Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH BIMBINGAN

KONSELING

“ Urgensi dan Kedudukan Bimbingan Konseling Dalam Proses


Penyelenggaraan Pendidikan”

Dosen Pengampu : Dian Oktary M.Pd

Disusun Oleh

1. Afra Mudrikah (2205114124)


2. Sabrina Aisyah Zoelpa (2205126008)
3. Saifana kalda (2205113877)

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Mengikuti


Mata Kuliah Bimbingan Konseling

Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Jurusan Ilmu Pendidikan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS RIAU

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala nikmat dan karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Tidak lupa pula kami ucapkan terima
kasih kepada Ibu Dian Oktary M.Pd selaku dosen pengampu dari mata kuliah Bimbingan
Konseling yang telah membimbing kami, kami juga ingin mengucapkan rasa terima kasih
kepada semua pihak yang telah membatu kami menyelesaikan makalah ini.

Kami berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua,
khususnya bagi penulis.

Mungkin tugas yang kami buat ini, belum sempurna oleh karena itu, kami meminta maaf
jika makalah ini masih terdapat kekurangannya. Kami mohon saran dan kritiknya untuk
memperbaiki pembahasan makalah ini. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.

Pekanbaru, 19 agustus 2022

Kelompok III
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................................................................
1.1Latar Belakang.....................................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan Makalah.................................................................................................
1.4 Kasus yang Diangkat..........................................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN.........................................................................................................................
2.1 Urgensi Bimbingan Konseling...........................................................................................
2.2. Kedudukan Bimbingan dan Konseling dalam Pembelajaran………………………..
BAB III
PENUTUPAN.............................................................................................................................
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................
3.2 Saran..............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Bimbingan merupakan proses membantu orang perorangan dalam memahami dirinya
sendiri dan lingkungan hidupnya, dan konseling diartikan sebagai suatu proses interaksi
yang membantu pemahaman diri dan lingkungan dengan penuh berarti, dan menghasilakan
pembentukan atau penjelasan tujuan-tujuan dan nilai perilaku di masa mendatang. Bertumpu
pada pengertian tersebut, bimbingan dan konseling akan sangat membantu lancaranya proses
pembelajaran dalam suatu lembaga pendidikan, apalagi pada masa sekarang ini, dimana para
kaum muda sudah banyak sekali mengalami problematika-problematika kehidupan.
Keadaan seperti ini sangat sekali membutuhkan suatu wadah (bimbingan dan konseling
terutama di sekolah) untuk mampu membantu para kaum muda agar ia bisa mengatasi
problematika yang ada sehingga ia bisa terus mengembangkan potensi yang dimilikinya
secara optimal.
Pelayanan bimbingan merupakan bagian integral dari suatu program institusional
yang disajikan di lembaga pendidikan pada jenjang pendidikan sekolah tertentu. Bila
diperhatikan faktor – faktor yang melatar belakangi perlunya pelayanan bimbingan dan
konseling di sekolah atau lembaga pendidikan, maka nampaknya kehadiran pelayanan
bimbingan dan konseling tidak hanya merupakan keharusan, tetapi juga menuntut suatu
lembaga dan tenaga profesional dalam pengelolaannya

1.2.Rumusan Masalah
1. Apa urgensi bimbingan dan konseling di sekolah?
2. Bagaimana Kedudukan Bimbingan Konseling dalam pembelajaran?

1.3.Tujuan Penulisan Makalah


1. Untuk mengetahui urgensi bimbingan dan konseling di sekolah.
2. Untuk mengetahui kedudukan bimbingan dan konseling dalam pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Urgensi Bimbingan Konseling
Urgensi adalah istilah yang lekat dengan makna kepentingan. Akan tetapi, kata itu
memiliki makna yang lebih dari sekedar kepentingan. Urgensi merujuk pada kepentingan yang
luar biasa. Bahkan urgensi juga bisa dimaknai sebagai kepentingan yang sangat mendekat atau
harus segera dilakukan. Dengan Bimbingan dan konseling sebagai sarana lembaga pendidikan
disekolah yg berperan Penting untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan nasihat-
nasihat terhadap peserta didik dalam menyelesaikan suatu masalah atau dalam menemukan
potensi dirinya.

Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, bukan


semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundangundangan) atau
ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta
didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau
mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan
moralspiritual). Konseli sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang
atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk
mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang
memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam
menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses
perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan
kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah
dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut

Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun
sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam
lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat. Apabila perubahan
yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan
kesenjangan perkembangan perilaku konseli, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan)
perkembangan, masalahmasalah pribadi atau penyimpangan perilaku. Perubahan lingkungan
yang diduga mempengaruhi gaya hidup, dan kesenjangan perkembangan tersebut, di antaranya:
pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat, pertumbuhan kota-kota, kesenjangan tingkat sosial
ekonomi masyarakat, revolusi teknologi informasi, pergeseran fungsi atau struktur keluarga, dan
perubahan struktur masyarakat dari agraris ke industri (Umum, dkk., 1998).

Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti : maraknya tayangan pornografi
di televisi dan VCD; penyalahgunaan alat kontrasepsi, minuman keras, dan obat-obat
terlarang/narkoba yang tak terkontrol; ketidak harmonisan dalam kehidupan keluarga; dan
dekadensi moral orang dewasa sangat mempengaruhi pola perilaku atau gaya hidup konseli
(terutama pada usia remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidahkaidah moral (akhlak yang
mulia), seperti: pelanggaran tata tertib Sekolah/Madrasah, tawuran, meminum minuman keras,
menjadi pecandu Narkoba atau NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya,
seperti: ganja, narkotika, ectasy, putau, dan sabu- sabu), kriminalitas, dan pergaulan bebas (free
sex) (Dewa Ketut Sukardi, 2002).

Penampilan perilaku remaja seperti di atas sangat tidak diharapkan, karena tidak sesuai
dengan sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum dalam tujuan
pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003), yaitu: (1) beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) memiliki
kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta (6)
memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai
implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa
memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian tujuan pendidikan
tersebut

Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti


disebutkan, adalah mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka secara sistematik
dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan wilayah
garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif dan berbasis data tentang
perkembangan konseli beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dengan demikian,
pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan
utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau
kurikuler, dan bidang bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang
administratif dan instruksional dengan mengabaikan bidang bimbingan dan konseling, hanya
akan menghasilkan konseli yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang
memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek kepribadian
Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling,
yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada konselor,
kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan bimbingan dan
konseling perkembangan (Developmental Guidance and Counseling), atau bimbingan dan
konseling komprehensif (Comprehensive Guidance and Counseling). Pelayanan bimbingan dan
konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas perkembangan,
pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah konseli. Tugas-tugas perkembangan
dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini
disebut juga bimbingan dan konseling berbasis standar (standard based guidance and
counseling). Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor
dengan para personal Sekolah/ Madrasah lainnya (pimpinan Sekolah/Madrasah, guru-guru, dan
staf administrasi), orang tua konseli, dan pihak-pihak ter-kait lainnya (seperti instansi
pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan dokter). Pendekatan ini terintegrasi dengan
proses pendidikan di Sekolah/Madrasah secara keseluruhan dalam upaya membantu para konseli
agar dapat mengem-bangkan atau mewujudkan potensi dirinya secara penuh, baik menyangkut
aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Atas dasar itu, maka implementasi bimbingan dan
konseling di Sekolah/Madrasah diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan
potensi konseli, yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir; atau terkait dengan
pengembangan pribadi konseli sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual
(biologis, psikis, sosial, dan spiritual)

2.2 Kedudukan Bimbingan dan Konseling dalam Pembelajaran

1. Berdasarkan Landasan Yuridis Formal

Pendidikan merupakan usaha untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan sebagai


bekal hidup. Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, menyatakan
bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana yang bertujuan agar peserta didik
mampu mengembangkan potensi dirinya meliputi kekuatan spiritual, self-regulated, kepribadian,
kecerdasan, dan akhlak mulia, serta keterampilan baik untuk dirinya maupun lingkungan dan
negaranya. Sedangkan menurut Tilaar (dalam Taufiq, 2014) menyatakan bahwa pendidikan
merupakan usaha untuk membentuk peserta didik agar memasyarakat dan berbudaya yang
memiliki dimensi lokal, nasional, dan global. 
Definisi pendidikan yang menarik dan sederhana diungkapkan oleh Sunaryo (Taufiq,
2014), yang menyatakan bahwa pendidikan ditujukan untuk membawa manusia yang apa adanya
menjadi yang seharusnya. Memang manusia sudah dibekali oleh potensi diri, tetapi dengan tidak
melatih dan mempergunakan hal tersebut, potensi tidak akan pernah muncul, manusia yang
memiliki akal perlu dibekali juga dengan cara menggunakan akal tersebut dan mengoptimalkan
kemampuannya (Bhakti, 2015).

Di lapangan apabila ditanya apa itu pendidikan, maka jawaban yang sering terdengar
adalah proses dari tidak tahu menjadi tahu, tetapi pendidikan saat ini terutama tidak dapat
semudah itu. Banyak aspek yang perlu dikembangkan daripada hanya sekadar mengubah suatu
ketidaktahuan menjadi tahu. Sebab, manusia tidak hanya diciptakan dari segi kognitifnya saja,
dan kenyataan bahwa tidak semua baik dari segi akademik. Banyak individu yang lebih unggul
di suatu bidang selain akademik, semisal menggunakan fisiknya, menggunakan motorik
halusnya, atau kemampuan lainnya. Sehingga pendidikan harus dilaksanakan secara
komprehensif.

Di Indonesia pendidikan dibagi menjadi beberapa jenjang yang disusun berdasarkan


tingkat perkembangan, tujuan, dan kemampuan yang menjadi sasaran. Jenjang pendidikan
tersebut terdiri dari mulai pendidikan prasekolah sampai dengan perguruan tinggi, baik formal,
informal, maupun nonformal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang terdiri dari
pendidikan dasar, menengah, dan atas yang disusun dan dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang. Pendidikan nonformal merupakan pendidikan yang terstruktur ataupun berjenjang,
tetapi di luar pendidikan formal. Sedangkan pendidikan informal dapat terjadi di lingkungan. 

Menyoroti jenjang pendidikan Indonesia yang membagi menjadi beberapa jenjang, yang disusun
secara sistematis sesuai dengan tingkat perkembangan dan tujuan yang ingin dicapai secara
formal terbagi menjadi pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi
sebagaimana diatur dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 14.  Oleh karena setiap individu berbeda
dari segi kecerdasan, keterampilan, watak, minat, dan bakatnya, maka pendidikan yang menuntut
tercapainya tujuan mencerdaskan semua anak bukan hanya membutuhkan pengajaran yang
bersifat akademik saja, tetapi perlu pemahaman akan diri dan lingkungan serta bagaimana cara
mengaktualisasikan dirinya sehingga dapat hidup secara mandiri. Hal tersebut didukung oleh
pernyataan Amini dkk., (2014), yang menyatakan bahwa yang perlu diperhatikan adalah tidak
ada anak yang perkembangannya sama persis meskipun anak kembar sekalipun.

Salah satu komponen pendidikan yang penting dalam pelaksanaan pendidikan adalah
bimbingan dan konseling dalam setiap satuan pendidikan, baik dasar maupun menengah, tidak
terkecuali di Sekolah Dasar. Sebagaimana dalam PERMENDIKBUD RI No. 111 tahun 2014
tentang bimbingan dan konseling pada pendidikan dasar dan menengah, bahwa penyelenggaraan
bimbingan dan konseling dilaksanakan pada setiap satuan pendidikan. 

Bimbingan dan konseling sudah tidak asing lagi didengar di sekolah, karena bimbingan
dan konseling sendiri seperti sudah dikaji memiliki peranan penting dalam pendidikan.
Bimbingan dan konseling terdiri dari kata yang masing-masing memiliki pengertian. Pertama
bimbingan, bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang diberikan oleh guru bimbingan
dan konseling atau konselor kepada seorang konseli yang bertujuan agar konseli mampu
mengembangkan kemampuan dirinya dengan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya
sehingga menjadi pribadi yang mandiri. Sedangkan konseling yang dalam bukunya Prayitno dan
Amti (2015) menggantikan istilah sebelumnya, yaitu penyuluhan, serta memberikan definisi
bahwa konseling merupakan upaya pemberian bantuan berupa wawancara secara langsung yang
diberikan oleh seorang yang kompeten yang disebut konselor kepada konseli yang sedang
mengalami suatu permasalahan dengan tujuan agar individu tersebut dapat mengatasi
permasalahannya tersebut (Hanum, 2015).

2. Berdasarkan Landasan Yuridis Informal

a. Landasan Psikologis

Landasan psikologis merupakan salah satu bagian yang terpenting untuk dibahas dalam
bimbingan konseling, hal ini didasari bahwa peserta didik atau klien sebagai individu yang
dinamis dan berada dalam proses perkembangan, memiliki interaksi dan dinamika dalam
lingkungan serta senantiasa mengalami berbagai perubahan dalam sikap dan tingkah lakunya.
Proses perkembangan seseorang tidak selamanya berlangsung secara linear (sesuai dengan apa
yang diharapkan), tetapi terkadang bersifat stagnasi atau bahkan diskontinuitas perkembangan.
(Lubis, 2012)
Dalam proses pendidikan, peserta didik tidak jarang mengalami masalah stagnasi perkembangan,
sehingga menimbulkan masalah-masalah psikologis, seperti lahirnya perilaku menyimpang
(delinquency), frustrasi, depresi, agresi atau bersifat kekanak-kanakan. 

Agar perkembangan pribadi peserta didik atau klien dapat tumbuh dan berkembang secara
seimbang serta terhindar dari masalah-masalah psikologis, maka setiap peserta didik atau klien
perlu diberikan bantuan yang bersifat pribadi (pendekatan inilah pada akhirnya menjadi
konseling individu), yaitu bantuan yang dapat memfasilitasi perkembangan peserta didik atau
klien melalui pendekatan psikologis. Pada sisi lain, setiap konselor maupun guru pembimbing
harus memahami aspek-aspek psikologis pribadi pelajar atau klien, sehingga dengan modal itu
pulalah para konselor dapat memberikan bimbingan dan arahan yang tepat, sehingga pelajar atau
klien memiliki pencerahan diri dan mampu memperoleh kehidupan yang bermakna, yaitu suatu
kehidupan yang bukan hanya berarti buat diri pribadinya saja, tetapi juga bermanfaat bagi orang
yang ada di sekitarnya. 

Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh
konselor, yaitu (a) motif dan motivasi, (b) pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan
individu, (d) belajar, dan (e) kepribadian. (Yusuf, 2006).

b. Landasan Sosial-Budaya

Landasan sosial-budaya juga perlu diketahui secara lengkap oleh konselor atau guru
Bimbingan dan Konseling (BK), karena landasan ini dapat memberikan pemahaman kepada
konselor tentang dimensi kesosialan dan kebudayaan sebagai faktor yang memengaruhi perilaku
individu. Setiap individu pada dasarnya merupakan produk dari lingkungan sosial-budaya tempat
mereka tinggal. Sejak lahirnya, individu tersebut sudah diajarkan untuk mengembangkan pola-
pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam
memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya.  

Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu yang berbeda-


beda sehingga menyebabkan perbedaan dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian
individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”,
maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat
menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang bersangkutan
dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya. 

Budaya dan pandangan hidup seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal terkait dengan sikap dan perlakuan orang tua atau peranan keluarga
terhadap seseorang, sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh lingkungan di mana seseorang
itu dilahirkan dan dibesarkan serta pergaulan dan pengalaman yang ditempuh oleh seseorang
tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan kearifan dan keluasan pandangan dari setiap konselor, yang
mana konselor harus mampu memberikan layanan dan perhatian yang sama terhadap peserta
didik atau klien yang memerlukan bantuan, tidak terkecuali kepada mereka yang berbeda
budaya, pandangan hidup, dan agama, karena memberikan layanan terhadap orang yang
membutuhkan atau memerlukan merupakan tuntutan dari tugas profesionalismenya sebagai
seorang konselor.

c. Landasan Ilmu Pengetahuan-Teknologi dan Globalisasi

Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa ilmu pengetahuan-teknologi dan globalisasi
memiliki multifungsi terhadap berbagai aspek dalam kehidupan manusia, artinya berbagai
disiplin ilmu seperti psikologi, ilmu pendidikan, filsafat, antropologi, sosiologi, komunikasi,
ekonomi, dan agama sangat berfungsi dalam bimbingan konseling. Sumbangan berbagai disiplin
ilmu lain kepada bimbingan dan konseling tidak hanya terbatas kepada pembentukan dan
pengembangan teori-teori bimbingan konseling, melainkan juga kepada praktik pelayanannya. 

Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor di dalamnya
mencakup sebagai ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan
pengetahuan dan teori mengenai bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran
kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian, sehingga proses dan layanan
bimbingan konseling semakin hari semakin baik.

Dalam perjalanan sejarahnya, bimbingan dan konseling bersifat dinamis dan


berkembang, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya manusia itu sendiri.
Mengingat perlunya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka setiap konselor atau
guru BK dituntut untuk mengadakan penelitian dan eksperimen, sehingga layanan yang
diberikan terhadap klien akan semakin baik dan sempurna. 
BAB III

PENUTUPAN

3.1.Kesimpulan
Posisi atau kedudukan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan terdapat tiga
wilayah yang tidak dapat terpisahkan yaitu wilayah manajemen dan kepemimpinan, wilayah
pembelajaran yang mendidik, wilayah bimbingan dan konseling yang memandirikan. Kedudukan
pelayanan bimbingan dan konseling dalam keseluruhan program pendidikan di sekolah, yaitu
sebagai salah satu upaya pembinaan pribadi peserta didik, untuk dapat melaksanakan kegiatan
pembinaan pribadi peserta didik dengan baik diperlukan petugas-petugas khusus yang
mempunyai keahlian dalam bidang bimbingan dan konseling.

Alasan mengapa pelayanan bimbingan dan konseling diperlukan dalam dunia pendidikan
terutama dalam lingkup sekolah adalah karena beberapa hal, yaitu karena perkembangan IPTEK,

makna dan fungsi pendidikan, tugas dan tanggung jawab guru, dan faktor psikologis peserta
didik.

Peran BK dalam aspek pribadi, sosial, kematangan intelektual, dan sistem nilailah yang
menjadikan bimbingan konseling ikut berperan dalam peningkatan mutu pendidikan. Lembaga
bimbingan dan konseling dapat menjadi tempat setiap persoalan diadukan, setiap problem
dibantu untuk diuraikan, sekaligus setiap kebanggaan diri diteguhkan.

Dalam bimbingan dan konseling terdapat prinsip-prinsip yang harus dipatuhi.terdapat


banyak ragam dalam bimbingan dan konseling.

3.2. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan kepada pembaca makalah ini antara lain.Pembaca
membuka referensi lain yang mendukung isi makalah ini. Pembaca membuka buku bimbingan
dan konseling agar dapat lebih memahami isi.
DAFTAR PUSTAKA

Lase, Berkat Persada. "Posisi dan urgensi bimbingan konseling dalam praktik
pendidikan." Warta Dharmawangsa 58 (2018).

Lase, B. P. (2018). Posisi dan urgensi bimbingan konseling dalam praktik pendidikan. Warta
Dharmawangsa, (58).

LASE, Berkat Persada. Posisi dan urgensi bimbingan konseling dalam praktik pendidikan. Warta
Dharmawangsa, 2018, 58.

Manuardi, Ardian Renata. "Kedudukan Penelitian Tindakan dalam Bimbingan dan Konseling:
Konsep, Karakteristik, dan Prinsip." QUANTA 3.3 (2019): 101-109.

Kamaluddin, H. (2011). Bimbingan dan Konseling Sekolah. Jurnal Pendidikan dan


Kebudayaan, 17(4), 447-454.

Lubis, L. (2012). Landasan Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Journal


Analytica Islamica, 1(1), 57-82.

Putri, A. E. (2019). Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling: Sebuah Studi


Pustaka. Jurnal Bimbingan Konseling Indonesia, 4(2), 39-42.

Rosada, U. D., Kurniasih, C., & Aji, B. S. (2019, August). BIMBINGAN DAN   
KONSELING DI SEKOLAH DASAR BERBASIS LOCAL WISDOM. In PROSIDING
SEMINAR NASIONAL PAGELARAN PENDIDIKAN DASAR NASIONAL (PPDN)
2019 (Vol. 1, No. 1, pp. 236-242).

Yusuf, S., & Nurishsan, J. (2006). Landasan Bimbingan dan Konseling.

Anda mungkin juga menyukai