Anda di halaman 1dari 68

K3LH

1. Konsep K3
Menurut konsep K3 ada aspek K3 diperuntukkan diantaranya:

• Pelaku/tenaga kerja (pekerja yang melakukan pekerjaan tersebut


berhak mendapat perlindungan atas keselamatan dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan
meningkatkan produksi serta produktivitas nasional),
• Lingkungan sekitar (baik orang, tanaman, binatang yang secara
tidak langsung dapat terkena dampak dari resiko kecelakaan kerja
dan jaminan keselamatan diatur di lingkungan tempat kerja)
• Alat kerja/managemen kerja (peralatan yang digunakan
mengalami kerusakan/hilang saat digunakan dan terjamin aman
dan effisien)
Semua aspek tersebut perlu diadakan pembinaan noma-norma
untuk mewujudkan dalam undang–undang yang memuat ketentuan
umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan
masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi dan pemerintah sebagai
monitor agar undang–undang tersebut berjalan dan tidak ada pihak
yang dirugikan.

2. Pengertian K3
A. Pengertian K3
Ada 3 pengertian K3:

1) Secara Etimologi:
K3 adalah memberikan upaya perlindungan yang ditujukan
agar tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja dan agar setiap
sumber produksi perlu dipakai dan digunakan secara aman dan
efisien.

2) Secara Filosofi:
K3 adalah uatu konsep berpikir dan upaya nyata untuk
menjamin kelestarian tenaga kerja dan setiap insan pada
umumnya beserta hasil karya dan budaya dalam mencapai adil,
makmur, dan sejahtera.
3) Secara Keilmuan:
K3 adalah suatu cabang ilmu pengetahuan dan penerapan
yang mempelajari tentang cara penanggulangan kecelakaan di
tempat kerja.

4) Secara institusi:
a. Menurut Occupational Safety Health Administrasi
(OSHA)

K3 adalah kesehatan dan keselamatan kerja adalah


aplikasi ilmu dalam mempelajari risiko keselamatan manusia
dan properti baik dalam industri maupun bukan. Kesehatan
keselamatan kerja merupakan mulitidispilin ilmu yang terdiri
atas fisika, kimia, biologi dan ilmu perilaku dengan aplikasi pada
manufaktur, transportasi, penanganan material bahaya.

b. Menurut International Labour Organization (ILO)

K3 adalah meningkatan dan memelihara derajat tertinggi


semua pekerja baik secara fisik, mental, dan kesejahteraan
sosial di semua jenis pekerjaan, mencegah terjadinya
gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pekerjaan,
melindungi pekerja pada setiap pekerjaan dari risiko yang
timbul dari faktor-faktor yang dapat mengganggu kesehatan,
menempatkan dan memelihara pekerja di lingkungan kerja
yang sesuai dengan kondisi fisologis dan psikologis pekerja dan
untuk menciptakan kesesuaian antara pekerjaan dengan
pekerja dan setiap orang dengan tugasnya.

c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970

Tentang Keselamatan Kerja mengatur dengan jelas


pelaksanaan K3 di semua tempat kerja di mana terdapattenaga
kerja, hubungan kerja atau kegiatan usaha dan sumber bahaya
baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air
maupun di udara yang berada di dalamwilayah Indonesia.
d. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP.
463/MEN/1993

Kesehatan dan keselamatan kerja adalah upaya


perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang
lainnya di tempat kerja atau perusahaan selalu dalam keadaan
selamat dan sehat serta agar setiap produksi dapat digunakan
secara aman dan efisien.

5) Menurut para ahli


a. Mathis dan Jackson

Menurut Mathis dan Jackson, gagasan K3 adalah sebuah


kegiatan yang akan menjamin terciptanya kondisi kerja yang
aman bagi karyawan, menghindari gangguan fisik dan mental
melalui pelatihan K3, mengarahkan dan mengendalikan
pelaksanaan tugas dari karyawan, serta memberikan bantuan
sesuai dengan peraturan yang berlaku, baik dari lembaga
pemerintah dan perusahaan tempat mereka bekerja.

b. Flippo

Menurut Flippo, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


merupakan sebuah pendekatan menentukan standar yang
sangat komprehensif dan spesifik bagi karyawan dengan
menentukan kebijakan pemerintah tentang praktik perusahaan
di tempat kerja dan menerapkannya melalui surat panggilan,
denda, dan sanksi lainnya.

c. Hadiningrum

Menurut Hadiningrum, definisi Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (K3) adalah pengawasan terhadap sumber
daya manusia (SDM), permesinan, material, dan metode yang
mencakup lingkungan kerja sehingga pekerja tidak mengalami
kecelakaan.
d. Widodo

Menurut Widodo, pengertian dari Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (K3) adalah sebuah bidang yang berkaitan
dengan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia
yang bekerja di suatu lembaga atau lokasi proyek.

e. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health


Organization (WHO)

Menurut WHO (World Health Organization), definisi


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah upaya yang
bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan tingkat
tertinggi kesehatan fisik, mental dan sosial bagi pekerja di
semua jenis pekerjaan; pencegahan masalah kesehatan yang
disebabkan oleh kondisi kerja; serta perlindungan pekerja dari
risiko pekerjaannya karena faktor-faktor yang merugikan
kesehatan.

B. Fungsi dan Tujuan K3


1) Fungsi K3
Dalam implementasinya, Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) memiliki cukup banyak fungsi dan manfaat, baik untuk
perusahaan maupun bagi pekerja. Berikut ini adalah beberapa
fungsi K3 secara umum:

● Sebagai pedoman untuk mengidentifikasi, menilai risiko dan


bahaya untuk keselamatan dan kesehatan di lingkungan
kerja.
● Membantu memberikan saran tentang perencanaan, proses
pengorganisasian, desain tempat kerja, dan implementasi
pekerjaan.
● Sebagai pedoman dalam memantau kesehatan dan
keselamatan pekerja di lingkungan kerja.
● Memberikan saran tentang informasi, pendidikan, serta
pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
● Sebagai pedoman dalam menciptakan desain, metode,
prosedur, dan program pengendalian bahaya.
● Sebagai referensi dalam mengukur efektivitas langkah-
langkah pengendalian bahaya dan program pengendalian
bahaya.
Dari penjelasan dan definisi para ahli yang telah disebutkan
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) adalah salah satu hal penting yang harus
diterapkan oleh semua perusahaan. Hal ini juga sejalan dengan
amanat Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003
Pasal 87.

Implementasi K3 di area kerja ditujukan untuk melindungi


rekan kerja, keluarga pekerja, konsumen, dan orang lain yang juga
mungkin terpengaruh kondisi lingkungan kerja. Fungsi K3 cukup
penting bagi moral, legalitas, dan finansial. Semua perusahaan
yang menjadi area kerja untuk sekelompok orang memiliki
kewajiban untuk memastikan bahwa pekerja dan orang lain yang
terlibat tetap berada dalam kondisi aman sepanjang waktu.

2) Fungsi K3 secara khusus adalah sebagai berikut:

● Sebagai alat untuk mengidentifikasi dan melakukan


penilaian terhadap resiko dari bahaya keselamatan di tempat
kerja.
● Sebagai alat untuk memberikan saran terhadap
perencanaan dan pengorganisasian dalam praktik kerja,
termasuk juga desain area kerja.
● Sebagai alat dalam memberikan informasi, pelatihan, dan
edukasi terkait kesehatan kerja dan Alat Pelindung Kerja
(APD).
● Dan sebagai alat dalam mengelola pertolongan pertama
pada kecelakaaan serta tindakan darurat lainnya.
Selain itu, K3 juga berfungsi untuk melindungi semua
sumber produksi sehingga dapat digunakan secara efektif.

3) Tujuan K3
Menurut Undang Undang No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, tujuan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) adalah untuk mencegah kecelakaan dan penyakitakibat kerja.
Adapun tujuan dari K3 secara khusus adalah sebagai berikut:

● Mencegah terjadinya penyakit akibat kerja.


● Meningkatkan derajat kesehatan pekerja melalui promosi
K3.
● Menjaga status kesehatan para pekerja pada kondisi yang
optimal.
● Menciptakan sistem kerja yang aman.
● Mencegah terjadinya kerugian (loss) baik moril maupul
materil akibat terjadinya kecelakaan kerja, dan
● Melakukan pengendalian terhadap resiko yang ada di
tempat kerja.

Tujuan menerapkan K3 adalah

• melindungi para pekerja dan orang lain di tempat kerja,


• menjamin sumber-sumber produksi dapat dipakai secara
aman dan efisien, dan
• menjamin proses produksi berjalan lancar.

C. Faktor ancaman risiko kecelakaan kerja

Bahaya potensial di lingkungan kerja meliputi:

• Faktor Fisik
• Faktor Kimia (uap, gas, debu, asap)
• Faktor Biologi
• Faktor Fisiologis/Ergonomi
• Faktor Psikososial
Penjelasannya:

1) Faktor Fisik

a. Suhu

Suhu terlalu tinggi menyebabkan:


• Heat Stroke
• Heat Cramp
• Heat Exhaustion

Suhu terlalu rendah menyebabkan:

• Frostbite
• Chilblain
• Trenchfoot

b. Tekanan
Tekanan udara tinggi
• Pada pekerja penyelam dan pekerja tambang

Tekanan udara rendah


• Pada pekerja penerbang dan astronot

c. Kebisingan
• Kerusakan indra pendengaran, kejiwaan, berdebar

d. Pencahayaan
• Menyebabkan kelainan indra penglihatan

e. Radiasi
• Radiasi sinar infra merah
• Radiasi sinar ultra violet
• Radiasi sinar rontgen

f. Konstruksi bangunan dan lingkungan kerja


• Kecelakaan, terjatuh, tertimpa
• Penyakit Infeksi (ISPA)
• Emosional/Psikis

2) Faktor Kimia

a. Debu, dapat menimbulkan Pneumoconosis antara lain:


• Silicosis
• Stanosis
• Asbestosis
• Berryliosis

b. Uap
• Uap logam, menimbulkan demam uap logam, dermatitis,
keracunan.
• Gas, menyebabkan keracunan (gas Sianida, Asam sulfida,
CO, dan lain-lain).
• Larutan, menyebabkan kerusakan pada kulit (Benzen,
etanol, dan lain-lain).

3) Faktor Biologi:
• Bakteri, Jamur, Parasit, Virus

4) Faktor Fisiologis:
• Kelelahan karena tidak serasi alat kerja, frekuensi, beban, dan
lain-lain).

5) Faktor Psikososial
• Hubungan sesama pekerja, stress kerja, shift, pasca kerja,
dan lain-lain.

KESULITAN DALAM PERHITUNGAN PAK (Penyakit Akibat


Kerja)

a. Banyak masalah yang kurang mendapat perhatian dari para ahli


kesehatan dan institusi pendidikan serta perusahaan.
b. Seorang pekerja biasanya tidak menyadari bahwa masalah
yang mereka alami berhubungan dengan pekerjaan mereka.
Bahkan meskipun hubungannya sudah jelas, mereka tetap akan
mengabaikannya karena takut kehilangan pekerjaan.
c. Kesadaran akan PAK sulit dicapai karena lamanya antara
pajanan awal dengan gejala yang muncul pada saat
pemeriksaan.
d. Membuat hubungan sebab akibat sulit untuk diakses karena
banyaknya jenis bahaya kerja yang dapat mengenai pekerja.
e. Sejumlah masalah kesehatan yang dicurigai oleh ahli kesehatan
sebagai PAK tidak dilaporkan lebih lanjut karena asosiasinya
dengan pekerjaan masih samar dan karena syarat pelaporan
tidak kuat.
f. Bertolak belakang dengan penyakit yang bukan akibat kerja.
Penyakit akibat kerja hampir selalu rentan terhadap
pencegahan.

UPAYA PENCEGAHAN
• Legislatif Control
• Administratif Control
• Engineering Control
• Medical Control dengan Pelayanan Kesehatan

PENYAKIT & KECELAKAAN AKIBAT KERJA

Disebabkan oleh pemajanan zat-zat berbahaya di lingkungan


kerja, ada beberapa pendekatan perlindungan di antaranya:
• NAB
• Konsentrasi maksimum

PENEGAKAN DIAGNOSA
• Annamnesa penyakit (keluhan, riwayat pekerjaan, dan
penyakit)
• Hazard/faktor resiko pekerjaan
• Pemeriksaan fisik
• Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan tempat kerja
• Hubungan antara bekerja dan tidak bekerja dengan timbulnya
gejala dan penyakit
PELAYANAN KESEHATAN KERJA
Pelayanan Paripurna:
• Pelayanan Promotif
• Pelayanan Preventif
• Pelayanan Kuratif
• Pelayanan Rehabilitatif
Penjelasan:

a. Pelayanan Promotif
• Pendidikan dan penyuluhan kesehatan kerja
• Pemeliharaan berat badan ideal
• Perbaikan gizi menu seimbang dan makanan sehat
• Pemeliharaan tempat, cara, dan lingkungan kerja yang sehat
• Konsultasi untuk perkembangan kejiwaan yang sehat
• Olah raga fisik dan rekreasi

c. Pelayanan Preventif
Pemeriksaan kesehatan awal, berkala dan khusus:
• Imunisasi
• Kesehatan lingkungan kerja
• Perlindungan diri terhadap bahaya pekerjaan
• Penyerasian pekerja dengan mesin, alat kerja
• Pengendalian bahaya lingkungan kerja (fisik, kimia, biologi,
ergonomi)
• Suplemen gizi
• Survailance kesehatan kerja

d. Pelayanan Kuratif

Pelayanan diberikan pada pekerja yang sudah mengalami


gangguan pelayanan diberikan meliputi pengobatan terhadap
penyakit umum maupun penyakit akibat kerja.

e. Pelayanan Rehabilitatif

Latihan dan pendidikan pekerja untuk dapat menggunakan


kemampuannya yang masih ada secara maksimal. Penempatan
kembali pekerja yang cacat secara selektif sesuai kemampuannya.
MENURUT ILO (International Labour Organization)

ASURANSI

• Insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan


dengan pembayaran premi yang lebih rendah terhadap
perusahaan yang memenuhi syarat K3.

PENERAPAN K3 DI TEMPAT KERJA

• Langkah-langkah pengaplikasian di tempat kerja dalam upaya


memenuhi syarat-syarat K3 di tempat kerja.

3. Praktik kerja yang aman


A. Faktor yang menimbulkan potensi cedera atau penyakit
akibat kerja
Tidak ada orang yang ingin mengalami kecelakaan kerja, tapi
kadang kala hal tersebut tidak terhindarkan. Selain perusahaanwajib
menyediakan sarana keselamatan kerja, Anda juga sebaiknya
mengetahui penyebab kecelakaan kerja yang umum terjadi agar
dapat menghindarinya.

Kecelakaan kerja adalah insiden atau kejadian yang


mengakibatkan seseorang menderita cedera fisik maupun mental.
Kecelakaan ini terjadi karena hal-hal yang berhubungan dengan
pekerjaan, misalnya kecelakaan di tempat kerja atau di perjalanan
saat Anda melakukan pekerjaan.

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan pada 2019,total


kecelakaan kerja di Indonesia mencapai 77.295 kasus. Meski jumlah
ini turun 33 persen dibanding 2018, angka tersebut masih cukup
tinggi sehingga Anda patut waspada selama menjalankan tugas.

Kecelakaan kerja biasanya terjadi karena kombinasi beberapa


faktor penyebab terjadinya insiden. Faktor-faktor penyebab
kecelakaan kerja itu sendiri dikelompokkan menjadi lima kategori,
yaitu:
1) Faktor manusia
Faktor ini merupakan tindakan yang diambil atau tidak
diambil untuk mengontrol cara kerja di perusahaan.

2) Faktor material
Penyebab kecelakaan kerja ini berupa ledakan, kebakaran,
dan paparan tidak terduga dari zat beracun yang digunakan
dalam industri yang bersangkutan, misalnya zat asam atau zat
kimia berbahaya.

3) Faktor peralatan
Faktor ini termasuk peralatan yang tidak terjaga dengan baik
sehingga rentan mengalami kegagalan fungsi dan
mengakibatkan kecelakaan kerja.

4) Faktor lingkungan
Penyebab kecelakaan kerja ini mengacu pada keadaan
tempat kerja, misalnya suhu, kebisingan, kualitas udara, maupun
kualitas pencahayaan.

5) Faktor proses
Ini termasuk ancaman yang muncul dari proses produksi,
seperti debu yang beterbangan, uap, asap, hingga suara bising
yang berhubungan dengan faktor produksi.

Jenis cedera akibat kecelakaan kerja

Tidak semua kecelakaan kerja menimbulkan korban


cedera, meski tidak jarang juga hal ini justru mengakibatkan
jatuhnya korban jiwa. Cedera akibat kecelakaan kerja sendiri
dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan tingkat
keparahannya, yaitu:

● Cedera fatal (fatality): kecelakaan kerja yang sampai


mengakibatkan seseorang meninggal dunia.
● Cedera yang menyebabkan hilangnya waktu kerja (losstime
injury): kecelakaan kerja yang mengakibatkan seseorang
menderita cacat permanen atau kehilangan waktu
produktifnya selama satu hari kerja atau lebih.
● Cedera yang menyebabkan kehilangan hari kerja (loss time
day): kecelakaan kerja yang mengakibatkan karyawan tidak
bisa masuk kerja.
● Tidak mampu kerja atau kerja terbatas (restricted duty):
kecelakaan yang mengakibatkan karyawan mengalami
perubahan bagian atau jadwal/pola kerja.
● Dirawat di rumah sakit (medical treatment injury):
kecelakaan kerja yang mengakibatkan seseorang harus
dirawat inap di rumah sakit atau rawat jalan dengan
pengawasan dokter.
● Cedera ringan (first aid injury): misalnya luka lecet, mata
kemasukan debu hingga iritasi, dan lain-lain.
● Tidak menimbulkan cedera (non-injury accident): kejadian
potensial yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja.
Namun, kebakaran, peledakan, dan pembuangan limbah
tidak termasuk dalam cedera kategori ini.

B. Undang–undang Keselamatan Kerja


Sesuai dengan UU Ketenagakerjaan Tahun 2003, setiap pekerja
berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang KeselamatanKerja


(UU Keselamatan Kerja) mengatur tentang prinsip-prinsip dasar yang
berkaitan dengan pelaksanaan keselamatan kerja. Tindakan harus
diambil untuk mencegah kecelakaan dan ledakan; untuk mengurangi
kemungkinan kebakaran dan untuk memadamkan api; dan setiap
tindakan lain yang disebutkan sehubungan dengan tempat kerja.
Undang-undang tersebut juga memiliki ketentuan terkait pintu keluar
kebakaran; pertolongan pertama jika terjadi cedera, perlindungan
dari polutan seperti gas, kebisingan, dan lain-lain; perlindungan dari
penyakit akibat kerja; dan penyediaan alat pelindung diri bagi
pekerja.

Semua kecelakaan harus dilaporkan kepada pejabat yang


ditunjuk oleh Menteri Ketenagakerjaan. UU Keselamatan Kerja
mencantumkan daftar industri yang memerlukan pemeriksaan
kesehatan pekerja sebelum bekerja. Pemeriksaan kesehatan
tahunan juga harus dilakukan.
Pihak pengusaha yang mempekerjakan 100 (seratus) atau lebih
pekerja yang terlibat dalam pekerjaan/kegiatan berisiko tinggi, maka
harus menetapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja yang sesuai dengan persyaratan hukum. Perwakilan pekerja
harus menyetujui sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja di tempat kerja; yang juga harus dijelaskan kepada semua
pekerja, pemasok, dan pelanggan. Kementerian Ketenagakerjaan
harus mengawasi penerapan sistem tersebut sertamengevaluasi dan
menilai sistem tersebut secara berkala.

C. Undang–undang Kesehatan Kerja


Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 7 Tahun 1964 tentang
Persyaratan Kesehatan dan Kebersihan, serta Penerangan di Tempat
Kerja, menetapkan persyaratan tertentu di tempat kerja yang sesuai.
Tindakan pencegahan harus dilakukan untuk mencegah kebakaran,
kecelakaan, keracunan, infeksi penyakit akibat kerja, penyebaran
debu, gas, uap, dan bau yang tidak sedap. Kementerian
Ketenagakerjaan telah mengeluarkan peraturan baru melalui
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2018 Tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Lingkungan Kerja yang
mencabut peraturan tahun 1964 di atas. Peraturan baru memberikan
pedoman baru untuk nilai ambang batas kimia dan fisik, dan juga
memberikan pedoman kualitas udara dalam ruangan untuk
menciptakan tempat kerja yang layak.

Bangunan harus menyediakan penerangan yang cukup,


pengatur suhu, dan ventilasi; kebersihan, penyimpanan, dan
pembuangan limbah secara berkala; bangunan harus dibangun
dengan baik dan terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar;
pengecatan dinding dan langit-langit secara berkala setidaknya setiap
5 (lima) tahun sekali; WC terpisah untuk pria dan wanita(satu
WC untuk setiap 15 karyawan); pengaturan higienis untuk kebutuhan
personel; minuman dan makanan; penginapan personel (jika ada);
stasiun kerja dan pengaturan tempat duduk; dan penerangan darurat
pada malam hari di tempat kerja.

Hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha dapat


berakhir apabila pengusaha memerintahkan pekerja untuk
melakukan pekerjaan yang membahayakan nyawa, keselamatan,
kesehatan dan atau moral pekerja, yang tidak diberitahukan atau
diberitahukan kepada pekerja pada saat perjanjian kerja dibuat.

D. Undang–undang Ketenagakerjaan
Hukum ketenagakerjaan di Indonesia diatur di dalam UU No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hukum ketenagakerjaan
mengatur tentang segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja
pada waktu sebelum, selama, dan sesudah kerja. Tujuan dari
dibentuknya hukum ketenagakerjaan adalah untuk:

● memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara


optimal dan manusiawi;
● mewujudkan pemerataan kesempatan kerja danpenyediaan
tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan
nasional dan daerah;
● memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam
mewujudkan kesejahteraan; dan
● meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Selain itu, hukum ketenagakerjaan juga mengatur hubungan


antara tenaga kerja dengan pengusaha. Hubungan kerja terjadi
karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.
Hubungan kerja terdiri dari dua macam yaitu hubungan kerja
berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan hubungan
kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
Perjanjian kerja yang dibuat tersebut dapat dilakukan secara tertulis
atau lisan. Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis harus
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Mengenai hubungan kerja tersebut diatur di Bab IX Pasal 50-
66 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Perjanjian kerja
yang dibentuk antara pengusaha dan pekerja/buruh haruslah
berlandaskan dan sesuai dengan substansi dari UU No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan hukum lainnya yang
terkait.

Di dalam menjalankan aktivitas perusahaan, pengusaha


mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak dari setiap pekerja. Hak
pekerja tersebut diantaranya yaitu hak untuk mendapatkan perlakuan
yang sama tanpa diskriminasi atas dasar apapun, hak untuk
mengembangkan kompetensi kerja, hak untuk beribadah
menurut agama dan kepercayaannya, hak untuk mendapatkan upah
atau penghasilan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia,
hak untuk mendapatkan perlindungan, kesejahteraan, kesehatan,
dan keselamatan kerja.

Apabila pekerja merasa bahwa hak-haknya yang dilindungi dan


diatur di dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
tersebut merasa tidak terpenuhi dan diabaikan oleh pengusahamaka
hal tersebut akan dapat menyebabkan perselisihan- perselisihan
tertentu antara pengusaha dan pekerja. Jika perselisihan itu terjadi,
maka peraturan hukum di Indonesia telah mengaturnya di dalam UU
No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial. Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan
pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau
gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak,
perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja
dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu
perusahaan. Setiap bentuk perselisihan tersebutmemiliki cara atau
prosedur tersendiri untuk menyelesaikannya baik itu melalui
perundingan bipartit, mediasi, konsiliasi, arbitrase, atau diselesaikan
di Pengadilan Hubungan Industrial.

Peraturan-peraturan terkait Ketenagakerjaan:

● Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan


● Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial
● Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat
Pekerja/Serikat Buruh
● Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial
● Undang-Undang No. 39 Tahun 200 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
● Undang-Undang No. 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO
Convention No. 81 Concerning Labour Inspection in Industry
and Commerce (Konvensi ILO No. 81 Mengenai Pengawasan
Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan)
● Undang-Undang No. 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan ILO
Convention No. 182 Concerning the Prohibition and
Immediate Action for Elimination of the Worst Forms of Child
Labour (Konvensi ILO No. 182 Mengenai Pelarangan dan
Tindakan Segera Penghapusan Bentuk Bentuk Pekerjaan
Terburuk untuk Anak)
● Undang-Undang No. 21 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO
Convention No. 111 Concerning Discrimination in Respect of
Employment and Occupation (Konvensi ILO mengenai
Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan)
● Undang-Undang No. 20 Tahun 1999 Pengesahan tentang ILO
Convention No. 138 Concerning Minimum Age for Admission
to Employment (Konvensi ILO mengenai Usia Minimum untuk
Diperbolehkan Bekerja)
● Undang-Undang No. 19 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO
Convention No. 105 concerning the Abolition of Forced Labour
(Konvensi ILO mengenai Penghapusan Kerja Paksa)
● Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua
● Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun
● Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Kerja dan Jaminan
Kematian
● Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan
Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
● Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan
Tenaga Kerja Asing Serta Pelaksanaan Pendidikan dan
Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping
● Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2013 tentang Perubahan
Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan
● Peraturan Presiden No. 21 Tahun 2010 tentang Pengawasan
Ketenagakerjaan
● Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2006 tentang Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
● Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2011 tentang Pemeriksaan
Kesehatan dan Psikologi Calon Tenaga Kerja Indonesia
● Peraturan Presiden No. 45 Tahun 2013 tentang Koordinasi
Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia
● Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan

E. Simbol–simbol Keselamatan Kerja


1. Landasan Hukum
a. Undang-undang No 1 Tahun 1970 Pasal 14b.
―Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua
gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan
pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan
terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan
kerja‖

b. Permenaker No. 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen


Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kriteria audit 6. 4. 4.
• Manfaat Pemasangan Rambu
• Menyediakan kejelasan informasi dan memberikan
pengarahan umum
• Memberikan penjelasan tentang kesehatan dan
keselamatan kerja
• Menunjukkan adanya potensi bahaya yang mungkin tidak
terlihat
• Mengingatkan para pelaksana di mana harus menggunakan
peralatan perlindungan diri sebelum memulai aktivitas di
tempat kerja.
- Menunjukkan di mana peralatan darurat keselamatan
berada.
- Memberikan peringatan waspada terhadap beberapa
tindakan yang atau perilaku yang tidak diperbolehkan.

Tanda digunakan untuk memperingatkan karyawan dan


anggota masyarakat tentang zat-zat berbahaya seperti asam atau
untuk menunjukkan fitur-fitur keselamatan seperti keluar api. Mereka
juga dapat memberikan informasi umum atau instruksi spesifik
tentang peralatan yang harus dipakai di daerah yang ditunjuk. Yang
dimaksudkan dengan rambu-rambu dalam
laboratorium adalah semua bentuk peraturan yang dituangkan
dalam bentuk:

● Gambar-gambar/poster
● Tulisan/logo/semboyan/motto
● Simbol-simbol
Beberapa tanda harus dipasang sebagai bagian yang
dipersyaratkan dari aturan kesehatan dan keselamatan kerja untuk
membantu mengurangi risiko berbahaya. Adapun poster merupakan
penjelasan yang menjelaskan suatu aktivitas dalam bentuk sebab dan
akibat. Kesemua hal tersebut di atas teraplikasikan dalam rangka
untuk mengingatkan kembali pentingnya prosedur, proses pekerjaan
dan hasil pekerjaan yang aman dan memenuhi standar kualifikasi
yang telah ditentukan berdasarkan undang–undang keselamatan
kerja yang berlaku.

Adapun rambu dalam workshop yang sering dipasang adalah:

● Rambu Larangan
● Rambu Peringatan
● Rambu Pertolongan
● Rambu Prasyarat
Keempat rambu tersebut di atas sangatlah penting untuk
dipahami dan disosialisasikan. Di samping itu dalam kesehariannya
perlu adanya contoh sebelum peserta memasuki areal tempat kerja.
Pemasangan tanda isyarat yang dikenal dengan rambu–rambu di
tempat kerja sangatlah penting karena sebagai fungsi kontrol guna
memberikan informasi, tentang kondisi seperti larangan, peringatan,
persyaratan bahkan suatu pertolongan. Oleh karena itu sangatlah
perlu adanya penjelasan pengetahuan tentang simbol, kode tentang
tanda yang akan dipasang sebagai rambu-rambu dengan standar
internasional.

Pemasangan rambu harus mengikuti etika standar rambu–


rambu keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku dan dapat
dipahami secara internasional, tidaklah asal pasang kerena jika kita
salah pasang, bisa saja yang tadinya kita ingin pekerja selamat malah
membuat mereka berada dalam suatu resiko atau bahaya. Untuk
memilih rambu yang tepat, kita perlu melihat kegiatan yang sedang
dilakukan dengan memperhitungkan:
● Mengidentifikasi bahaya;
● Menentukan kontrol apa yang dibutuhkan; dan
● Menentukan jenis rambu dan indikator apa yang perlu
digunakan.
Rambu–rambu K3 pada umumnya terdiri dari beberapa simbol
atau kode yang menyatakan kondisi yang perlu mendapat atensi bagi
siapa saja yang ada di lokasi tersebut. Guna mempertegas suatu
tanda atau rambu, dalam pelaksanaannya dibedakan dalam bentuk
warna–warna dasar yang sangat mencolok dan mudah dikenali.
Warna yang dipasang pada setiap rambu berupa warna:

● Warna Merah–tanda Larangan (Pemadam Api)


● Warna kuning–tanda Peringatan atau Waspada atau
berisiko bahaya
● Warna Hijau–tanda zona aman atau pertolongan
● Warna Biru–tanda wajib ditaati atau prasyarat
● Warna Putih–tanda informasi umum
● Warna oranye–tanda beracun
Warna–warna tersebut di atas merupakan warna dasar sebagai
latar belakang (background), sedangkan gambar atau logo/simbol di
atas warna dasar tersebut merupakan warna kontras. Menurut
standar yang berlaku secara internasional berupa warna putih atau
hitam.

Adapun bentuk–bentuk kombinasi warna dasar dan tulisan


dasar rambu K3 yang perlu dipahami adalah seperti dalam tabel
sebagai berikut:
Penggunaan bentuk rambu yang memuat tanda–tanda atau
simbol ada 3 (tiga) bentuk dasar yaitu:

● Bentuk Bulat–Wajib atau bentuk larangan


● Segitiga–tanda peringatan
● Segi Empat-darurat, informasi dan tanda tambahan

Bentuk dasar rambu–rambu standar yang perlu dipahami

c. Simbol keselamatan di tempat kerja


Rambu K3 Peringatan biasanya memiliki latar belakang warna
kuning sebagaimana yang telah menjadi panduan dalam standar
internasional rambu keselamatan dan kesehatan kerja. Pyrani dan
Reynolds dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pemberian
rambu termasuk poster K3 memiliki efektivitas 51% setelah 2 minggu
dan turun menjadi 11% setelah 4 bulan.
Berikut ini rambu peringatan K3 di tempat kerja:

No Keterangan Simbol

1 Rambu K3 Perlintasan Pejalan


Kaki

2 Rambu Bahaya Overhead


Crane

3 Rambu Peringatan Orang di


Balik Pintu

4 Rambu Peringatan Mudah


Terbakar

5 Rambu Peringatan Jalan


Menurun

6 Rambu Jalan Menaik


7 Jaga Pintu tertutup

8 Rambu Awas Ada Anjing

9 Rambu Peringatan Zat Korosif

10 Rambu Bahaya Tegangan


Tinggi

11 Rambu Bahaya Tabung Gas

12 Rambu Bahaya Suhu Rendah


13 Rambu Bahaya Radioaktif

14 Rambu Bahaya Radiasi Non-


Pengion

15 Rambu Bahaya Permukaan


Panas

16 Rambu Bahaya Pengisian


Baterai

17 Rambu Bahaya Pekerjaan di


Jalan

18 Rambu Bahaya Ledakan

19 Rambu Bahaya Kebisingan

20 Rambu Bahaya Biologis


21 Rambu Awas Lantai Licin

22 Rambu Area Jalur Kabel

23 Rambu Diawasi CCTV

24 Rambu Tegangan Listrik Tinggi

25 Rambu K3 Dilarang Membuat


Api Terbuka

26 Rambu K3 Dilarang Makan dan


Minum

27 Rambu K3 Bukan Air Minum

28 Rambu Dilarang Merokok

29 Rambu Dilarang Menggunakan


Handphone
30 Rambu Dilarang Memotret

Dan masih banyak lagi di atas hanya sebagian kecil rambu-


rambu yang ada.

d. Simbol Keselamatan Kerja di Laboratorium TKJ


Rambu-rambu keselamatan dan kesehatan kerja adalah
merupakan tanda–tanda yang dipasang di tempat kerja atau
laboratorium guna mengingatkan atau mengidentifikasi pada semua
pelaksana kegiatan di sekeliling tempat tersebut terhadap kondisi,
resiko, yang terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja. Sesuai
dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1970 Pasal 14b bahwa
―Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar
keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan
lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca
menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.‖

Yang dimaksudkan dengan rambu-rambu dalam laboratorium


adalah semua bentuk peraturan yang dituangkan dalam bentuk:
Gambar-gambar/poster, tulisan/logo/semboyan/motto, simbol-
simbol. Rambu dalam workshop yang sering dipasang adalah: Rambu
Larangan, Rambu Peringatan, Rambu Pertolongan, Rambu Prasyarat.
Keempat rambu tersebut di atas sangatlah penting untuk dipahami
dan disosialisasikan. Di samping itu dalam kesehariannya perlu
adanya contoh sebelum peserta memasuki areal tempat kerja.
Pemasangan tanda isyarat yang dikenal dengan rambu–rambu di
tempat kerja sangatlah penting karena sebagai fungsi kontrol guna
memberikan informasi yang jelas apa yang harus diketahui dan
dipersiapkan pada daerah tersebut.

Kita ketahui bahwa rambu-rambu keselamatan penting untuk


ditaati dan dipatuhi agar kita semua terhindar dari kecelakaan.Berikut
ini beberapa gambar dan penjelasan rambu-rambu.
1) Rambu Larangan

Rambu ini adalah rambu yang memberikan larangan yang


wajib ditaati. Siapa saja yang ada di lingkungan itu harus
mematuhinya, tanpa ada pengecualian. Adapun larangan yang
harus ditaati adalah sesuai dengan rambu gambar atau informasi
yang terpasang (Unfallverhutung–sicherheitzeichen). Ciri-ciri
rambu larangan yang sering ditemui yaitu bentuk bulat, latar
belakang berwarna putih, dan logo berwarna hitam, dengan
lingkaran terpotong berwarna merah sebagai berikut:

2) Rambu Peringatan

Rambu ini adalah rambu yang memberikan peringatan


yang perlu diperhatikan kepada siapa saja yang ada di
lingkungan itu karena dapat mengakibatkan kejadian yang tidak
diinginkan. Adapun peringatan yang perlu diikuti adalah sesuai
dengan rambu gambar atau informasi yang terpasang. Ciri-ciri
rambu peringatan yang sering ditemui yaitu bentuk segitiga, latar
belakang berwarna kuning, dan logo/gambar berwarna hitam,
dengan bingkai berwarna hitam.
3) Rambu Prasyarat/Wajib Dilaksanakan

Rambu ini adalah rambu yang memberikan persyaratan


dilaksanakan kepada siapa saja yang ada di lingkungan itu
karena prasyarat tersebut merupakan kewajiban yang harus
dilaksanakan. Adapun prasyarat yang perlu dilaksanakan adalah
sesuai dengan rambu tergambar atau informasi yang terpasang.
Ciri-ciri rambu prasyarat/kewajiban yang sering ditemui yaitu
bentuk bulat, latar belakang berwarna biru, dan logo/gambar
berwarna putih.
4) Rambu Pertolongan

Rambu ini adalah rambu yang memberikan


bantuan/pertolongan serta arah yang ada di lingkungan itu
karena arah/pertolongan tersebut merupakan petunjuk arahyang
harus diikuti siapa saja terutama bila terjadi kondisi darurat.
Adapun rambu pertolongan atau petunjuk arah tersebut
dipasang pada tempat yang strategis dan mudah terlihat. dengan
jelas. Ciri-ciri rambu pertolongan atau petunjuk arah tersebut
berbentuk segi empat dengan warna dasar hijau dan
logo/gambar warna putih.
5) Strategi Penerapan

Setiap dunia usaha sewajarnya memiliki strategi yangdapat


memperkecil bahkan menghilangkan kejadian kecelakaan dan
penyakit akibat kerja sesuai kondisi tempat kerjanya. Strategi
yang perlu diterapkan meliputi:

• Manajemen perlu menetapkan bentuk perlindungan bagi


karyawan dalam menghadapi kejadian kecelakaan kerja.
• Manajemen dapat menentukan apakah peraturan tentang
K3 bersifat formal ataukah informal.
• Pihak manajemen dapat menggunakan tingkat penerapan
K3 yang optimal sebagai faktor promosi perusahaan ke
khalayak luas.

F. Proses kerja yang aman


Setiap bidang pekerjaan haruslah memprioritaskan keselamatan
kerja. Selain untuk menjamin keberlanjutan perusahaan dalam
menjalankan bisnisnya, penerapan prosedur keselamatan kerja di
tempat kerja ditujukan untuk menanggulangi kecelakaan maupun
penyakit akibat kerja.

Seperti yang kita ketahui bersama, tidak semua tempat kerja


dapat memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan. Bahkan,
cukup banyak bangunan tempat bekerja yang tidak laik untuk
difungsikan. Misalnya saja keberadaan ventilasi dan pintu masuk atau
keluar yang terbatas, struktur bangunan yang membahayakan,
temperatur udara yang terlalu ekstrem, maupun tingkat kebisingan
yang dapat berisiko terhadap rusaknya indra pendengaran.

Perusahaan yang tidak dapat menjamin keselamatan dan


kesehatan pekerjanya bukan hanya dapat mengakibatkankecelakaan
yang menyebabkan sakit atau cacat fisik saja, melainkan juga dapat
menyebabkan masalah psikologis dan sosial seperti stres akibat jam
kerja terlalu tinggi, kekerasan di dalam organisasi, atau masalah
lainnya.
5 Tips Keselamatan Kerja di Tempat Kerja

Agar keselamatan pekerja terjamin, maka terdapat beberapa tips


yang dapat Anda terapkan di tempat kerja. Adapun 5 (lima) tips untuk
menjamin keselamatan kerja di tempat kerja adalah sebagai berikut:

1. Patuhi prosedur K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

Prosedur K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) bukan


hanya diaplikasikan pada perusahaan yang memiliki risiko
kecelakaan tinggi saja. Perusahaan dengan risiko kecelakaan
rendah pun harus memperhatikan dan menerapkan standar
keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja. Bahkan
perusahaan dengan sektor jasa diwajibkan untuk melindungi
pekerja, keluarga pekerja, dan orang lain yang juga terpengaruh
kondisi lingkungan kerja. Melakukan pengendalian terhadap
risiko yang ada di tempat kerja.

2. Lakukan perawatan dan pemeliharaan alat kerja secara rutin

Perawatan dan pemeliharaan peralatan kerja sangatlah


penting untuk dijadwalkan secara rutin. Selain bertujuan untuk
efisiensi usia mesin, peralatan kerja yang terawat dengan baik
akan menjamin keselamatan dan keamanan bagi para pekerja
yang akan menggunakannya.

Kerusakan peralatan kerja seperti mesin-mesin produksi


kerap terjadi karena buruknya perawatan. Dengan membuat
catatan penggunaan mesin dan memantau aktivitas
operasionalnya secara rutin, maka setiap kegiatan yang
berhubungan dengan produksi tidak akan terganggu
produktivitasnya.

3. Gunakan APD (Alat Pelindung Diri)

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan


Transmigrasi RI Nomor PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat
Pelindung Diri. Adapun lokasi-lokasi pekerjaan yang wajib
mengenakan APD di antaranya adalah sebagai berikut:
● Tempat kerja dengan peralatan atau instalasi yang
berbahaya dan dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran
maupun ledakan.
● Pekerjaan yang berhubungan dengan bahan atau barang
yang dapat meledak, mudah terbakar, korosif, beracun,
menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi atau bersuhu rendah.
● Pekerjaan pembangunan, perbaikan, perawatan,
pembersihan atau pembongkaran gedung atau bangunan
lainnya termasuk juga bangunan perairan, saluran atau
terowongan di bawah tanah.
● Pekerjaan pertanian, perkebunan, pembukaan hutan,
pengerjaan hutan, pengelolaan kayu atau hasil hutan
lainnya, peternakan, perikanan, dan lapangan kesehatan.
● Pekerjaan pertambangan dan pengolahan batu-batuan, gas,
minyak, panas bumi atau mineral baik yang dilakukan di
permukaan, di dalam, maupun di dasar perairan.
● Pekerjaan pengangkutan barang, binatang dan manusia
yang dilakukan di daratan, melalui terowongan, permukaan
air, di dalam air, maupun di udara.
● Pekerjaan bongkar muat barang di kapal, perahu, dermaga,
dok, stasiun, bandar udara, dan gudang.
● Pekerjaan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan
lain di dalam air.
● Pekerjaan pada ketinggian layaknya di bidang konstruksi
bangunan gedung bertingkat.
● Pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi
atau rendah.
● Pekerjaan yang memiliki risiko tertimbun tanah, kejatuhan,
terjatuh, hanyut atau terpelanting.
● Pekerjaan dalam ruang terbatas seperti tangki, sumur, atau
lubang.
● Pekerjaan yang memiliki risiko terkena kotoran, api, asap,
gas, sinar atau radiasi, suara atau getaran.
● Pekerjaan pembuangan atau pemusnahan limbah dan
sampah.
● Pekerjaan di bidang pemancaran dan penyiaran televisi,
radio, atau telepon.
● Pekerjaan di bidang pendidikan, pembinaan, percobaan,
penyelidikan atau riset yang menggunakan alat berat, dan
● Pekerjaan yang menggunakan peralatan atau instalasi listrik
dan mekanik.
Adapun Alat Pelindung Diri yang wajib dikenakan saat
memasuki area kerja seperti yang telah disebutkan di atas
antara lain adalah sebagai berikut:
- Alat pelindung kepala, yang berfungsi untuk melindungi
kepala dari benturan atau kejatuhan benda tajam dan
keras.
- Alat pelindung wajah, yang berfungsi untuk melindungi
mata dan muka dari paparan bahan kimia berbahaya
maupun paparan partikel-partikel yang melayang di udara.
- Alat pelindung telinga, yang berfungsi untuk melindungi
telinga terhadap kebisingan atau tekanan suara yang
berisiko merusak pendengaran.
- Alat pelindung pernapasan, yang berfungsi untuk
melindungi organ pernapasan dari bahan kimia, mikro-
organisme, maupun partikel kecil lainnya seperti debu,
asap, dan gas beracun.
- Alat pelindung tangan, yang berfungsi untuk melindungi
tangan maupun jari-jari dari panas api, radiasi, bahan
kimia, dan lainnya, dan
- Alat pelindung kaki, yang berfungsi untuk melindungi kaki
dari tertimpa atau benturan benda-benda berat, tertusuk
benda tajam, terkena cairan berbahaya, dan lainnya.

4. Ikuti pelatihan dan sertifikasi kompetensi profesional Kompetensi

merupakan suatu hal yang dikaitkan dengan


kemampuan, pengetahuan/wawasan, dan sikap yang dijadikan
suatu pedoman dalam melakukan tanggung jawab pekerjaan
yang dikerjakan oleh seorang pekerja.

Dalam hal ini, mengikuti pelatihan dan sertifikasi kompetensi


juga harus relevan terhadap pelaksanaan tugas dan syarat
jabatan yang telah ditentukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Mengikuti pelatihan dan
sertifikasi kompetensi juga dapat menyiapkan pekerja yang
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang profesional
sehingga mereka siap untuk memberikan kontribusinya sesuai
dengan kebutuhan perusahaan.

5. Penuhi persyaratan keandalan bangunan gedung

Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas


keselamatannya dalam melakukan setiap pekerjaannya. Salah
satu cara untuk menjamin keselamatan seseorang saat ia sedang
bekerja di dalam bangunan gedung adalah dengandilakukannya
penilaian keandalan bangunan gedung.

―Sebagaimana yang disebutkan di dalam Pasal 16 Undang-


Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, bahwa
keandalan bangunan gedung adalah keadaan bangunan yang
telah memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, dan kemudahan bangunan gedung sesuai dengan
fungsinya.‖

Bukti bahwa bangunan gedung telah andal dan laik secara


fungsi dapat ditunjukkan dengan terbitnya Sertifikat Laik Fungsi
(SLF). Sertifikat ini diterbitkan oleh pemerintah daerah atas
bangunan gedung yang telah selesai dibangun dan telah
memenuhi persyaratan kelaikan teknis sesuai fungsi bangunan
berdasar hasil pemeriksaan dari instansi maupun penyedia jasa
SLF. Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa dengan
dimilikinya SLF, maka bangunan gedung yang digunakan sebagai
tempat beraktivitasnya manusia telah terjamin keamanannya.

Berikut adalah cara-cara bekerja dengan aman yang bisa


menjadi acuan setiap pekerja dan juga perusahaan.

1) Staff Training

Satu-satunya cara untuk dapat mengurangi kecelakaan


kerja adalah dengan terus menerus memberikan penyuluhan
atau program training tehadap semua pekerja. Tidak peduli
sudah sejauh mana keahlian pekerja dalam mengoperasikan
bidang tertentu. Yang jelas tetap harus terus diingatkan
mengenai keselamatan kerja. cara mengatasi lingkungan
kerja yang tidak aman adalah selalu
melakukan penyuluhan agar karyawan semakin aware atau
peduli terhadap keselamatan kerja.

2) Pekerja yang kompeten

Karyawan yang diterima bekerja harus karyawan yang


kompeten. Maksudnya adalah karyawan yang mempunyai
kepedulian terhadap keselamatan kerja. Karyawan yang
memiliki keahlian khusus dan tambah kompeten adalah
karyawan yang bisa dikatakan dapat menunjang kemajuan
perusahaan juga.

3) Selalu menggunakan alat keselamtan kerja sesuai standar

Peraturan penggunaan alat keselamatan kerja harus


wajib dipatuhi. Bahkan kalau bisa jika ada karyawan yang
tidak menggunakan alat keselamtan kerja atau tidak
mematuhi standar kerja dapat langsung diberikan surat
peringatan. Jika masih membandel dapat juga langsung
diberhentikan. Karyawan tipe seperti ini malah justru akan
memicu karyawan-karyawan yang lain untuk tidak mematuhi
aturan perusahaan.

4) Memberikan rambu-rambu

Karyawan yang paling safety pun harus terus


memperhatikan rambu-rambu dalam bekerja. Bukan
sekadar mengingatkan, tapi retraining hal-hal yang
berkaitan dengan kecelakaan kerja.

5) Perlengkapan kerja harus full service

Jika perusahaan ingin mengurangi tingkat kecelakaan


di perusahaannya, perusahaan harus memberikan fasilitas
secara penuh. Contoh, memberikan sepatu safety yang
berkualitas, memberikan jaket safety yang berkualitas,
memberikan helmet yang berkualitas dan lain-lain.
6) Tempat atau area kerja selau dalam keadaan bersih

Faktor lain yang menyebabkan kecelakaan kerja adalah


fakor kebersihan. Jika lingkungan kerja bersih maka secara
otomatis pikiran para pekerja akan bersih juga. Hal inisangat
berkaitan jika kita kaitkan ke faktor psikologis.

7) Berikan reward kepada karyawan

Perusahaan sebaiknya selalu memberikan peng-


hargaan kepada karyawan-karyawan yang rajin dan selalu
mematuhi aturan keselamatan kerja agar dapat memicu
semangat dalam menjaga dan peduli terhadap keselamatan
kerja bagi karyawan yang lainnya.

G. Bahaya di tempat kerja


a. Bahaya-bahaya di tempat kerja
1. Bahaya Kerja Ergonomi

Bagi Anda yang berkecimpung di dunia kerja berkaitan


dengan gadget, maka ada bahaya yang perlu diwaspadai. Risiko
kerja ergonomi ini akan dialami bagi Anda yang banyak
menghabiskan waktu di depan layar komputer.

Istilah bahaya ini disebut dengan repetative stain injuries


atau cedera akibat adanya gerakkan repetitif dalam waktu yang
lama. Risiko kerja ergonomi merupakan cedera persendian karena
kesalahan gerak atau ketegangan otot yang terjadi secaraterus
menerus.

Untuk menghindari hal ini terjadi, maka Anda harus


mengetahui posisi duduk yang benar saat seharian berada di
depan komputer atau laptop. Pastikan menggunakan meja serta
kursi pendukung dan meregangkan otot agar tidak terjadi bahaya
tersebut.
2. Bahaya Bekerja Pada Sektor Kimia

Bagi Anda yang berkecimpung di lingkungan dengan zat kimia


berbahaya dan beracun, maka tidak luput dari risiko kecelakaan
kerja. Contoh bahaya di tempat kerja yang bisa Andaalami meliputi
reaksi alergi di kulit, mata, hingga keluhan medis pada bagian
pernapasan.

Biasanya zat kimia yang beracun dapat menyebabkan


seseorang mengalami fibrosis paru-paru. Untuk meminimalisir
bahaya tersebut, maka pastikan Anda menggunakan semua
perlengkapan keamanan yang diwajibkan.

Apalagi jika Anda berkecimpung di area berbahaya tersebut


dalam kurun waktu yang lama. Maka, sangat perlu tindakan
pencegahan agar tidak mengalami risiko kecelakaan kerja yang
berpengaruh buruk pada kesehatan Anda.

3. Bahaya Kerja Biologi

Bahaya kerja biologis paling mengancam pada tenaga


kesehatan. Bahaya ini berasal dari berbagai mikroorganisme,
seperti tumbuhan maupun hewan yang mengancam kesehatan
manusia.

Terdapat berbagai macam penyakit akibat bakteri dan virus,


seperti hepatitis B dan C, HIV atau AIDS, hingga tuberkulosis yang
rentan menular ke tenaga kesehatan.

Contoh bahaya di tempat kerja ini juga dapat mengancam


kesehatan orang-orang yang bekerja dengan hewan. Para pekerja
ini rentan terkena penyakit seperti antraks dan rabies.

Untuk mencegah dan menurunkan resiko bahaya akibat


mikroorganisme yaitu dengan cara vaksinasi. Meskipun tubuh
terkena bahaya tersebut, namun tubuh memiliki imunitas yang
mengurangi gejala penyakit yang timbul.
4. Bahaya Kerja Fisik Pada Pekerja

Jenis bahaya fisik yang bisa terjadi pada Anda dapat berupa
suhu lingkungan bahkan vibrasi. Bising secara konstan dapat
dirasakan oleh pekerja konstruksi bangunan dan menimbulkan
efek yang buruk bagi telinga seperti ketulian.

Sedangkan vibrasi akibat penggunaan mesin dalam waktu


lama akan menyebabkan mual, nyeri otot, bahkan gangguan
pembuluh darah.

5. Bahaya Kerja Psikologis

Selain dapat memengaruhi fisik, lingkungan kerja juga dapat


menyebabkan gangguan psikologis. Hal yang paling sering
menyebabkan adalah stres akibat perubahan jenis pekerjaan,
tanggung jawab, hingga lingkungan kerja.

Gangguan psikologis yang termasuk ke dalam contoh


bahaya di tempat kerja ini bisa diatasi dengan mengatur waktu
dengan baik, dan beristirahat.

Setiap pekerjaan memiliki risiko kesehatan masing-masing


yang patut Anda waspadai. Untuk itu, Anda perlu mengaturwaktu
sebaik mungkin agar tempat kerja yang digunakan mencari
nafkah tidak malah menjadi sumber penyakit. Selain itu, cobalah
beristirahat dan refreshing agar terhindar dari bahaya kerja
psikologis, fisik, biologi, kimia, dan ergonomi.

b. Prosedur–prosedur dalam keadaan darurat


Prosedur Peringatan Dini dan Keadaan Darurat adalah tata
cara dalam mengantisipasi keadaan darurat. Adapun prosedur
darurat yang ada di Mahkamah Syar‘iyah Sigli adalah sebagai
berikut:

1. Apabila anda melihat keadaan tanda bahaya


• Tetap tenang;
• Bunyikan alat tanda bahaya/bel/alarm;
• Hubungi nomor telepon keadaan darurat.
PERINGATAN DINI DAN EVAKUASI DARURAT TERHADAP
KEBAKARAN

● Petugas Tanggap Darurat Lantai memberitahukan kepada Petugas


Tanggap Darurat Gedung dan Petugas Tanggap Darurat Listrik.
● Petugas Tanggap Darurat Lantai memadamkan sumber api
dengan menggunakan Alat Pemadam Api Ringan (APAR).
● Petugas Tanggap Darurat Gedung melaporkan adanya
kebakaran kepada:
● Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Alam
Kabupaten Pidie
● Petugas Pelayanan Kesehatan
● Petugas Tanggap Darurat Lantai memberitahukan kepada
seluruh penghuni ruangan untuk evakuasi melalui tangga darurat
lantai.
● Petugas Tanggap Darurat Lantai melaksanakan absensi untuk
mengetahui orang-orang yang turun bersamanya.
● Koordinator Tanggap Darurat memberitahukan kepada seluruh
penghuni gedung tentang situasi keamanan gedung.

PERINGATAN DINI DAN EVAKUASI DARURAT TERHADAP


GEMPA BUMI

● Petugas Tanggap Darurat Lantai memberitahukan kepada Petugas


Tanggap Darurat Gedung dan Petugas Tanggap Darurat Listrik.
● Petugas Tanggap Darurat Lantai mengumpulkan massa
(penghuni gedung).
● Petugas Tanggap Darurat Gedung melaporkan adanya gempa
bumi kepada:
- Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana
Kabupaten Pidie
- Petugas Pelayanan Kesehatan.
● Petugas Tanggap Darurat Lantai memberitahukan kepada seluruh
penghuni ruangan untuk evakuasi melalui tangga darurat lantai
atau tempat yang aman dari gempa.
● Petugas Tanggap Darurat Lantai melaksanakan absensi untuk
mengetahui orang-orang yang turun bersamanya.
● Koordinator Tanggap Darurat memberitahukan kepada seluruh
penghuni gedung tentang situasi keamanan gedung.
● Jangan berlindung di bawah tangga dan jauhi area tangga!

2. Apabila Anda mengalami keadaan darurat, maka:

● SEGERA: Hentikan pekerjaan dan tinggalkan gedung ketika


diketahui/didengar terdapat tanda bahaya atau ketika Anda
diminta untuk melakukannya;
● HINDARI: Kepanikan;
● IKUTI: Instruksi dan bekerja sama dengan mereka yang
bertanggung jawab atas keadaan darurat;
● MATIKAN: Semua peralatan kerja terutama listrik dan tutup laci
meja;
● JANGAN: Menunda untuk segera meninggalkan gedung dengan
mencari barang-barang pribadi dan/atau orang lain;
● PERGI: Ke daerah terbuka yang cukup jauh dari gedung dan
jangan menghalangi petugas dan peralatan mereka;
● JANGAN: Masuk kembali ke dalam gedung sampai ada instruksi
dari atasan, petugas atau pihak yang berwenang akan hal
tersebut.
● Kita tidak pernah menginginkan musibah terjadi, namun paling
tidak jika kita memahami prosedur peringatan dini dan keadaan
darurat maka kita bisa mengambil langkah-langkah dan keputusan
yang tepat sesuai prosedur jika suatu saat terjadi keadaan darurat
seperti kebakaran dan gempa bumi.

H. Penerapan budaya kerja industri (ringkas, rapi, resik, rawat,


rajin)
a. Pengertian Budaya Kerja Industri

Budaya Kerja adalah falsafah yang didasari pada pandangan


hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga
pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok yang
tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat,
pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja (Gering
Supriyadi dan Tri Guno). Budaya kerja memiliki tujuan untuk
mengubah sikap dan juga perilaku sumber daya manusia agar
dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi
berbagai tantangan di masa yang akan datang. Pembentukan
budaya kerja memerlukan proses yang panjang, dimulai dari
karakter kerja individu yang baik yang menjadi kebiasaan dan
akhirnya membentuk karakter kerja secara kolektif yang disebut
budaya kerja.

Budaya kerja di dunia terdapat faktor–faktor yang dapat


memengaruhi manajemen SDM Global, yakni politik, ekonomi,
budaya, dan hukum. Di dalam faktor–faktor yang memengaruhi
manajemen SDM Global salah satunya adalah budaya. Budaya
suatu organisasi yang menyosialisasikan orang Robbins (2003:
312 dalam Septiadi dan Zunaidah, 2014: 76). Jadi budaya adalah
suatu faktor yang dapat memengaruhi manajemen SDM yang
dapat menjadi masalah apabila keadaannya terhalang pada suatu
hal tertentu. Untuk itu manajemen SDM harus memperhatikan
faktor terkait khususnya budaya, karena apabila kebiasaan terus
dibiarkan akan merusak budaya yang ada pada suatu perusahaan
khususnya pada manajemen perusahaan atau organisasi (Septiadi
dan Zunaidah, 2014: 76).

Suatu budaya yang kuat akan mendesak lebih banyak


pengaruh serta mendukung atau memengaruhi kinerja dan
kepuasan karyawan dengan dampak yang lebih besar pada
budaya yang lebih kuat Robbins (2003: 308 dalam Septiadi dan
Zunaidah, 2014: 76). Banyak karyawan yang kurang
memperhatikan standar operasional kerja, sehingga tercipta
sebuah budaya kerja yang menurunkan produktivitas kerja.
Budaya kerja yang diterapkan oleh karyawan dapat menjadikan
suatu kebiasaan yang sulit diubah, sehingga memerlukan waktu
untuk mengubahnya kembali.

b. Produktivitas Kerja

Produktivitas kerja adalah perbandingan kegiatan antara


efektivitas keluaran dengan efektivitas masukan, artinya sebagai
sikap mental yang diperlukan untuk melakukan perbaikan dan
peningkatan dalam setiap pekerjaannya (Muchdarsyah, 2010:102
dalam Septiadi dan Zunaidah, 2014: 79). Produktivitas kerja
mencakup sikap mental patriotik yang memandang hari depan
secara optimis dengan berakar pada keyakinan diri bahwa
kehidupan hari ini adalah lebih baik dari hari kemarin dan hari
esok adalah lebih baik dari hari ini (Sinungan, 2008: 2).

c. Nilai–nilai dan Budaya Kerja

Nilai dan budaya kerja merupakan bagian dari revolusi mental


untuk mewujudkan manusia yang berintregitas. Mau bekerja keras
dan semangat bergotong–royong. Terdapat lima nilai–nilai dan
budaya kerja yang ditetapkan sebagai acuan para karyawan untuk
dipahami dan diamalkan dalam bekerja, bersikapdan berkontribusi
dalam pengembangan industri.

1. Intregitas

Jack Weich, dalam bukunya yang berjudul ―Winning‖


mengatakan, ―intregitas adalah sepatah kata yang kabur
(tidak jelas). Orang–orang yang memiliki intregitas mengatakan
kebenaran dan orang–orang itu memegang kata–kata mereka.
Mereka bertanggung jawab atas tindakan- tindakan mereka di
masa lalu, mengakui kesalahan mereka dan mengoreksinya.
Mereka mengetahui hukum yang berlaku dalam negara
mereka, industri mereka dan perusahaan mereka, baik yang
tersurat maupun yang tersirat dan menaatinya. Mereka
bermain untuk menang secara bersih(benar), seturut peraturan
yang berlaku. Berbagai survei dan studi kasus telah
mengidentifikasi intregitas atau kejujuran sebagai suatu
karakteristik pribadi yang paling dihasrati dalam diri seorang
pemimpin (Jack Weich dan Winning, 2005).

2. Profesional

David H. Maister (1998 : 56) mengatakan bahwa orang–


orang profesional adalah orang–orang yang diandalkan dan
dipercaya karena mereka ahli, terampil, punya ilmu
pengetahuan, bertnggung jawab, tekun, penuh disiplin, dan
serius dalam menjalankan tugas pekerjaannya. Semua itu
membuat istilah profesionalisme identik dengan kemampuan,
ilmu atau pendidikan dan kemandirian.
3. Produktif

Produktif adalah sikap yang berkonsep pada hari ini harus


lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik
daripada hari ini (Bambang Tri Cahyono, 1996: 283).

4. Kompetitif

Kompetitif adalah sebuah kata yang menggambarkan


situasi kerja saat ini. Jika dibandingkan dengan era yang
terdahulu, lingkungan kerja saat ini jauh lebih kompetitif.
Persaingan yang semakin ketat menuntut kita untuk terus
memiliki sikap kompetitif.

5. Inovatif

Inovatif adalah mencurahkan segala pikiran atau


kemampuan diri dalam berpikir untuk menghasilkan sesuatu
yang baru bagi diri kita, masyarakat, dan lingkungan kerja.

D. Budaya Kerja 5R

Sering kita melihat, mendengar, bahkan mengalami kejadian


yang mengakibatkan celaka di sekitar kehidupan kita. Misalnya
kejadian di kantor, ada yang terpeleset, tersandung, tersengat
listrik atau kejadian yang lebih serius lagi. Mengapa hal ini bisa
terjadi? Kelihatannya hanya sepele, akan tetapi akan menjadi
serius apabila menjadi perhatian bagi semua.

Mengapa kejadian tersebut sepele? Karena kita semua tidak


peduli, tidak menganggap penting atau tidak mencatat kejadian
tersebut, apalagi menganalisisnya. Wooow. Seharusnya semua
kejadian itu dapat dicegah dengan 5R atau 5 S.
5R sering kali kita lihat di berbagai tempat pelayanan maupun
di perkantoran. Baik berupa banner, logo ataupun poster. Lalu,
bagaimana implementasinya?

5R merupakan kegiatan yang sangat sederhana dapat


dilakukan oleh semua orang dan aplikatif, akan tetapi luar biasa
hasilnya apabila dilaksanakan dengan baik. Sehingga 5R tidak
hanya sebagai slogan saja akan tetapi dapat diimplementasikan.
Mari kita bahas lebih lanjut secara singkat.

Apakah itu 5S/5R?

5R atau 5 S adalah suatu metode penataan dan pemeliharaan


wilayah kerja secara intensif yang bersal dari Jepang yang
digunakan oleh manajemen dalam usaha memelihara ketertiban,
efisiensi, dan disiplin di lokasi kerja sekaligus meningkatkan kinerja
perusahaan/tempat kerja secara menyeluruh.

5 S atau di Indonesia dikenal dengan 5R merupakan


singkatan yang isinya adalah:

● SEIRI/Ringkas, merupakan kegiatan menyingkirkan barang-


barang yang tidak diperlukan sehingga segala barang yang
ada di lokasi kerja hanya barang yang benar-benar
dibutuhkan dalam aktivitas kerja.
● SEITON/Rapi, segala sesuatu harus diletakkan sesuai posisi
yang ditetapkan sehingga siap digunakan pada saat
diperlukan.
● SEISO/Resik, merupakan kegiatan membersihkan peralatan
dan daerah kerja sehingga segala peralatan kerja tetap
terjaga dalam kondisi yang baik.
● SEIKETSU/Rawat, merupakan kegiatan menjaga kebersihan
pribadi sekaligus mematuhi tahap sebelumnya (3 S/3 R).
● SHITSUKE/Rajin, pemeliharaan kedisiplinan pribadi masing-
masing pekerja dalam menjalankan seluruh tahapan 5S/5R

Penerapan 5S/5R harus dilaksanakan secara bertahap sesuai


urutannya. Jika tahap pertama/Seiri/Ringkas tidak dilakukan
dengan baik, maka tahap berikutnya tidak dapat dijalankan secara
maksimal dan seterusnya.
Dimana 5R dapat diterapkan??

5R dapat diterapkan di seluruh tempat kerja, bahkan dirumah


kita sendiri karena pada hakikatnya semua orang senang dan
nyaman bekerja di tempat yang bersih, rapi, aman dan nyaman.
5R merupakan teori yang sangat sederhana, mudah dimengerti
oleh semua orang dan sangat mudah diterapkan. Lalu bagaimana
cara menerapkan dengan baik?

Mengapa 5R penting ?

Sebenarnya filosofi melaksanakan 5R adalah untuk mencapai


tingkat efisiensi dan efektivitas yang sangat tinggi. Efisiensi sangat
berhubungan dengan biaya (cost) sedangkan efektif sangat
berhubungan dengan waktu. Apakah itu sulit? Sebenarnya tidak,
karena tidak membutuhkan biaya yang besar atau murah. Selain
itu kalau diterapkan dengan baik akan memberikan citra yang
positif. Selain itu 5R dilaksanakan bertujuan untuk menciptakan
lingkungan kerja yang bersih, sehat, rapi, aman, nyaman dan
menyenangkan yang akan membentuk personal yang disiplin,
sikap kerja yang positif, budaya positif, peka, dan kreatif yang
selanjutnya akanmembentuk budaya disiplin.

Bagaimana cara menerapkannya?

Meskipun mudah dan murah, akan tetapi kunci dari


pelaksanaannya adalah komitmen dan kepedulian terhadap
lingkungan kita. Komitmen tentu saja yang berhubungan dengan
pimpinan, sedangkan kepedulian sangat berhubungan erat
dengan seluruh karyawan yang ada di lingkungan pekerjaan dan
terlibat aktif seluruhnya sehingga butuh kebersamaan dari seluruh
karyawan.

Implementasi 5R dibutuhkan struktur, sistem, dan sumber


daya yang tersedia. Adapun tahapan-tahapan untuk
melaksanakan 5R, sebagai berikut:
1. Persiapan

● Komitmen tertulis dari pimpinan; Sebelum 5R diterapkan


di lingkungan kerja, yang terpenting pada awal adalah
adanya komitmen yang kuat dari pimpinan tinggi. Karena
tanpa komitmen tertulis akan sulit diterapkan.
● Pembentukan struktur organisasi pelaksanaan 5R yang
melibatkan dari pejabat struktural dan karyawan. Struktur
organisasi harus disusun lengkap dengan pembagian tugas
dalam tim.
● Sosialisasi 5R kepada seluruh karyawan. Agar seluruh
karyawan mendukung kegiatan 5R, dibutuhkan sosialisasi
sebagai sarana pemberian informasi tentang 5R, misalnya
tentang tujuan, struktur, dan kegiatan-kegiatan 5R.

2. Penerapan

● Pelatihan bagi tim 5R. Pelatihan singkat diperlukan bagi tim


5R agar memahami tugas, tujuan, dan kegiatan-
kegiatannya.
● Promosi. Promosi perlu dilakukan agar 5R dapat diterima
oleh seluruh karyawan bahkan sebagai media informasibagi
semua orang yang berkunjung ke tempat kerja, sehingga
tempat kerja mendapatkan citra yang positif dari
pengunjung. Promosi dibuat dengan berbagai media
misalnya pembuatan leaflet, poster, banner, logo, slogan-
slogan, dan lain-lain. Selain itu juga dibuat lomba-lomba
antar bagian/unit.
● Operasional awal, dengan membandingkan sebelum dan
sesudah kegiatan. Misalnya:
Pada saat penerapan, dibutuhkan pembinaan langsung
dari anggota tim agar hasilnya maksimal. Pelaksanaan 5R dari
masing-masing bagian juga diperlukan kreativitas dan seni agar
hasilnya baik dan lebih menarik.

3. Evaluasi

Setelah R-1-2-3 (Ringkas, Rapi, Resik) diimplementasikan,


maka dilaksanakan R-4 (Rawat) dengan menyusun standar
perawatan. Sebelum dilakukan evaluasi, perlu dilaksanakan
dahulu pembinaan secara berkala, misalnya setiap bulan
sekali atau tiga bulan sekali. Pada saat awal pelaksanaan
diperlukan pembinaan yang lebih sering agar seluruh
karyawan memahami setiap tahapan dalam 5R. Untuk
pelaksanaan pembinaan diperlukan instrumen pembinaan
demikian pula untuk evaluasi dibutuhkan pula instrumen
evaluasi, sehingga diperlukan penetapan indikator
keberhasilan. Indikator keberhasilan 5R pada suatu bagian
harus diintegrasikan dengan indikator kegiatan yang lain.

4. Pembudayaan

Rajin/Shitsuke (R ke 5) akan terwujud apabila 5R sudah


menjadi budaya. Untuk mewujudkan 5R menjadi budaya
dibutuhkan tahapan-tahapan antara lain, setelah 5R
dilaksanakan secara bertahap, akan menjadi kebiasaan
melaksanakan 5R, selanjutnya dilakukan evaluasi berkelanjutan
sehingga menunjukkan bahwa 5R sudah menjadi budaya kerja
di tempat kerja.
I. Pencegahan kecelakaan kerja di tempat tinggi dan prosedur
kerja di tempat tinggi (pemanjatan)
A. Menurut Kemnaker (2015), jumlah kecelakaan yang dialami
pekerja konstruksi relatif tinggi, yaitu 31,9% dan 26% dari total
kecelakaan akibat jatuh dari ketinggian.

Pekerjaan konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang


memiliki risiko tinggi dan menyumbang kecelakaan kerja yang cukup
tinggi. Kompleksitas pelaksanaan proyek konstruksi yang melibatkan
pekerja, peralatan kerja, dan material dalam jumlah besar dapat
menjadi sumber terjadinya kecelakaan kerja. Salah satunya adalah
kecelakaan kerja di ketinggian.

Kecelakaan kerja di ketinggian yang dialami para pekerja baik


di sektor konstruksi atau operasional struktur masih memprihatinkan
karena jumlah kasusnya besar. Menurut Asosiasi Rope Access
Indonesia (ARAI), kecelakaan kerja di ketinggian menempati urutan
nomor dua paling besar setelah kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan
kerja pada ketinggian di sektor konstruksi ini banyak terjadi pada saat
pembangunan gedung atau pekerjaankonstruksi layang.

Sebetulnya ada beberapa bahaya bekerja di ketinggian, yakni


terjatuh, terpeleset, tersandung, dan kejatuhan material dari atas.
Dari bahaya-bahaya tersebut, faktor terbesar penyebab cedera serius
dan kematian di sektor konstruksi adalah terjatuh dari ketinggian.
Dilansir republika.co.id, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat
jumlah kecelakaan kerja yang dialami pekerja konstruksi relatif tinggi,
yaitu 31,9% dari total kecelakaan. Jatuh dari ketinggian (26%),
terbentur (12%), dan tertimpa (9%). Sementara secara global, data
International Labour Organization (ILO) tahun 2015 menyebutkan,
dari 142 kematian akibat kecelakaan kerja, penyebab utamanya
adalah jatuh dari ketinggian sebesar 45%.

Kasus umum yang banyak terjadi di antaranya jatuh dari tangga,


jatuh akibat tidak menggunakan alat pelindung jatuh/tidak
menggunakannya dengan benar, ataupun jatuh akibat melakukan
pekerjaan di atas perancah.

Kecelakaan ini biasanya didominasi pekerja sementara yangsama


sekali tanpa pengalaman, mengabaikan pentingnya penggunaan alat
pelindung diri (APD), tidak mematuhi prosedur keselamatan, dan
kurang peduli pada keamanan.

1. Peralatan Penting Bekerja di Ketinggian, Bagaimana Cara


Menggunakannya dengan Benar?

Pekerjaan konstruksi membutuhkan serangkaian


peralatan khusus untuk bekerja di ketinggian dan itu
membutuhkan pemeriksaan serta pemeliharaan agar
fungsinya tetap optimal. Baik tangga, perancah, dan alat
perlindungan jatuh perseorangan merupakan jantung dari
program keselamatan sektor konstruksi yang baik.
Supervisor atau pengawas lapangan perlu
mempertimbangkan untuk meningkatkan praktik
keselamatan saat menggunakan peralatan-peralatan ini.

1) Tangga

Jatuh dari ketinggian merupakan penyebab utama


kematian para pekerja konstruksi dan kontraktor dan
penggunaan tangga yang tidak tepat merupakan
penyebab utama jatuh dari ketinggian.

Potensi cedera akibat penggunaan tanggamemang


terbilang tinggi terutama di sektor konstruksi, baik karena
terjatuh dari tangga, tangga ambruk ataupun terpeleset
saat menaiki anak tangga.

Penyebab utama kecelakaan saat penggunaan tangga,


di antaranya:

● Kondisi tangga sudah rusak atau cacat.


● Posisi penempatan tangga kurang tepat.
● Tangga ditempatkan pada permukaan yang kotor,licin,
atau tidak rata.
● Pekerja tidak mematuhi prosedur keselamatan
menggunakan tangga.
Penggunaan tangga yang tidak tepat menjadi
penyebab utama jatuh dari ketinggian pada pekerjaan
konstruksi. Maka, setiap pekerja harus memahami
prosedur keselamatan menggunakan tangga dengan
benar.
Keselamatan tangga melibatkan pemeriksaan,
persiapan, cara menaiki/menuruni tangga dengan benar,
dan pertimbangan yang hati-hati tentang konsekuensi
penyalahgunaan tangga. Ingatlah tips keselamatan
penggunaan tangga pada pekerjaan konstruksi berikut
ini:

● Pilih tangga yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang


dilakukan.
● Periksa komponen yang kendur atau rusak pada anak
tangga, injakannya, pegangan, penguat sekrup yang
hilang, engsel, baut, mur, dan perangkat keras
lainnya. Jika Anda menemukan kerusakan pada
tangga, laporkan kepada atasan dan pasang rambu
bahwa tangga tidak dapat digunakan atau sedang
diperbaiki.
● Baca dan ikuti label atau tanda peringatan sebelum
Anda naik dan melakukan aktivitas.
● Tempatkan tangga pada permukaan yang stabil, rata,
bersih, tidak licin, dan di area bebas dari gangguan lalu
lintas kendaraan.
● Gunakan barikade pelindung/guard untuk mencegah
kemungkinan tertabrak. Kunci atau beri palang setiap
pintu dekat tangga yang bila terbuka mengarah
kepada Anda.
● Berdirikan tangga dengan perbandingan sudut 4:1,
artinya jika tangga disandarkan pada dinding dengan
tinggi 4 meter, maka jarak kaki tangga dengan dinding
adalah 1 meter. Bisa juga berdirikan tangga dengan
sudut 75° atau boleh kurang, asalkan terdapat
penopang pada bagian bawah tangga.
● Menghadaplah ke tangga saat naik atau turun.
● Gunakan metode 3 titik tumpu (3-points contact) saat
naik ataupun turun tangga. 3 titik tumpu artinya 2 kaki
berpijak dengan satu tangan berpegang pada anak
tangga dan satu tangan bergerak menanggapi tangga
atau 2 tangan berpegang pada anak tangga dengan
satu kaki berpijak dan kaki lain bergerak menggapai
tangga.
● Ujung tangga harus lebih tinggi sekitar 1 meter di
atas lantai kerja.
● Selalu berdiri menghadap tangga dengan tangan
memegang anak tangga. Jangan bekerja di samping
kiri atau kanan.
● Jangan menggunakan tangga sebagai jembatan.
● Jangan meletakkan tangga pada kotak, tong, atau
benda lain yang tidak stabil untuk mendapatkan tinggi
tambahan.
● Jangan memaksakan melakukan pekerjaan dengan
posisi tangga yang jauh dari objek yang Anda
kerjakan. Atur kembali posisi tangga lebih dekat
dengan pekerjaan.
● Jangan memindahkan atau menggeser tangga
sementara pekerja atau peralatan masih berada di
tangga.
● Hindari kemungkinan tergelincir karena licin, periksa
anak tangga dan sol sepatu Anda terhadap adanya
bahan-bahan yang licin.
● Gunakan alat pelindung jatuh saat memanjat apabila
diperlukan.
● Hindari membawa barang dengan beban berlebih saat
menaiki/menuruni tangga. Periksa informasi kapasitas
beban maksimum tangga dan jika membawa
peralatan, gunakan tas atau tools belt yang
memudahkan saat naik/turun tangga.
● Hindari menggunakan tangga atau step ladders untuk
tugas-tugas berat atau dalam durasi panjang, karena
seharusnya peralatan tersebut hanya digunakanuntuk
pekerjaan ringan dan durasi pendek (maksimum 30
menit pada satu waktu).

2) Full Body Harness

Bagi Anda yang bekerja di sektor konstruksi tentu


sudah familiar dengan penggunaan full body harness. Full
body harness berfungsi sebagai alat pelindung jatuh
perseorangan saat bekerja di ketinggian dan
penggunaannya lebih dianjurkan dibanding safety belt
terutama jika Anda bekerja di ketinggian lebih dari 1,8
meter.

Rambu K3 APD Full Body Harness


Hal ini dikarenakan full body harness memiliki
kelebihan dengan tali pengaman yang bisa melindungi
seluruh tubuh pekerja sehingga kemungkinan cedera
akibat hentakan saat jatuh sangat kecil. Sayangnya meski
manfaatnya sangat besar sebagai alat pelindung jatuh,
masih banyak pekerja yang mengabaikan
penggunaannya, mulai dari cara penggunaan,
pemeriksaan, hingga perawatannya. Penyebabnya bisa
karena kurangnya pengetahuan, pelatihan, atau
pengalaman pekerja.

Saat Anda bekerja di ketinggian, ada beberapa


langkah penting yang harus Anda perhatikan saat
menggunakan full body harness:

● Pegang bagian D-Ring pada full body harness dan


goyangkan secara perlahan, pastikan tidak ada
webbing/tali yang terpelintir dan pengencangnya
(chest strap) terbuka.
● Pegang tali bahu (shoulder strap) dan masukkan
tangan satu persatu ke dalam tali. Pastikan D-Ring
berada di bagian belakang badan Anda, tepatnya di
bagian punggung (antara tulang belikat).
● Tarik dan kencangkan tali kaki (leg strap), lalu
pasangkan/hubungkan pada buckle. Untuk jenis quick
connect buckle, Anda akan mendengar bunyi ―klik‖,
jika buckle sudah terpasang dengan benar. Atur
lingkar tali pada kaki sesuai kenyamanan Anda.
Pastikan tali kaki tidak tertukar.
● Pasangkan tali dada (chest strap) dan hubungkan tab
buckle pada receptor sampai terdengar bunyi ―klik‖.
● Pastikan dengan tangan bahwa full body harness
sudah terpasang benar dan tidak ada tali yang
terpelintir.
● Biarkan orang yang kompeten memeriksa full body
harness dan memasang lanyard pada D-Ring (bila
diperlukan).

Full body harness harus diperiksa secara visual


sebelum digunakan, termasuk juga alat pelindung jatuh
lainnya seperti lanyard dan lifeline. Pemeriksaan
peralatan secara berkala oleh orang yang kompetenuntuk
mengecek kerusakan harus dilakukan setidaknya setiap 6
bulan dan sebelum memulai pekerjaan di ketinggian.
Pastikan juga full body harness yang Anda gunakan
sesuai dengan standar dan regulasi yang berlaku, seperti
Permenaker No.9 Tahun 2016, OSHA 1926.502, ANSI
Z359, CSA Z259, dll.

3) Perancah

Menurut Occupational Safety and Health


Administration (OSHA), diperkirakan sekitar 2,3 juta
pekerja konstruksi melakukan pekerjaan yang
berhubungan dengan perancah. Dengan begitu, banyak
juga pekerja yang berpotensi mengalami sejumlah
bahaya terkait perancah seperti terjatuh, tertimpa
jatuhan benda, dan tersengat aliran listrik.
Poster K3 Tips Aman Bekerja dengan Perancah

Berikut beberapa potensi bahaya dalam


penggunaan perancah:

● Runtuhnya seluruh atau sebagian unit perancah akibat


kegagalan komponen atau beban berlebih yang
mengakibatkan pekerja terjatuh atau terperosok.
● Jatuh dari ketinggian akibat lemahnya papan lantai
kerja.
● Tertimpa benda-benda jatuh dari perancah dan
melukai pekerja yang berada di bawah.
● Terpeleset dan terjatuh akibat lantai kerja yang kotor
dan licin.
● Tersengat aliran listrik (electrocution).
● Dengan banyaknya pekerja yang berpotensi terkena
bahaya saat menggunakan perancah, maka
penerapan keselamatan penggunaan perancah perlu
menjadi prioritas.

Perancah harus dipasang oleh pekerja yang ahli di


bawah pengawasan orang yang kompeten dan perancah
telah diperiksa dengan benar sebelum digunakan.
Perancah yang sesuai dan aman harus disediakan untuk
semua pekerjaan berisiko tinggi saat bekerja di
ketinggian.

Berikut tips saat menggunakan perancah:

● Pastikan pekerja sudah mendapatkan pelatihan


mengenai penggunaan perancah yang tepat dan
pengendalian bahaya saat bekerja di atas perancah,
penggunaan alat pelindung jatuh, dan apa yang harus
dilakukan apabila ada perubahan pada tempat kerja
atau jenis perancah.
● Scaffolder atau pengawas memeriksa dan
memastikan perancah dalam kondisi aman sebelum
digunakan.
● Lantai kerja, bagian deck, dan pagar pengaman sudah
terpasang dan dalam kondisi aman.
● Gunakan alat bantu untuk memindahkan material dari
bawah ke atas.
● Gunakan tangga yang sudah terpasang kuat dan
kokoh untuk naik dan turun dari perancah.
● Gunakan alat pelindung diri (APD) seperti helm, sepatu
keselamatan dan full body harness.
● Perhatikan rekan kerja yang bekerja di atas atau di
bawah Anda setiap saat. Jika Anda melihat ada hal
yang tidak sesuai prosedur atau ketidaknormalan pada
perancah, hentikan pekerjaan Anda dan laporkan pada
atasan.
● Periksa seluruh komponen alat pelindung jatuh yang
digunakan, mencakup harness (webbing, D-ring,
buckle), lanyard, dan lifeline.
● Jangan membawa barang berlebih saat menaiki
perancah.
● Jangan menggunakan pengait silang (cross bracing)
saat naik/turun dari perancah.
● Jangan bekerja di atas perancah saat cuaca buruk.
● Jangan menyimpan bahan atau peralatan pada pagar
pengaman.
● Jangan bekerja dekat jalur aliran listrik kecuali Anda
terlatih dan berwenang melakukannya.
● Penting!
o Amankan semua bahan atau peralatan dari lantai
kerja sebelum memindahkan perancah.
o Gunakan pengunci roda setiap saat bila perancah
tidak sedang bergerak berpindah.
o Tidak ada seorang pun yang menaiki perancahsaat
sedang bergerak dipindahkan.
o Dilarang memasang, membongkar, atau
meninggikan perancah kecuali mendapatkan izin
dan diawasi oleh pengawas yang berwenang.
o Dilarang menggunakan perancah yang belum
diberi scafftag
● Jenis-jenis scafftag untuk perancah:
o Tanda hijau : aman
o Tanda kuning: aman dengan syarat (perlu
tambahan alat pengaman lainnya)
o Tanda merah: tidak aman (perancah tidak boleh
digunakan)
Tips Singkat Bekerja di Ketinggian:

● Bila memungkinkan, minimalkan melakukan


pekerjaan di ketinggian dan lakukan pekerjaan
sebanyak mungkin di ground level (permukaan tanah).
Namun, jika sudah tidak ada pilihan lain dan terpaksa
harus bekerja di ketinggian, maka prioritas selanjutnya
adalah bagaimana melindungi pekerja agar tidak
terjatuh dari ketinggian.
● Pastikan pekerjaan direncanakan dengan benar,
diawasi, dan dilakukan oleh orang-orang yang
kompeten dan bersertifikat dengan keterampilan,
pengetahuan, dan pengalaman untuk melakukan
pekerjaan itu.
● Pahami fall protection plan yang dirancang
perusahaan.
● Pastikan pekerja sudah memiliki Surat Izin Kerja untuk
bekerja di ketinggian.
● Pastikan peralatan kerja yang digunakan sesuai
dengan jenis pekerjaan di ketinggian yang akan
dilakukan, stabil, dan cukup kuat untuk pekerjaan,
dipelihara serta diperiksa secara rutin.
● Gunakan alat pelindung jatuh saat bekerja di
ketinggian. Pastikan Anda menggunakan alat
pelindung jatuh dengan benar dan peralatan dalam
kondisi baik.
● Buat perencanaan tanggap darurat dan prosedur
penyelamatan sebagai tindakan pencegahan bila
terjadi kondisi darurat saat bekerja di ketinggian.
● Patuhi prosedur aman bekerja di ketinggian.
B. Instalasi Kabel Udara atau aerial cables

Kabel udara adalah kabel yang ditambatkan pada tiang


telepon, di mana penambatan pada bearer kabel yang terbuat dari
lilitan kawat baja atau juga disebut dengan messenger wire. Jika
tidak tersedia berarer, maka kabel dijepit dengan clip yang
ditautkan pada tiang. Kabel udara ditempatkan pada tiang telepon
dengan ketentuan sebagai berikut;

a. Terbuat dari tiang besi dengan panjang 7 meter, 9 meter


dan 12 meter dipasang untuk di dalam kota.
b. Terbuat dari tiang beton dengan panjang 12 meter
dipasang untuk luar kota.

Pemasangan tiang;

a. Ditanam 1/5 bagian yang masuk ke dalam tanah.


b. Untuk tiang besi dipasang pondasi penguat tiang dari
adukan semen setinggi 30 cm.
c. Jarak antar tiang antara 40-50 meter.
d. Penempatan tiang jangan menutup akses jalan atau di
depan pintu gerbang rumah.
Sambungan kabel udara ditempatkan di dekat tiang telepon,
karena:

a. Memudahkan pemasangan.
b. Memudahkan pemeliharaan.
Didekat sambungan biasanya diberi spare kabel (kabel
cadangan) yang diloop agar tidak terjadi gangguan bending. Hal
ini jika terjadi gangguan masih terdapat sisa kabel yang dapat
disambung.

Loop kabel ini panjangnya antara 4-6 meter.

Cara pemasangan kabel udara pada tiang ada dua metode yaitu ';

1. Cara Gantung.

Yaitu kabel digantung pada tiang, dengan tidak memotong


bearer, digunakan untuk;

a. Rute lurus dengan jarak kurang dari 50 meter.

b. Peralatan yang dipasang pada tiang adalah


1. Stainless steel band
2. Suspension clamps
3. Stainless steel band
2. Cara Tambat

Cara tambat digunakan untuk;


a. Rute belok atau melengkung dan ujung akhir kabel.
b. Jarak antar tiang lebih dari 50 meter.
c. Memotong bearer untuk ditambatkan pada tiang dengan
menggnakan span wartel.

ditambat karena rute belok atau melengkung

ditambat karena anar tiang lebih dari 50 meter


Penggunaan Tiang 7 meter atau T-7 adalah untuk;

● tiang yang digunakan untuk kabel distribution ataukabel


yang menuju ke pelanggan atau sekitar perumahan.
Penggunaan Tiang 9 meter atau T-9 adalah untuk;

● tiang yang digunakan untuk jarak 60 meter yang


ditempatkan di luar kota atau penyeberangan jalanraya.
Penggunaan Tiang 12 meter atau T-12 untuk;
● penyeberangan rel kereta api atau penyeberangan
sungai yang lebarnya > 50 meter.

C. Bekerja pada menara telekomunikasi

Bila Anda akan menyusun prosedur maka hal berikut


mungkin bisa menginspirasi Anda:

1. Persiapan APD (Alat Pelindung Diri) dan peralatan:

● Sama atau sesuai dengan jenis pekerjaan, tetapi secara


umum sama dengan bekerja pada ketinggian pada siang hari
seperti: fullbody harness, double hook lanyard dengan
absorber, climbing helmet, safety shoes, dan seterusnya.
● Lampu penerangan kepala, disarankan 3 (tiga) buah, lampu
utama, cadangan dan indikator.
● Penerangan untuk tim di bawah: sejenis senter berkekuatan
besar (torch with narrow angle).
● Lampu indikator untuk menunjukan posisi bawah/darat,
karena dalam kegelapan yang absolut akan sulit bagi
pemanjat untuk membedakan mana bagian atas dan bawah
dari menara.
● Peralatan lain yg disarankan sesuai standar perusahaan
masing-masing tetapi paling tidak disediakan: P3K, nomor
telepon darurat, pita pembatas area kerja, dan lain-lain.

2. Persiapan memanjat:

● Sudah pernah memanjat/survei menara yang akan dipanjat


pada siang hari atau sebelum gelap.
● Pastikan pemanjat telah mendapat pelatihan: Teknisi Akses
Tali tingkat 1 dan membawa lisensi yang diterbitkan sesuai
dengan jenis pelatihannya.
● Siapkan APD & peralatan sesuai dengan yang disarankan di
atas.
● Periksa kelayakan APD & peralatan tersebut untuk dapat
digunakan sebagaimana mestinya, dari pengalaman lampu
kepala yang menggunakan baterai dapat bertahan 8 jam
kerja, tetapi belum pernah dibuktikan untuk kelanjutannya
dalam percobaan kami.

3. Mulai memanjat:

● Bagi pemanjat, sama dengan bekerja pada malam hari,


pastikan titik tambat berada di atas kepala atau minimum
sebatas dada. Ini untuk memperkecil jarak jatuh.
● Titik tambat hanya diletakkan di area yang berbeda, untuk
memastikan bila titik tambat gagal di satu tempat tidak
berpengaruh terhadap titik tambat lainnya.
● Gunakan pemeriksaan tambatan: lihat, dengar, dan uji.Lihat
di mana Anda lakukan penambatan atau meletakkan hook,
dengar apakah bunyi 'klik' untuk memastikan penguncian,
dan uji dengan sedikit memberikan tarikan untuk
memastikan titik tambatan.
● Kalau bekerja gunakan work positioning lanyard yang
biasanya berbentuk single lanyard.
● Bagi yang di bawah/darat, tetap berada di lokasi untuk
mengawasi pergerakan pemanjat serta memberikan
pertolongan bila diperlukan.

Sangat disarankan pekerjaan di menara telekomunikasi,


utamanya yang diperlukan pemanjatan hanya dibatasi pada
lingkup, penyesuaian arah antena (pointing), pelepasan atau
pemasangan kabel sederhana, pemeriksaan atau pekerjaan
perbaikan ringan saja. Untuk pengangkatan (rigging & lifting)
sebaiknya dilakukan siang hari sebelum pekerjaan lain yang hanya
bisa/disarankan dikerjakan pada malam hari.

C. Glosarium
Hardware : merupakan komponen komputer yang secara
fisik dapat dilihat dan diraba, dan merupakan
satu kesatuan sehingga membentuk sebuah
komputer yang siap dioperasikan.
LCD : Liquid Cryistal Display merupakan salah satu jenis
teknologi yang digunakan pada monitor
komputer.
Keyboard : adalah papan ketik yang biasa kita gunakan
untuk memasukkan karakter, angka, dan simbol
ke komputer untuk diolah menjadi informasi.
Access Point : adalah peralatan yang digunakan sebagai titik
tengah atau penghubung antara komputer-
komputer dengan menggunakan koneksi
nirkabel.
Brainware : termasuk dalam bagian komponen pembangun
sistem komputer. Brainware merupakan sebutan
atau istilah bagi seseorang yang mengoperasikan
komputer.
Cold Booting : merupakan proses menghidupkan komputer
pada saat perangkat komputer itu dalamkeadaan
mati atau belum menyala.
CPU (Central Pro- : merupakan pemroses data dalam sebuah
cessing Unit) atau perangkat komputer.
Prosesor
DHCP (Dynamic : merupakan metode yang dilakukan dalam
Host Configurati- pemberiam nomor IP address pada suatu host
on Protocol) secara otomatis.
Download : merupakan suatu kegiatan mengambil data dari
internet.
Flashdisk : merupakan salah satu media penyimpanan
dalam dunia komputerisasi.
Input devices : merupakan perangkat yang digunakan untuk
memasukkan data–data dan memberikan
perintah pada komputer.
Jumper : merupakan connector (penghubung) sirkuit elektrik yang
digunakan untuk menghubungkan atau memutus
hubungan pada suatu sirkuit.
Justify : perataan kanan dan kiri suatu paragraf dalam aplikasi
pengolah kata.
Maintenance : merupakan suatu kegiatan merawat komputer
baik dari segi hardware maupun software, agar komputer
tersebut selalu dalam keadaan baik.
Motherboard : merupakan pengendali atau pengontrol semua
hal yang terhubung untuk berkomunikasidengan
peranti yang lainnya dalam sistem.
Output device : merupakan perangkat keras komputer yang
digunakan untuk mengomunikasikan hasil pengolahan
data yang dilakukan oleh komputer untuk pengguna.
PING : adalah suatu utilitas yang biasa digunakan untuk
mengecek koneksi antara dua perangkat atau komputer
dalam jaringan komputer. Ping biasanya dijalankan
melalui terminal Linux ataupun command prompt
Windows.
Power supply : merupakan alat yang menyediakan tenaga
listrik bagi semua komponen di dalam unit sistem.
Software : merupakan suatu program yang digunakan
dalam komputer berupa instruksi-instruksi (perintah)
yang dapat dimengerti oleh komputer.

Anda mungkin juga menyukai