Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA,


SEKOLAH, DAN MASYARAKAT
Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Agama
Dosen Pengampu : Drs. Muhammad Jamil, M.A.

D
I
S
U
S
U
N
OLEH:

NAMA : AURA NASYABILA


NPM :2029051007
KELAS:1 A FARMASI

UNIVERSITAS TJUT NYAK DHIEN


FAKULTAS FARMASI
TA 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah swt, karena atas limpahan rahmatnya, sehingga penulisan
makalah ini dapat terselesaikan dan telah rampung.
Makalah ini berjudul“PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN
KELUARGA, SEKOLAH, DAN MASYARAKAT”. Dengan tujuan penulisan sebagai sumber
bacaan yang dapat digunakan untuk memperdalam pemahaman dari materi ini.
Selain itu, penulisan makalah ini tak terlepes pula dengan tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Kami berterima kasih kepada bapak “Drs. Muhammad Jamil, M.A.” selaku dosen pembimbing untuk
mata kuliah Pendidikan Agama yang senantiasa memberikan bimbingan kepada kami sehingga kami
mampu mengerjakan makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Namun penulis cukup menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun.

Medan, Januari 2021


Penulis.

2
Daftar Isi
Kata Pengantar.........................................................................................................................................2

Daftar Isi...................................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................................................................4

B.Rumusan Masalah.................................................................................................................................4

C.Tujuan...................................................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................................5

A.Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga..........................................................................5

B.Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Sekolah............................................................................8

C.Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Masyarakat.....................................................................10

BAB III Penutup........................................................................................................................................13

A.Kesimpulan...........................................................................................................................................13

B.Saran.....................................................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................................14

DAFTRA RIWAYAT HIDUP..........................................................................................................................15

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Semakin canggihnya ilmu pengetahuan, semakin majunya peredaran zaman dan manusiapun beragam.
kemewahan di bidang harta tidak akan menjamin kebahagiaan seseorang jika orang tersebut tidak bisa
menikmati kekayaan itu, apalagi bagi orang yang serba kekurangan atau merasa kurang cukup terus-
menerus. Banyak anak-anak yang tidak patuh lagi kepada orang tuanya, tentunya sangat dikhawatiran
yang mengakibatkan perasaan tidak tenang dan selalu gelisah, bahkan banyak orang yang mengalami
penyakit stress yang mereka sendiri tidak tahu obatnya, mencari tempat berpegang kepada siapa dan
bagaimana cara menenangkan perasaan yang stress itu, bahkan mereka sering bingung, dihinggapi rasa
takut dan rasa bersalah yang tidak tahu sebabnya.

Oleh karena itu, tentu sangat perlu dijelaskan bagaimana pendidikan anak sebelum lahir, masa bayi,
masa kanak-kanak, dewasa, bahkan sampai mereka tua. Pendidikan anak pada usia dini juga sangat
dianjurkan, hal ini dimaksudkan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Karena pendidikan
agama islam sejak dini sengat berpengaruh terhadap pembentukan karakter dan kepribadian peserta
didik. Proses belajar dan pembelajaran bisa dilakukan pada jalur formal maupun informal.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini terinci
sebagai berikut.
1. Bagimana pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga?
2. Bagaimanna pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam sekolah?
3. Bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam masyarakat?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga.
2. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam sekolah.
3. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga


Agama Islam di lingkungan keluarga berlangsung antara orang-orang dewasa yang bertanggung jawab
atas terselenggaranya pendidikan agama, dan anak-anak sebagai sasaran pendidikannya. Sedang ibu
dalam kaitannya dengan pendidikan agama di lingkungan keluarga, maka kedudukannya sebagai
pendidik yang utama dan pertama, dalam kedudukannya sebagai pendidik, maka seorang ibu tidak
cukup hanya memanggil seorang guru agama dari luar untuk mendidik anaknya di rumah, dan bukan
dalam pengertian yang demikianlah yang dimaksud dengan pendidikan agama di lingkungan keluarga.
Akan tetapi lebih ditekankan adanya bimbingan yang terarah dan berkelanjutan dari orang-orang
dewasa yang bertanggung jawab di lingkungan keluarga untuk membimbing anak.

Pengertian yang jelas tentang pendidikan agama yang dilakukan di lingkungan keluarga interaksi yang
teratur dan diarahkan untuk membimbing jasmani dan rohani anak dengan ajaran Islam, yang
berlangsung di lingkungan keluarga. Dalam pelaksanaannya, maka proses pendidikan.

Pendidikan pada umumnya terbagi pada dua bagian besar, yakni pendidikan sekolah dan pendidikan
luar sekolah. Hal ini berdasar pada: “Maka proses belajar itu bagi seseorang dapat terus berlangsung
dan tidak terbatas pada dunia sekolah saja.

Dorongan atau motivasi kewajiban moral, sebagai konsekwensi kedudukan orang tua terhadap
keturunannya. Tanggung jawab moral ini meliputi nilai-nilai religius spiritual yang dijiwai Ketuhanan
Yang Maha Esa dan agama masing-masing, di samping didorong oleh kesadaran memelihara martabat
dan kehormatan keluarga.
Dalam kutipan yang pertama di atas dikemukakan bahwa lingkungan keluarga itu amat dominan dalam
memberikan pengaruh-pengaruh keagamaan terhadap anak-anak, sehingga dapat dikatakan bahwa
lingkungan keluarga dalam kaitannya dengan pendidikan agama sangat menentukan baik
keberhasilannya. Sehingga amat disayangkan kalau kesempatan yang baik dari lingkungan pertama
yaitu keluarga itu disia-siakan atau dilalui anak tanpa pendidikan agama dari pihak ibu dan bapak serta
orang-orang yang bertanggung jawab di sekitarnya.

Dalam hubungannya dengan kelanjutan pendidikan atau kehidupan anak di masa mendatang, maka
pendidikan di lingkungan keluarga, termasuk di dalamnya pendidikan agama, hal itu merupakan
sebagai tindakan pemberian bekal-bekal kemampuan dari orang tua terhadap anak-anaknya, dalam
menghadapi masa-masa yang akan dilaluinya.

5
Dalam hubungannya dengan pendidikan di sekolah maka sebagai persiapan untuk mengikuti
pendidikan atau sebagai pelengkap dari pendidikan yang berlangsung di bangku sekolah. Dan dalam
hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat, maka sebagai upaya untuk mempersiapkan diri agar
anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Secara sepintas pembahasan tentang dasar pelaksanaan pendidikan agama di lingkungan keluarga ini
telah disebutkan di atas, yaitu atas dasar cinta kasih seseorang terhadap darah dagingnya (anak), atas
dasar dorongan sosial dan atas dasar dorongan moral.

Akan tetapi dorongan yang lebih mendasar lagi tentang pendidikan agama di lingkungan keluarga ini
bagi umat Islam khususnya adalah karena dorongan syara (ajaran Islam), yang mewajibkan bagi orang
tua untuk mendidik anak-anak mereka, lebih-lebih pendidikan agama.

Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, yang dapat mendorong orang tua agar mendidik anak-anak
di lingkungan keluarga, ada lagi satu hal yang perlu diperhatikan yaitu; mengingat kondisi anak itu
sendiri, baik secara fisik maupun mental ia mutlak memberikan bimbingan dan pengembangan ke arah
yang positif. Kalau tidak maka dikhawatirkan fitrah yang tersimpan, yang merupakan benih-benih
bawaan itu akan terlantar atau akan menyimpang.

Perlu diingat bahwa pada diri anak itu terdapat kecenderungan-kecenderungan ke arah yang baik, akan
tetapi dilengkapi dengan kecenderungan ke arah yang jahat. Maka tugas pendidik dalam hubungan ini
adalah menghidup-suburkan kecenderungan ke arah yang baik.

Oleh karena itu benih-benih potensial yang mampu mendorong anak untuk mengembangkan
pribadinya dalam alternatif pemilihan lapangan hidup manusia di masa dewasanya sesuai bakat dan
kemampuan. Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak
mulia. Akhlak mulia menyangkut etika, budi pekerti, dan moral sebagai manifestasi dari pendidikan
Agama. Peningkatan potensi spiritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai
keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif
kemasyarakatan. Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi
berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Allah SWT.

Pendidikan Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia
dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta
bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai,
disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun social.

6
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dasar pelaksanaan pendidikan agama di lingkungan
keluarga adalah karena didorong oleh beberapa hal yaitu:
1. Karena dorongan cinta kasih terhadap keturunan
2. Karena dorongan atau tanggung jawab sosial
3. Karena dorongan moral
4. Karena dorongan kewajiban agamis

Dan dorongan agama inilah yang membuat kedudukan orang tua lebih besar tanggung jawabnya dalam
pendidikan karena dorongan kewajiban ini langsung diperintahkan Allah.

Pendidikan keluarga adalah pendidikan yang diproses oleh seseorang di dalam lingkungan rumah
tangga atau keluarga. Sistem pendidikan ini merupakan unsur utama dalam pendidikan seumur hidup,
terutama karena sifatnya yang tidak memerlukan formalitas waktu, cara, usia, fasilitas, dan sebagainya.
Pada dasarnya, masing-masing orang tua adalah orang yang paling bertanggung jawab atas pendidikan
bagi anak-anaknya. Mereka tidak hanya berkewajiban mendidik atau menyekolahkan anaknya ke
sebuah lembaga pendidikan. Akan tetapi mereka juga diamanati Allah SWT untuk menjadikan anak-
anaknya bertaqwa serta taat beribadah sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Al-Qur’an dan
Hadits.

Dalam mendidik dan menumbuh kembangkan anak-anak, orang tua atau tokoh ibu dan bapak sangat
memegang peranan yang sangat penting, baik-buruknya kelakuan anak, orang tualah yang memegang
peranan. Pendidikan rumah tangga ini disebut juga dengan pendidikan informal. Peranan ibu dan bapak
antara lain:
1. Ibu bapak sebagai pengatur kebersihan anak
2. Ibu bapak sebagai teladan bagi anak
3. Ibu bapak sebagai pendorong dalam tindakan anak
4. Ibu bapak sebagai teman bermain
5. Ibu bapak sebagai pengayom jika anak merasa takut
6. Ibu sebagai penjaga utama kesehatan anak dan sebagai teman bermainan kepribadian

Dalam hubungan ini orang tua perlu menyadari betapa pentingnya pendidikan agama bagi anggota
keluarga. Khususnya anak, karena akan sangat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan
perkembangan budi pekerti dan anak. Oleh sebab itu orang tua berkewajiban untuk memberikan
bimbingan dan contoh konkrit berupa suri tauladan kepada anak agar mereka dapat hidup selamat dan
sejahtera.

7
Sasaran Pendidikan Agama ditujukan kepada semua manusia sesuai dengan misi nabi Muhammad
SAW yaitu untuk seluruh alam. Ditujukan mulai kepada anak usia dini, remaja, dewasa dan lanjut usia
dalam istilah pendidikan disebut Long Live Education (pendidikan seumur hidup).

Pendidikan anak usia dini (0-6 tahun) dimulai dari anak dilahirkan sampai berumur 6 tahun dengan
tahapan sebagai berikut :
1. Masa bayi (0-2 tahun), di telinga sebelah kanan bagi anak laki-laki dan diqamatkan di telinga
sebelah kiri bagi perempuan.
2. Aqiqah, pada hari ke tujuh kelahiran seorang bayi disunnahkan bagi orang tua atau walinya untuk
melakukan aqiqah yakni menyembelih satu ekor kambing bagi anak perempuan dan dua ekor kambing
bagi anak laki-laki.
3. Khitanan, peranan ibu sangat dominan dalam menanamkan pendidikan agama kepada anak di usia
ini. Setiap hari seorang ibu perlu memperhatikan perkembangan yang terjadi pada anaknya baik secara
biologis maupun psikisnya. Perkembangan anak sesuai dengan tahap-tahap umur tertentu yang perlu
diketahui orang tua agar bisa memperlakukan anak dengan benar. Anak berumur 6 tahun tidak disebut
bayi lagi, tetapi sudah disebut anak-anak masanya pun disebut masa kanak-kanak.

B. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Sekolah


Pendidikan agama adalah unsur terpenting dalam pendidikan moral dan pembinaan mental. Pendidikan
moral yang paling baik sebenarnya terdapat dalam agama karena nilai-nilai moral yang dapat dipatuhi
dengan kesadaran sendiri dan penghayatan tinggi tanpa ada unsur paksaan dari luar, datangnya dari
keyakinan beragama. Pendidikan agama di sekolah mendapat beban dan tanggung jawab moral yang
tidak sedikit apalagi jika dikaitkan dengan upaya pembinaan mental remaja. Usia remaja ditandai
dengan gejolak kejiwaan yang berimbas pada perkembangan mental dan pemikiran, emosi, kesadaran
sosial, pertumbuhan moral, sikap dan kecenderungan serta pada akhirnya turut mewarnai sikap
keberagamaan yang dianut (pola ibadah).

Pada sekolah-sekolah yang menyiapkan peserta didiknya menjadi ahli agama atau pemimpin agama
seperti di madrasah atau seminari, seluruh kegiatan pembelajaran umumnya benar-benar diarahkan
untuk mendukung tujuan pendidikan yang ada.

Terdapat tiga karakter sekolah yang terkait dengan pendidikan agama di sekolah. Pertama sekolah
negeri, kedua sekolah swasta umum non yayasan agama dan sekolah swasta yayasan agama dan
sekolah calon ahli atau pimpinan agama seperti madrasah dan seminari. Varian karakter ini awalnya
terbentuk karena perbedaan sumber pembiayaan, pengawasan dan otonomi sekolah, serta misi dan
intervensi pada kurikulum. Dalam perkembangannya dinamika sekolah juga turut mempengaruhi
karakter sekolah. Tiga karakter ini pada akhirnya juga terkait dengan persoalan multikulturalisme
dalam masyarakat.

8
Pada sekolah negeri dan sekolah swasta umum non yayasan keagamaan, pada jam pelajaran agama
siswa dipisah menurut agama yang berbeda-beda. Selama puluhan tahun praktek pendidikan agama di
sekolah seperti ini belum ada yang memberikan perhatian secara serius bahwa pemisahan siswa pada
jam pelajaran agama adalah sebuah pembiasaan dan penanaman kesadaran bahwa agama adalah
sesuatu yang memisahkan (kebersamaan) manusia.

Di kalangan peserta didik di sekolah Negeri pelajaran agama berlangsung lebih teratur dan siswa
beragam agama hampir selalu mendapatkan guru pelajaran agama sesuai dengan keyakinan para siswa
karena secara umum pemerintah mengusahakan guru agama bagi semua peserta didik. Sebagai milik
pemerintah, semua aktifitas pembelajaran di sekolah negeri mengikuti secara penuh apa yang menjadi
kebijakan pemerintah di bidang pendidikan.

Pada sekolah-sekolah yang menyiapkan peserta didiknya menjadi ahli agama atau pemimpin agama
seperti di madrasah atau seminari, seluruh kegiatan pembelajaran umumnya benar-benar diarahkan
untuk mendukung tujuan pendidikan yang ada. Sayangnya keseriusan pada satu bidang ini
menyebabkan kecenderungan kurang terbuka bagi pergaulan yang lebih luas, yang dengan demikian
membatasi pengalam dengan keragaman juga. Minimnya pengalaman akan keragaman perlu dikaji
apakah ada kaitannya dengan sensitivitas pada yang berbeda. Sensitivitas pada yang berbeda hanya
akan berkembang ketika ada pengalaman dengan yang berbeda dan menggerti adanya perspektif yang
berbeda juga.

Di sekolah umum yayasan keagamaan di mana biaya operasional secara umum ditanggung oleh
yayasan dan wali murid, terdapat kebijakan sekolah yang menunjukkan keunikan yayasan. Keunikan
ini tampak dalam penerimaan guru, hingga tambahan pelajaran maupun kegiatan ekstrakurikuler yang
mewadahi pemenuhan misi yayasan keagamaan melalui pendidikan.

Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah lebih banyak pada soal jaminan kualitas pendidikan,
tetapi umumnya tidak menyentuh pada soal keunikan sekolah yayasan keagamaan. Baru menjelang
penetapan Undang-Undang no.20 tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003, banyak sekolah di
bawah yayasan keagamaan yang merasa otonominya diganggu terutama berkaitan dengan pasal 13
yang mewajibkan semua sekolah memberikan pelajaran agama yang sesuai dengan agama yang dianut
oleh siswa. Hingga tahun 2009 ini banyak sekolah yayasan keagamaan yang tidak bisa memenuhi
tuntutan pasal 13 UU no,20 tahun 2003 itu karena alasan teknis pembiayaan guru dan alasan lain
adalah menolak pelanggaran otonomi yayasan yang merasa tidak memaksa siswa untuk masuk ke
sekolah yang mempunyai keunikan tertentu.

Menurut teori pendidikan Islam, teori pendidikan anak dimulai jauh sebelum anak diciptakan. Dalam
hubungan ini orang tua perlu menyadari betapa pentingnya pendidikan agama islam setiap anggota
keluargakhususnya bagi anak-anak. Pendidikan agama yang ditanamkan sedini mungkin kepada anak-
anak akan sangat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan budi pekerti dan
kepribadian mereka.

9
Oleh sebab itu orang tua berkewajiban untuk memberikan bimbingan dan contoh konkrit berupa suri
tauladan kepada anak-anak bagaimana seseorang harus melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan
keluarga dan masyarakat, agar mereka dapat hidup selamat dan sejahtera. Jadi, keluarga mempunyai
fungsi sebagai berikut :
1. Keluarga Sebagai Wadah Utama Pendidikan
2. Pembentukan Keluarga
3. Keluarga ialah masyarakat terkecil sekurang kurangnya terdiri dari pasangan suami isri sebagai
sumber intinya berikut anak-anak yang lahir dari mereka. Agar tujuan terlaksana maka perlu
meningkatkan tentang bagaimana membina kehidupan keluarga sesuai dengan tuntutan agama dan
ketentuan hidup bermasyarakat .
4. Pembinaan Keluarga
5. Maksudnya adalah segala upaya pengelolaan atau penanganan berupa merintis, meletakkan dasar,
melatih, membiasakan, memelihara, mencegah, mengawasi, menyantuni, mengarahkan serta
mengembangkan kemampuan suami istri untuk mencapai tujuanmewujudkan keluarga bahagia
sejahtera dengan mengadakan dan menggunakan segala dana dan daya yang dimiliki.

Sekolah umum di bawah yayasan non keagamaan dan keagamaan mempunyai peluang yang lebih
besar untuk membuat eksperimentasi pendidikan agama yang salah satunya bisa menjadi tanggapan
atas masyarakat yang multikultural.

C. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Masyarakat


Dalam kacamata multkulturalisme, kewajiban bagi setiap siswa untuk mengikuti salah satu dari lima
macam pendidikan agama, bagi para penganut agama dan kepecayaan di luar agama resmi adalah
memutus generasi penerus penganut agama dan kepercayaan tersebut. Dampak dari pendidikan agama
yang dibatasi berdasarkan agama yang dianggap resmi oleh pemerintah ini terasa setelah beberapa
generasi. Namun hingga saat ini belum ada pihak penganut agama yang termarjinalkan secara
sistematis mempersoalkan pelajaran agama yang pada masa pemerintahan Soeharto menjadi salah satu
syarat kenaikan kelas.

Namun ketika pelajaran agama tidak lagi menentukan kelulusan dan tidak menjadi mata pelajaran yang
diujikan dalam ujian nasional pun tidak ada tanggapan yang kontra.

Saat ini ketika generasi yang mengalami pendidikan agama yang memisahkan siswa karena berbeda
agama telah menjadi dewasa, sekat antaranggita masyarakat pun makin terasa. Para orang tua yang
tidak puas dengan pendidikan agama di sekolah yang dua jam mengirim anak-anaknya ke sekolah
terpadu yang jam pelajaran agamanya jauh lebih banyak. Anak-anak makin berkurang pengalaman
bermainnya dan berkurang juga kesempatan bertemu dan mengalami kebersamaan dengan orang-orang
yang berbeda.
10
Sementara di sisi lain Pak Sartana guru agama yang membawakan pelajaran komunikasi iman
mendapat sambutan dari para orang tua siswa karena telah menemani anak-anak mereka lebih masuk
pada lika-liku kehidupan yang mendewasan bagi anak-anaknya. Meski model pembelajaran pada
komunikasi Iman membingungkan bagi pengawas pendidikan, pemerintah tidak bisa menghentikan
ekperimentasi yang dilakukan oleh Pak Sartana, terutama karena dukungan masyarakat.

Pendidikan agama yang dibutuhkan dalam masyarakat multikultur adalah pendidikan agama yang
senantiasa menghadirkan kehidupan yang penuh keragaman, baik latar belakang manusia maupun
keragaman sudut pandang. Untuk itu pelajaran agama sebaiknya berbasis pengalaman akan memecah
kebekuan ajaran agama yang tertutup dan tidak melihat realitas secara hitam putih. Di sekolah yang
melakukan pemisahan siswa beda agama pada jam pelajaran agama perlu ada antisipasi agar
pemisahan tidak berpengaruh buruk pada rasa aman dan nyaman dengan penganut agama yang
berbeda. Hilangnya rasa aman dan nyaman akan merusak saling percaya antar anggota masyarakat
yang mana saling percaya ini merupakan modal sosial yang dibutuhkan dalam kehidupan bersama
yang adil dan beradab.

Pendidikan agama berbasis pengalaman meniscayakan perubahan paradigma dalam melihat relasi
guru-peserta didik maupun dalam melihat sumber belajar serta proses pembelajaran. Pengalaman
hanya mungkin menjadi sumber belajar ketika guru dan murid merasa setara, masing-masing merasa
mempunyai kelebihan dan kekuarangan untuk mengkaji bersama dengan berbagai sudut pandang.
Dalam menilai keberhasilan atau kegagalan belajar, pendidikan agama membutuhkan model evaluasi
yang tidak menggunakan angka, tetapi harus didasarkan pada praktek hidup yang partisipatif dan
bertanggungjawab pada diri sendiri dan lingkungan. Penilaian bukan dengan angka tetapi narasi yang
menunjuk pada kualitas.

Pelajaran agama untuk siswa dari beragam agama bisa dilakukan dengan saling berbagi pengalaman
penghayatan keimanan, berbagi informasi dan pengetahuan siswa tentang agamanya. Cara belajar
seperti ini mendorong siswa untuk lebih aktif dan bertanggung jawab dalam mendalami agamanya dan
pada saat bersamaan membiasakan sikap hormat dan simpati bagi penganut agma yang berbeda.

Masyarakat merupakan kumpulan dari orang banyak yang berbeda-beda yang menyatu dan mematuhi
peraturan yang ditetapkan, mempunyai hubungan kekerabatan yang baik, baik antar suku maupun antar
bangsa. Untuk memberikan pendidikan agama pada masyarakat, bisa dengan cara mendirikan majlis
taklim atau pengajian-pengajian di desa masing-masing. Pengajian ini dilaksanakan dari satu tempat ke
tempat lain dengan mendatangkan narasumber yang diminta untuk memberikan suatu materi
pendidikan sesuai dengan kebutuhan mereka.

Dalam pendidikan agama Islam ada 3 istilah umum yang digunakan, yaitu al-Tarbiyat, al-Ta’lim dan
al-Ta’dib. Tarbiyat mengandung arti memelihara, membesarkan dan mendidik yang kedalamnya sudah
termasuk makna mengajar atau allama. Berangkat dari pengertian ini maka tarbiyat didefinisikan
11
sebagai proses bimbingan terhadap potensi manusia (jasmani, ruh, dan akal) secara maksimal agar
dapat menjadi bekal dalam menghadapi kehidupan dan masa depan.

Selanjutnya, Syed Naguib al-Attas merujuk makna pendidikan darikonsep ta’dib, yang mengacu
kepada kata adab dan variatifnya. Dari pemikiran tersebut ia merumuskan definisi pendidik adalah
membentuk manusia dalam menempatkan posisinya yang sesuai dengan susunan masyarakat,
bertingkah lakusecara proposional dan cocok dengan ilmu serta teknologi yang dikuasainya. Menurut
Naguib al-Attas selanjutnya, bahwa pendidikan islamlebih tepat berorientasi pada ta’dib. Sedangkan
tarbiyat dalam pandangannya mencakup obyek yang lebih luas , bukan saja terbatas pada pendidikan
manusia tetepi juga meliputi dunia hewan. Sedangkan ta’dib hanyamencakuppengertian pendidikan
untuk manusia.

Alasan penyebab manusia (remaja) sebagai makhluk sosial memerlukan pendidikan yaitu:
1) . Dalam tatanan kehidupan masyarakat, ada upaya pewarisan nilai kebudayaan antara generasi tua
ke generasi muda, dengan tujuan agar nilai hidup masyarakat tetap berlanjut dan terpelihara. Dalam hal
ini PAI di masyarakat di harapkan dapat memberikan substansi dalam pembentukan akhlak remaja.
2). PAI di masyarakat merupakan agen sosial yang penting setelah sekolah dalam penanaman nilai,
norma serta harapan-harapan dari masyarakat terhadap pembentukan dan penerapan akhlak remaja.
3). PAI di masyarakat merupakan tempat konflik dan solusi dalam keragaman terutama dari aspek
keagamaan. Dengan adanya sinergi antara pemahaman konsep PAI dari masyarakat dengan media PAI
di masyarakat dapat mengimbangi antara konflik dengan solusi tersebut. Contoh: Perbedaan agama
antara sesama remaja, dengan adanya pemahaman PAI di masyarakat oleh para remaja diharapkan
mereka dapat menghormati perbedaan tersebut tanpa harus ikut-ikut menyamakan dengan tradisi
agama lain di antara teman sebayanya.

12
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Lingkungan keluarga merupakan media pertama dan utama yang secara langsung berpengaruh
terhadap perilaku dan perkembangan anak didik. Keluarga adalah wadah yang pertama dan utama
dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam.

2. Sekolah adalah lanjutan dari pendidikan keluarga yang mendidik lebih fokus,teratur dan terarah.

3. Pendidikan masyarakat merupakan pendidikan anak yang ketiga setelah sekolah. Peran yang dapat
dilakukan oleh masyarakat adalah bagaimana masyarakat bisa memberikan dan menciptakan suasana
yang kondusif bagi anak, remaja dan pemuda untuk tumbuh secara baik.

B. SARAN
Penulis bersedia menerima kritik dan saran yang positif dari pembaca. Penulis akan menerima kritik
dan saran tersebut sebagai bahan pertimbangan yang memperbaiki makalah ini di kemudian hari.
Semoga makalah berikutnya dapat penulis selesaikan dengan hasil yang lebih baik lagi.

13
DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin. 2003. Teologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


http_://www.jamaahmuslimin.com/risalah/114/
http_://www.al-shia.com/html/id/books/Pendidikan%20Anak/
http_://wbumuadz.wordpress.com/2007/05/05/pendidikan-anak-dalam-islam/

14
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Identitas Pribadi:
Nama :Aura Nasyabila
Tempat/tgl lahir :Lhokseumawe/23 Juli 2002
Agama :Islam
Jenis Kelamin :Perempuan
Pendidikan Terakhir :SMA Negeri Modal Bangsa Arun
Alamat :Jalan Cilacap 1 no.40 Komplek PT. PAG Batuphat Barat. Kec. Muara Satu.
Lhokseumawe,NAD.
No.Telepon :087899834300

Latar Belakang Pendidikan:


1.SD Negeri Arun : Berijazah
2.SMP Negeri Arun : Berijazah
3.SMA Negeri Modal Bangsa Arun : Berijazah

Hormat Saya

Aura Nasyabila

15

Anda mungkin juga menyukai