Ada tiga indikator keterampilan dalam literasi ilmiah menurut OECD 2016,
yaitu (1) menjelaskan fenomena secara ilmiah, (2) mengevaluasi dan
merancang penyelidikan ilmiah, dan (3) menginterpretasi data dan bukti-
bukti secara ilmiah. Dalam praktik sains, kompetensi ilmiah sangat penting
karena berhubungan dengan kemampuan kognitif utama yaitu penalaran
deduktif dan induktif, berpikir sistem, berpikir kritis, transformasi informasi,
membangun dan mengomunikasikan argumen berbasis data, berpikir
dalam model skala serta mengaplikasikan sains (OECD 2017). Karakter
kompetensi ilmiah juga sejalan dengan keterampilan abad ke-21, yaitu:
kemampuan beradaptasi, keterampilan sosial atau komunikasi kompleks,
pemecahan masalah tak terduga, pengelolaan dan pengembangan diri
dalam bersikap positif terhadap sains, serta berpikir sistem (Bybee,
2009). Kompetensi ilmiah ini juga menjadi pendukung Kompetensi
Transformatif yang dicanangkan oleh OECD dalam E2030 (arah pendidikan
hingga tahun 2030), yaitu (1) Creating new value (menciptakan nilai baru),
(2) Reconciling tensions and dilemmas (merekonsiliasi ketegangan dan
dilema) serta (3) Taking responsibility (mengambil tanggung jawab) (OECD
2018).
Menginterpretasi data dan bukti secara ilmiah: Mengubah data dari satu bentuk presentasi ke
menganalisis dan mengevaluasi data, klaim, bentuk lainnya.
dan argumen dalam beragam bentuk Menganalisis dan menginterpretasi data dan
representasi dan membuat kesimpulan ilmiah memberikan kesimpulan yang tepat.
yang tepat. Membedakan antara argumen berbasis bukti ilmiah
dan yang berbasis pertimbangan-pertimbangan
lainnya.
Mengevaluasi argumen dan bukti-bukti ilmiah
dari berbagai sumber (misalnya koran, internet,
jurnal ilmiah).