Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PERKEMBANGAN KEBERAGAMAAN PESERTA DIDIK


Disusun guna memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata kuliah Perkembangan Peserta
Didik
Dosen pengampu: Prof. Dr. H. Muhibbin Syah M.Ed
Dr. Asep Nursobah S.Ag

Anggota:
Laela Azhari 1202020081
Linda Ismayanti 1202020087
Mazdulina Auliya 1202020091

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur mari kita panjatkan kepada kehadirat Allah SWT. Shalawat serta salam
tak lupa kita curah kan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas
kelompok untuk mata kuliah Perkembangan Peserta Didik dengan judul Perkembangan
Keberagamaan Peserta Didik.
Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu menyusun
dan menyelesaikan makalah ini. Mungkin masih banyak kesalahan dan kekurangan, oleh
karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran guna untuk memperbaiki kesalahan
makalah yang akan datang.
Dengan segala kerendahan hati, Mudah-mudahan makalah ini bisa memperluas dan
bermanfaat bagi semua pembaca. Khususnya bagi mahasiswa para Universitas Islam Negeri
Sunan Gunung Djati Bandung. Mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada kata yang kurang
berkenan di hati.

Bandung, 07 November 2021


Penyusun
DAFTAR ISI

BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................5
1.3 Tujuan Makalah..................................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................................6
ISI.........................................................................................................................................................6
2.1 Definisi Sikap Keberagamaaan.................................................................................................6
2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Keberagamaan...............................................................6
2.3 Perkembangan Sikap Keberagamaan......................................................................................9
2.4 Upaya Mengembangkan Sikap Keberagamaan....................................................................10
BAB III...............................................................................................................................................13
PENUTUP..........................................................................................................................................13
1.1 Kesimpulan.........................................................................................................................13
1.2 Saran...................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sikap keberagamaan memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan perilaku
keberagamaan. Sikap keberagamaan yang baik akan memunculkan perilaku keberagaan yang
baik. Begitu juga sebaliknya, sikap keberagamaan yang kurang baik akan memunculkan
perilaku keberagamaan yang kurang baik pula. Oleh karena itu untuk membentuk perilaku
keberagamaan individu harus dimulai dari pembentukan sikap kegeragamaan.
Sikap keberagamaan bukan merupakan bawaan, melainkan bentukan setelah individu
lahir. Pembentukan sikap keberagamaan harus dimulai sejak dini. Sebab, pada masa awal
merupakan masa yang sangat penting. Menurut Sigmund Freud, masa-masa awal
menrupakan masa pembentukan dasar-dasar sikap, kebiasaan, keperibadian dan tingkah laku.
Apabila pada dasar-dasar sikap, kebiasaan, kepribadian dan tingkah laku sudah terbentuk
pada masa-masa awal dengan baik, maka akan mempermudah perkembangan untuk masa-
masa selanjutnya.
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan lemah baik secara fisik maupun psikis, namun
memiliki potensi-potensi yang sebagiannya bersifat terbuka dan mudah diamati dan Sebagian
lainnya bersifat talent (tersembunyi). Potensi yang bersifat terbuka misalnya indera
pendegaran dan penglihatan, sedangkan yang tersembunyi misalnya akal dan perasaan.
Banyak ahli yang percaya bahwa dalam potensi tersembunyi manusia itu terdapat
kecenderungan untuk meyakini sesuatu yang serba unggul di luar diri dan lingkungannya,
Kecenderungan ini dalam pandangan Islam disebut fithrah, yaitu kecenderungan menjadi
Muslim yang mengakui ketuhanan Allah. Namun, apabila orangtua dan lingkungannya tidak
mendidik anak (baik langsung maupun tidak) untuk menjadi seorang Muslim, maka boleh
jadi anak tersebut menjadi pemeluk agama lain atau mempertuhankan benda-benda tertentu.
Ada sejumlah sikap dan perilaku instinctive (naluri alami dan tidak disadari) yang sering
ditunjukkan manusia, misalnya menangis ketika ditinggal mati oleh orang yang dicintai atau
melompat ke pinggir jalan ketika diserempet kendaraan. Pada saat menemukan masalah yang
terlampau sulit diatasi oleh siapa pun, manusia normal pada umumnya termasuk yang atheist
(tak mengakui Tuhan) sekali pun, akan mengharapkan keajaiban yang muncul di luar nalar
dan dugaan. Fenomena-fenomena tadi bersifat psikologis dan menjadi sebagian dari tanda-
tanda atau cikal bakal perasaan atau jiwa keagamaan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Jelaskan pengertian sikap keberagamaan!
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keberagamaan?
3. Bagaimana perkembangan sikap keberagamaan?
4. Bagiamana upaya mengembangkan sikap keberagamaan?
1.3 Tujuan Makalah
1. Menjelaskan pengertian sikap keberagamaan
2. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keberagamaan
3. Menjelaskan perkembangan sikap keberagamaan
4. Menjelaskan upaya mengembangkan sikap keberagamaan
BAB II

ISI
2.1 Definisi Sikap Keberagamaaan

2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Keberagamaan


Sebagaimana diketahui perilaku atau aktivitas yang ada pada individu atau organisme itu
tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh
organisme yang bersangkutan, baik stimulus eksternal maupun stimulus internal.Karena
perilaku keagamaan merupakan bagian dari keagamaan seseorang. Menurut Graham dalam
buku Sarwono, ada beberapa faktor yang mendukung perilaku keberagamaan seseorang
antara lain: faktor lingkungan/tempat tinggal, faktor pribadi, jenis kelamin, sosial ekonomi,
tingkat pendidikan, dan agama orang tua. Karena pendidikan terbagi ke dalam pendidikan
formal dan informal, maka faktor yang mempengaruhi perilaku keberagamaan dalam
lingkungan pendidikan terbagi menjadi pendidikan keluarga dan kelembagaan (sekolah dan
masyarakat).
1. Pendidikan Keluarga
Keluarga adalah lembaga sosial resmi yang terbentuk setelah adanya perkawinan.
Menurut pakar pendidikan, keluarga merupakan lapangan pendidikan yang pertama
dan pendidikannya adalah kedua orang tua. Pendidikan keluarga merupakan dasar
bagi pembentukan jiwa keagamaan.
Menurut W.H. Clark, perkembangan agama berjalan dengan unsur-unsur kejiwaan
sehingga sulit untuk diidentifikasi secara jelas, karena masalah yang menyangkut
kejiwaan manusia demikian rumit dan kompleks. Maskipun demikian, melalui fungsi-
fungsi jiwa yang masih sangat sederhana tersebut, agama terjalin dan terlibat di
dalamnya. Melalui jalinan unsur-unsur dan tenaga kejiwaan ini pulalah agama itu
berkembang. Dalam kaitan ini terlihat peran pendidikan keluarga dalam menanamkan
jiwa keagamaan pada anak. Oleh karena itu, tak mengherankan jika Rasulullah SAW
menekankan tanggung jawab itu pada orang tua. Bahkan menurut Rasulullah SAW
peran orang tua mampu membentuk arah keyakinan anak-anak mereka. Pendidikan
dalam keluarga dilaksanakan atas dasar cinta kasih sayang yang kodrati, rasa sayang
murni, yaitu rasa cinta dan kasih sayang orang tua terhadap anaknya. Rasa kasih
sayang inilah yang menjadi sumber kekuatan yang mendorong orang tua untuk tidak
jemu-jemu membimbing dan memberikan pertolongan yang dibutuhkan anak-
anaknya. Demikian besar dan sangat mendasar pengaruh keluarga terhadap
perkembangan pribadi anak terutama dasar-dasar kelakuan seperti perilaku, reaksi,
dan dasar-dasar kehidupan lainnya seperti kebiasaan makan, berbicara, perilaku
terhadap dirinya dan terhadap orang lain termasuk sifat-sifat kepribadian lainnya yang
semuanya itu terbentukpada diri anak melalui interaksinya dengan pola-pola
kehidupan yang terjadi di dalam keluarga. Oleh karena itu, kehidupan dalam keluarga
sebaiknya menghindari hal-hal yang memberkan pengalamanpengalaman atau
meninggalkan kebiasaan yang tidak baik yang akan merugikan perkembangan hidup
anak kelak di masa dewasa
2. Pendidikan Kelembagaan (sekolah)
Di masyarakat yang telah memiliki peradaban modern, untuk menyelaraskan diri
degan perkembangan kehidupan masyarakatnya, seseoran memerlukan pendidikan.
Sejalan dengan itu, lembaga khusus yang menyelenggarakan tugas-tugas
kependidikan secara kelembagaan, sekolah-sekolah pad hakikatnya merupakan
lembaga pendidikan yang berarti fisialis (sengaja dibuat). Selain itu, sejalan dengan
fungsi dan perannya, sekolah sebagai kelembagaan pendidikan adalah pelanjut dari
pendidikan keluarga. Hal ini dikarenakan keterbatasan para orang tua untuk mendidik
anak-anak mereka. Oleh karena itu, pendidikan anak-anak mereka diserahkan ke
sekolah-sekolah. Sejalan dengan kepentingan dan masa depan anakanak, terkadang
para orang tua sangat selektif dalam menentukan tempat untuk menyekolahkan anak-
anak mereka. Pendidikan agama di lembaga pendidikan bagaimanapun akan memberi
pengaruh bagi pembentukan jiwa keagamaan pada anak. Meskipun demikian, besar
kecilnya pengaruh tersebut sangat tergantung pada berbagai factor yang dapat
memotivasi anak untuk memahami nilai-nilai agama. Sebab pendidikan agama
merupakan pendidikan nilai. Oleh karena itu, pendidikan agama lebih menitik
beratkan pada bagaimana membentuk kebiasaan yang selaras dengan tuntutan agama.
Fungsi sekolah dalam kaitannya dengan pembentukan jiwa keagamaan pada anak,
antara lain sebagai pelanjut pendidikan agama di lingkungan keluarga atau
membentuk jiwa keagamaan pada diri anak yang tidak menerima pendidikan agama
dalam keluarga. Dalam konteks ini guru agama harus mampu mengubah perilaku
anak didiknya agar menerima pendidikan agama yang diberikannya.
3. Pendidikan Masyarakat
Masyarakat merupakan lapangan pendidikan yang ketiga. Para pendidik umumnya
sependapat bahwa lapangan pendidikan yang ikut mempengaruhi perkembangan anak
didik adalah keluarga, kelembagaan pendidikan dan lingkungan masyarakat.
Keserasian antara ketiga lapangan pendidikan ini akan member dampak yang positif
bagi perkembangan jiwa keagamaan mereka. Masyarakat yang dimaksud sebagai
faktor lingkungan di sini bukan hanya dari segi kumpulan orang-orangnya tetapi dari
segi karya manusia, budaya, sistem-sistem serta pemimpin-pemimpin masyarakat baik
yang formal maupun pemimpin informal. Termasuk di dalamnya juga kumpulan
organisasi pemuda dan sebagainya. Dengan demikian, apabila seorang anak didik
senang mendapatkan didikan, perhatian dan pengawasan dari orang tuanya di rumah
dan tidak sedang mendapatkan bimbingan dan pengawasan oleh guru-gurunya di
sekolah, berarti anak tersebut di pastikan sedang berada dalam didikan lingkungan
ketiganya, yaitu masyarakat. Dengan kata lain, bimbingan dan pengawasan terhadap
perilaku/tingkah laku dan perbuatan anak tersebut dilakukan oleh petugas-petugas
hukum atau pimpinan-pimpinan masyarakat. Oleh karena itu, dalam kondisi tersebut
anak itu menjadi tanggung jawab lingkungan masyarakat (petugas-petugas hukum,
pimpinan-pimpinan formal dan informal serta organisasi-organisasi pemuda) berperan
untuk membimbing dan mendidik mereka.
4. Faktor Internal (faktor yang berasal dari dalam diri seseorang)
Faktor intern atau bisa disebut juga faktor bawaan adalah segala sesuatu yang di bawa
sejak lahir.Biasanya merupakan pengaruh keturunan dari salah satu sifat yang dimiliki
orang tuanya, atau kombinasi antara keduanya. Faktor intern yang mempengaruhi
perkembangan seseorang diantaranya sebagai berikut:
 Pengalaman Pribadi
Semua pengalaman pribadi yang dilalui seseorang sejak lahir adalah
pengalaman pribadinya. Pengalaman pribadi termasuk pengalaman beragama,
maka dalam pembentukan sikap dan perilaku keagamaan hendaknya
ditanamkan sedini mungkin dalam pribadi seseorang yakni sejak dini dari
dalam kandungan.
 Pengaruh Emosi
Emosi adalah suatu keadaan yang mempengaruhi dan menyertai kesesuaian di
dalam diri secara umum, keadaan yang merupakan penggerak mental dan fisik
bagi individu dan dapat dilihat melalui tingkah laku luar.Emosi merupakan
warna efektif yang menyertai sikap keadaan atau perilaku individu.Yang
dimaksud dengan warna efektif tentang perasaan yang dialami seseorang pada
saat menghadapi suatu situasi tertentu.Contoh, gembira, bahagia, putus asa,
terkejut, benci, dan sebagainya.

Emosi mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam pembentukan perilaku


seseorang. Zakiah Daradjat menyatakan bahwa “sesungguhnya emosi
memegang peranan penting dalam pembentukan sikap dan tindak agama.
Tidak ada satu sikap atau tindak agama yang dapat dipahami, tanpa
mengindahkan emosinya”.
2.3 Perkembangan Sikap Keberagamaan
Perkembangan sikap keberagamaan setiap individu berbeda-beda. Perbedaan ini
terjadi karena adanya perbedaan usia dan berbagai faktor yang mempengaruhinya, baik
faktor dari dalam diri individu maupun faktor dari luar diri individu. Menurut penelitian
Ernest Harms dalam bukunya The Development of Religious on Childen sebagaimana yang
dikutip oleh Ramayulis, perkembangan sikap keberagamaan anak dapat dibagi menjadi tiga
tingkatan, yaitu:
1) The fairy tale stage (tingkat dongeng)
Perkembangan sikap keberagamaan pada tingkat dongeng dimulai pada usia 3-6
tahun. Perkembangan sikap keberagamaan pada fase ini sangat dipengaruhi oleh daya
fantasi dan emosi. Di sisi lain, pada fase ini daya intelektual individu belum
berkembangn secara optimal. Oleh karena itu kehidupan pada masa anak-anak ini
sangat dipengaruhi oleh daya fantasi dan emosinya, bahkan perkembangan sikap
keberagamaan pun banyak menggunakan konsep fantasi yang diliputi oleh dongeng-
dongeng yang kadang-kadang kurang masuk akal.
2) The realistic stage (tingkat kenyataan)
Perkembangan sikap keberagamaan pada tingkat kenyataan dimulai dari usia 6-13
tahun, atau dimulai usia masuk Sekolah Dasar sampai usia adolescence.
Perkembangan sikap keberagamaan pada usia ini sudah mengarah pada konsep-
konsep yang realistis. Sikap keberagamaan yang cenderung bersifat realistis ini
diperoleh individu dari lembaga keagamaan dan pembelajaran dari orang dewasa.
Perkembangan sikap keberagamaan tingkat kenyataan ini pada awalnya didasarkan
atas dorongan emosional dan berlanjut sehingga melahirkan melahirkan konsep-
konsep formalis dan realistis.Pada usia ini anak-anak sangat senang dan tertarik untuk
mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh orang dewasa di lembaga
keagamaan. Dari sinilah anak-anak mendapatkan pengalaman keberagamaan yang
dipelajari dari orang dewasa.
3) The individual stage (tingkat individu)
Perkembangan sikap keberagamaan pada tingkat individu ini ditandai dengan adanya
kepekaan emosi. Kepekaan emosi ini selanjutnya akan melahirkan konsep keagamaan
yang bersifat individualistis.
Sikap keberagamaaan pada tingkat ini dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan,
yaitu:
i. Sikap keberagaan konvensional dan konservatif. Pembentukan sikap
keberagamaan konvensional dan konservatif dipengaruhi oleh sebagian
kecil fantasi dan pengaruh dari luar dirinya.
ii. Sikap keberagamaan murni yang dinyatakan melalui tanggapan dan
pendapat yang bersifat personal.
iii. Sikap keberagamaan humanistik. Pada tingkat ini agama sudah
dijadikan sebagai etos humanistik dalam kehidupannya.
Menurut Piaget, pada usia remaja dan dewasa individu berada pada fase perkembangan
operasional formal. Pada fase ini individu sudah dapat berpikir abstrak, logis dan idealis.
Pada usia remaja dan dewasa individu sudah mampu memahami ajaran-ajaran agama yang
bersifat abstrak, mengkaji secara logis dan sistematis, serta mengamalkan nilai-nilai agama
yang logis dan realistis.
2.4 Upaya Mengembangkan Sikap Keberagamaan
Langkah awal pengembangan dan pengarahan potensi keberagamaan dapat dilakukan
dengan menanamkan nilai-nilai agama pada anak usia dini. Langkah ini sebagai tahap awal
untuk menumbuhkan sifat, sikap dan perilaku keagamaan individu dan menjadi dasar untuk
perkembangan pada masa berikutnya. Pada usia anak-anak karakter dasar sudah dapat
dibentuk dan disesuaikan fungsi otak, emosional maupun religiusitasnya. Fase usia dini
merupakan masa terbaik untuk menanamkan rasa dan sikap keberagamaan pada anak. Pada
masa ini perkembangan sikap dan kesadaran keberagamaan masih pada tingkatan unrefictif
(kurang mendalam) yang lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi atau emosi dan imitatif
(meniru) dari apa yang dilihat dan didengarnya. Secara spesifik karakteristik sikap
keberagamaan pada anak usia dini adalah sebagai berikut :
1) Bersifat reseptif dan mulai banyak bertanya. Artinya anak akan menerima segala yang
diberikan oleh orang tua atau pendidikannya termasuk nilai-nilai agama. Rasa ingin
tahu yang dimiliki oleh anak sudah mulai tumbuh. Akibatnya anak akan selalu
bertanya terhadap apa yang dilihat, didengar dan ucapan orang-orang di sekitarnya.
Penjelasan yang benar dan mudah diterima oleh anak sangat mempengaruhi
pemahaman dan kesadaran agama di kemudian hari.
2) Pandangan ketuhanannya bersifat anthropomorphis (dipersonifikasikan) dan
ideosyncritic (menurut khayalan). Artinya dalam memahami konsep Tuhan atau
dalam menggambarkan Tuhan selalu diidentikkan dengan makhluk yang dilihatnya.
Khayalan yang ada dalam pikiran anak lebih bersifat emosional. Pada masa ini anak
belum bisa menerima konsep-konsep yang bersifat abstrak atau tidak terlihat.
3) Penghayatan secara ruhaniah masih superficial (belum mendalam atau ikut-ikutan),
artinya dalam menjalankan perintah keagamaan sekedar partisipatif, meniru dan ikut-
ikutan tanpa disadari penghayatan ruhaniahnya atau batiniahnya. Sering kali kita lihat
anak-anak mengaji dan shalat berjamaah di masjid dengan main-main, berlari-lari
atau bercanda dengan temannya. Hal ini disebabkan pada masa ini belum berkembang
perasaan keberagamaan seperti rasa rendah hati, syukur, khusyu’, atau takut terhadap
azab Allah.
Maka metode yang bisa diterapkan dalam menanamkan, menumbuhkan dan mengembangkan
sikap keberagamaan pada anak usia dini adalah pengondisian lingkungan yang mendukung
terwujudnya internalisasi nillai-nilai dan sikap keberagamaan pada diri anak, diantaranya
melalui:
1) Keteladanan orang tua dan orang di sekitarnya. Sikap keberagamaan pada anak pada
dasarnya adalah bersifat imitatif atau meniru, maka keteladanan dari orang tua dan
orang-orang yang ada di sekitarnya memberikan kontribusi yang besar dalam
menamkan, menumbuhkan dna mengembangkan sikap keberagamaan pada anak.
Anak-anak cenderung akan meniru apa yang dilihat, didengar dan dialaminya. Sikap
keberagamaan yang buruk, tidak shalat misalnya, sesungguhnya berkembang pada
diri anak disebabkan karena anak sering melihat orang-orang di sekelilingnya tidka
salat dan sebagainya.
2) Sugesti dan koreksi. Anak cenderung mengulang apa yang diucapkan dan apa yang
dilakukan jika mendapatkan sugesti. Anak diberikan sugesti jika mengucakan atau
melakukan suatu kebaikan, dan apabila melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan
ajaran agama harus dilakukan perbaikan sesuai dengan ketentuan agama yang
sebenarnya. Hal ini harus dilaukan secara kontiniu dan tanpa henti.
3) Dorongan sosial. Agama pada dasarnya dilaksanakan bukan hanya untuk kepentingan
peribadi semata, tetapi agama juga berperan untuk kemaslahatan umat. Orang yang
memiliki sikap keberagamaan yang baik buka hanya diukur dari ketaatannya dalam
beribadah kepada Allah SWT semata melainkan juga harus memiliki hubungan sosial
yang baik. Agar hubungan sosial anak dapat berkembang secara baik, maka sikap
menghargai pendapat anak, memberikan kebebasan berkreasi, dan memberikan waktu
bersosialisasi dengan teman-temannya perlu untuk dilakukan guna untuk
mengembangkan nilai-nilai agama yang diperolehnya.
Anak-anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa. Cocok untuk
orang dewasa belum tentu cocok bagi anak. Oleh karen itu jika menginginkan agar agama
mempunyai arti bagi anak-anak, maka agama hendaklah disajikan sesuai dengan karakteristik
anak, bersifat kongrit, menggunakan bahasa yang dipahami oleh anak-anak, dan kurang
bersifat dogmatis. Anak pada umumnya menginginkan supaya kebutuhannya untuk tahu atau
curiosity dapat terpenuhi.
Menurut Zakiah Darajat pembentukan sikap keberagamaan pada anak harus dilakukan
sejak dini. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan pengalaman beragama kepada
anak mulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Semakin banyak pengalaman
beragama yang didapat oleh anak, makan akan semakin bagus perkembangan sikap
keberagamaan pada anak. Zakiah Darajat lebih lanjut menjelaskan bahwa, salah satu yang
dapat dilakukan untuk memberikan pengalaman beragama kepada anak adalah melalui
pembinaan dan pembiasaan.
Dalam upaya pengembangan sikap keberagamaan disekolah memiliki peran yang
sangat penting. Ada beberapa hal yang dapat di sekolah dalam rangka mengembangkan sikap
keberagamaan siswa, diantaranya adalah :
1) Internalisasi nilai-nilai keagamaan. Internalisasi nilai-nilai keagamaan dapat
dilakukan dengan memberikan pemahaman tentang nilai-nilai keberagamaan kepada
para peserta didik. Internalisasi nilai-nilai agama di sekolah bukan hanya dilakukan
melalui pendidikan dan pengajaran pada mata pelajaran pendidikan agama, tetapi
harus diimplementasi pada semua mata pelajaran.
2) Menciptakan suasana religius, yaitu mengkondisikan seluruh suasana sekolah dengan
nilai-nilai dan perilaku religius. Penciptaan suasana religius dapat dilakukan dengan
menciptakan sarana dan prasarana sekolah bernuansa religius, memberikan
keteladanan, pembiasaan, pencipaan sikap dan perilaku religius dan sebagainya. itu
semua harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan komitmen seluruh personil
sekolah tanpa terkecuali.
BAB III

PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Sikap keberagamaan merupakan suatu keadaan internal individu yang menyebabkan
munculnya kesiapan individu untuk merespon atau bertingkahlaku sesuai dengan ajaran
agama. Sikap keberagamaan merupakan perolehan dan bukan bawaan. Sikap keberagamaan
terbentuk melalui pengalaman langsung yang terjadi dalam hubungannya dengan unsur-unsur
lingkungan dan sosial, misalnya interaksi individu dengan hasil kebudayaan, orang tua, guru,
teman sebaya, orang tertentu, masyarakat dan sebagainya. Lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan dan pengembangan
sikap keberagamaan setiap individu. Karakteristik dan perkembangan sikap keberagamaan
individu berbedabeda, sesuai dengan tahap-tahap perkembangan. Sikap keberagamaan yang
dimiliki oleh individu terbentuk melalui tiga komponen, yaitu komponen kognitif, afektif dan
konatif. Oleh karena itu pembentukan dan pengembangan sikap keberagamaan individu baik
dari aspek kognitif, afektif dan konatif harus disesuaikan dengan karakteristik dan tahap-
tahap perkembangan individu. Hal ini dapat dilakukan dengan cara, yaitu : Pertama,
internalisasi nilai-nilai keislaman melalui keteladana, sugesti dan koreksi, dan dorongan
sosial. Kedua, menciptakan lingkungan religius baik di keluarga, sekolah maupun di
masyarakat.

1.2 Saran
Penulis menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih banyak kesalahan dan jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, untuk memperbaiki makalah tersebut penulis meminta kritik yang
membangun dari para pembaca. Mudah-mudahan makalah ini dapat membawa manfaat bagi
penulis maupun pembacanya, aamiin aamiin yaa robbal aa’lamiin.
DAFTAR PUSTAKA

Sutarto, Sutarto. (2018). Pengembangan Sikap Keberagamaan Peserta Didik. ISLAMIC


COUNSELING: Jurnal Bimbingan Konseling Islam. 2. 21. 10.29240/jbk.v2i1.468.
http://journal.staincurup.ac.id/index.php/JBK Diakses pada tanggal 3 November 2021 pukul
20.00
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011).
Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang,
1982).
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996).
Jalaludin Rahmat, Psikologi Agama, (Jakarta: Grafindo Persada, 2010).
Munirah, M., & Ladiku, N. (2019). Pengembangan Sikap Keberagamaan Peserta
Didik. Jurnal Ilmiah AL-Jauhari: Jurnal Studi Islam dan Interdisipliner, 4(2), 336-348.

Anda mungkin juga menyukai