Anda di halaman 1dari 10

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Akhir perang dunia I menandai runtuhnya Dinasti Utsmani dan berkurang wilayah
kekuasaanya. Mustafa Kemal tidak lama kemudian dengan sukses memimpin revolusi
perlawanan terhadap rezim Utsmani lama dan pada 1922 republik barupun didirikan.
Republik baru ini melakukan proses reformasi yang sangat cepat yang ditujukan untuk
mengubah kehidupan politik dan sosial bangsa dengan melakukan sekularisasi dan
westernisasi serta membatasi dan mengontrol peran agama dan juga institusinya.[1]
Dibandingkan tokoh pemikir politik seperti Thaha Husein dan Ali Abdurraziq, Mustafa
Kemal adalah tokoh yang paling kontroversial dan paling berpengaruh. Ia tidak hanya
berbicara pada tataran wacana, tetapi juga bergerak pada lapangan praktis
mengembangkan ide-ide sekularisasinya dalam berbagai kebijakan politiknya. Dialah
yang menjadikan Turki sebagai negara nasional yang modern dan menyelamatkan
kerajaan Turki Utsmani dari kekalahan total atas bangsa-bangsa Eropa.[2] Untuk
mengetahui bagaimana tindakan-tindakan Mustafa Kemal mengenai ide-ide
sekularisasinya di Turki, berikut akan penulis paparkan.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana biografi Mustafa Kemal Attaturk?
2. Bagaimana pemikiran politik Mustafa Kemal Attaturk?
3. Bagaimana kritik dari pemikiran Mustafa Kemal Attaturk tersebut?
4. Bagaimana relevansi pemikiran politik Mustafa Kemal Attaturk di Indonesia?
C. Tujuan
1. Mengetahui Biografi Mustafa Kemal Attaturk
2. Mengetahui pemikiran politik Mustafa Kemal Attaturk.
3. Mengetahui relevansi pemikiran politik Mustafa Kemal Attaturk di Indonesia.
4. Mengetahui kekurangan dari pemikiran Mustafa Kemal Attaturk.

PEMBAHASAN
A. Biografi Mustafa Kemal Attaturk
Mustafa dilahirkan pada 1881 di Kota Salonika, Yunani sekarang. Orang tuanya berasal
20
dari keluarga religious dan menginginkan supaya Mustafa besar dalam suasana
religious pula. Ayahnya, Ali Riza adalah pegawai rendahan dikantor pemerintah kota
tersebut, sementara ibunya Zubayda adalah seorang perempuan yang memiliki rasa
keberagamaan yang dalam. Semula ibunya mengirim Mustafa ke Madrasah, tetapi ia
tidak merasa betah dan melawan gurunya. Orangtuanya pun kemudian memindahkannya
kesekolah dasar modern di Salonika. Selanjutnya karena tertarik dengan lapangan
militer atas usahanya sendiri. dilapangan militer inilah agaknya jalur hidup Mustafa.
Berturut-turut kemudian ia melanjutkan pendidikan pada sekolah latihan militer di
Manstir dan sekolah tinggi militer di Istanbul. Pada 1905 ia menyelesaikan pendidikan
pada sekolah latihan militer dengan pangkat kapten.[3]
Karena kecerdasannya Mustafa mendapatkan gelar tambahan “Kemal” (yang
sempurna) dibelakang namanya, sehingga namanyapun menjadi Mustafa Kemal. Ini
karena kemampuannya yang luarbiasa dalam bidang matematika disekolah tinggi
tersebut. Atas jasanya pula membawa Turki menjadi bangsa yang modern ia memperoleh
gelar “Ataturk” (Bapak Turki).[4]
Setelah menyelesaikan pendidikan militernya, Mustafa mengalihkan perhatian totalnya
pada lapangan politik. Untuk menambah wawasan keilmuan dan mengasah naluri
politiknya ia belajar bahasa perancis dan banyak membaca karya-karya pemikir politik
perancis seperti Volteire, J.J rosseou, dan August Comte.[5]
Pada masa studinya, Kemal menghadapi kenyataan penguasa Turki ketika itu, Sultan
Abdul Hamid, yang despotik dan absolut serta cenderng anti pembaruan. Sultan
mengekang kebebasan berpendapat. Para Mahasiswa diawasi secara ketat. Demikian
juga Mustafa Kemal yang saat itu tidak senang dengan pemerintahan Sultan Hamid.
Namun demikian, tekanan ini tidak membuat Kemal gentar. Ia malah membentuk
gerakan tanah dan menerbitkan surat kabar rahasia yang ditulis tangan. Gerakan ini
mendukung kritikan terhadap penguasa dan menolak absolutisme sultan, namun
akhirnya akibat gerakannya Kemal ditangkap dan dijebloskan kedalam penjara.
Selanjutnya diasingkan ke Suriah.[6]
Sebagai orang politik, naluri politiknya tidak pernah hilang ketika dipengasingan ia
membentuk perkumpulan Vatan (tanah air) bersama dengan teman-temannya.
Perkumpulan ini diharapkan menjadi motor bagi revolusi di Turki. Karena itu ia terus
mengembangkan perkumpulan ini dan membuka cabang dikota-kota Timur Tengah
seperti Jaffa, Beirut, dan Yerusalem. Dalam perkembangannya Kemal selanjutnya
mendirkan vatan di Salonika, kota kelahirannya. Nama perkumpulan ini kemudian
disempurnankan menjadi Vatan Ve Hurriyet Cemiyeti (perkumpulan tanah air dan
kemerdekaan).[7]
Dalam lapangan militer Kemal memperlihatkan sosoknya sebagai komandan perang
yang tangguh ia membawa tentara Turki memenangkan pertempuran perang melawan
Italia (1911-1912), perang Dardanella (1915), perang kaukasus (1916), dan perang
Palestina (1917). Pada 1917, Kemal diangkat menjadi panglima devisi ke-19 dan
insektur tentara di Erzurrum.[8]
Kemal meninggal tanggal 10 November 1938 dengan membawa perubahan signifikan
bagi bangsa Turki dan sekaligus meninggalkan kontroversi didunia islam. Ia dipuji oleh
bangsa Turki sebagai bapak Turki yang membebaskan Turki dari belenggu Depotisme
penguasa kerajaan Turki Utsmani dan sekutu. Namun sebaliknya, ia dianggap sebagai
orang yang paling bertanggung jawab atas sekularisasi di dunia Islam.[9]
B. Pemikiran Mustafa Kemal Attaturk
Mustafa Kemal melihat bahwa pemerintahan Turki utsmani bukan type ideal
20
pemerintahan modern. Sultan berkuasa mutlak dan tidak dibatasi oleh hukum. Tidak ada
parlemen yang mengontrol kekuasaan sultan. Selain itu dalam hubungan dengan barat
(sekutu) sultan juga tidak berdaya menghadapi kekuatan barat yang sedikit demi sedikit
menguasai kekuasaan Turki Utsmani.[10]
Untuk masalah yang pertama Kemal melakukan gerakan anti pemerintah melalui
perkumpulan Vatan-nya. Adapun untuk yang kedua Kemal dengan berani melawan barat
(sekutu) dan berhasil merebut kembali wilayah kekuasaan Turki dari sekutu. Kemal pun
menjadi terkenal di kalangan masyarakat Turki dan dianggap sebagai pahlawan. Ia
mendapat dukungan dan simpati dari masyarakat Turki.[11]
Pada 1920 Kemal dan kawan-kawan membentuk Majelis Nasional Agung. Dalam
sidangnya di Ankara, Majelis sepakat memilih Kemal menjadi ketuanya. Inilah awal
langkah Kemal menjadi seorang Presiden untuk melakukan upaya-upaya pembaruan
yang telah lama dicita-citakannya. Posisi Kemal semakin kuat dan akhirnya dunia
internasional pun mengakui eksistensi Kemal sebagai penguasa Turki. Dalam sidangnya
yang pertama, Majelis Nasional Agung memutuskan hal-hal penting, yaitu:
1.) Kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat Turki.
2.) Perwakilan rakyat tertinggi berada ditangan majlis Nasional Agung.
3.) Majlis Nasional Agung berfungsi sebagai lembaga legislative dan eksekutif
sekaligus.
4.) Tugas pemerintahan dilakukan oleh Majelis Negara yang anggotanya dipilih dari
Majelis Nasional Agung.
5.) Ketua Majlis Nasional Agung merangkap jabatan sebagai ketua Majlis Negara.[12]
Dalam pemikiran Kemal, Turki Utsmani tidak maju karna terdapat hubungan yang erat
antara Islam dan negara. Penguasa Utsmani waktu itu menggunakan dua gelar sekaligus
untuk kekuasaannya, yaitu gelar khalifah untuk kekuasaan agama dan gelar sultan untuk
kekuasaan politik (duniawi). Bagi Kemal, ikut campurnya Islam dalam berbagai
lapangan publik, termasuk politik, telah membawa kepada kemuduran Islam. Kemal
membandingkan bahwa barat berani meninggalkan agama dari lapangan politik dan
melakukan sekularisasi sehingga melahirkan peradaban yang tinggi. Karena itu, kalau
Turki mau maju dan modern, tidak ada jalan lain kecuali meniru barat dengan
melakukan sekularisasi juga. Masyarakat Turki harus diubah menjadi Barat.[13]
Kemenangan tentara Mustafa Kemal pada Agustus 1922 menandai berakhirnya perang
Turki dan berdirinya republik. Sebagai realisasi dari gagasannya, dibawah
kepemimpinan Kemal, republik baru memulai serangkaian reformasi radikal yang
berfungi untuk mengubah Turki menjadi negara sekular modern. Dengan mengikuti
model laicite Perancis (laiklik dalam bahasa Turki), para pendukung gerakan Kemal
berusaha untuk membatasi peran agama hanya sebagai peran keagamaan privat yang
terpisah dari ruang publik. Ideologi ini dipromosikan melalui serangkaian kebijakan dan
hukum antara tahun 1922 dan 1935. Diantara perubahan radikal itu adalah
penghapusan sistem kekhalifahan, penutupan sekolah-sekolah Islam tradisional
(madrasah) dan pembubaran pengadilan agama pada 1924.
Seperti yang telah disebutkan diatas, hal pertama yang dilakukan oleh Kemal adalah
menghapus jabatan Sultan sebagai pemegang kekuasaan politik pada 1922, dan ini
disetujui oleh Majlis Nasional Agung. Selanjutnya pada Oktober 1923, terjadi perubahan
mendasar dalam pemerintahan Turki. Majelis Nasional Agung memutuskan Turki
sebagai negara republik, meskipun masih tetap mencantumkan Islam sebagai agama
negara. Namun demikian, konsep ini menjadikan dualisme kepemimpinan dalam negara
20
Turki yaitu Presiden sebagai penguasa eksekutif tertinggi dan khalifah sebagai
pemegang kekuasaan spiritual. Masalahnya adalah bahwa khalifah disini masih
dipahami sebagai pengertian lama, yakni kepala negara juga. Ini yang menimbulkan
kerancuan, sehingga akhirnya Kemal berpendapat bahwa jabatan Khalifah juga harus
dihapuskan.[14]
Mustafa Kemal, memandang bahwa keberadaan khalifah yang menjadi peninggalan
sejarah seperti itu akan mengancam kedaulatan nasional republik yang baru berdiri.
Kelompok ini menganggap usulan untuk menjadikan khalifah sebagai pemimpin agama
internasional sebagai sesuatu yang tidak mungkin. Karena menurut kelompok ini,
institusi kekhalifahan bukanlah institusi yang benar-benar Islami melainkan penyesuaian
dari pemerintahan kesultanan. Kelompok ini tidak menerima kemungkinan pendefinisian
ulang institusi kekhalifahan dalam konteks Islam dan juga tidak percaya bahwa
pendefinisian ulang itu adalah sesuatu yang diinginkan. Mereka bahkan melihatnya
sebagai mimpi yang tidak berguna, yang mungkin tidak bisa dicapai oleh republik baru.
[15]
Pada Februari 1924, dibicarakanlah di Majlis Nasional Agung tentang masalalah ini.
Akhirnya pada 3 Maret 1924, disetujuilah penghapusan Khalifah. Khalifah Abdul Majdid
sebagai penguasa terakhir dinasti Turki Utsmani beserta keluarganya diperintahkan
untuk meninggalkan Turki. Iapun pergi ke Swiss. Inilah akhir riwayat Turki Utsmani
yang pernah Berjaya sejak 1300 M dan digantikan dengan Republik Turki Modern oleh
Mustafa Kemal.[16]
Penghapusan khilafah Utsmani merupakan awal bagi pemberlakuan sekularisme dalam
kenegaraan di Turki. Pada 3 Maret 1924, Majelis Nasional Agung menghapus
Kementrian Syari’ah dan awqaf dan menyatukan sistem pendidikan dibawah kementrian
pendidikan. Mustafa juga menghapus jabatan Syekh Al-Islam, pembantu utama khalifah
Utsmani dalam masalah-masalah agama. Selanjutnya sekolah-sekolah dan perguruan
tinggi agama juga ditutup. perubahan drastis dan radikal ini bukan tidak menimbulkan
pertentangan dari masyarakat Turki. Beberapa kawan Kemal selama ini berusaha
melakukan kudeta. Kampanye anti Kemal digerakkan dimana-mana. gerakan oposisi
muncul dengan mendirikan partai republik progresif. Untuk mengatasi masalah-masalah
yang timbul akibat gerakan Kemal ini, ia mengangkat temannya Fethy Bey sebagai
perdana mentri menggantikan Ismed Pasha.[17]
Meskipun mendapatkan tantangan yang sangat kuat, Kemal tetap bersikukuh
menjalankan gerakan sekularisasinya. Pada tahun-tahun berikutnya rezim baru mulai
membubarkan sejumlah tarekat (1925), melarang pemakaian tutup kepala khas dinasti
Utsmani (fez) bagi laki-laki, menghalangi perempuan untuk memakai kerudung, dan
mengadopsi kalender Gregorian sebagai satu-satunya kalender resmi. Pada 1926,
hukum pidana baru yang berdasarkan model Swiss mulai diadopsi (1926). Pengadopsian
ini menandai berakhirnya hubungan negara dengan syari’ah sekaligus dimulainya
pengenalan undang-undang pernikahan dan sipil. Pada 1928 negara mulai
mendeklarasikan diri sebagai negara sekular, Islam tidak lagi dianggap sebagai agama
resmi negara (1928) dan alphabet Turki yang sudah dilatinkan pun mulai diadopsi. Hari
minggu ditetapkan sebagai libur mingguan resmi pada 1935.[18] Menghapus tugas
parlemen dalam menerapkan hukum Islam (1928), menggantikan aksara Arab dengan
Aksara Latin (1928), menetapkan sumpah sekular untuk Anggota Majlis Nasional Agung
(1928).[19]
Bentuk sekularisme kemalian ini dirancang agar negara bisa mengontrol agama, bukan
semata-mata menyingkirkannya dari ruang publik.[20] Menurut Harun Nasution,
sekularisasi yang dilakukan oleh Kemal tidak sampai menghilangkan agama dan Kemal
20
tidak berhasil membuat Turki lepas sama sekali dari ikatan Agama karena rakyatnya
masih memegang teguh Islam. Semangat religiositas masyarakat Turki yang begitu
dalam tidak serta merta dapat dihapuskan dengan sekularisasi Kemal. Disisi lain negara
juga membutuhkan lembaga-lembaga Islam. Penting untuk dicatat bahwa gerakan ini
tidak dimotifasi oleh ateisme maupun oleh pandangan anti-islam. Mustafa Kemal selalu
menekankan kesetiaannya pada Islam. Pada 1923, misalnya ia menyatakan “Agama kita
adalah agama yang paling masuk akal dan alami. Karena itulah agama kita menjadi
agama yang terakhir. Agama yang alami harus sesuai dengan akal, ilmu pengetahuan,
dan logika. dan agama kita memang memenuhi persyaratan itu”. Jadi usaha Kemal
untuk mensekularkan Turki lebih dimotifasi oleh pragmatisme dan keinginan untuk
menghilangkan model negara Dinasti Utsmani termasuk menghapuskan penerapan
syariah yang telah digunakan oleh Eropa sebagai alasan untuk melakukan intervensi
terhadap urusan dalam negri Turki. Ia melihat bahwa penghapusan symbol-simbol lama
itu merupakan langkah yang penting bagi Turki agar bisa menjadi negri yang benar-
benar independen dari hegemoni dan campur tangan Barat. Ia bahkan menganggap
reformasi yang dilakukannya sebagai upaya untuk melindungi Islam, untuk memisahkan
agama yang suci dari politik yang kotor. Kemal dan pendukungnya beranggapan bahwa
pengadopsian norma dan institusi modern memang mengharuskan dikorbankannya
beberapa pemahaman Agama tradisioanal. Dan hanya itulah cara bagi umat Islam agar
terus bertahan secara terhormat dalam dunia modern ini.[21]
Satu langkah penting yang diambil dari proses ini adalah mengontrol ulama dan tarekat
sufi melalui berbagai cara termasuk menetapkan undang-undang mengenai penyatuan
sistem undang-undang, mengenai penyatuan sistem pendidikan yang menjadi landasan
hukum bagi penutupan seluruh madrasah dan pelimpahan seluruh urusan pendidikan
pada kekuasaan kementrian pendidikan. Pemakaian baju tradisional ulama juga
dilarang, dan mereka tidak lagi diperbolehkan untuk memakai gelar yang
melambangkan otoritas keagamaan seperti “alim” atau “syekh”. Pada 1928,
pengadopsian alfabet Roma dan pelarangan pengajaran bahasa Arab dan Persia
dilakukan untuk menghancurkan hubungan kultural dan intelektual antara Dinasti
utsmani lama dan Dunia Islam modern.[22]
Usaha-usaha ini juga menandakan bahwa ulama tidak lagi memainkan peran signifikan
dalam masyarakat. Pengetahuan yang mereka kuasai dan wakili dipandang tidak lebih
sebagai peninggalan masalalu dan hambatan bagi usaha negara untuk menghadirkan
modernitas dalam masyarakat Turki. Kesempatan mereka untuk bekerja dengan
pengetahuan dan pengalaman pendidikan yang mereka miliki kini terbatas pada masjid
dan institusi-institusi keagamaan. Karena institusi-institusi itupun dikontrol dan dibiayai
oleh negara, independensi ulama pun dilumpuhkan secara efektif. Kelas intelektual lama
tergantikan oleh kelas intelektual baru yang berusaha untuk memutuskan ikatan
masalalu dan membangun negara dengan budaya sekular baru. Sebagai contoh institut
negara Turki mulai menulis sejarah Turki dan Institut bahasa Turki menyusun ulang
bahasa Turki.[23]
Perubahan yang dilakukan oleh Kemal sangat radikal. Ia melakukan pembaruan bagi
Turki modern diatas pijakan westernisasi, sekularisasi, dan nasionalisme. Westernisasi,
karena dalam perkembangannya ia ingin menjadikan Turki modern seperti barat. Ia
membuang symbol-simbol tradisi masyarakat Turki yang telah mengakar sebelumnya. Ia
juga melarang pemakaian torbus (topi tradisional Turki) dan menggantikannya dengan
topi ala Barat. Musikpun harus digantikan, dari aliran timur menjadi music Barat dan
radio-radio Turki harus menyiarkan lagu-lagu Barat. Ia hendak menerapkan nilai-nilai
Barat dalam segala aspeknya, karena baratlah barometer kemajuan peradaban modern

20
abad ke20. Kemal ingin memutuskan bangsa Turki dari sejarah masalalunya agar Turki
dapat masuk kedalam lingkungan peradaban Barat.[24]
Dalam prinsip sekularisme jelas bahwa Kemal tidak menginginkan Agama masuk
kedalam wilayah publik. Pranata sosial yang berbau Agama dihapuskannya dan
digantikan dengan pranata sekular. Pendeknya negara harus netral dari agama.[25]
Sementara dalam prinsip nasionalisme, Kemal ingin agar bangsa Turki modern
mempunyai kebanggaan dengan nasionalitasnya. Pada 1931 ia memerintahkan
menggantikan adzan dari bahasa arab kedalam bahasa Turki sebagai wujud
nasionalisme tersebut. Ia juga memerintahkan penerjemah Al-Qur’an kedalam bahasa
Turki. Pendek kata, Kemal menginginkan pemahaman dan pengamalan Islam oleh rakyat
Turki sesuai dengan identitas keturkian dan tidak terikat pada peradaban Arab.[26]
Demikianlah Mustafa Kemal melakukan sekularisasi besar-besaran dalam berbagai
aspek kehidupan negara. Tujuannya tidak lain adalah untuk melepaskan negara dari
ikatan-ikatan Agama. Prinsip-prinsip sekularisme Kemal ini dengan setia dikawal oleh
angkatan bersenjata Turki. Bila ada upaya-upaya untuk memasukkan Islam kedalam
wilayah publik, maka angkatan bersenjata merupakan pihak yang paling depan berusaha
menggagalkannya.[27]
Dengan keyakinan bahwa modernisasi dan mewesternisasi Turki merupakan jalan yang
terbaik bagi negri itu, pendukung gerakan Kemal bertujuan untuk mendidik,
membimbing bahkan jika perlu memaksa, masyarakat Turki menjadi masyarakat yang
sekular dan modern. Kharisma dan posisi Mustafa Kemal sebagai “penyelemat” dan
“bapak” bangsa setelah kemenangannya dalam perang kemerdekaan digunakan untuk
mempromosikan dirinya sebagai sosok yang bebas dari kesalahan, pemurah, dan sangat
berkuasa. Pertanyaan, kritik, dan perdebatan apapun yang ditujukan pada gerak
reformasi Kemal dianggap sebagai gangguan bagi perkembangan negara. Aturan atau
kebijakan apapun yang dianggap oleh negara sebagai karakter peradaban modern harus
sesegera mungkin diadopsi di Turki, hingga justifikasi publik tidak lagi diperlukan.
Institusi-institusi negara biasanya mengimplementasikan kebijakan terlebih dahulu,
barulah kemudian kalangan intelektual dan jurnalis mencari pembenaran atas kebijakan
tersebut. Karena khawatir akan gangguan kekuatan oposisi dan pemikiran kritis
terhadap jalannya reformasi, negara membungkam dan mengasingkan siapapun yang
tidak setuju atau mempertanyakan upaya reformasi atas dasar ideology atau perspektif
apapun.[28]
Politik sekularisasi yang dipelopori oleh Mustafa Kemal di Turki yang hampir seluruh
penduduknya beragama Islam itu ternyata tidak sepenuhnya berhasil, dan tidak pula
sanggup mempertahankan keutuhannya. Meskipun diktum pasal 1 undang-undang dasar
tahun 1924 tetap utuh, tetapi pemimpin-pemimpin Turki sepeninggal Kemal terpaksa
harus mengambil berbagai kebijaksanaan politik yang bersifat korektif terhadap
tindakan-tindakan yang diambil sebagai implementasi dari paham sekularis terutama
seusai perang dunia II.[29]
Salah satunya adalah politik sekularisasi dalam bidang pendidikan. Dengan disahkannya
undang-undang “penyatuan pendidikan”, maka pelajaran agama (islam) disekolah
secara berangsur-angsur dikurangi sampai kemudian dihapuskan sama sekali pada
tahun 1935 sampai dengan tahun 1948, dan pendidikan agama menjadi tanggung jawab
masing-masing orang tua murid. Pada tahun 1931 lembaga-lembaga pendidikan imam
dan khatib (negri) ditutup, dan pada tahun 1933 fakultas teologi di Istanbul juga ditutup.
Tetapi tindakan-tindakan yang drastis itu ternyata menimbulkan masalah yang serius.
Dengan dihapuskannya pelajaran agama disekolah-sekolah, dan ditutupnya lembaga-

20
lembaga pendidikan imam dan khatib (negri) itu bermunculan secara liar lembaga-
lembaga pendidikan imam dan khatib dan juga madrasah-madrasah swasta. Selain itu,
politik yang tidak memperhatikan kehidupan keagamaan rakyat itu berakibat timbulnya
vakum atau kekosongan agama/budaya pada masyarakat, sehingga memberikan peluang
kepada gerakan ekstrem dibawah islam untuk mengisi kekosongan itu. Dalam hubungan
ini dapat dikemukakan bahwa meskipun dengan gigih berusaha menyisihkan Islam dari
kehidupan politik Turki tetapi Kemal tidak memperkenalkan ideologi lain sebagai
alternative. Sementara itu dengan dihapuskannya islam, sedangkan tidak tersedia
ideology pengganti timbullah kerawanan akan bahaya infiltrasi paham komunisme.[30]
Oleh karena itu sejak tahun 1946 terjadilah perubahan-perubahan yang cukup mendasar
dalam sikap pemerintah Turki terhadap pemerintah agama (Islam). Satu demi satu
diambil kebijaksanaan politik yang memberi konsensi kepada semangat keislaman rakyat
Turki. Pada tahun 1948 terjadi perubahan sikap terhadap pendidikan agama disekolah.
Pada tahun itu di Universitas angkara dibuka fakultas Teologi, diikuti oleh pembukaan
kembali lembaga-lembaga pendidikan imam dan khatib (negri) dan delapan lembaga
tinggi Islam, tempat mendidik ulama-ulama Sunni. Pelajaran agama Islam kembali di
berikan disekolah-sekolah rendah sebagai mata pelajaran fakultatif dan dalam
kenyataanya antara 93 sampai 100 persen dari murid-murid mengikutinya. Sejak saat itu
pemerintah demi pemerintah berusaha memperlihatkan hormat dan perhatiannya kepada
tradisi-tradidi keislaman rakyat. Pada thuan 1950 untuk pertama kali pembacaan Al-
Qur’an dikumandangkan di radio. Pada tahun 1960 jumlah kursus pengajian Al-Qur’an
yang didirikan pemerintah mencapai 10.000 buah dibandingkan dengan yang didirikan
oleh masyarakat sendiri yang berjumlah 40.000 buah. Pada tahun 1956 pelajaran
agama (Islam) mulai diajarkan disekolah menengah. Jumlah pendidikan Imam dan
Khatib (negri) dari tahun ketahun terus meningkat, dan lulusan dari lembaga itu berhak
mengikuti ujianmasuk ke Universitas negri. Pada tahun 1985 tercatat sebanyak 375
madrasah berada dibawah pengawasan pemerintah dengan 83.157 murid dan 10.975
guru. Pada jenjang perguruan tinggi saat ini terdapat sembilan fakultas teologi
diseluruh turki.[31]

C. Kritik pemikiran Mustafa Kemal At-Tatruki


Reformasi sekularisme telah berjalan terlalu jauh, pandangan sekularime kemalian yang
masih dominan di Turki sesungguhnya didasarkan pada control penuh negara atas
agama. Negara mengatur pendidikan agama, praktik keagamaan, mengontrol keuangan
masjid, memasukkan imam kedalam golongan orang yang harus digaji negara, mengatur
cara berpakaian disekolah dan tempat bekerja, terutama bagi perempuan. Model ini
benar-benar problematis karena ia berusaha mengontrol dan memanipulasi peran islam
dalam kebijakan publik dan politik atas nama sekularisme sambil menolak warga negara
yang mengambil islam sebagai kekuatan dasar dalam hidupnya serta hak dan
kesempatan mereka untuk hidup dalam keyakinannya. Model ini juga benar-benar
paradoks karena ia tidak bisa menjalankan control penuh atas agama atau institusi
agama tanpa melanggar hakasasi manusia warga negara. Dengan kata lain model ini
memang melemahkan konstitusionalisme dan hakasasi manusia dengan
mengatasnamakan usaha untuk memegang prinsip-prinsipnya. Dalam reformasi
sekularisme yang dilakukan oleh Kemal perlu ditanyakan, bagaimana kewajiban Negara
untuk menghormati pilihan pribadi dan kebebasan beragama dengan keharusannya

20
mengatur peran politik agama.
Pelanggaran Hakasasi Manusia dalam sekularisasi Kemal diantaranya adalah
Pelarangan memakai jilbab, dimana hal tersebut melanggar hak kebebasan beragama,
prinsip kesamaan kesempatan dalam pendidikan dan pekerjaan bagi perempuan. Karena
bagi perempuan yang memakai kerudung akan dikeluarkan dari pendidikan yang
dijalaninya dan di keluarkan dari pekerjaan yang digelutinya. Selain itu juga, Ada
beberapa perempuan yang tidak diperkenankan mendapatkan perawatan dari pusat
layanan kesehatan Negara karena memakai jilbab.
Banyak pelanggaran Hakasasi Manusia yang terjadi dalam sekularisasi Mustafa Kemal
seperti dilarangnya memakai fez. Maka dari itu hemat pemakalah, dalam reformasi
sekularisme yang dilakukan oleh Kemal perlu ditanyakan, bagaimana kewajiban Negara
untuk menghormati pilihan pribadi dan kebebasan beragama dengan keharusannya
mengatur peran politik agama.
Disamping pelanggaran Hakasasi manusia dalam sekularisasi, Tidak ada pembatasan
intervensi militer terhadap kekuatan politik pun turut serta mewarnai pelaksanaan
sekularisasi, karena jelas sekularisme sudah sedemikian mapan di Turki sehingga tidak
harus terus bergantung pada perlindungan dari militer. Kontradiksi sekularisme
otoritarian di Turki dimungkinkan karena politik militer memang malah memperlemah
sekularisme di negri ini dan bukan melindungi / mempromosikan persepsi umum bahwa
militer adalah penjaga sekularisme tidak hanya melemahkan legitimasi prinsip ini tetapi
juga melanggar dasar prinsip ini yang berakar dalam pemerintahan yang demokratis
dan konstitusional.
Sekularisme yang dilakukan oleh Mustafa berdampak pada meningkatkan pluralisme
agama dan kebebasan individu apakah ia akan melaksanakan ajaran islam atau tidak.
Memaksa perempuan untuk tidak berjilbab dengan menempatkan kewajiban agama
dengan undang-undang negara hingga menghilangkan prinsip fundamental mengenai
pertanggungjawaban individu dihadapan tuhan jelas merupakan tindakan yang salah.
Sama pula salahnya jika negara membuat perempuan sulit dan tidak memiliki pilihan
antara memegang terguh ajaran agamanya atau kehilangan hak atas hak pendidikan,
pekerjaan, dan otonomi personanya secara umum. Pandangan ini tidak mengasumikan
bahwa intervensi negara sebagai satu-satunya pembatasan atas kebebasan perempuan
dan laki-laki untuk memilih karena tekanan dari keluarga atau komunitas pun bahkan
lebih kuat dan mengikat.

D. Relevansi pemikiran Mustafa Kemal At-Tatruki di Indonesia


Pemikiran politik Mustafa Kemal dengan sekularisasinya merupakan perubahan yang
radikal terhadap sistem pemerintahan yang berlaku di Turki pada saat itu. Agama tidak
berperan sama sekali terhadap negara, bahkan hal-hal kecil yang bersifat privat
dilarang meskipun itu merupakan aturan agama yang dianut oleh warga negara. Seperti
kebijakan tidak diperbolehkannya menggunakan jilbab, larangan pemakaian fez,
dihapuskannya simbol-simbol keagamaan, bahkan adzan pun menggunakan bahasa
Turki.
Indonesia merupakan negara bermasyarakat plural yang memiliki berbagai macam
ragam budaya, bahasa, dan termasuk didalamnya adalah agama. Seperti halnya
pemikiran dari Mustafa Kemal bahwa sekularisasi dalam sebuah negara penting, maka
Indonesia pun demikian akan tetapi dalam beberapa hal tertentu saja. Hal ini untuk

20
menghindari konflik antar penganut agama jika salah satu agama di Indonesia
ditetapkan sebagai Agama Negara. Hal ini tercermin dalam beberapa kali sidang
pengembalian tujuh kata dalam sila pertama yaitu sila ketuhanan yang diikuti dengan
klausul : “… dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Upaya pengembalian tujuh kata lewat parlemen, setidaknya telah terjadi tiga kali yaitu
Sidang Majelis konstituante tahun 1956-1959, MPRS tahun 1966-1968, Sidang Tahunan
MPR (ST MPR) tahun 2000. Namum upaya pengembalian tujuh kata tersebut selalu
gagal. Tujuan pengembalian tujuh kata ini sendiri adalah untuk terbukanya pelaksanaan
syari’at Islam terbuka pada masa mendatang. Dan ini juga menunjukkan untuk
digunakannya agama Islam sebagai agama negara, akan tetapi dalam realisasinya tidak
mungkin dan banyak perlawanan dari berbagai pihak termasuk kubu sekular pada saat
itu.
Hemat penulis Indonesia bukanlah Negara sekular, walaupun tidak menggunakan salah
satu dari agama yang hidup didalamnya sebagai Agama Negara. Karena dilihat dari
definisi negara sekular itu sendiri bahwa Negara sekuler adalah negara yang tidak
mengikutsertakan agama dalam menjalankan roda pemerintahannya, dengan kata lain,
tidak mendasarkan Undang-undang pada agama, tidak mendasarkan kebijakan,
peraturan pemerintah, dan produk perundang-undangan pada agama. Sedangkan
Indonesia sendiri mengadopsi aturan-aturan yang agama yang ada, seperti dalam
pengadilan agama ada beberapa peraturan yang merujuk pada kitab fiqih. Akan tetapi
Indonesia tidak termasuk juga dalam Negara Agama, kembali pada definisi dari Negara
Agama itu sendiri bahwa Negara agama adalah negara yang menjalankan roda
pemerintahan dan mengeluarkan berbagai kebijakan berdasarkan agama. Sedangkan
roda pemerintahan Indonesia dan berbagai kebijakan yang dikeluarkan tidak seluruhnya
berdasarkan pada agama.
Indonesia bukan negara agama, juga bukan negara sekular, Indonesia adalah negara
yang tidak menjurus ke dalam kedua bentuk tersebut. Pemerintahan dijalankan
berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila. Inilah yang membuat
Indonesia bisa tetap bersatu sampai sekarang, bila salah satu bentuk di atas diterapkan,
sangat tidak cocock dengan Indonesia. Ketika akan menerapkan sekulerisme, hal ini
bertentangan dengan kebudayaan Indonesia sejak jaman dahulu yang tak terlepas dari
keilahian dan tradisi-tradisi religius. Jika menetapkan negara agama, maka akan timbul
perang besar antar agama, karena sejak awal memang bukan hanya ada 1 agama atau
kepercayaan saja di bumi pertiwi, melainkan banyak keyakinan dan kepercayaan.

PENUTUP
A. Simpulan
Mustafa dilahirkan pada 1881 di Kota Salonika, Yunani sekarang. Ayah bernama Ali
Riza dan Ibunya Zubayda. Mustafa merupakan alumnus dari pendidikan militer, yang
tertarik dengan dunia politik. Pemikirannya dilator belakangi oleh penguasa Turki,
Sultan Abdul Hamid, yang despotik dan absolut serta cenderng anti pembaruan. Sultan
mengekang kebebasan berpendapat. Para Mahasiswa diawasi secara ketat. Yang pada
akhirnya mengantarkanMustafa mengalami masa tahanan. Mustafa dijuluki Kemal
karena ia merupakan murid yang pintar dalam bidang matematika dan di juluki At-
Taturk karena jasa beliau di Turki. Pemikiran Mustafa Kemal sendiri adalam
memisahkan negara dengan agama, dimana agama tidak boleh ikut campur dalam
kancah politik. Dan menganggap bahwa peran agama islam dalam Turki yang
menyebabkan negara Turki tidak mengalami kemajuan. Dari sisi inilah Mustafa dalam

20
kesempatan emas yang ia peroleh melakukan sekularisasi yang sangat radikal terhadap
negara Turki diantaranya : penghapusan jabatan khalifah, penghapusan madrasah-
madrasah, pelarangan memakai jilbab, dan aturan-aturan lain yang menekan agama
agar tidak berperan sama sekali di Turki.
Sekularisasi yang dilakukan oleh Mustafa sendiri melupakan bahwa HAM setiap warga
negaranya untuk melaksanakan aturan agama perlu. Dan negara Indonesia bukan
negara sekular ataupun negara agama, melainkan negara Indonesia adalah negara yang
tidak menjurus ke dalam kedua bentuk tersebut. Pemerintahan dijalankan berdasarkan
Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila.
B. Kritik dan saran
Demikianlah makalah tentang Mustafa Kemal At-Tatturk yang telah penulis paparkan.
Kami menyadari makalah ini jauh dari sempurna maka dari itu kritik yang membangun
dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan. Harapan pemakalah, semoga
makalah ini dapat memberi pengetahuan baru dan bermanfaat bagi kita semua

20

Anda mungkin juga menyukai