Anda di halaman 1dari 53

MINI PROJECT

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS


DI WILAYAH PUSKESMAS PULOMERAK 

SEBAGAI SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

Disusun Oleh:

dr. Jeffrie Irtan

Pendamping:

dr. H. Faisal, MARS

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP PUSKESMAS PULOMERAK 

JULI - NOVEMBER 2017

CILEGON

i
HALAMAN PENGESAHAN

Mini Project berjudul:

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS


DI WILAYAH PUSKESMAS PULOMERAK 

oleh:

dr. Jeffrie Irtan

Telah dinilai dan dinyatakan diterima sebagai salah satu syarat untuk 
menyelesaikan program internship dokter Indonesia

Cilegon, November 2017

Pendamping,

dr. H. Faisal, MARS

ii
KATA PENGANTAR 

Puji syukur penulis haturkan kepada TUHAN yang Maha Esa karena atas
 berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun mini project ini dengan baik 
dan benar serta tepat waktunya. Di dalam mini
dalam  mini project  ini,
  ini, penulis akan membahas
mengen
mengenai
ai “EVAL
“EVALUAS
UASII PROGRA
PROGRAM
M PENGEL
PENGELOLA
OLAAN
AN PENYA
PENYAKIT
KIT KRONIS
KRONIS
DI WILAYAH PUSKESMAS PULOMERAK”.
 Mini project  ini
  ini telah dibuat dengan mendapatkan beberapa bantuan dari
 berbagai pihak untuk membantu dalam menyelesaikan tantangan dan hambatan
selama
selama proses
proses menger
mengerjak
jakan
an   mini projec
project 
t    ini.
ini. Oleh
Oleh kera
kerana
na itu,
itu, penu
penulis
lis ingi
ingin
n
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
mini project ini.Oleh karena itu penulis mengundang pembaca untuk memberikan
saran
saran dan kritik
kritik yang
yang dapat
dapat memban
membangun
gun nilai kerja
kerja penuli
penuliss ini.
ini. Kritika
Kritikan
n yang
yang
 berunsur konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan
mini project  ini
  ini selanjutnya. Semoga  mini project  ini
project  ini dapat bermanfaat bagi para
 pembaca dan apabila ada kata-kata yang kurang berkenan penulis memohon maaf 
sebesar-besarnya.
Akhir kata semoga   mini project  
project   ini dapat memberikan manfaat kepada
kita semua.

Cilegon, November 2017

dr. Jeffrie Irtan

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..........................................


.................................................................
.....................................
.............. i
HALAMAN PENGESAHAN..........................
PENGESAHAN................................................
........................................
.................. ii
KATA PENGANTAR ..........................................
................................................................
...................................
............. iii
DAFTAR ISI .........................................
................................................................
.............................................
............................
...... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................
...................................................................................
........................ .. 1
1.2 Pernyataan Masalah.......................
Masalah.............................................
............................................
.................................
........... 2
1.3 Tujuan Penelitian ............................................
..................................................................
.....................................
............... 3
1.3.1 Tujuan Umum ...............................................................
.......................................................................
........ 3
1.3.2 Tujuan Khusus ...............................................................
......................................................................
....... 3
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 3
1.4.1 Manfaat Teoritis .................................................................... 3
1.4.2 Manfaat Aplikatif .................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prolanis..........................................
Prolanis................................................................
.......................................5
.................5
2.2 Diabetes Mellitus............................................
Mellitus..................................................................
......................12 12
2.3 Hipertensi....................
Hipertensi..........................................
............................................
...................................18
.............18
BAB III METODE
BAB IV HASIL
4.1 Gambaran Umum......................................
Umum............................................................
..........................................
.................... 31
4.2 Situasi Derajat Kesehatan .................................................................. 35
4.3 Sasaran Kerja ...........................................
.................................................................
..........................................
.................... 38
4.4 Sarana Kesehatan Pemerikntah di Kecamatan Pulomerak ................ 40
4.5 Ketenagaan ..........................................
................................................................
............................................
............................ 41
4.6 Cakupan Program Prolanis ………...….......................................... 42
BAB V KESIMPULAN DAN DARAN
5.1 Kesimpulan ..........................................
................................................................
............................................
.......................... 48
5.2 Saran ...........................................
.................................................................
............................................
.................................
........... 48
Daftar pustaka ...........................................
.................................................................
............................................
.........................
... 4

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seirin
Seiring
g dengan
dengan pening
peningkata
katan
n status
status ekonom
ekonomi,
i, peruba
perubahan
han gaya
gaya hidup
hidup
dan
dan efek
efek samp
sampin
ing
g mode
modern
rnisa
isasi
si,, kecen
kecende
deru
rung
ngan
an peny
penyaki
akitt yang
yang timbu
timbull di
masyarakat pun mengalami pergeseran ke arah penyakit tidak menular dan
kronis. Beberapa penyakit yang sering timbul antara lain diabetes melitus dan
hipertensi. Di masa yang akan datang, jumlah penderita penyakit degeneratif 
ini diperk
diperkira
irakan
kan akan
akan semakin
semakin mening
meningkat
kat,, karena
karena jumlah
jumlah pendud
penduduk
uk usia
usia
lanjut juga semakin bertambah. Hal ini akan memberikan dampak dan beban
ganda bagi pembangunan kesehatan di wilayah terkait.
Deng
Dengan
an berl
berlak
akun
unya
ya Jami
Jamina
nan
n Keseh
Kesehata
atan
n Nasio
Nasiona
nall sejak
sejak bula
bulan
n
Januari 2014, sesuai dengan Undang-undang nomor 40 tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-undang nomor 24 tahun 2011
tentang BPJS, maka Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
seka
sekali
lig
gus garda
arda terd
terdep
epan
an pela
pelay
yanan
anan kese
keseha
hata
tan
n masy
masyar
arak
akat
at dapat
apat
melaksanakan
melaksanakan kegiatan Prolanis untuk melakukan
melakukan pembinaan
pembinaan proaktif dan
terintegrasi bagi para penderita penyakit kronis.
PROLANIS merupakan Program Pengelolaan Penyakit Kronis dengan
 bentuk tindakan promotif dan preventif yang terintegrasi. Penyakit yang
dita
ditang
ngan
anii oleh
oleh PROL
PROLAN
ANIS
IS diab
diabet
etes
es melli
mellitu
tuss dan
dan hipe
hiperte
rtens
nsi.
i. Prog
Program
ram
PROLANIS
PROLANIS diharapkan meningkatkan
meningkatkan kualitas
kualitas hidup peserta BPJS melalui
 pengolaan yang berkesinambungan. Strategi pelayanan kesehatan bagi
 penyandang penyakit diabetes dan hipertensi pada pelayanan kesehatan
 primer sehingga peran dokter pelayanan primer sangat penting dalam
 program PROLANIS.
Dokt
Dokter
er pela
pelay
yanan
anan prim
primer
er jug
juga diha
dihara
rapk
pkan
an dapa
dapatt memb
member
erik
ikan
an
 pelayanan promotif dan preventif yang komprehensif. Selain itu mereka

1
memiliki tugas untuk mengedukasi dan meningkatkan kemampuan peserta
PROLANIS untuk memelihara kesehatan pribadinya secara mandiri.
Pelayanan yang diberikan oleh Dokter Keluarga PROLANIS seperti
 pelayanan obat untuk penyakit diabetes pasien selama satu bulan,
mengingatkan jadwal konsultasi dan pengambilan obat, memberi informasi
dan pengetahuan tentang penyakit diabetes secara teratur dan terstruktur,
 pemantauan status kesehatan secara intensif serta adanya kegiatan kunjungan
rumah (home visit) bagi peserta. Dokter keluarga akan memantau kepatuhan
 pasien terhadap program pengelolaan penyakit kronis ini untuk mengetahui
apakah pasien benar-benar melakukan apa yang direncanakan oleh dokter 
keluarga PROLANIS.
Komitmen peserta dalam mengikuti PROLANIS juga merupakan hal
yang sangat penting. Peserta diharapkan mengikuti segala semua ketentuan
 pengobatan yang direncanakan, karena jika tidak ada komitmen maka
 program ini akan gagal. Dengan adanya PROLANIS, target peningkatan
status kesehatan, pengetahuan, kemampuan, dan kesadaran peserta dalam
rangka pemeliharaan kesehatan secara mandiri dapat terwujud secara
maksimal. Target ini juga didasarkan pada panduan klinis yang berlaku.
Indikator keberhasilan program PROLANIS adalah terwujudnya
Profil Kesehatan Peserta melalui pemantauan berkesinambungan terhadap
 peserta. Hal ini bertujuan agar jumlah peserta yang hidup sehat dengan
 penyakit kronis dapat dioptimalkan dan peserta yang jatuh pada fase akut atau
 penyakit menjadi semakin parah dapat diminimalisasi.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, diketahui rumusan masalahnya:

1. Di masa yang akan datang, jumlah penderita penyakit degeneratif 


(diabetes melitus, hipertensi) ini diperkirakan akan semakin meningkat,
karena jumlah penduduk usia lanjut juga semakin bertambah. Hal ini

2
akan memberikan dampak dan beban ganda bagi pembangunan
kesehatan di wilayah terkait.
2. Kegiatan prolanis berperan besar dalam peningkatan status kesehatan,
 pengetahuan, kemampuan, dan kesadaran peserta dalam rangka
 pemeliharaan kesehatan secata mandiri dapat terwujud secara
maksimal.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Evaluasi program pengelolaan penyakit kronis di wilayah


 puskesmas pulomerak pada bulan Januari- September 2017 untuk 
Meningkatkan kesehatan agar dapat mencapai mutu kehidupan yang
 berkualitas dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.
1.3.2. Tujuan Khusus

1. Memberikan pencegahan dan deteksi dini, serta konsep dan


 pemahaman mengenai penyakit kronis kepada peserta Prolanis
melalui edukasi, sehingga terdapat perubahan dalam tingkat
 pemahaman, sikap dan perilaku setiap peserta.
2. Mendorong peserta Prolanisuntuk mencapai kualitas hidup yang
optimal, dan mencegah timbulnya komplikasi penyakit bagi para
 peserta yang telah menderita penyakit kronis.
3. Terjadinya interaksi dan diskusi antar peserta dan petugas kesehatan
mengenai penyakit kronis dan hal-hal yang berkaitan.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Mini project ini diharapkan dapat memberikan evaluasi dalam program Prolanis
tahun 2017.

3
1.4.2. Manfaat Aplikatif 

1. Bagi Pasien dan Keluarga

Pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mengikuti kegiatan


 prolanis,agar pasien terhindar dari komplikasi. Dukungan keluarga
 berperan terhadap kepatuhan pasien mengikuti program prolanis.

2. Bagi Dinas Kesehatan


Hasil mini project  ini dapat dijadikan bahan referensi untuk meningkatkan
kinerja program prolanis di wilayah kerja Puskesmas Pulomerak pada
tahun mendatang.

3. Bagi Penulis
Menerapkan ilmu dan teori yang diperoleh selama pendidikan kedokteran,
menambah pengetahuan, pengalaman serta masukan penulis selanjutnya.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PROLANIS BPJS


2.1.1. Pengertian PROLANIS BPJS
PROLANIS adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan
 proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan Peserta, Fasilitas
Kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi
 peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas
hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien.
(Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan, 2014)
Tujuan program ini dalam BPJS adalah untuk mendorong peserta
 penyandang penyakit kronis mencapai kualitas hidup optimal dengan indikator 
75% peserta terdaftar yang berkunjung ke Faskes Tingkat Pertama memiliki hasil
“baik” pada pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi
sesuai Panduan Klinis terkait sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi
 penyakit. (Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan, 2014)
Adapun Program Pengelolaan Penyakit Kronis memiliki karateristik 
sebagai berikut:
a. Penetapan target kesehatan individual bagi setiap penderita penyakit kronis.
 b. Penanganan kesehatan per individual peserta penderita penyakit kronis fokus
 pada upaya promotif dan preventif untuk mencegah episode akut.
c. Edukasi dan upaya meningkatkan kesadaran dan peran serta Peserta penderita
 penyakit kronis terhadap perawatan kesehatannya secara mandiri.
d. Penerapan protokol pengobatan yang berdasaran  evidence base medicine.
e. Peningkatan fungsi gate keeper pada tingkat Rawat Jalan Tingkat Pertama
dalam rangka pengendalian biaya pelayanan rujukan. (Rini, 2014)

5
2.1.2. Sasaran PROLANIS
Sasaran Prolanis adalah seluruh peserta Askes Sosial penderita penyakit
kronis Diabetes Mellitus dan Hipertensi. Tahapannya, peserta harus mendaftar 
dahulu di Kantor Cabang PT Askes (Persero) terdekat atau di Puskesmas dan
Dokter keluarga tempat peserta terdaftar. Setelah mendaftar, peserta akan
mendapatkan Dokter Keluarga Prolanis atau Dokter di Puskesmas Prolanis yang
dipilih serta buku pemantauan status kesehatan. Dokter Keluarga/Puskesmas di
sini berperan sebagai gatekeeper   yang tidak hanya memilih pasien untuk dirujuk 
ke spesialis terkait, tetapi diharapkan juga dapat memberikan pelayanan
komprehensif dan terfokus pada upaya promotif dan preventif. Dokter 
Keluarga/Dokter Puskesmas akan bertindak sebagai manajer kesehatan bagi
 penderita penyakit kronis ini. Dokter keluarga juga akan berperan sebagai
konsultan bagi peserta yang memberikan bimbingan, edukasi, dan peningkatan
kemampuan peserta untuk melakukan pemeliharaan atas kesehatan pribadinya
secara mandiri. Dokter akan memantau kondisi dan status kesehatan peserta
Prolanis secara rutin serta bisa memberikan resep obat kronis pada level Rawat
Jalan Tingkat Pertama. (Rini, 2014)

2.1.3. Mekanisme PROLANIS BPJS


Pelayanan Program Pengelolaan Penyakit Kronis bersifat komprehensif 
(menyeluruh) meliputi :
a. Upaya promotif; penyuluhan/informasi berbagai media, konsultasi, dan
reminder aktifitas medis
 b. Upaya preventif; imunisasi, penunjang diagnostik, kunjungan rumah ( home
visite), konseling
c. Upaya kuratif; pemeriksaan dan pengobatan penyakit pada Rawat Jalan Tingkat
Pertama, Rawat Jalan Lanjutan, Rawat Inap Lanjutan serta pelayanan obat
d. Upaya rehabilitatif; penanganan pemulihan dari penyakit kronis
Pelayanan PROLANIS di fasilitas kesehatan primer lebih fokus pada
 pelayanan promotif dan preventif meliputi :

6
 Pemberian konsultasi medis, informasi, edukasi terkait penyakit kronis
kepada penderita dan keluarga
o Kunjungan ke rumah pasien
o Penyuluhan penyakit kronis
o Pelatihan bagi tata cara perawatan bagi penderita
 Pemantauan kondisi fisik peserta kronis secara berkesinambungan
 Pemberian resep obat kronis dan kemudian peserta mengambil obat
 pada Apotek yang ditunjuk 
 Pemberian surat rujukan ke Fasilitas yang lebih tinggi untuk kasus-kasus
yang tidak dapat ditanggulangi di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama /
Primer.
 Penanganan terapi penyakit kronis dan peresepan obat kronis sesuai
Panduan Klinis penanganan penyakit kronis yang berlaku
 Membuat dokumentasi status kesehatan per Pasien terhadap setiap
 pelayanan yang diberikan kepada tiap pasien
 Membuat jadwal pemeriksaan rutin yang harus dijalani oleh peserta

2.1.4. Langkah-Langkah Pelaksanaan


Sebelum melaksanakan PROLANIS, ada beberapa langkah yang harus
dilakukan sebelum aktivitas PROLANIS itu sendiri:
1. Melakukan identifikasi data peserta sasaran berdasarkan:
 Hasil Skrining Riwayat Kesehatan dan atau
 Hasil Diagnosa DM dan HT (pada Faskes Tingkat Pertama maupun RS)
2. Menentukan target sasaran
3. Melakukan pemetaan Faskes Dokter Keluarga/ Puskesmas berdasarkan
distribusi target sasaran peserta
4. Menyelenggarakan sosialisasi Prolanis kepada Faskes Pengelola
5. Melakukan pemetaan jejaring Faskes Pengelola (Apotek, Laboratorium)
6. Permintaan pernyataan kesediaan jejaring Faskes untuk melayani peserta
PROLANIS

7
7. Melakukan sosialisasi PROLANIS kepada peserta (instansi, pertemuan
kelompok pasien kronis di RS, dan lain-lain)
8. Penawaran kesediaan terhadap peserta penyandang Diabetes Melitus Tipe 2 dan
Hipertensi untuk bergabung dalam PROLANIS
9. Melakukan verifikasi terhadap kesesuaian data diagnosa dengan form kesediaan
yang diberikan oleh calon peserta Prolanis
10. Mendistribusikan buku pemantauan status kesehatan kepada peserta terdaftar 
11. Melakukan rekapitulasi data peserta terdaftar 
12. Melakukan entri data peserta dan pemberian flag peserta PROLANIS
13. Melakukan distribusi data peserta Prolanis sesuai Faskes Pengelola
14. Bersama dengan Faskes melakukan rekapitulasi data pemeriksaan status
kesehatan peserta, meliputi pemeriksaan GDP, GDPP, Tekanan Darah, IMT,
HbA1C. Bagi peserta yang belum pernah dilakukan pemeriksaan, harus segera
dilakukan pemeriksaan
15. Melakukan rekapitulasi data hasil pencatatan status kesehatan awal peserta per 
Faskes Pengelola (data merupakan luaran Aplikasi P-Care)
16. Melakukan Monitoring aktifitas PROLANIS pada masing-masing Faskes
Pengelola:
 Menerima laporan aktifitas PROLANIS dari Faskes Pengelola
 Menganalisa data
17. Menyusun umpan balik kinerja Faskes PROLANIS
18. Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/ Kantor Pusat

8
Setelah semua persiapan pelaksanaan PROLANIS sudah dipenuhi,
Aktivitas PROLANIS dapat dilakukan. Adapun aktivitas PROLANIS dijalankan
sebagai berikut :
1. Konsultasi Medis Peserta Prolanis : jadwal konsultasi disepakati bersama antara
 peserta dengan Faskes Pengelola

2. Edukasi Kelompok Peserta Prolanis


Definisi : Edukasi Klub Risti (Klub Prolanis) adalah kegiatan untuk meningkatkan
 pengetahuan kesehatan dalam upaya memulihkan penyakit dan mencegah
timbulnya kembali penyakit serta meningkatkan status kesehatan bagi peserta
PROLANIS
Sasaran  : Terbentuknya kelompok peserta (Klub) PROLANIS minimal 1 Faskes
Pengelola 1 Klub. Pengelompokan diutamakan berdasarkan kondisi kesehatan
Peserta dan kebutuhan edukasi.
Langkah - langkah:
a. Mendorong Faskes Pengelola melakukan identifikasi peserta terdaftar 
sesuai tingkat severitas penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi yang
disandang
 b. Memfasilitasi koordinasi antara Faskes Pengelola dengan Organisasi
Profesi/Dokter Spesialis diwilayahnya
c. Memfasilitasi penyusunan kepengurusan dalam Klub
d. Memfasilitasi penyusunan kriteria Duta PROLANIS yang berasal dari
 peserta.
e. Duta PROLANIS bertindak sebagai motivator dalam kelompok Prolanis
(membantu Faskes Pengelola melakukan proses edukasi bagi anggota Klub)
f. Memfasilitasi penyusunan jadwal dan rencana aktifitas Klub minimal 3
 bulan pertama
g. Melakukan Monitoring aktifitas edukasi pada masing-masing Faskes
Pengelola:
 Menerima laporan aktifitas edukasi dari Faskes Pengelola
 Menganalisis data

9
h. Menyusun umpan balik kinerja Faskes PROLANIS
Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat dengan tembusan
kepada Organisasi Profesi terkait diwilayahnya
3. Reminder melalui SMS Gateway
Definisi  : Reminder adalah kegiatan untuk memotivasi peserta untuk melakukan
kunjungan rutin kepada Faskes Pengelola melalui pengingatan jadwal konsultasi
ke Faskes Pengelola tersebut
Sasaran  : Tersampaikannya reminder jadwal konsultasi peserta ke masing-masing
Faskes Pengelola
Langkah – langkah:
a. Melakukan rekapitulasi nomor Handphone peserta PROLANIS/Keluarga
 peserta per masing-masing Faskes Pengelola
 b. Entri data nomor handphone kedalam aplikasi SMS Gateway
c. Melakukan rekapitulasi data kunjungan per peserta per Faskes Pengelola
d. Entri data jadwal kunjungan per peserta per Faskes Pengelola
e. Melakukan monitoring aktifitas reminder (melakukan rekapitulasi jumlah
 peserta yang telah mendapat reminder)
f. Melakukan analisa data berdasarkan jumlah peserta yang mendapat reminder 
dengan jumlah kunjungan
g. Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat

4. Home Visit 
Definisi :   Home Visit   adalah kegiatan pelayanan kunjungan ke rumah Peserta
PROLANIS untuk pemberian informasi/edukasi kesehatan diri dan lingkungan
 bagi peserta PROLANIS dan keluarga
Sasaran:
Peserta PROLANIS dengan kriteria :
a. Peserta baru terdaftar 
 b. Peserta tidak hadir terapi di Dokter Praktek Perorangan/Klinik/Puskesmas 3
 bulan berturut-turut
c. Peserta dengan GDP/GDPP di bawah standar 3 bulan berturut-turut (PPDM)

10
d. Peserta dengan Tekanan Darah tidak terkontrol 3 bulan berturut-turut (PPHT)
e. Peserta pasca opname
Langkah – langkah:
a. Melakukan identifikasi sasaran peserta yang perlu dilakukan  Home Visit 
 b. Memfasilitasi Faskes Pengelola untuk menetapkan waktu kunjungan
c. Bila diperlukan, dilakukan pendampingan pelaksanaan  Home Visit 
d. Melakukan administrasi  Home Visit   kepada Faskes Pengelola dengan berkas
sebagai berikut:
1) Formulir   Home Visit   yang mendapat tanda tangan Peserta/Keluarga peserta
yang dikunjungi
2) Lembar tindak lanjut dari Home Visit /lembar anjuran Faskes Pengelola
e. Melakukan monitoring aktifitas Home Visit (melakukan rekapitulasi jumlah
 peserta yang telah mendapat Home Visit )
f. Melakukan analisa data berdasarkan jumlah peserta yang mendapat Home Visit
dengan jumlah peningkatan angka kunjungan dan status kesehatan peserta
g. Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat

11
2.2 Diabetes Mellitus
2.2.1 Definisi
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu penyakit dengan gangguan metabolisme kronis
disertai gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat dari
insufiensi fungsi insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula dalam darah
(Depkes RI, 2005). Diabetes mellitus menggambarkan ketidakmampuan tubuh dalam
mengatur kadar gula darah dalam batas normal atau memproduksi insulin(Setiawan & Tri,
2007).

2.2.2 Klasifikasi
Diabetes mellitus terdapat 4 jenis yaitu :
1). Diabetes mellitus tipe 1
Pada DM tipe 1 ini terjadi gangguan metabolisme glukosa yang ditandai dengan
hiperglikemia kronik serta gangguan produksi insulin. Hal ini terjadi karena adanya reaksi
autoimun maupun idiopatik yang menyebabkan kerusakan sel β pankreas sehingga tidak 
dapat memproduksi insulin (WDF, 2009).
2). Diabetes mellitus tipe 2
Pada penderita DM tipe 2 sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin
secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin”. DM tipe 2 tidak 
terjadi perusakan sel-sel β Langerhans secara autoimun sebagaimana yang terjadi pada
DM tipe 1 sehingga dalam penanganannya biasanya tidak memerlukan terapi pemberian
insulin. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan yang menjadi penyebab terjadinya DM
tipe 2 seperti obesitas, diet tinggi lemak atau rendah serat, serta kurangnya olahraga
(Depkes RI, 2005).
3). Diabetes mellitus gestasional
Diabetes mellitus gestasional (GDM = Gestational Diabetes Mellitus) adalah peningkatan
kadar glukosa darah selama kehamilan (ADA, 2013). Intoleransi glukosa GDM pertama
kali terjadi selama masa kehamilan pada atau setelah trimester kedua yang bersifat
sementara selama masa kehamilan (Depkes RI, 2005).
4) DM tipe khusus lain
DM tipe ini ditandai dengan gangguan sekresi insulin dengan sedikit atau tidak ada
resistensi insulin. Biasanya pasien menunjukkan hiperglikemia ringan pada usia dini.
Beberapa mutasi genetik telah menunjukkan dalam reseptor insulin dan berkaitan dengan
resistensi insulin. Resistensi insulin A mengacu pada sindrom klinis acanthosis nigricans,

12
virilisasi pada wanita, ovarium polikistik, dan hiperinsulinemia. Sebaliknya, tipe B
resistensi insulin disebabkan oleh autoantibodi ke reseptor insulin. Leprechaunism adalah
sindrom anak dengan spesifik fitur wajah dan resistensi insulin yang parah karena cacat
 pada gen reseptor insulin. Diabetes Lipoatrophic merupakan hasil dari cacat postreseptor 
dalam signaling insulin (Triplit et al., 2008).

2.2.3 Faktor Resiko


Faktor risiko diabetes mellitus umumnya di bagi menjadi 2 golongan besar yaitu :
1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
a. Umur 
Manusia mengalami penurunan fisiologis setelah umur 40 tahun. Diabetes mellitus sering
muncul setelah manusiamemasuki umur rawan tersebut. Semakin bertambahnya umur,
maka risiko menderita diabetes mellitus akan meningkat terutama umur 45 tahun
(kelompok risiko tinggi).
 b. Jenis kelamin
Distribusi penderita diabetes mellitus menurut jenis kelamin sangat bervariasi. Di
Amerika Serikat penderita diabetes mellitus lebih banyak terjadi pada perempuan
daripada lakilaki. Namun, mekanisme yang menghubungkan jenis kelamin dengan
kejadian diabetes mellitus belum jelas.
c. Bangsa dan etnik 
Berdasarkan penelitian terakhir di 10 negara menunjukkan bahwa bangsa Asia lebih
 berisiko terserang diabetes mellitus dibandingkan bangsa Barat. Hasil dari penelitian
tersebut mengatakan bahwa secara keseluruhan bangsa Asia kurang berolahraga
dibandingkan bangsa-bangsa di benua Barat. Selain itu, kelompok etnik tertentu juga
 berpengaruh terutama Cina, India, dan Melayu lebih berisiko terkena diabetes mellitus.
d. Faktor keturunan
Diabetes mellitus cenderung diturunkan, bukan ditularkan. Adanya riwayat diabetes
mellitus dalam keluarga terutama orang tua dan saudara kandung memiliki risiko lebih
 besar terkena penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita
diabetes. Ahli menyebutkan bahwa diabetes mellitus merupakan penyakit yang terpaut
kromosom seks atau kelamin. Umumnya laki-laki menjadi penderita sesungguhnya,
sedangkan perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-
anaknya.
e. Riwayat menderita diabetes gestasional.

13
Diabetes gestasional dapat terjadi sekitar 2-5 % pada ibu hamil. Biasanya diabetes akan
hilang setelah anak lahir.Namun, dapat pula terjadi diabetes di kemudian hari. Ibu hamil
yang menderita diabetes akan melahirkan bayi besar dengan berat badan lebih dari 4000
gram. Apabila hal ini terjadi, maka kemungkinan besar si ibu akan mengidap diabetes tipe
2 kelak.
f. Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4000 gram.

2. Faktor yang dapat dimodifikasi


a. Obesitas
Berdasarkan beberapa teori menyebutkan bahwa obesitas merupakan faktor predisposisi
terjadinya resistensi insulin. Semakin banyak jaringan lemak pada tubuh, maka tubuh
semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat
 badan terkumpul didaerah sentral atau perut (central obesity). Lemak dapat memblokir 
kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut kedalam sel dan menumpuk dalam
 pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa darah. Obesitas merupakan
faktor risiko terjadinya diabetes mellitus tipe 2 dimana sekitar 80- 90% penderita
mengalami obesitas.
 b. Aktifitas fisik yang kurang
Berdasarkan penelitian bahwa aktifitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat
menambah sensitifitas insulin. Prevalensi diabetes mellitus mencapai 2-4 kali lipat terjadi
 pada individu yang kurang aktif dibandingkan dengan individu yang aktif. Semakin
kurang aktifitas fisik, maka semakin mudah seseorang terkena diabetes. Olahraga atau
aktifitas fisik dapat membantu mengontrol berat badan. Glukosa dalam darah akan
dibakar menjadi energi, sehingga sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin.
Selain itu, aktifitas fisik yang teraturjuga dapat melancarkan peredaran darah, dan
menurunkan faktor risiko terjadinya diabetes mellitus.
c. Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah sistole 140 mmHg atau
tekanan darah diastole 90 mmHg. Hipertensi dapat menimbulkan berbagai penyakit yaitu
stroke, penyakit jantung koroner, gangguan fungsi ginjal, gangguan penglihatan. Namun,
hipertensi juga dapat menimbulkan resistensi insulin dan merupakan salah satu faktor 
risiko terjadinya diabetes mellitus. Akan tetapi, mekanisme yang menghubungkan
hipertensi dengan resistensi insulin masih belum jelas, meskipun sudah jelas bahwa
resistensi insulin merupakan penyebab utama peningkatan kadar glukosa darah.

14
d. Stres
Kondisi stres kronik cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis-manis
dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin pada otak. Serotonin
mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi efek 
mengkonsumsi makanan yang manismanis dan berlemak tinggi terlalu banyak berbahaya
 bagi mereka yang berisiko terkena diabetes mellitus.
e. Pola makan
Pola makan yang salah dapat mengakibatkan kurang gizi atau kelebihan berat badan.
Kedua hal tersebut dapat meningkatkan risiko terkena diabetes. Kurang gizi (malnutrisi)
dapat menganggu fungsi pankreas dan mengakibatkan gangguan sekresi insulin.
Sedangkan kelebihan berat badan dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin. f.
Penyakit pada pankreas : pankreatitis, neoplasma, fibrosis kistik.
g. Alkohol
Alkohol dapat menyebabkan terjadinya inflamasi kronis pada pankreas yang dikenal
dengan istilah pankreatitis. Penyakit tersebut dapat menimbulkan gangguan produksi
insulin dan akhirnya dapat menyebabkan diabetes mellitus (Sustrani dan Hadibroto, 2004).

2.2.4 Diagnosis
Diagnosis diabetes mellitus ditegakkan berdasarkan gejala klasik yaitu Polifagia,
Polidipsia, Poliuria, penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya, dan hasil
 pemeriksaan darah yang menunjukkan hiperglikemia positif. Diagnosis diabetes mellitus
dapat ditegakkan melalui tiga cara, yaitu :
1. Apabila ditemukan keluhan klasik dan pada pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu 200 mg/dL sudah cukup untuk mendiagnosis penyakit diabetes mellitus.
Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat tanpa memperhatikan
waktu makan terakhir.
2. Apabila ditemukan keluhan klasik dan pada pemeriksaan glukosa darah puasa 126
mg/dL. Yang dimaksud puasa pada pemeriksaan ini adalah pasien tidak mendapat
kalori tambahan paling sedikit 8 jam.
3. Dengan memeriksa test toleransi glukosa oral (TTGO). Pemeriksaan ini dilakukan
dengan memberikan beban glukosa yang setara dengan 75 gr glukosa anhidrus yang
dilarutkan dalam air. kemudian setelah 2 jam diperiksa kadar glukosa darah pasca
 pembebanan didapatkan hasil 200 mg/dL. Pemeriksaan TTGO lebih sensitif dan lebih
spesifik bila dibandingkan dengan pemeriksaan glukosa darah puasa. Namun

15
 pemeriksaan ini lebih sulit dilakukan, sehingga dalam praktek jarang dilakukan
( PERKENI, 2006).

2.2.5 Tata Laksana


Penatalaksanaan diabetes mellitus bertujuan untuk menjaga agar kadar glukosa dalam
darah berada dalam kisaran normal dan mencegah atau meminimalkan kemungkinan
terjadinya komplikasi (Depkes RI, 2005). Dengan target hemoglobin AIC ≤ 6,5%, GDP <
110 mg/dL dan GDPP < 140 mg/dL (AACE, 2007). Pengobatan non farmakologis terdiri
dari intervensi gaya hidup menggunakan latihan fisik dan modifikasi asupan gizi. Terapi
ini efisien dalam mencegah gangguan toleransi glukosa pada pasien diabetes tipe 2
(Martin & Kolb, 2008).
1) Edukasi (Penyuluhan)
Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan edukasi yang
komprehensif serta upaya peningkatan motivasi. Oleh karena itu partisipasi pasien,
keluarga, dan masyarakat sangat berpengaruh terhadap keberhasilan terapi.
2) Terapi gizi medis
Terapi Gizi Medis (TGM) adalah pengaturan pola makan dan pemahaman tentang
 jenis serta jumlah makanan berdasarkan kebutuhan individu. Terapi gizi medis
 bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa darah, tekanan darah, profil lipid,
dan berat badan dalam batas normal sehingga kualitas hidup pasien meningkat.
3) Latihan jasmani
Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan kadar kolesterol
HDL, sehingga dapat memperbaiki atau mengendalikan glukosa darah. Terbukti
dalam observasi pengukuran kadar glukosa sebelum dan sesudah latihan fisik pada
senam aerobik mempengaruhi penurunan kadar glukosa darah ( PERKENI,2006).
4) Insulin
Pada orang normal produksi insulin tiap hari 20-60 unit. Apabila produksi insulin
lebih dari 60 unit perhari berarti terjadi resistensi insulin. Hal ini bisa disebabkan
karena jumlah reseptor insulin menurun, adanya anti-insulin, dan kerusakan insulin di
 jaringan yang membutuhkannya
Jenis insulin (ADA, 2013) :
 Insulin kerja-cepat, bekerja sekitar 15 menit setelah injeksi, waktu puncak 
sekitar 1 jam, dan terus bekerja selama 2 sampai 4 jam. Jenis: Insulin

16
glulisine (Apidra), insulin lispro (Humalog), dan insulin ASPART
(Novolog)
 Insulin reguler atau short-acting, biasanya mencapai aliran darah dalam
waktu 30 menit setelah injeksi, waktu puncak 2 sampai 3 jam setelah
injeksi, dan berlaku efektif sekitar 3 sampai 6 jam. Jenis: Humulin R, R 
 Novolin
 Insulin intermediate-acting, umumnya mencapai aliran darah sekitar 2
sampai 4 jam setelah injeksi, puncaknya 4 sampai 12 jam kemudian, dan
 berlaku efektif untuk sekitar 12 sampai 18 jam. Jenis: NPH (Humulin N, N
 Novolin)
 Insulin long-acting, mencapai aliran darah beberapa jam setelah injeksi dan
cenderung menurunkan kadar glukosa cukup merata selama periode 24-
 jam. Jenis: Insulin detemir (Levemir) dan insulin glargine (Lantus).
5) Obat Hipoglikemik Oral
Obat hipoglikemik oral hanya digunakan pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang
tidak berhasil dengan terapi non farmakologis. Mekanisme obat hipoglikemik oral
yaitu menurunkan kadar gula darah dengan menstimulasi sekresi insulin endogen
oleh sel beta pankreas dan meningkatkan sensitivitas insulin di reseptor intrasel
(Davis, 2005).

2.2.6. Komplikasi
Komplikasi terdapat dua macam yaitu:
1) Komplikasi akut
a) Ketoasidosis diabetik (KAD)
KAD timbul sebagai akibat dari pemecahan sel-sel lemak jaringan yang
menghasilkan asam lemak bebas sehingga meningkatkan senyawa keton yang bersifat
asam dalam darah.
 b) Hiperglikemik 
Suatu keadaan dimana kadar gula darah sangat tinggi. Faktor penyebabnya meliputi
makan secara berlebih, stres emosional serta penghentian obat DM secara mendadak.
c) Hipoglikemi
Ditandai dengan tekanan darah turun, terasa lapar, mual, lemah, lesu, keringat dingin,
tangan gemetar sampai koma. Hal ini disebabkan karena kadar gula darah rendah
(Anies, 2006).

17
2) Komplikasi kronis
Komplikasi kronis ada dua jenis yaitu Makroangiopati (pembuluh darah jantung;
 pembuluh darah tepi dan pembuluh darah otak) dan Mikroangiopati (retinopati diabetik;
nefropati diabetik dan neuropati) (Perkeni, 2006).

2.3 Hipertensi
2.3.1 Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningakatan tekanan darah sistolik sedikitnya
140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg menurut JNC VII.
2.3.2Fisiologi Regulasi Tekanan Darah
Tekanan darah ditentukan oleh 2 faktor utama, yaitu curah jantung (cardiac output)
dan resistensi vascular perifer (peripheral vascular resistance). Curah jantung merupakan
hasil kali antara frekuensi denyut jantung dengan isi sekuncup (stroke volume),
sedangkan isi sekuncup ditentukan oleh aliran balik vena (venous return) dan kekuatan
kontraksi miokard. Resistensi perifer ditentukan oleh tonus otot polos pembuluh darah,
elastisitas pembuluh darah dan viskositas darah. Semua parameter tersebut dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: system saraf simpatis dan parasimpatis,
system rennin-angiotensin- aldosteron (SRAA) dan faktor lokal berupa bahan-bahan
vasoaktif yang diproduksi oleh sel endotel pembuluh darah.
Sistem saraf simpatis bersifat presif yaitu meningkatkan tekanan darah dengan
meningkatkan frekuensi denyut jantung, memperkuat kontraktilitas miokard, dan
meningkatkan resistensi pembuluh darah. Sistem parasimpatis justru kebalikannya yaitu
 bersifat defresif. Apabila terangsang, maka akan menurunkan tekanan darah karena
menurunkan frekuensi denyut jantung. SRAA juga bersifat presif karena dapat memicu
 pengeluaran angiotensin II yang memiliki efek vasokonstriksi pembuluh darah dan
aldosteron yang menyebabkan retensi air dan natrum di ginjal sehingga meningkatkan
volume darah.
Sel endotel pembuluh darah juga memegang peranan penting dalam terjadinya
hipertensi. Sel endotel pembuluh darah memproduksi berbagai bahan vasoaktif yang
sebagiannya bersifat vasokonstriktor seperti endotelin, tromboksan A2 dan angiotensin II
local. Sebagian lagi bersifat vasodilator seperti endothelium-derived relaxing factor 
(EDRF), yang dikenal juga sebagai nitrit oxide (NO) dan prostasiklin (PGI2). Selain itu
 jantung terutama atrium kanan memproduksi hormone yang disebut atriopeptin (atrial

18
natriuretic peptide, ANP) yang cenderung bersifat diuretic, natriuretik dan vasodilator 
yang cenderung menurunkan tekanan darah.

2.3.3 Sistem Renin Angiotensin Aldosteron

19
Peranan renin-angiotensin sangat penting pada hipertensi renal atau yang
disebabkan karena gangguan pada ginjal. Apabila bila terjadi gangguan aliran sirkulasi
darah pada ginjal, maka ginjal akan banyak mensekresikan sejumlah besar renin. Menurut
Guyton dan Hall (1997), renin adalah enzim dengan protein kecil yang dilepaskan oleh
ginjal bila tekanan arteri turun sangat rendah. Menurut Klabunde (2007) pengeluaran
renin dapat disebabkan aktivasi saraf simpatis (pengaktifannya melalui β1-adrenoceptor),
 penurunan tekanan arteri ginjal (disebabkan oleh penurunan tekanan sistemik atau
stenosis arteri ginjal), dan penurunan asupan garam ke tubulus distal.
Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu angiotensinogen
untuk melepaskan angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor yang ringan,
selanjutnya akan diaktifkan angiotensin II oleh suatu enzim, yaitu enzim pengubah, yang
terdapat di endotelium pembuluh paru yang disebut Angiotensin Converting Enzyme
(ACE). Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat, dan memiliki efek-efek 
lain yang juga mempengaruhi sirkulasi. Angiotensin II menetap dalam darah hanya
selama 1 atau 2 menit karena angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai
enzim darah dan jaringan yang secara bersama-sama disebut angiotensinase Selama
angiotensin II ada dalam darah, maka angiotensin II mempunyai dua pengaruh utama
yang dapat meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh yang pertama, yaitu vasokontriksi,
timbul dengan cepat. Vasokonstriksi terjadi terutama pada arteriol dan sedikit lebih lemah
 pada vena. Konstriksi pada arteriol akan meningkatkan tahanan perifer, akibatnya akan
meningkatkan tekanan arteri. Konstriksi ringan pada vena-vena juga akan meningkatkan
aliran balik darah vena ke jantung, sehingga membantu pompa jantung untuk melawan
kenaikan tekanan.
Cara utama kedua dimana angiotensin meningkatkan tekanan arteri adalah dengan
 bekerja pada ginjal untuk menurunkan eksresi garam dan air. Ketika tekanan darah atau
volume darah dalam arteriola eferen turun ( kadang-kadang sebagai akibat dari penurunan
asupan garam), enzim renin mengawali reaksi kimia yang mengubah protein plasma yang
disebut angiotensinogen menjadi peptida yang disebut angiotensin II. Angiotensin II
 berfungsi sebagai hormon yang meningkatkan tekanan darah dan volume darah dalam
 beberapa cara. Sebagai contoh, angiotensin II menaikan tekanan dengan cara
menyempitkan arteriola, menurunkan aliran darah ke banyak kapiler, termasuk kapiler 
ginjal. Angiotensin II merangsang tubula proksimal nefron untuk menyerap kembali NaCl
dan air. Hal tersebut akan jumlah mengurangi garam dan air yang diekskresikan dalam

20
urin dan akibatnya adalah peningkatan volume darah dan tekanan darah. Pengaruh lain
angiotensin II adalah perangsangan kelenjar adrenal, yaitu organ yang terletak diatas
ginjal, yang membebaskan hormon aldosteron. Hormon aldosteron bekerja pada tubula
distal nefron, yang membuat tubula tersebut menyerap kembali lebih banyak ion natrium
(Na+) dan air, serta meningkatkan volume dan tekanan darah. Hal tersebut akan
memperlambat kenaikan voume cairan ekstraseluler yang kemudian meningkatkan
tekanan arteri selama berjam-jam dan berhari-hari. Efek jangka panjang ini bekerja
melalui mekanisme volume cairan ekstraseluler, bahkan lebih kuat daripada mekanisme
vasokonstriksi akut yang akhirnya mengembalikan tekanan arteri ke nilai normal.
2.3.4 Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan meningkatnya populasi usia lanjut
maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga bertambah, di mana baik 
hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul pada
lebih dari separuh orang yang berusia > 65 tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan
darah yang dahulu terus meningkat dalam dekade terakhir tidak menunjukkan kemajuan
lagi (pola kurva mendatar) dan pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari
seluruh pasien hipertensi.
Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari negara
maju. Data dari   The National Health and Nutrition Examination Survey   (NHNES)
menunjukkan bahwa dari tahun ke 1999-2000, insiden hipertensi pada orang dewasa
adalah sekitar 29-31% yang berarti terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika dan
terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun 1988-1991. Hipertensi esensial
sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.

2.3.5 Kriteria
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi hipertensi
esensial/ primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak 
diketahui penyebabnya disebut sebagai hipertensi esensial. Sedangkan hipertensi
sekunder adalah hipertensi yang terjadi karena ada suatu penyakit yang
melatarbelakanginya.
Menurut The Seventh of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
 Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure   (JNC 7) klasifikasi tekanan darah
 pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1,
dan hipertensi derajat 2.

21
Kriteria Tekanan Darah menurut JNC 7
Kriteria Tekanan TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Darah
 Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-90
Hipertensi derajat 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Hipertensi urgensi >180 Atau >110
Hipertensi emergensi >180 Atau >110 + Kerusakan organ target

Pasien dengan prehipertensi berisiko mengalami peningkatan tekanan darah


menjadi hipertensi, yang tekanan darahnya 130-139/80-89 mmHg sepanjang hidupnya
memiliki 2 kali risiko menjadi hipertensi dan mengalami penyakit kardiovaskuler 
daripada yang tekanan darahnya lebih rendah.
Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik > 140 mmHg
merupakan faktor risiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler 
daripada tekanan darah diastolik.
 Risiko penyakit kardiovaskuler dimulai pada tekanan darah 115/75 mmHg, meningkat
2 kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg.
 Risiko penyakit kardiovaskuler bersifat kontinyu, konsisten, dan independen dari
faktor risiko lainnya.

2.3.6 Klasifikasi
Berdasarkan Etiologinya
Hipertensi berdasarkan etiologi / penyebabnya dibagi menjadi 2 :
 Hipertensi Primer atau Esensial
Hipertensi primer atau yang disebut juga hipertensi esensial atau idiopatik adalah
hipertensi yang tidak diketahui etiologinya/penyebabnya. 90% dari semua penyakit
hipertensi merupakan penyakit hipertensi esensial.
 Hipertensi Sekunder 
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi sebagai akibat suatu penyakit,
kondisi dan kebiasaan. Karena itu umumnya hipertensi ini sudah diketahui
 penyebabnya. Terdapat 10% orang menderita apa yang dinamakan hipertensi sekunder.

22
Skitar 5-10% penderita hipertensi penyebabnya adalah penyakit ginjal (stenoisarteri
renalis, pielonefritis, glomerulonefritis, tumor ginjal), sekitar 1-2% adalah penyakit
kelaian hormonal (hiperaldosteronisme, sindroma cushing) dan sisanya akibat
 pemakaian obat tertentu (steroid, pil KB).
2.3.7 Faktor risiko

 Faktor Genetika (Riwayat keluarga)


Hipertensi merupakan suatu kondisi yang bersifat menurun dalam suatu keluarga.
Anak dengan orang tua hipertensi memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk 
menderita hipertensi daripada anak dengan orang tua yang tekanan darahnya normal.
 Ras
Orang –orang yang hidup di masyarakat barat mengalami hipertensi secara merata
yang lebih tinggi dari pada orang berkulit putih. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena tubuh mereka mengolah garam secara berbeda.
   Usia
Hipertensi lebih umum terjadi berkaitan dengan usia, Khususnya pada masyarakat
yang banyak mengkonsumsi garam. Wanita pre – menopause cenderung memiliki
tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria pada usia yang sama, meskipun
 perbedaan diantara jenis kelamin kurang tampak setelah usia 50 tahun. Penyebabnya,
sebelum menopause, wanita relatif terlindungi dari penyakit jantung oleh hormon
estrogen. Kadar estrogen menurun setelah menopause dan wanita mulai menyamai
 pria dalam hal penyakit jantung
 Jenis kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari pada wanita.
Hipertensi berdasarkan jenis kelamin ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor 
 psikologis. Pada pria seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan
 berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada wanita lebih
 berhubungan dengan pekerjaan yang mempengaruhi faktor psikiskuat
 Stress psikis
Stress meningkatkan aktivitas saraf simpatis, peningkatan ini mempengaruhi
meningkatnya tekanan darah secara bertahap. Apabila stress berkepanjangan dapat
 berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Secara fisiologis apabila seseorang
stress maka kelenjer pituitary otak akan menstimulus kelenjer endokrin untuk 
mengahasilkan hormon adrenalin dan hidrokortison kedalam darah sebagai bagian

23
homeostasis tubuh. Penelitian di AS menemukan enam penyebab utama kematian
karena stress adalah PJK, kanker, paru-paru, kecelakan, pengerasan hati dan bunuh
diri.
   Obesitas
Pada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung untuk memompa
darah agar dapat menggerakan beban berlebih dari tubuh tersebut. Berat badan yang
 berlebihan menyebabkan bertambahnya volume darah dan perluasan sistem sirkulasi.
Bila bobot ekstra dihilangkan, TD dapat turun lebih kurang 0,7/1,5 mmHg setiap kg
 penurunan berat badan. Mereduksi berat badan hingga 5-10% dari bobot total tubuh
dapat menurunkan resiko kardiovaskular secara signifikan.
 Asupan garam Na
Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah bertambahdan
menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat. Juga memperkuat
efek vasokonstriksi noradrenalin. Secara statistika, ternyata bahwa pada
kelompok penduduk yang mengkonsumsi terlalu banyak garam terdapat lebih
 banyak hipertensi daripada orang-orang yang memakan hanya sedikit garam.
   Rokok 
 Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat. Hal ini karena
nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru – paru dan disebarkan
keseluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan waktu 10 detik bagi nikotin untuk sampai
ke otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberikan sinyal kepada kelenjer 
adrenal untuk melepaskan efinephrine (adrenalin). Hormon yang sangat kuat ini
menyempitkan pembuluh darah, sehingga memaksa jantung untuk memompa lebih
keras dibawah tekanan yang lebih tinggi.
 Konsumsi alcohol
Alkohol memiliki pengaruh terhadap tekanan darah, dan secara keseluruhan semakin
 banyak alkohol yang di minum semakin tinggi tekanan darah. Tapi pada orang yang
tidak meminum minuman keras memiliki tekanan darah yang agak lebih tinggi dari
 pada yang meminum dengan jumlah yang sedikit.

2.3.8 Patofisiologi
2.3.8.1 Hipertensi primer
Beberapa teori patogénesis hipertensi primer meliputi :

24
 Aktivitas yang berlebihan dari sistem saraf simpatik 
 Aktivitas yang berlebihan dari sistem RAA
 Retensi Na dan air oleh ginjal
 Inhibisi hormonal pada transport Na dan K melewati dinding sel pada ginjal dan
 pembuluh darah
 Interaksi kompleks yang melibatkan resistensi insulin dan fungsi endotel
Sebab – sebab yang mendasari hipertensi esensial masih belum diketahui. Namun
sebagian besar disebabkan oleh resistensi yang semakin tinggi (kekakuan atau
kekurangan elastisitas) pada arteri – arteri yang kecil yang paling jauh dari jantung
(arteri periferal atau arterioles), hal ini seringkali berkaitan dengan faktor-faktor genetik,
obesitas, kurang olahraga, asupan garam berlebih, bertambahnya usia, dll.
2.1.8.2 Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder disebabkan oleh suatu proses penyakit sistemik yang
meningkatkan tahanan pembuluh darah perifer atau cardiac output, contohnya adalah
renal vaskular atau parenchymal disease, adrenocortical tumor,feokromositoma dan obat-
obatan. Bila penyebabnya diketahui dan dapat disembuhkan sebelum terjadi perubahan
struktural yang menetap, tekanan darah dapat kembali normal.

2.3.9 Manifestasi Klinis


Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala walaupun
secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan
dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari
hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan yang bisa saja terjadi baik pada
 penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
 Sakit kepala
   Kelelahan
   Mual-muntah
 Sesak napas
   Gelisah
 Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,
 jantung, dan ginjal

25
 Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma
karena terjadi pembengkakan otak disebut  ensefalopati hipertensif   yang memerlukan
 penanganan segera.

2.3.10 Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis yang perlu ditanyakan kepada seorang penderita hipertensi meliputi:
a. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
 b. Indikasi adanya hipertensi sekunder 
 Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
 Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih hematuri, pemakaian oba-
obatan analgesic dan obat/ bahan lain.
 Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan palpitasi (feokromositoma).
c. Faktor-faktor resiko (riwayat hipertensi/ kardiovaskular pada pasien atau
keluarga pasien, riwayat hiperlipidemia, riwayat diabetes mellitus, kebiasaan
merokok, pola makan, kegemukan, insentitas olahraga)
d. Gejala kerusakan organ
 Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient
ischemic attacks, defisit neurologis
 Jantung: Palpitasi,nyeri dada, sesak, bengkak di kaki
 Ginjal: Poliuria, nokturia, hematuria
e. Riwayat pengobatan antihipertensi sebelumnya

2. Pemeriksaan Fisik 
a. Memeriksa tekanan darah
 Pengukuran rutin di kamar periksa
- Pasien diminta duduk dikursi setelah beristirahat selam 5 menit, kaki di
lantai dan lengan setinggi jantung
- Pemilihan manset sesuai ukuran lengan pasien (dewasa: panjang 12-13,
lebar 35 cm)
- Stetoskop diletakkan di tempat yang tepat (fossa cubiti tepat diatas arteri
 brachialis)

26
- Lakukan penngukuran sistolik dan diastolic dengan menggunakan suara
Korotkoff fase I dan V
- Pengukuran dilakukan 2x dengan jarak 1-5 menit, boleh diulang kalau
 pemeriksaan pertama dan kedua bedanya terlalu jauh.
 Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring-ABPM)
- Hipertensi borderline atau yang bersifat episodic
- Hipertensi office atau white coat
- Hipertensi sekunder 
- Sebagai pedoman dalam pemilihan jenis obat antihipertensi
- Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan antihipertensi
 Pengukuran sendiri oleh pasien
 b. Evaluasi penyakit penyerta kerusakan organ target serta kemungkinan hipertensi
sekunder 
Umumnya untuk penegakkan diagnosis hipertensi diperlukan pengukuran
tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah <
160/100 mmHg.

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:
 Tes darah rutin (hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit)
 Urinalisis terutama untuk deteksi adanya darah, protein, gula
 Profil lipid (total kolesterol (kolesterol total serum, HDL serum, LDL serum,
trigliserida serum)
 Elektrolit (kalium)
 Fungsi ginjal (Ureum dan kreatinin)
 Asam urat (serum)
 Gula darah (sewaktu/ puasa dengan 2 jam PP)
 Elektrokardiografi (EKG)

Beberapa anjurantest lainnya seperti:


 Ekokardiografi jika diduga adanya kerusakan organ sasaran seperti adanya LVH
 Plasma rennin activity (PRA), aldosteron, katekolamin urin
 Ultrasonografi pembuluh darah besar (karotis dan femoral)

27
 Ultrasonografi ginjal jika diduga adanya kelainan ginjal
 Pemeriksaaan neurologis untuk mengetahui kerusakan pada otak 
 Funduskopi untuk mengetahui kerusakan pada mata
 Mikroalbuminuria atau perbandingan albumin/kreatinin urin
 Foto thorax.

Gambaran kardiomegali dengan hipertensi pulmonal

BAB III

28
METODE

3.1. Jenis Mini Project

Jenis mini project  yang dilakukan adalah dalam bentuk deskriptif yang dilakukan dengan
tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi secara objektif.

A. Ruang Lingkup Pelaksanaan


1. Lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Pulomerak Kecamatan
Pulomerak 

2. Waktu pelaksanaan
Penelitian dilakukan pada periode tahun 2017

B. Jenis dan Sumber Data


1. Jenis Data
Jenis Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat
kuantitatif. Data kuantitatif merupakan data yang dinyatakan dalam bentuk 
angka-angka yang dapat dihitung besarannya. Data kualitatif dalam penelitian
ini adalah hasil laporan kegiatan dan laporan kasus Prolanis serta data
kepustakaan.

2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data
sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari data yang telah
dikumpulkan oleh petugas program Prolanis Puskesmas Pulomerak dan dari
data studi kepustakaan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.

3.2. Sasaran

Sasaran pelaksanaan ini adalah seluruh masyarakat di wilayah Kerja


Puskesmas Pulomerak Kecamatan Pulomerak yang menderita Hipertensi dan
dm di wilayah kerja Puskesmas Pulomerak 

3.3. Metode yang digunakan

29
3.4.1. dokumentasi

Dokumentasi dalam penelitian ini yaitu data kegiatan program prolanis dan
 penyuluhan PTM Puskesmas Pulomerak Kecamatan Pulomerak,

3.4.2. observasi

Observasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu, pengamatan mengenai peran
kegiatan Prolanis dalam peningkatan status kesehatan, pengetahuan, kemampuan, dan
kesadaran peserta dalam rangka pemeliharaan kesehatan secara mandiri baik dari petugas
 puskesma pulomerak ataupun kader yang terlibat.

30
BAB IV
HASIL

4.1. Gambaran Umum


4.1.1. Sejarah Puskesmas Pulomerak 
Puskesmas Pulomerak yang beralamat di jalan R.E. Martadinata Km 2 Kecamatan
Pulomerak dengan nomor telepon 0254-571154, didirikan pada tahun 1973. Semula
merupakan wilayah Kabupaten Serang Propinsi Jawa Barat.

Berturut-turut Kepala Puskesmas dijabat oleh :

1. Dr. Ali Sastranegara


2. Dr. Bantuk Hadianto
3. Dr. Faijah Sukri
4. Dr. Budi Purnomo
5. Dr. Sri Lestari
6. Dr. Hana Johan

Berubahnya status Cilegon menjadi Kota berdasar Undang-Undang No.15 tahun 1999
tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon pada tanggal 27 April 1999
dan terbentuknya Propinsi Banten pada tanggal 17 Oktober tahun 2000 maka Puskesmas
Pulomerak menjadi wilayah Kota Cilegon Propinsi Banten, dengan Kepala Puskesmas
 berturut-turut :

1. Drg. Ratih Purnamasari (September 2000 ~ Nopember 2002)


2. Drg. Syah Farida (Nopember 2002 ~ Oktober 2003)
3. Drg. Niniek Harsini, M.Kes (Oktober 2003 ~ Desember 2008)
4. Drg. Sefi Saeful Holiq ( Desember 2008 ~ Mei 2014 )
5. Dr. H. Faisal ( Juni 2015 s/d Sekarang ).

31
4.1.2. Posisi lokasi Puskesmas DTP Pulomerak 

Pulau K e p u s a t - p u s a t u ta m a
Su m atra l a in n y a d i p u l a u S u m a t e r a

Bandar Lampung

L A U T JA W A

K e p u s a t - p u s a t u ta m a
C ile g o n la in n ya d i p u la u Ja w a
Jabotabek

K E T E R A N G AN : An y e r  

Jalan Raya Pu lau Jaw a


 An gk ut an P e ny e be ra n ga n
Kereta Api
 An gk ut an La ut N as io n al & Int e rn a tio na l
 Al u r P el a ya ra n

Posisi strategis Kota Cilegon yang terletak di ujung barat Pulau Jawa, merupakan
satu-satunya jalan darat untuk menuju Jakarta dari Pulau Sumatra dan sebaliknya.
Pelabuhan penyeberangan Merak~Bakauni yang menghubungkan Pulau Jawa dan
Sumatera, berada di wilayah Kecamatan Pulomerak.

Sepanjang jalan menuju Kecamatan Pulomerak adalah daerah industri berat , yang
tentunya berciri khas yaitu urbanisasi dan aktifitas manusia meningkat sehingga
kepadatan penduduk meningkat.

Keadaan diatas menyebabkan tingkat mobilitas manusia dan kendaraan bermotor 


sangat tinggi, terutama pada hari besar (Lebaran dan Tahun Baru) dan hari libur. Hal ini

32
 berdampak banyaknya kasus penyakit menular dan kasus gawat darurat yang harus
ditangani dan menjadi perhatian utama Puskesmas Pulomerak.

Dilihat dari jarak Kecamatan ke lokasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon,
Kecamatan Pulomerak terletak paling jauh dibanding Kecamatan lain. Sehingga
 peningkatan status Puskesmas menjadi Puskesmas DTP (Dengan Tempat perawatan)
sangat diperlukan.

Adanya masyarakat di wilayah gunung yang mana akses ke Puskesmas hanya dapat
dijangkau dengan ojek atau jalan kaki, karena jalan menuju gunung yang terjal menanjak 
dan masih berbatu-batu, memerlukan pantauan kesehatan secara rutin dari Puskesmas
Pulomerak. Hal ini merupakan tantangan keberanian bagi karyawan Puskesmas
Pulomerak untuk menjalankan tugas Pusling Ojek sesuai dengan visi dan misi Puskesmas.

Posisi Kecamatan Pulomerak yang merupakan jalur arus mudik, merupakan tugas
rutin karyawan Puskesmas Pulomerak untuk tetap bekerja (piket) pada hari Lebaran dan
 Natal-Tahun Baru.

4.1.3. Wilayah Kerja


Luas Wilayah :

20,07 Km 2 (Bapeda Kota Cilegon)

Batas Wilayah

Sebelah Utara : Kec. Puloampel Kab. Serang


Sebelah Timur : Kec. Bojonegara Kab Serang
Sebelah Selatan : Kec. Grogol Kota Cilegon
Sebelah Barat : Selat Sunda (Propinsi Lampung)
Jumlah Kelurahan

Kecamatan Pulomerak terdiri dari 4 kelurahan 27 RW 124 RT, yaitu:

Kelurahan Suralaya : terdiri dari 5 RW dan 21 RT


Kelurahan Lebakgede : terdiri dari 9 RW dan 43 RT
Kelurahan Tamansari : terdiri dari 6 RW dan 35 RT
Kelurahan Mekarsari : terdiri dari 7 RW dan 30 RT

33
Wilayah Gunung
Kecamatan Pulomerak memiliki 8 wilayah gunung, yaitu :

1. Gunung Cisuru Suralaya


2. Gunung Cipala Lebakgede
3. Gunung Batupayung Lebakgede
4. Gunung Ciporong Mekarsari
5. Gunung Tembulun Mekarsari
6. Gunung Sumurpring Mekarsari
7. Gunung Batur I Mekarsari
8. Gunung Batur II Mekarsari
4.1.4. Tujuan Puskesmas Pulomerak 
1. Meningkatkan Mutu Pelayanan
2. Meningkatkan Jangkauan Pelayanan (Utilisasi)
3. Meningkatkan Pengembangan SDM Yang Profesional
4. Meningkatkan Manajemen Puskesmas
5. Meningkatkan Efisiensi
6. Meningkatkan Fungsi Sosial
4.1.5. Visi dan Misi
Nilai-nilai dan Indikator yang disepakati :

1. Pelayanan Prima

Indikator:

- Mengutamakan kepentingan pelanggan dan memberikan pelayanan sesuai


SOP
- Ramah (senyum, sapa, salam)
- Segera/ cepat dalam pelayanan
- Tempat pelayanan bersih
- Alur berobat dan denah ruangan jelas
- Tarif sesuai perda
- Pasien dilayani sesuai nomer urut pendaftaran
- Tersedia alat pelindung diri bagi petugas (masker, sarung tangan, baju lab)

34
2. Profesional

Indikator:

- masing-masing Program mempunyai pencatatan dan


 pelaporan yang tepat waktu dengan data yang akurat
- bekerja sesuai SOP
3. Berwawasan Kedepan

Indikator:

- Mempunyai keinginan untuk meningkatkan keahliannya


- Mau menyebarkan ilmu pengetahuan yang dimiliki
kepada orang lain.

Visi :

“ Menjadi Salah Satu Pusat Pelayanan yang Berkualitas di Kota Cilegon Tahun
2018 ”

Misi :

1. Mengembangkan koptensi yang tersedia sumber daya manusia


2. Memberdayakan Masyarakat untuk hidup sehat
3. Mengembangkan Manajemen Pelayanan Kesehatan
4. Meningkatkan kemudahan Akses masyarakat terhadap Pelayana Kesehatan
5. Komitmen terhadap Pelayanan Puskesmas Ramah Pelanggan.

4.2. SITUASI DERAJAT KESEHATAN


4.2.1. Indikator Pelayanan
Indikator yang digunakan sebagai dasar pelayanan di Puskesmas Pulomerak 
( Basic Six  dan program tambahan)

PROGRAM POKOK KEGIATAN INDIKATOR  

Promosi Kesehatan Promosi hidup bersih dan sehat Perbaikan perilaku masyarakat
menuju perilaku sehat

35
Kesehatan Bimbingan tehnis Perbaikan lingkungan
Lingkungan
Penyehatan lingkungan

Kesehatan Ibu dan  ANC  K4 dan Linakes


   Imunisasi  Cakupan Imunisasi
Anak 
 KB  Cakupan MKET
(IUD, Implan, MOW/MOP)

 Cakupan non MKET


(suntik, pil, kondom)

Pemberantasan    Diare  Cakupan penemuan kasus


   ISPA  Cakupan penemuan kasus
Penyakit Menular 
 DBD  Cakupan penemuan kasus
 TB    Kesembuhan
   Kusta    Kesembuhan
Pengobatan  Medik dasar   Cakupan pelayanan
 UGD  Jumlah kasus
 Laboratorium sederhana  Jumlah pemeriksaan
Gizi  Distribusi vit A  Cakupan vit A
 Distribusi Fe  Cakupan Fe
 PSG  % gizi buruk/ gizi kurang
   SKDN
 % Kadarzi
 Promosi gizi

Kualitas Pelayanan Jaga mutu

Kesehatan    Provider(internal)  Tingkat kepatuhan


 Konsumen (external)  Tingkat kepuasan

Indikator yang di gunakan sebagai dasar pelayanan di Puskesmas Pulomerak 


yaitu Pokok Program   Basic six   yang meliputi berbagai pokok program kegiatan untuk 

36
menilai hasil cakupan kegiatan atau tingkat keberhasilan pelayanan kesehatan di
Puskesmas baik di luar gedung ataupun dalam gedung dengan di tentukan target
 pencapaian setiap program yang masing-masing program mempunyai nilai target yang
 berbeda adapun nilai target sudah di tentukan, tetapi ada beberapa program yang tidak 
ditentukan nilai target cakupan yang harus di capai.

Pokok Program yang mempunyai nilai target cakupan kegiatan yaitu :

1. Pokok Program Kesehatan Ibu dan Anak 


K1 Murni target : 100%
K 4 target : 95%
Resti Bumil oleh Nakes : 20%
Resti Bumil oleh Masy : 10%
Persalinan oleh Nakes : 90%
Kunjungan nifas : 90%
 Neonatus 1 (0 - 28hr) : 90%
Bayi umur 2 bln : 90%
Bayi umur 4 bln : 90%
Bayi umur 8 bln : 90%
Bayi umur 12 bln : 90%

2. Pokok Program Pemberantasan Penyakit Menular 


Imunisasi Bayi meliputi :
BCG : 90%
DPT 1 : 90%
DPT 2 : 90%
DPT 3 : 90%
Polio 1 : 90%
Polio 2 : 90%
Polio 3 : 90%
Polio 4 : 90%
Campak : 90%
Combo 1 : 90%
Combo 2 : 90%

37
Combo 3 : 90%

 TB Paru meliputi :
a) Suspec : 90%
 b) CDR : 60%
c) Konversi : 80%
d) CR : 85%
3. Pokok Program Gizi
 K/S : 90%
 D/S : 60%
 N/S : 50%
 N/D : 50%
 FE 1 : 100%
 FE 3 : 90%
   VIT A biru (6 – 12 bl) : 90%
   VIT A merah (12 -59 bl) : 100%
Pokok Program yang tidak memiliki nilai target yaitu :

1. Promkes
2. Kesling
3. Kespro
4. KB
5. Surveilans
6. Diare/ISPA
7. Kusta
8. Usila
9. Pengobatan
10. Gilut
11. Mata dan Jiwa

4.3. SASARAN KERJA


Jumlah penduduk : 44.366 jiwa (data BKCS)

Sasaran Penduduk Kecamatan Pulomerak 

38
Berdasar estimasi tahun 2014

Hasil Perhitungan BKCS (Dinas Kependudukan Kota Cilegon)

 No Kelurahan Jumlah 01 ~ 11 1 ~ 5 Bumil Bulin Bufas


Bulan Tahun
Penduduk 

1 Suralaya 6.322 120 664 132 136 126

2 Lebakgede 12.405 296 1.303 259 269 247

3 Tamansari 14.078 267 1.478 294 288 281

4 Mekarsari 11.561 220 1.214 242 257 231

Jumlah 44.366 843 4.658 927 950 885

Jumlah penduduk miskin : 14.918 jiwa/ 12.036 KK (DinKeSos,th 2014)

Tingkat kepadatan penduduk  : 2.276 jiwa / Km2

Sasaran kegiatan luar gedung

Jumlah TK : 9

Jumlah PAUD : 12

Jumlah SD : 24

Jumlah SMP : 5

Jumlah SMA : 4

Jumlah Posyandu : 57

Jumlah Posbindu : 8

Jumlah Pusling : 1

Jumlah kader posyandu : 271 orang

Jumlah kader posbindu : 24 orang

39
Jumlah kader TB Paru : 6 orang

Jumlah kamantik : 20 orang

4.4. Sarana Kesehatan Pemerintah di Kecamatan Pulomerak 


A. Sarana Bangunan
Puskesmas Induk 

Terletak di Lingkungan Sukamaju Kelurahan Mekarsari dengan luas areal + 2.000


m2 dengan luas bangunan Puskesmas 450 m 2. Untuk Puskesmas Rawat Jalan, dan 250 m 2,
untuk Puskesmas Perawatan, Luas area tersebut sudah cukup memadai dengan adanya
 pelayanan Kesehatan Tingkat Puskesmas.

Areal UPTD Puskesmas DTP Pulomerak terletak pada jalan Protokol yang
menguhubungkan arus lalu lintas Jawa – Sumatera, oleh karena itu di tingkat kat menjadi
Puskesmas Perawatan.

Puskesmas Pembantu Lebakgede

Terletak di Lingkungan Wilulang Kelurahan Lebakgede dengan luas areal 150 m2


dengan luas bangunan 48 m2. Areal Pustu Lebakgede berada di area kuburan dan jauh
dari perkampungan penduduk (lokasi tidak strategis) sehingga jumlah kunjungan pasien
sangat kurang.

Puskesmas Pembantu Suralaya

Terletak di Lingkungan Pringori Kelurahan Suralaya dengan luas areal,


Keberadaan Pustu ini sangat tepat mengingat letak Kelurahan Suralaya paling jauh ke
Puskesmas induk. Lokasi Pustu ini strategis, berada di tengah masyarakat dan dekat
dengan lokasi SMPN X dan SMAN IV

Pos Kesehatan Desa

Terletak di Lingkungan Sabrang Kelurahan Lebak Gede dengan luas areal 100
M³,luas bangunan 55 M³ keberadaan PosKesDes ini sebagai syarat pembentukan desa
siaga di Kelurahan Lebak Gede

B. Sarana Transportasi
Kendaraan roda empat : 3 unit Pusling (ambulans)

40
Kendaraan roda dua : 8 unit motor dinas

C. Sarana Penunjang Pelayanan Kesehatan


Komputer : 5 Unit ( APBD II )
Alat-alat Kesehatan: 1 Unit USG
: 1 Unit EKG
: 1 Unit Nebulizer 
: 1 Unit Dopler, dll
4.5. Ketenagaan
Komposisi Karyawan Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Puskesmas Pulomerak 
Yang Ada Status
 No Jenis Ketenagaan Kekurangan Keterangan
Sekarang Kepegawaian

1 Dokter Umum 2 2 PNS

2 Dokter Gigi 2 0 PNS

3 Apoteker 1 1 PNS

4 Perawat Umum 16 4 PNS

5 Perawat Gigi 1 1 PNS

6 Bidan 14/3/2 2 PNS/PTT/THL

7 Rekam Medik 1 2 pns

9 Pekarya 1 0 PNS

10 Administrasi 2/3 0 PNS/THL

11 Analis Kesehatan 1 1 PNS

12 Nutrisionis 2 0 PNS

13 Kesling 2 0 PNS

14 Petugas Kebersihan 4 0 THL

15 Petugas jaga malam 2 0 THL

16 Sopir 1 0 THL

JUMLAH 61 13

41
4.6Cakupan Program Prolanis

4.6.1Cakupan Wilayah
Puskesmas Pulomerak memiliki 3 klub prolanis yang tersebar di 4 Kecamatan.
Seperti dilihat pada table 2 di bawah ini.
Tabel 2. Jumlah RT, RW dan Klub Prolanis di wilayah Puskesmas Pulomerak 
No Kelurahan RT RW Jumlah Klub Prolanis
1. Suralaya 5 21 -
2. Lebak Gede 9 43 1 Klub
3. Taman Sari 6 35 1 Klub
4. Mekar Sari 7 30 1 Klub

Jumlah 27 129 3

4.6.2Bentuk Kegiatan Prolanis Tahun 2016 – 2017.


Adapun kegiatan program usila yang telah dilaksanakan antara lain :
1. Kegiatan pengukuran antropometri
2. Penyuluhan Kesehatan (Konseling)
3. Kegiatan senam prolanis

4.6.3Analisa target minimal Prolanis


Dengan adanya target screening untuk penyakit diabetes mellitus adalah
6,9% dan hipertensi adalah 25,6% maka pencapaian di wilayah kerja puskesmas
 pulomerak sudah melebihi target yang dibuat. Berikut ini adalah tabel cakupan
dan kesenjangan dari penyakit hipertensi dan diabetes mellitus dari bulan Januari
hingga September 2017.

42
KELURAHAN SASARAN CAKUPAN KESENJANGAN

ᙈફ 꾑 4922 4619 (93,8%) 6,15%

 꾑 3462 2642 (71,2%) 28,8%

ᙈ൮ફ ᙈԹᙈ 1642 1204 (73,4%) 26,6%

守 654 362 (55,4%) 44,6%

Tabel cakupan kumulatif penderita hipertensi yang mendapat skrinning sesuai


standar Januari sd September tahun 2017

KELURAHAN SASARAN CAKUPAN KESENJANGAN

ᙈફ 꾑 964 774 (80,3%) 19,7 %

 꾑 862 684 (79,4%) 20,6 %

ᙈ൮ફ ᙈԹᙈ 640 570 (89,1%) 10,9 %

守 185.3 94 (50,8) 49,2 %

Tabel cakupan kumulatif penderita dm yang mendapat skrinning sesuai standar 


Januari sd September tahun 2017

Dari data yang didapatkan dari bulan Januari hingga September 2017
untuk cakupan kumulatif penyakit hipertensi dan dm untuk wilayah kerja
 puskesma Pulomerak dapat disimpulkan telah melebihi dari target yang sudah di
tentukan. Cakupan terbesar didapatkan dari Kelurahan Mekar Sari dan terrendah
didapatkan dari Kelurahan Suralaya. Hal ini didasari karena tingkat partisipasi dan
komitmen masyarakat yang masih rendah didaerah Kelurahan Suralaya.

43
4.6.4Kegiatan Prolanis
Karena tingkat partisipasi dan komitmen yang tinggi di daerah Kelurahan
Mekar Sari, Taman Sari dan Lebak Gede maka disetiap Kelurahan dibentuk klub-
klub prolanis, seperti pada Mekar Sari dinamakan klub Beringin, Taman Sari
dinamakan Klub Kaktus, dan di Lebak Gede dinamakan Klub Palm. Klub ini
diadakan setiap minggu ke-3 disetiap bulannya. Dari setiap acara di Klub ini
memiliki tujuan untuk untuk pembinaan kesehatan lanjut usia terutama ditujukan
 pada upaya peningkatan kesehatan dan kemampuan untuk mandiri agar selama
mungkin tetap produktif dan tetap berperan aktif dalam masyarakat dengan
kegiatan yang bersifat preventif dan promotif (penyuluhan). Selain itu juga
diadakan kegiatan senam prolanis yang bertujuan untuk membiasakan/menerapkan
 pola hidup sehat dengan beraktifitas minimal 30 menit setiap harinya, pembinaan
senam lansia ini dilakukan sesuai dengan situasi kondisi kesehatan lansia itu
sendiri. Pemeriksaan tekanan darah, berat badan, tinggi badan juga sudah
dilakukan sebagai pemantauan hipertensi dan dm. Pendataan pasien baru juga
selalu dilakukan di balai pengobatan Puskesmas oleh pemegang program Prolanis
sehingga pendataan pasien prolanis yang terus bertambah.
Kegiatan Prolanis di wilayah Puskesmas Pulomerak selanjutnya akan
menambah kegiatan untuk Prolanis DM seperti Senam DM, pemeriksaan Gula
darah secara periodik dan edukasi secara teratur dan terstruktur seputar DM dan
melakukan monitoring serta umpan balik.

44
4.6.7 Masalah dan Alternatif masalah
Bila dilihat dari program prolanis yang mengutamakan promotif dan
 prefentif kegiatan prolanis juga tidak luput dari hambatan seperti :
Masalah Alternatif masalah
1 Masih kurangnya kesadaran masyarakat Memberikan pembinaan
 penduduk untuk skrinning / deteksi dini lebih intensif kepada

kesehatannya kader mengenai edukasi


 pentingnya pemeriksaan
dini

2 Tingkat ekonomi masyarakat rendah sehingga sulit Berkerja sama dengan


merubah pola pikir dan pola hidup yang kader dan tokoh
konvensional serta adat dan kebiasaan suatu masyarakat untuk  
kelompok masyarakat merubah stigma yang
salah dan penyuluhan
tentang penyakit
3 kurangnya motivasi untuk hidup sehat dan harus motivasi untuk hidup
selalu mengandalkan untuk mendapat dukungan sehat dan komitmen
dari petugas kesehatan  peserta untuk hidup sehat
4 Tingkat pendidikan masyarakat masih rendah Membuat media promosi
sehingga terdapat hambatan dalam menyerap yang menarik seperti
informasi baik berupa penyuluhan kesehatan  brosur dan   leaflet  dan
maupun sarana dan prasarana di puskesmas disebarkan

45
Dokumentasi kegiatan prolanis :

46
47
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN
Kegiatan yang telah diadakan berjalan lancar dan partisifasi masyarakat untuk 
kegiatan sangat antusias. Kegiatan pembinaan pada prolanis belumlah optimal, hal ini
terkait dengan kurangnya peran serta keluarga, masyarakat maupun instansi terkait
 pembinaan Kesejahteraan Lansia yang mana salah satu bentuk peran serta masyarakat
terhadap lansia adalah dengan adanya kelembagaan atau wadah bagi lansia.

5.2. SARAN

 Pelatihan terhadap petugas Puskesmas dan Kader diperlukan guna melengkapi


kegiatan-kegiatan di prolanis seperti Senam, konseling / penyuluhan
 Perlu adanya kerja sama yang baik antara pemegang program Kesehatan Usila
dengan pemegang program lainnya, petugas di Pendaftaran,BP Umum, dan kader 
 Dukungan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan yaitu lintas program dan sektor 
 Penambahan program seperti sms gate away sebagai remainder dan home visit
untuk 
 Penawaran kesediaan terhadap peserta penyandang Diabetes Melitus Tipe 2 dan
Hipertensi untuk bergabung dalam PROLANIS
 Kegiatan Prolanis dapat dilakukan lebih sering setiap minggunya

48
DAFTAR PUSTAKA

AACE, 2007, Medical Guidelines for Clinical Practice for the Management of Diabetes
Mellitus, 13, America, American Assosiation of Clinical Endocrinologists ADA, 2013,
Insulin Basic, American Diabetes Associatin http://www.diabetes.org/living-with-
diabetes/treatment-and care/medication/insulin/insulin-basics.html (diakses tangal 20
 November 2017)

Ambarwati, W.N., 2012, Konseling Pencegahan dan Penatalaksanaan Penderita Diabetes


Mellitus, Publikasi ilmiah, Universitas Muhammadiyah Surakarta

BPJS, 2014. Panduan Praktis Prolanis ( Program Pengelolaan Penyakit Kronis)


www.bkkbn.go.id/Documents/JKN/06-PROLANIS.pdf ( diakses tanggal 20 November 
2017)

Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL, et al. The
Seventh Repot of the Joint national Comitte on Prevention, detection, evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure.JAMA 2003; 289: 2560-72

 Nafrialdi. Antihipertensi. Dalam: Ganiswarna, S. G. (editor). Farmakologi dan Terapi.


Edisi 5. Jakarta: FKUI; 2007.p. 341-60  .

PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di indonesia


2006; Available From :
http://www.kedokteran.info/downloads/Konsensus%20Pengelolaaln%20dan
%20Pencegahan%20Diabets%20Melitus%20Tipe%202%20di%20Indonesia
%202006.PDF; diakses tanggal 20 November 2017.

Sustrani, L., S. Alam., dan I. Hadibroto. Diabetes. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama;
2004.
WHO. Raised Blood Pressure.
http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_prevalence_text/en/. Accessed
 November 20, 2017

Yogiantoro M. Hipertensi Esensial. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,


Simadibrata M, Setiatii S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta:
Interna Publishing; 2009.p. 1079-85

49

Anda mungkin juga menyukai