Tuhanlah mereka dihimpunkan (Q.S. Al-An'am: 38)

Ayat di atas menjelaskan bahwa, tidak ada satupun ketentuan Allah yang
terlupakan dalam Al-Quran. Secara garis besar Allah telah menggambarkan
segalanya baik itu pokok-pokok agama, norma-norma, hukum-hukum,
hikmah, dan tuntunan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat.

Bukti bahwa hukum Islam mencakup semua urusan umat manusia di berbagai
bidang, dijelaskan dalam ayat-ayat Al-Quran diantara bidang-bidang tersebut
adalah sebagai berikut:
Bidang Ekonomi dan Keuangan

‫ٰيََٓأيُّهَاٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ْاِإ َذاتَدَايَنتُمبِد َۡينٍِإلَ ٰىَٓأ َج ٖل ُّم َس ٗ ّمىفَ ۡٱكتُبُو ۚهُ َو ۡليَ ۡكتُبب َّۡينَ ُكمۡ َكاتِ ۢبُبِ ۡٱل َع ۡد ۚ ِل‬

Terjemahan: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah


tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar... (Q.S. Al-Baqarah: 282)

Bidang Usaha dan Kerja

‫َوَأنلَّ ۡي َسلِِإۡل ن ٰ َسنِِإاَّل َما َس َع ٰى‬

Terjemahan: dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa


yang telah diusahakannya. (Q.S. An-Najam: 39)

Bidang Kejujuran dan Peradilan

ٗ ‫ص‬
‫يرا‬ ِ َ‫وابِ ۡٱل َع ۡدِإِۚل نَّٱللَّهَنِ ِع َّمايَ ِعظُ ُكمبِ ۗ ِٓۦهِإنَّٱللَّهَ َكانَ َس ِمي ۢ َعاب‬
ْ ‫اسَأنت َۡح ُك ُم‬ ْ ‫ِإنَّٱللَّهَيَ ۡأ ُم ُر ُكمۡ َأنتَُؤ ُّد‬
ِ َّ‫واٱَأۡل ٰ َم ٰنَتِِإلَ ٰىَٓأ ۡهلِهَا َوِإ َذا َح َكمۡ تُمبَ ۡينَٱلن‬

Terjemahan: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat


kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat (Q.S. An-
Nisa: 58)

Bidang Militer

ۚۡ‫اط ۡٱلخ َۡيلِتُ ۡر ِهبُونَبِِۦه َع ُدوَّٱللَّ ِه َو َع ُد َّو ُكمۡ َو َءاخَ ِرينَ ِمندُونِ ِهمۡ اَل ت َۡعلَ ُمونَهُ ُمٱللَّهُيَ ۡعلَ ُمهُم‬
ِ َ‫اٱستَطَ ۡعتُم ِّمنقُو َّٖة َو ِمن ِّرب‬ ْ ‫َوَأ ِع ُّد‬
ۡ ‫والَهُم َّم‬

Terjemahan: Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja


yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang
(yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu
dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya... (Q.S. Al-
Anfal: 60)

Bidang Masalah Perdata

ْ ُ‫ٰيََٓأيُّهَاٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓواَْأ ۡوف‬


‫وابِ ۡٱل ُعقُو ۚ ِد‬

Terjemahan: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad (janji-janji)


itu ... (Q.S. Al-Maidah: 1)

Maksud ayat ini adalah janji-janji kepada Allah, kepada sesama manusia, dan
kepada diri sendiri.

3. Original dan Abadi

Maksudnya bahwa syariat islam benar-benar diturunkan oleh Allah swt. dan
tidak tercampur atau tercemar oleh usaha-usaha pemalsuan hingga akhir
zaman. Allah swt berfirman di dalam Al-Quran.

َ‫ِإنَّان َۡحنُنَ َّز ۡلنَاٱل ِّذ ۡك َر َوِإنَّالَهۥُلَ ٰ َحفِظُون‬

Terjemahannya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan


sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya (Q.S. Al-Hijr: 9)

Ayat di atas memberikan jaminan akan keaslian dan kesucian al-Quran tanpa
ada batas waktu (selama-lamanya). Firman Allah ini telah terbukti
kebenarannya, seperti pernah beberapa kali ada usaha pemalsuan Al-Quran
oleh orang yang tidak bertanggung jawab namun selalu gagal, karena Allah
telah menjaga dengan memberi pengetahuan lebih kepada sebagian umat
Islam yang menghafal dengan baik seluruh al-Quran, baik itu dari segi bacaan
maupun segi makna.
4. Mudah dan Tidak Memberatkan

Syariat Islam bukanlah aturan yang turun untuk memberatkan umat Islam
dalam menjalankannya. Kalau mau kita renungkan secara jujur dan arif,
bahwa memang Islam bukanlah agama yang menyulitkan pemeluknya, aturan
yang telah ditentukan bahkan untuk kemaslahatan umat manusia. Firman
Allah swt dalam al-Quran.

‫اَل يُ َكلِّفُٱللَّهُن َۡفسًاِإاَّل ُو ۡس َعهَ ۚا‬

Terjemahannya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan


kesanggupannya... (Q.S. Al-Baqarah: 286)

Bukti-bukti bahwa syariat Islam mudah dan tidak memberatkan bisa kita lihat
pada contoh-contoh penerapan ajaran agama Islam sebagai berikut:

Pertama, orang yang bepergia (musafir), diperbolehkan untuk mengqashar


yaitu memendekkan shalat yang empat rakaat menjadi dua rakaat, dan jika
dalam bulan ramadhan maka diperbolehkan untuk tidak berpuasa, dengan
syarat bahwa akan menggantikannya pada hari-hari di bulan selain bulan
ramdhan.

Kedua, orang yang sakit atau orang yang berada di tempat yang tidak ada air,
jika ingin shalat maka tidak diharuskan untuk bersuci dengan wudhu,
melaikan dengan tayammun yaitu menggunakan debu. Dalam menunaikan
shalatpun jika orang tidak dapat berdiri, maka dia diperbolehkan untuk duduk,
atau jika tidak dapat duduk maka, ia diperbolehkan untuk tidur, dan
seterusnya.

Ketiga, dalam keadaan tidak ada makanan untuk dimakan, maka


diperbolehkan untuk memakan makanan yang haram, seperti bangkai, daging
babi, dengan syarat tidak boleh berlebihan, hanya untuk bertahan hidup saja.
Keempat, percikan najis dari genangan air di jalanan, apabila mengenai
pakaian dengan tidak sengaja, maka dimaafkan karena hal itu sulit untuk
dihindari.

5. Seimbang antara Dunia dan Akhirat

Islam tidak memerintahkan kepada umatnya untuk mencari kesenangan dunia


semata, dan juga tidak memerintahkan umatnya untuk mencari kebahagiaan
akhirat belaka. Akan tetapi Islam mengajarkan agar pemeluknya mencari
kebahagiaan kedua-duanya, yaitu kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di
akhirat. Ayat al-Quran yang menjelaskan tentang keseimbangan antara dunia
dan akhirat adalah sebagai berikut:

ِ ۖ ‫َصيبَ َك ِمنَٱل ُّد ۡنيَ ۖا َوَأ ۡح ِسن َك َمٓاَأ ۡح َسنَٱللَّهُِإلَ ۡي ۖ َك َواَل ت َۡب ِغ ۡٱلفَ َسا َدفِيٱَأۡل ۡر‬
‫ضِإنَّٱللَّهَاَل يُ ِحب ُّۡٱل‬ ِ ‫َو ۡٱبتَ ِغفِي َمٓا َءاتَ ٰى َكٱللَّهُٱل َّدا َرٱأۡل ٓ ِخ َر ۖةَ َواَل تَن َسن‬
َ‫ُم ۡف ِس ِدين‬

Terjemahan: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan (Q.S. Al-Qashash: 77)

Allah dengan jelas dalam ayat ini membuka menjelaskan bahwa antara dunia
dan akhirat itu haruslah seimbang. Karena kebahagiaan di dunia juga
menentukan kualitas ibadah manusia, sedangkan persoalan nilai kebahagiaan
ini masih relatif nanti ditentukan oleh setiap manusia. Wallahu a'lam.

*SYARIAH ADALAH MASLAHAH*

Tujuan tertinggi ditegakkannya syariah adalah kebaikan (maslahah). Kebaikan


tersebut tidak hanya bagi kaum muslimin, tapi bagi semua manusia secara
simultan. Alasannya, karena syariah itu, secara etimologis, berarti “jalan”,
“aturan”, “hukum”. Ketiganya berkonotasi positif , yakni “jalan” yang baik,
“aturan” yang menenteramkan, dan “hukum” yang melindungi.

Dari pengertian secara etimologis ini, muncul pengertian secara terminologis


bahwa syariah adalah jalan, aturan, dan hukum yang diciptakan Allah
Subhanahu Wa Ta'ala yang harus ditegakkan oleh manusia. Alasannya, karena
syariah itu common law of Islam. Artinya, segala titah Allah Subhanahu Wa
Ta'ala dalam al-Qur’an dan Nabi Shalallaahu Alaihi Wassalam dalam al-
Sunnah wajib dijalani.

Dengan kata lain, syariah sebagai common law of Islam itu tidak hanya
mengatur hukum-hukum ibadah manusia secara vertikal kepada Allah
Subhanahu Wa Ta'ala, namun lebih jauh mengatur juga hubungan manusia
dengan sesamanya secara horisontal, seperti soal perdata, pidana, dan siyasah
(politik). Semuanya harus ditegakkan dengan syariah.

Namun karakter syariat itu tidak rumit, berat, dan melanggar hak-hak manusia
yang asasi. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, “Menghalalkan bagi
mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk
dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada
pada mereka” (QS. al-A’raf/7: 157).

Meminjam pendangan pengarang Tafsir Jalalain, berdasar ayat ini, syariah


membuat manusia hidup sehat, karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala melarang
memakan bangkai. Begitu juga segala beban dan belenggu dibuang seperti
bertobat dengan cara membunuh diri sendiri dan memotong segala benda
yang terkena najis. Jadi syariah itu meringankan yang berat.

Jadi, sekali lagi syariah itu adalah maslahah. Argumentasi lainnya, misalnya,
seperti diungkap oleh Ali al-Sayis dalam Tarikh al-Fiqh al-Islam, bahwa
karakter syariah itu tidak menyusahkan, merawat kebaikan manusia, dan
memanggul semangat keadilan dalam pelaksanaannya. Jadi kalau syariah
Islam dilaksanakan akan muncul keadilan.

Kesimpulan:

*Syariat Islam*

Hukum dan Aturan Agama Islam

Syariat Islam (bahasa Arab:

‫) شريعةإسالمية‬

yakni berisi hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan
umat manusia, baik muslim maupun non- muslim. Selain berisi hukum dan
aturan, Syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini.
Maka oleh sebagian penganut Islam, Syariat Islam merupakan panduan
integral/ menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan
kehidupan dunia ini.

Sebagaimana tersebut dalam Al Quran Surat Al Ahzab ayat 36, bahwa


sekiranya Allah dan Rasul- Nya sudah memutuskan suatu perkara, maka umat
Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu secara
implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan
Rasul- Nya belum menetapkan ketentuannya maka umat Islam dapat
menentukan sendiri ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung oleh
ayat dalam Surat Al Maidah QS 5:101 yang menyatakan bahwa hal-hal yang
tidak dijelaskan ketentuannya sudah dimaafkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Dengan demikian perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup
beribadahnya kepada Allah itu dapat disederhanakan dalam dua kategori,
yaitu apa yang disebut sebagai perkara yang termasuk dalam kategori Asas
Syara' dan perkara yang masuk dalam kategori Furu' Syara'.

Asas Syara'

Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al
Hadits. Kedudukannya sebagai Pokok Syari'at Islam dimana Al Quran itu
Asas Pertama Syara' dan Al Hadits itu Asas kedua Syara'. Sifatnya, pada
dasarnya mengikat umat Islam seluruh dunia dimanapun berada, sejak
kerasulan Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalam hingga akhir
zaman, kecuali dalam keadaan darurat.

Furu' Syara'

Yaitu perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam Al Quran
dan Al Hadist. Kedudukannya sebaga Cabang Syari'at Islam. Sifatnya pada
dasarnya tidak mengikat seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil
Amri setempat sebagai peraturan / perundangan yang berlaku dalam wilayah
kekuasaanya.

Definisi

Secara etimologi bahasa, kata syari'ah berarti jalan yang berbekas menuju air,
karena sudah sering dilalui.[1] Kemudian maknanya berkembang menjadi
sumber air yang selalu diambil orang untuk keperluan hidup. Secara istilah,
syari'ah adalah apa yang digariskan dan ditentukan oleh Allah dalam agama
sebagai aturan kehidupan para hamba-Nya. Syariah diartikan sebagai segala
peraturan yang datang dari Allah, baik berupa hukum-hukum Akidah, hukum
yang bersifat praktik, maupun hukum akhlak.

Jinayah
Jinayah adalah sebuah kajian ilmu hukum Islam yang berbicara tentang
kejahatan.[2] Dalam istilah yang lebih populer, hukum jinayah disebut juga
dengan hukum pidana Islam.[2] Adapun ruang lingkup kajian hukum pidana
Islam ini meliputi tindak pidana kisas, hudud, dan takzir.[2]

Qishas

Qishas adalah penjatuhan coba sanksi yang sama dengan yang telah pelaku
lakukan terhadap korbannya, misalnya pelaku menghilangkan nyawa
korbannya, maka ia wajib dibunuh.[2] Kecuali, keluarga korban memaafkan si
pelaku, maka pelaku hanya akan dikenakan denda yang dinamakan dengan
diat atau denda sebagai pengganti dari hukuman.[3]

Hudud

Hudud adalah penjatuhan sanksi yang berat atas sesorang yang telah
ditentukan oleh Al-Qur'an dan Hadis, seperti zina, mabuk dan keluar dari
agama Islam atau murtad.[2]

Takzir

Takzir adalah hukum yang selain hukum hudud, yang berfungsi mencegah
pelaku tindak pidana dari melakukan kejahatan dan menghalanginya dari
melakukan maksiat.[2]

Sumber Hukum Islam

1. Al- Quran

Al- Quran sebagai kitab suci umat Islam adalah firman Allah Subhanahu Wa
Ta'ala yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi
Wassalam untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga akhir
zaman.[5] Selain sebagai sumber ajaran Islam, Al- Quran disebut juga sebagai
sumber pertama atau asas pertama syara'.

Quran merupakan kitab suci terakhir yang turun dari serangkaian kitab suci
lainnya yang pernah diturunkan ke dunia. Dalam upaya memahami isi Al-
Quran dari waktu ke waktu telah berkembang tafsiran tentang isi-isi Quran
namun tidak ada yang saling bertentangan.

2. Hadits

Hadits terbagi dalam beberapa derajat keasliannya, di antaranya adalah:

1) Sahih

2) Hasan

3) Daif (lemah)

4) Maudu' (palsu)

Hadis yang dijadikan acuan hukum hanya hadis dengan derajat sahih dan
hasan, kemudian hadis daif menurut kesepakatan Ulama salaf (generasi
terdahulu) selama digunakan untuk memacu gairah beramal (fadilah amal)
masih diperbolehkan untuk digunakan oleh umat Islam. Adapun hadis dengan
derajat maudu dan derajat hadis yang di bawahnya wajib ditinggalkan, tetapi
tetap perlu dipelajari dalam ranah ilmu pengetahuan.

Perbedaan Al- Quran dan Hadis adalah Al- Quran, merupakan kitab suci yang
berisikan kebenaran, hukum- hukum dan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala,
yang kemudian dibukukan menjadi satu, untuk seluruh umat manusia.
Sedangkan Hadis merupakan kumpulan yang khusus memuat sumber hukum
Islam setelah Quran berisikan aturan pelaksanaan, tata cara ibadah, akhlak,
ucapan yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi
Wassalam. Walaupun ada beberapa perbedaan ulama ahli fikih dan ahli hadis
dalam memahami makna di dalam kedua sumber hukum tersebut tetapi semua
merupakan upaya dalam mencari kebenaran demi kemaslahatan ummat ,
tetapi hanya para ulama mazhab (ahli fiqih) dengan derajat keilmuan tinggi
dan dipercaya ummat yang bisa memahaminya dan semua ini atas kehendak
Allah.

3. Ijtihad

Ijtihad adalah sebuah usaha para ulama, untuk menetapkan sesuatu putusan
hukum Islam, berdasarkan Al- Quran dan Hadis. Ijtihad dilakukan setelah
Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalam wafat sehingga tidak bisa
langsung menanyakan pada beliau tentang sesuatu hukum maupun perihal
peribadatan. Namun, ada pula hal- hal ibadah tidak bisa di ijtihadkan.
Beberapa macam ijtihad, antara lain :

Ijma', kesepakatan para ulama

Qiyas, diumpamakan dengan suatu hal yang mirip dan sudah jelas hukumnya

Maslahah Mursalah, untuk kemaslahatan umat

'Urf, kebiasaan

Terkait dengan susunan tertib syariat, Quran dalam Surah Al-Ahzab ayat 36
mengajarkan bahwa sekiranya Allah dan Rasul-Nya sudah memutuskan suatu
perkara, maka umat Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain.
Oleh sebab itu, secara implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu
perkara yang Allah dan Rasul- Nya belum menetapkan ketentuannya, maka
umat Islam dapat menentukan sendiri ketetapannya itu. Pemahaman makna ini
didukung oleh ayat Quran dalam Surah Al-Mai'dah[6] yang menyatakan
bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah dimaafkan Allah
Subhanahu Wa Ta'ala.

Dengan demikian, perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup
beribadahnya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala itu dapat disederhanakan
dalam dua kategori, yaitu apa yang disebut sebagai perkara yang termasuk
dalam kategori Asas syara' (ibadah Mahdah) dan perkara yang masuk dalam
kategori Furuk syara (Gairu Mahdah).

4. Asas syara' (Mahdah)

Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al- Quran atau
Hadis. Kedudukannya sebagai Pokok Syariat Islam di mana Al- Quran itu
asas pertama Syara` dan Hadis itu asas kedua syara'. Sifatnya, pada dasarnya
mengikat umat Islam seluruh dunia di mana pun berada, sejak kerasulan Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬hingga akhir zaman, kecuali dalam keadaan darurat.

Keadaan darurat dalam istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan
yang memungkinkan umat Islam tidak mentaati Syariat Islam, ialah keadaan
yang terpaksa atau dalam keadaan yang membahayakan diri secara lahir dan
batin, dan keadaan tersebut tidak diduga sebelumnya atau tidak diinginkan
sebelumnya, demikian pula dalam memanfaatkan keadaan tersebut tidak
berlebihan. Jika keadaan darurat itu berakhir maka segera kembali kepada
ketentuan syariat yang berlaku.

5. Furu' Syara' (Ghoir Mahdhoh)

Yaitu perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam Al- Quran
dan Hadis. Kedudukannya sebagai cabang Syariat Islam. Sifatnya pada
dasarnya tidak mengikat seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil
Amri setempat menerima sebagai peraturan/perundangan yang berlaku dalam
wilayah kekuasaannya. Perkara atau masalah yang masuk dalam furu' syara'
ini juga disebut sebagai perkara ijtihadiyah.

Menurut Tahir Azhary, ada tiga sifat hukum islam :

bidimensional, artinya mengandung segi kemanusiaan dan segi ketuhanan


(ilahi)

adil, artinya salam hukum islam keadilan bukan saja merupakan tujuan, tetapi
sifat yang melekat sejak kaidah-kaidah salam syariah di tetapkan.

individualistik dan kemasyarakatan yang di ikat dengan nilai-nilai


transendental yaitu wahyu Allah Subḥānahu wa Ta’āla yang disampaikan
kepada Nabi Muhammad ‫ﷺ‬.

Hukum islam mempunyai 2 sifat.

1. Al-tsabah (stabil)

2. Al-tathawwur

Anda mungkin juga menyukai