Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA DI LINGKUNGAN KELUARGA, SEKOLAH,


DAN MASYARAKAT

Disusun oleh:

1. Laila Afrina : 4282111100008


2. Sumiyati : 4282111100057
3. Desi Permatasari : 4282111100010
4. Syifa Alisa : 4282111100326

KOMP.PERUM.SUDIRMAN INDAH JL.MAS LAENG NO .25 KATOMAS TIGARAKSA

KAB.TANGERANG
Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah swt, karena atas limpahan rahmatnya,
sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan dan telah rampung. Makalah ini berjudul
“PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA DI LINGKUNGAN KELUARGA, SEKOLAH,
DAN MASYARAKAT”.

Dengan tujuan penulisan sebagai sumber bacaan yang dapat digunakan untuk
memperdalam pemahaman dari materi ini. Selain itu, penulisan makalah ini tak terlepas pula
dengan tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Namun penulis cukup menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran pembaca yang bersifat membangun.

Tangerang, 27 Januari 2021

Penulis.
DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................................................i

Kata Pengantar.................................................................................................................................2

DAFTAR ISI...................................................................................................................................3

BAB I: PENDAHULUAN..............................................................................................................4

A. Latar Belakang Masalah.......................................................................................................4

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................5

C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................5

BAB II: PEMBAHASAN................................................................................................................6

A. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga.......................................................6

B. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Sekolah......................................................10

C. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Masyarakat.................................................12

BAB III: PENUTUP......................................................................................................................16

A. KESIMPULAN...................................................................................................................16

B. SARAN...............................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................17
BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah kebutuhan bagi setiap manusia, mulai dari manusia itu dilahirkan ke
dunia dan meninggalkan dunia ini. Dengan kata lain pendidikan berlangsung seumur hidup,
yaitu mulai dari kandungan sampai ke liang lahat, karena ilmu digunakan untuk selamanya,
bukan untuk sesaat. Oleh karena itu pendidikan tanggung jawab bersama antara keluarga,
sekolah dan masyarakat.

Pendidikan tidak hanya didapat di bangku sekolah saja tetapi diperoleh dilingkungan
keluarga, karena pendidikan dalam keluarga merupakan kunci utama pendidikan bagi anak.
Kunci pendidikan sekolah sebenarnya terletak pada pendidikan agama di rumah tangga.
(Ahmad Tafsir, 1991:158) Oleh karena itu, pendidikan sangatlah penting untuk kehidupan
manusia, dan disinilah keluarga berperan penting dalam menddidik, membimbing anak-anak
agar mendapatkan pendidikan yang layak.

Dan proses pendidikan itu sendiri tidak luput dari bimbingan orang-orang yang berada
disekitar kita, jadi pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah dan 2
masyarakat.

Dizaman yang seperti sekarang, dengan kemajuan berbagai macam pengetahuan,


teknologi yang serba canggih menimbulkan kurangnya pendidikan keluarga yang diterima
anak, terutama dalam perihal pendidikan agama. Dalam pendidikan kelurga ini seorang ibu
yang sangat berperan penting dalam pembentukan kepribadian anak-anaknya dalam bidang
agama islam.

Keluarga merupakan unit social yang terkecil yang memiliki peranan penting dan
menjadi dasar perkembangan psikologis anak dalam kontes social yang lebih luas.
Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik
untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertakwa, dan berakhlak mulia
dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur’an dan Al-
Hadis, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengamalan.
(Abdul Majid, 2012:11) Dengan demikian, peran keluarga dalam proses pendidikan anak itu
sangat penting, karena keluarga mempunyai dampak yang sangat besar dalam perkembangan
anak.

Pendidikan agama sangatlah penting karena dengan pendidikan agama islam anak akan
diajarai apa-apa yang telah diperintahakan oleh Allah SWT dan apa-apa yang dilarang oleh
Allah SWT, dengan pedomanya adalah AlQur’an dan Hadis Nabi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini
terinci sebagai berikut.

1. Bagimana pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga?


2. Bagaimanna pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam sekolah?
3. Bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam masyarakat?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga.


2. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam sekolah.
3. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam lingkungan masyarakat.
BAB II: PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga

Agama Islam di lingkungan keluarga berlangsung antara orang-orang dewasa yang


bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan agama, dan anak-anak sebagai sasaran
pendidikannya. Sedang ibu dalam kaitannya dengan pendidikan agama di lingkungan
keluarga, maka kedudukannya sebagai pendidik yang utama dan pertama, dalam
kedudukannya sebagai pendidik, maka seorang ibu tidak cukup hanya memanggil seorang
guru agama dari luar untuk mendidik anaknya di rumah, dan bukan dalam pengertian yang
demikianlah yang dimaksud dengan pendidikan agama di lingkungan keluarga. Akan tetapi
lebih ditekankan adanya bimbingan yang terarah dan berkelanjutan dari orang-orang dewasa
yang bertanggung jawab di lingkungan keluarga untuk membimbing anak.

Pengertian yang jelas tentang pendidikan agama yang dilakukan di lingkungan keluarga
interaksi yang teratur dan diarahkan untuk membimbing jasmani dan rohani anak dengan
ajaran Islam, yang berlangsung di lingkungan keluarga. Dalam pelaksanaannya, maka proses
pendidikan.

Pendidikan pada umumnya terbagi pada dua bagian besar, yakni pendidikan sekolah dan
pendidikan luar sekolah. Hal ini berdasar pada: “Maka proses belajar itu bagi seseorang dapat
terus berlangsung dan tidak terbatas pada dunia sekolah saja.

Dorongan atau motivasi kewajiban moral, sebagai konsekwensi kedudukan orang tua
terhadap keturunannya. Tanggung jawab moral ini meliputi nilai-nilai religius spiritual yang
dijiwai Ketuhanan Yang Maha Esa dan agama masing-masing, di samping didorong oleh
kesadaran memelihara martabat dan kehormatan keluarga.

Dalam kutipan yang pertama di atas dikemukakan bahwa lingkungan keluarga itu amat
dominan dalam memberikan pengaruh-pengaruh keagamaan terhadap anak-anak, sehingga
dapat dikatakan bahwa lingkungan keluarga dalam kaitannya dengan pendidikan agama
sangat menentukan baik keberhasilannya. Sehingga amat disayangkan kalau kesempatan
yang baik dari lingkungan pertama yaitu keluarga itu disia-siakan atau dilalui anak tanpa
pendidikan agama dari pihak ibu dan bapak serta orang-orang yang bertanggung jawab di
sekitarnya.

Dalam hubungannya dengan kelanjutan pendidikan atau kehidupan anak di masa


mendatang, maka pendidikan di lingkungan keluarga, termasuk di dalamnya pendidikan
agama, hal itu merupakan sebagai tindakan pemberian bekal-bekal kemampuan dari orang
tua terhadap anak-anaknya, dalam menghadapi masa-masa yang akan dilaluinya.

Dalam hubungannya dengan pendidikan di sekolah maka sebagai persiapan untuk


mengikuti pendidikan atau sebagai pelengkap dari pendidikan yang berlangsung di bangku
sekolah. Dan dalam hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat, maka sebagai upaya
untuk mempersiapkan diri agar anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Secara sepintas pembahasan tentang dasar pelaksanaan pendidikan agama di lingkungan


keluarga ini telah disebutkan di atas, yaitu atas dasar cinta kasih seseorang terhadap darah
dagingnya (anak), atas dasar dorongan sosial dan atas dasar dorongan moral.

Akan tetapi dorongan yang lebih mendasar lagi tentang pendidikan agama di lingkungan
keluarga ini bagi umat Islam khususnya adalah karena dorongan syara (ajaran Islam), yang
mewajibkan bagi orang tua untuk mendidik anak-anak mereka, lebih-lebih pendidikan
agama.

Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, yang dapat mendorong orang tua agar
mendidik anak-anak di lingkungan keluarga, ada lagi satu hal yang perlu diperhatikan yaitu;
mengingat kondisi anak itu sendiri, baik secara fisik maupun mental ia mutlak memberikan
bimbingan dan pengembangan ke arah yang positif. Kalau tidak maka dikhawatirkan fitrah
yang tersimpan, yang merupakan benih-benih bawaan itu akan terlantar atau akan
menyimpang.

Perlu diingat bahwa pada diri anak itu terdapat kecenderungan-kecenderungan ke arah
yang baik, akantetapi dilengkapi dengan kecenderungan ke arah yang jahat. Maka tugas
pendidik dalam hubungan ini adalah menghidup-suburkan kecenderungan ke arah yang baik.

Oleh karena itu benih-benih potensial yang mampu mendorong anak untuk
mengembangkan pribadinya dalam alternatif pemilihan lapangan hidup manusia di masa
dewasanya sesuai bakat dan kemampuan. Pendidikan Agama dimaksudkan untuk
peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia. Akhlak mulia menyangkut
etika, budi pekerti, dan moral sebagai manifestasi dari pendidikan Agama. Peningkatan
potensi spiritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan,
serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif
kemasyarakatan. Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada
optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan
harkat dan martabatnya sebagai makhluk Allah SWT.

Pendidikan Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada
manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan
berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi
pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun
social.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dasar pelaksanaan pendidikan agama di


lingkungan keluarga adalah karena didorong oleh beberapa hal yaitu:

1. Karena dorongan cinta kasih terhadap keturunan


2. Karena dorongan atau tanggung jawab social
3. Karena dorongan moral
4. Karena dorongan kewajiban agamis

Dan dorongan agama inilah yang membuat kedudukan orang tua lebih besar tanggung
jawabnya dalam pendidikan karena dorongan kewajiban ini langsung diperintahkan Allah.

Pendidikan keluarga adalah pendidikan yang diproses oleh seseorang di dalam


lingkungan rumah tangga atau keluarga. Sistem pendidikan ini merupakan unsur utama
dalam pendidikan seumur hidup, terutama karena sifatnya yang tidak memerlukan formalitas
waktu, cara, usia, fasilitas, dan sebagainya. Pada dasarnya, masing-masing orang tua adalah
orang yang paling bertanggung jawab atas pendidikan bagi anak-anaknya. Mereka tidak
hanya berkewajiban mendidik atau menyekolahkan anaknya ke sebuah lembaga pendidikan.
Akan tetapi mereka juga diamanati Allah SWT untuk menjadikan anak-anaknya bertaqwa
serta taat beribadah sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Al-Qur’an dan Hadits.

Dalam mendidik dan menumbuh kembangkan anak-anak, orang tua atau tokoh ibu dan
bapak sangat memegang peranan yang sangat penting, baik-buruknya kelakuan anak, orang
tualah yang memegang peranan. Pendidikan rumah tangga ini disebut juga dengan
pendidikan informal.

Peranan ibu dan bapak antara lain:

1. Ibu bapak sebagai pengatur kebersihan anak


2. Ibu bapak sebagai teladan bagi anak
3. Ibu bapak sebagai pendorong dalam tindakan anak
4. Ibu bapak sebagai teman bermain
5. Ibu bapak sebagai pengayom jika anak merasa takut
6. Ibu sebagai penjaga utama kesehatan anak dan sebagai teman bermainan kepribadian

Dalam hubungan ini orang tua perlu menyadari betapa pentingnya pendidikan agama
bagi anggota keluarga. Khususnya anak, karena akan sangat berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan dan perkembangan budi pekerti dan anak. Oleh sebab itu orang tua
berkewajiban untuk memberikan bimbingan dan contoh konkrit berupa suri tauladan kepada
anak agar mereka dapat hidup selamat dan sejahtera.

Sasaran Pendidikan Agama ditujukan kepada semua manusia sesuai dengan misi nabi
Muhammad SAW yaitu untuk seluruh alam. Ditujukan mulai kepada anak usiadini, remaja,
dewasa dan lanjutusia dalam istilah pendidikan disebut Long Live Education (pendidikan
seumur hidup).

Pendidikan anak usiadini (0-6 tahun) dimulai dari anak dilahirkan sampai berumur 6
tahun dengan tahapan sebagai berikut:

1. Masa bayi (0-2 tahun), di telinga sebelah kanan bagi anak laki-laki dan diqamatkan di
telinga sebelah kiri bagi perempuan.
2. Aqiqah, pada hari ke tujuh kelahiran seorang bayi disunnahkan bagi orang tua atau
walinya untuk melakukan aqiqah yakni menyembelih satu ekor kambing bagi anak
perempuan dan dua ekor kambing bagi anak laki-laki.
3. Khitanan, peranan ibu sangat dominan dalam menanamkan pendidikan agama kepada
anak di usia ini. Setiap hari seorang ibu perlu memperhatikan perkembangan yang terjadi
pada anaknya baik secara biologis maupun psikisnya. Perkembangan anak sesuai dengan
tahap-tahap umur tertentu yang perlu diketahui orang tua agar bisa memperlakukan anak
dengan benar. Anak berumur 6 tahun tidak disebut bayi lagi, tetapi sudah disebut anak-
anak masanya pun disebut masa kanak-kanak.

B. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Sekolah

Pendidikan agama adalah unsur terpenting dalam pendidikan moral dan pembinaan
mental. Pendidikan moral yang paling baik sebenarnya terdapat dalam agama karena nilai-
nilai moral yang dapat dipatuhi dengan kesadaran sendiri dan penghayatan tinggi tanpa ada
unsur paksaan dari luar, datangnya dari keyakinan beragama.

Pendidikan agama di sekolah mendapat beban dan tanggung jawab moral yang tidak
sedikit apalagi jika dikaitkan dengan upaya pembinaan mental remaja. Usia remaja ditandai
dengan gejolak kejiwaan yang berimbas pada perkembangan mental dan pemikiran, emosi,
kesadaran sosial, pertumbuhan moral, sikap dan kecenderungan serta pada akhirnya turut
mewarnai sikap keberagamaan yang dianut (pola ibadah).

Pada sekolah-sekolah yang menyiapkan peserta didiknya menjadi ahli agama atau
pemimpin agama seperti di madrasah atau seminari, seluruh kegiatan pembelajaran
umumnya benar-benar diarahkan untuk mendukung tujuan pendidikan yang ada.

Terdapat tiga karakter sekolah yang terkait dengan pendidikan agama di sekolah. Pertama
sekolah negeri, kedua sekolah swasta umum non yayasan agama dan sekolah swasta yayasan
agama dan sekolah calon ahli atau pimpinan agama seperti madrasah dan seminari. Varian
karakter ini awalnya terbentuk karena perbedaan sumber pembiayaan, pengawasan dan
otonomi sekolah, serta misi dan intervensi pada kurikulum. Dalam perkembangannya
dinamika sekolah juga turut mempengaruhi karakter sekolah. Tiga karakter ini pada akhirnya
juga terkait dengan persoalan multikulturalisme dalam masyarakat.
Pada sekolah negeri dan sekolah swasta umum non yayasan keagamaan, pada jam
pelajaran agama siswa dipisah menurut agama yang berbeda-beda. Selama puluhan tahun
praktek pendidikan agama di sekolah seperti ini belum ada yang memberikan perhatian
secara serius bahwa pemisahan siswa pada jam pelajaran agama adalah sebuah pembiasaan
dan penanaman kesadaran bahwa agama adalah sesuatu yang memisahkan (kebersamaan)
manusia.

Di kalangan peserta didik di sekolah Negeri pelajaran agama berlangsung lebih teratur
dan siswa beragam agama hampir selalu mendapatkan guru pelajaran agama sesuai dengan
keyakinan para siswa karena secara umum pemerintah mengusahakan guru agama bagi
semua peserta didik. Sebagai milik pemerintah, semua aktifitas pembelajaran di sekolah
negeri mengikuti secara penuh apa yang menjadi kebijakan pemerintah di bidang pendidikan.

Pada sekolah-sekolah yang menyiapkan peserta didiknya menjadi ahli agama atau
pemimpin agama seperti di madrasah atau seminari, seluruh kegiatan pembelajaran
umumnya benar-benar diarahkan untuk mendukung tujuan pendidikan yang ada. Sayangnya
keseriusan pada satu bidang ini menyebabkan kecenderungan kurang terbuka bagi pergaulan
yang lebih luas, yang dengan demikian membatasi pengalam dengan keragaman juga.
Minimnya pengalaman akan keragaman perlu dikaji apakah ada kaitannya dengan
sensitivitas pada yang berbeda. Sensitivitas pada yang berbeda hanya akan berkembang
ketika ada pengalaman dengan yang berbeda dan menggerti adanya perspektif yang berbeda
juga.

Di sekolah umum yayasan keagamaan di mana biaya operasional secara umum


ditanggung oleh yayasan dan wali murid, terdapat kebijakan sekolah yang menunjukkan
keunikan yayasan. Keunikan ini tampak dalam penerimaan guru, hingga tambahan pelajaran
maupun kegiatan ekstrakurikuler yang mewadahi pemenuhan misi yayasan keagamaan
melalui pendidikan.

Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah lebih banyak pada soal jaminan kualitas
pendidikan, tetapi umumnya tidak menyentuh pada soal keunikan sekolah yayasan
keagamaan. Baru menjelang penetapan Undang-Undang no.20 tentang Sistem Pendidikan
Nasional tahun 2003, banyak sekolah di bawah yayasan keagamaan yang merasa otonominya
diganggu terutama berkaitan dengan pasal 13 yang mewajibkan semua sekolah memberikan
pelajaran agama yang sesuai dengan agama yang dianut oleh siswa. Hingga tahun 2009 ini
banyak sekolah yayasan keagamaan yang tidak bisa memenuhi tuntutan pasal 13 UU no,20
tahun 2003 itu karena alasan teknis pembiayaan guru dan alasan lain adalah menolak
pelanggaran otonomi yayasan yang merasa tidak memaksa siswa untuk masuk ke sekolah
yang mempunyai keunikan tertentu.

Menurut teori pendidikan Islam, teori pendidikan anak dimulai jauh sebelum anak
diciptakan. Dalam hubungan ini orang tua perlu menyadari betapa pentingnya pendidikan
agama islam setiap anggota keluargakhususnya bagi anak-anak. Pendidikan agama yang
ditanamkan sedini mungkin kepada anak-anak akan sangat berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan dan perkembangan budi pekerti dan kepribadian mereka.

Oleh sebab itu orang tua berkewajiban untuk memberikan bimbingan dan contoh konkrit
berupa suri tauladan kepada anak-anak bagaimana seseorang harus melaksanakan ajaran
agama dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, agar mereka dapat hidup selamat dan
sejahtera. Jadi, keluarga mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Keluarga Sebagai Wadah Utama Pendidikan


2. Pembentukan Keluarga
Keluarga ialah masyarakat terkecil sekurang kurangnya terdiri dari pasangan suami isri
sebagai sumber intinya berikut anak-anak yang lahir dari mereka. Agar tujuan terlaksana
maka perlu meningkatkan tentang bagaimana membina kehidupan keluarga sesuai
dengan tuntutan agama dan ketentuan hidup bermasyarakat.
3. Pembinaan Keluarga
Maksudnya adalah segala upaya pengelolaan atau penanganan berupa merintis,
meletakkan dasar, melatih, membiasakan, memelihara, mencegah, mengawasi,
menyantuni, mengarahkan serta mengembangkan kemampuan suami istri untuk
mencapai tujuanmewujudkan keluarga bahagia sejahtera dengan mengadakan dan
menggunakan segala dana dan daya yang dimiliki.

Sekolah umum di bawah yayasan non keagamaan dan keagamaan mempunyai peluang
yang lebih besar untuk membuat eksperimentasi pendidikan agama yang salah satunya bisa
menjadi tanggapan atas masyarakat yang multikultural.
C. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Masyarakat

Dalam kacamata multkulturalisme, kewajiban bagi setiap siswa untuk mengikuti salah
satu dari lima macam pendidikan agama, bagi para penganut agama dan kepecayaan di luar
agama resmi adalah memutus generasi penerus penganut agama dan kepercayaan tersebut.
Dampak dari pendidikan agama yang dibatasi berdasarkan agama yang dianggap resmi oleh
pemerintah ini terasa setelah beberapa generasi. Namun hingga saat ini belum ada pihak
penganut agama yang termarjinalkan secara sistematis mempersoalkan pelajaran agama yang
pada masa pemerintahan Soeharto menjadi salah satu syarat kenaikan kelas.

Namun ketika pelajaran agama tidak lagi menentukan kelulusan dan tidak menjadi mata
pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional pun tidak ada tanggapan yang kontra.

Saat ini ketika generasi yang mengalami pendidikan agama yang memisahkan siswa
karena berbeda agama telah menjadi dewasa, sekat antaranggita masyarakat pun makin
terasa. Para orang tua yang tidak puas dengan pendidikan agama di sekolah yang dua jam
mengirim anak-anaknya ke sekolah terpadu yang jam pelajaran agamanya jauh lebih banyak.
Anak-anak makin berkurang pengalaman bermainnya dan berkurang juga kesempatan
bertemu dan mengalami kebersamaan dengan orang-orang yang berbeda.

Sementara di sisi lain Pak Sartana guru agama yang membawakan pelajaran komunikasi
iman mendapat sambutan dari para orang tua siswa karena telah menemani anak-anak
mereka lebih masuk pada lika-liku kehidupan yang mendewasan bagi anak-anaknya. Meski
model pembelajaran pada komunikasi Iman membingungkan bagi pengawas pendidikan,
pemerintah tidak bisa menghentikan ekperimentasi yang dilakukan oleh Pak Sartana,
terutama karena dukungan masyarakat.

Pendidikan agama yang dibutuhkan dalam masyarakat multikultur adalah pendidikan


agama yang senantiasa menghadirkan kehidupan yang penuh keragaman, baik latar belakang
manusia maupun keragaman sudut pandang. Untuk itu pelajaran agama sebaiknya berbasis
pengalaman akan memecah kebekuan ajaran agama yang tertutup dan tidak melihat realitas
secara hitam putih. Di sekolah yang melakukan pemisahan siswa beda agama pada jam
pelajaran agama perlu ada antisipasi agar pemisahan tidak berpengaruh buruk pada rasa aman
dan nyaman dengan penganut agama yang berbeda. Hilangnya rasa aman dan nyaman akan
merusak saling percaya antar anggota masyarakat yang mana saling percaya ini merupakan
modal sosial yang dibutuhkan dalam kehidupan bersama yang adil dan beradab.

Pendidikan agama berbasis pengalaman meniscayakan perubahan paradigma dalam


melihat relasi guru-peserta didik maupun dalam melihat sumber belajar serta proses
pembelajaran. Pengalaman hanya mungkin menjadi sumber belajar ketika guru dan murid
merasa setara, masing-masing merasa mempunyai kelebihan dan kekuarangan untuk
mengkaji bersama dengan berbagai sudut pandang. Dalam menilai keberhasilan atau
kegagalan belajar, pendidikan agama membutuhkan model evaluasi yang tidak menggunakan
angka, tetapi harus didasarkan pada praktek hidup yang partisipatif dan bertanggungjawab
pada diri sendiri dan lingkungan. Penilaian bukan dengan angka tetapi narasi yang menunjuk
pada kualitas.

Pelajaran agama untuk siswa dari beragam agama bisa dilakukan dengan saling berbagi
pengalaman penghayatan keimanan, berbagi informasi dan pengetahuan siswa tentang
agamanya. Cara belajar seperti ini mendorong siswa untuk lebih aktif dan bertanggung jawab
dalam mendalami agamanya dan pada saat bersamaan membiasakan sikap hormat dan
simpati bagi penganut agma yang berbeda.

Masyarakat merupakan kumpulan dari orang banyak yang berbeda-beda yang menyatu
dan mematuhi peraturan yang ditetapkan, mempunyai hubungan kekerabatan yang baik, baik
antar suku maupun antar bangsa. Untuk memberikan pendidikan agama pada masyarakat,
bisa dengan cara mendirikan majlis taklim atau pengajian-pengajian di desa masing-masing.
Pengajian ini dilaksanakan dari satu tempat ke tempat lain dengan mendatangkan narasumber
yang diminta untuk memberikan suatu materi pendidikan sesuai dengan kebutuhan mereka.

Dalam pendidikan agama Islam ada 3 istilah umum yang digunakan, yaitu al-Tarbiyat, al-
Ta’lim dan al-Ta’dib. Tarbiyat mengandung arti memelihara, membesarkan dan mendidik
yang kedalamnya sudah termasuk makna mengajar atau allama. Berangkat dari pengertian ini
maka tarbiyat didefinisikan sebagai proses bimbingan terhadap potensi manusia (jasmani,
ruh, dan akal) secara maksimal agar dapat menjadi bekal dalam menghadapi kehidupan dan
masa depan.
Selanjutnya, Syed Naguib al-Attas merujuk makna pendidikan darikonsep ta’dib, yang
mengacu kepada kata adab dan variatifnya. Dari pemikiran tersebut ia merumuskan definisi
pendidik adalah membentuk manusia dalam menempatkan posisinya yang sesuai dengan
susunan masyarakat, bertingkah lakusecara proposional dan cocok dengan ilmu serta
teknologi yang dikuasainya. Menurut Naguib al-Attas selanjutnya, bahwa pendidikan
islamlebih tepat berorientasi pada ta’dib. Sedangkan tarbiyat dalam pandangannya mencakup
obyek yang lebih luas , bukan saja terbatas pada pendidikan manusia tetepi juga meliputi
dunia hewan. Sedangkan ta’dib hanyamencakuppengertian pendidikan untuk manusia.

Alasan penyebab manusia (remaja) sebagai makhluk sosial memerlukan pendidikan


yaitu:

1. Dalam tatanan kehidupan masyarakat, ada upaya pewarisan nilai kebudayaan antara
generasi tua ke generasi muda, dengan tujuan agar nilai hidup masyarakat tetap berlanjut
dan terpelihara. Dalam hal ini PAI di masyarakat di harapkan dapat memberikan
substansi dalam pembentukan akhlak remaja.
2. PAI di masyarakat merupakan agen sosial yang penting setelah sekolah dalam
penanaman nilai, norma serta harapan-harapan dari masyarakat terhadap pembentukan
dan penerapan akhlak remaja.
3. PAI di masyarakat merupakan tempat konflik dan solusi dalam keragaman terutama dari
aspek keagamaan. Dengan adanya sinergi antara pemahaman konsep PAI dari
masyarakat dengan media PAI di masyarakat dapat mengimbangi antara konflik dengan
solusi tersebut. Contoh: Perbedaan agama antara sesama remaja, dengan adanya
pemahaman PAI di masyarakat oleh para remaja diharapkan mereka dapat menghormati
perbedaan tersebut tanpa harus ikut-ikut menyamakan dengan tradisi agama lain di antara
teman sebayanya.
BAB III: PENUTUP

A. KESIMPULAN

Lingkungan keluarga merupakan media pertama dan utama yang secara langsung
berpengaruh terhadap perilaku dan perkembangan anak didik. Keluarga adalah wadah yang
pertama dan utama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam.

Sekolah adalah lanjutan dari pendidikan keluarga yang mendidik lebih fokus,teratur dan
terarah.

Pendidikan masyarakat merupakan pendidikan anak yang ketiga setelah sekolah. Peran
yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah bagaimana masyarakat bisa memberikan dan
menciptakan suasana yang kondusif bagi anak, remaja dan pemuda untuk tumbuh secara
baik.

B. SARAN

Penulis bersedia menerima kritik dan saran yang positif dari pembaca. Penulis akan
menerima kritik dan saran tersebut sebagai bahan pertimbangan yang memperbaiki makalah
ini di kemudian hari. Semoga makalah berikutnya dapat penulis selesaikan dengan hasil yang
lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Jalaludin. ( 2003) TeologiPendidikan. Jakarta : Rajagrafindo Persada. cet, ke 3.

https://www.merdeka.com/trending/19-cara-mendidik-anak-menurut-islam-sesuai-ajaran-nabi-dan-al-

quran-kln.html

http://www.al-shia.com/html/id/books/Pendidikan%20Anak/

http://wbumuadz.wordpress.com/2007/05/05/pendidikan-anak-dalam-islam/

Anda mungkin juga menyukai