Anda di halaman 1dari 4

SECRET

Written by: Dea laurence avyra

SECRET?

Apakah cinta butuh pembuktian?

Dia bilang tidak, cinta tidak perlu diumbar. Cukup dirasakan dalam hati diantara dua insan yang
saling menjalin kasih. Katanya begitu sudah cukup untuk saling mempercayai.

Apa begitu?

Karena aku ragu, semakin meragu di hari selanjutnya. Disaat yang lain mampu menunjukkan
kemesraan ataupun perhatian hingga membuat orang lain iri, aku hanya bisa memandangnya dalam
diam. Aku hanya berdiam diri saat dia bercengkrama bersama teman-temannya yang lain padahal aku
merasa cemburu sekali. Aku tak bisa mengeluh, karena jawabannya hanyalah

(Kami hanya berteman jangan kekanakan)

Berteman ya? Hahaha

Dia memang berteman banyak, tidak seperti ku. Aku hanya berteman dengan Geisha dan beberapa
teman dikelas. Hubungan kami tidak pernah disentuh oleh publik, sama sekali tidak pernah.

Mungkin aku bisa mempercayainya pada awal hubungan kami, namun semakin lama sikapnya
semakin membuat ku ragu. Aku kadang berpikir, apakah mungkin dia yang populer benar-benar
mencintai ku yang hanya seorang kelas B?. Namun, pesan-pesan pendek darinya setiap hari menjadi
teman sebelum tidur membuat ku jatuh cinta. Bagaimana hal-hal kecil seperti menyibakkan rambut saat
berkencan di akhir pekan membuat hatiku berdetak kencang. Meskipun hanya dibminggu ke empat di
akhir bulan.

"Rezvan?"

"Irene"

"Kau disini bersama siapa?"

Rezvan gugup, kemudian melihatku dari samping. Mataku menatanya penuh tanya.

"Ahh ini, Rachel teman sekolahku. Dan Rachel, kenalkan ini Irene mantan kekasihku."

Hahaha

Teman sekolah ya? Kebohongan apa lagi ini Rezvan?

Kupikir semua sudah jelas, tidak mungkin jika seorang kekasih menyembunyikan sebuah hubungan
dari mantannya. Jika bukan karena untuk menjaga hati kan?.
"Senang dapat mengenal mu Irene, aku Rachel TEMAN sekolah Rezvan."

Aku sedikit menekankan kata TEMAN, menjulurkan tangan untuk mengajak bersalaman tanpa
mengalihkan pandangan dari Rezvan. Aku tahu, Rezvan menelan ludahnya pahit.

"Rachel, maaf untuk tadi aku tidak bermaksud."

"Aku tidak apa-apa Rezvan."

"Kau tak marah?"

"Tidak, bukankah aku sudah biasa tak kau anggap sebagai kekasih?. Aku tidak marah, aku hanya
kecewa."

"Rachel aku,..."

"Pulanglah Rez, aku lelah."

Aku menutup pintu, membiarkan wajah kekasihku membeku diluar. Aku sudah berusaha untuk
mengendalikan emosi, namun melihatnya meminta maaf atas kesalahan yang disengaja aku tak
sanggup. Lebih baik aku pergi ke kamar kemudian menangis. Melihat punggungnya semakin mengecil
membuat dadaku nyeri, kekasihku menjaga hati untuk orang lain.

Esoknya aku meyakinkan diri untuk bersikap seperti biasa, melihat Rezvan yang tertawa bersama
teman-temannya dibalik buku yang kubaca. Setiap melihatnya tertawa lepas membuat hatiku teriris, aku
iri pada teman-temannya. Mereka bisa dengan mudah melihatnya tersenyum lepas, hal yang tidak
pernah ia perlihatkan padaku meski aku sudah berusaha keras untuk membuatnya tertawa.

Hari semakin berlalu, setiap harinya membuatku semakin meragu. Pesan-pesan pendek masih terus
datang, namun rasanya tak lagi manis. Semua terasa hambar, seperti hubunganku yang semakin tak
jelas. Besok anniversary yang kedua dan tak ada tanda Rezvan mengingatnya

“Besok aku ingin bertemu di taman”

“Baiklah, jam 3 aku sudah berada di sana”

Jam 3 yaaa?

Bahkan aku datang 15 menit sebelum jam yang ditentukan olehnya. Dan sekarang, hari semakin
sore tak satupun tanda yang mengatakan Rezvan akan datang. Aku membawa kembali kura-kura yang
sempat kubeli kemarin untuk kado anniversary. Total sudah 2 jam lebih 37 menit aku duduk disini,
dengan air hujan yang sedikit demi sedikit mulai turun.

Aku menangis bersama rintik hujan, melepaskan segala perih yang menghujam setiap detik
tubuhku bergerak. Aku mulai beranjak pergi, membawa si kura-kura kecil dalam kotak. Aku harus
menemui Rezvan.
Dadaku berdenyut sakit saat melihat kenyataan bahwa kekasihku sedang bersama mantan
kekasihnya didepan rumah. Mereka bercengkrama sebelum Irene pergi menuju mobilnya. Aku masih
disamping tembok rumah Rezvan.

Aku mulai melangkahkan kaki perlahan.

"Rezvan..."

"Astaga Rachel!"

Rezvan berusaha meraih tubuh basahku. Aku segera menghempaskan tangannya pada bahuku.

"Jangan pegang Rezvan, aku hanya ingin mengucapkan happy anniversary dan memberikan kura-kura
ini."

Aku memberikan kotak kepadanya.

"Kau suka kura-kura kan?"

"Rachel, masuk dulu dan keringkan badanmu!"

"Tidak, aku akan pergi. Aku rasa hubungan kita berakhir tepat pada hari ini Rezvan, tidak ada alasan lain
untuk aku tetap bertahan disampingmu."

Aku berbalik memunggungi Rezvan yang menatapku nanar. Aku menangis. Air hujan sukses
membuat ceritaku lengkap seperti drama yang kulihat setiap sore bersama mama. Aku benar-benar
lelah memperjuangkan cintaku pada Rezvan, aku mengaku kalah dan aku menyerah.

Alasan dibalik hubungan yang tak diumbar, tak lain adalah karena Rezvan menjaga hati yang lain.
Bukan untuk menjaga hubunganku dan hubungannya agar tak diusik oleh siapapun. Aku menangis
dalam perjalanan pulang, masih basah karena hujan terus mengguyur.

Kurasakan tubuhku didekap dari belakang.

"Rachel, maafkan aku. Ku antar kau pulang dan mari kita bicara."

Ucapnya tak kalah gemetar tepat di telingaku.

"Jika kau masih mencintainya, kejarlah kembali. Jangan malah kau lampiaskan pada perempuan yang
tulus mencintaimu karena rasanya sakit sekali untuk aku yang tak pernah kau anggap sama sekali."

"Kau serakah! Lepaskan aku Rezvan!"

Aku menghempaskan tangan Rezvan mengedarkan pandangan sekeliling dan mendapati kakakku Geo
turun dari mobil membawa payung.

"Kakak"
Aku berlari menghampiri kakak sebelum semua semakin rumit.

"Apa yang Rezvan lakukan padamu? Aku harus memberinya pelajaran!"

"Tidak kak, adek dingin. Adek sudah tak kuat."

Kakakku menggendong tubuhku yang semakin lemas. Kemudian semua gelap.

Bagiku semua sudah berubah, kupikir cinta memang butuh pembuktian. Karena bagi sebagian
perempuan, cinta tidak hanya soal bagaimana dua insan saling mengisi justru saat semua orang tahu
dan memberi warna bagi hubungan itu sendiri. Membuatnya semakin kokoh atau perlahan menggerus
sisi cinta dari masing-masing. Setiap perempuan ingin dihargai dengan pantas setelah apa yang sudah
diberikan kepada kekasihnya.

Dan Rezvan, tidak melakukannya. Rezvan menyimpan dan tak pernah menghargai setitik pun
perjuanganku. Karena ada hati lain untuk dia jaga.

Aku hanyalah pengisi diwaktu senggangnya...

Anda mungkin juga menyukai