Anda di halaman 1dari 125

RANGKAIAN SERI-PARALEL

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Rangkaian listrik adalah suatu hubungan sumber listrik dengan

alat-alat listrik lainnya yang mempunyai fungsi tertentu. Berdasarkan

susunan hubungan alat-alat listrik, maka rangkaian listrik tersusun dengan

tiga cara, yaitu rangkaian seri, rangkaian paralel dan rangkaian campuran.

Rangkaian seri adalah rangkaian yang disusun secara berderet sehingga

arus yang melalui tiap-tiap komponen adalah sama. Rangkaian paralel

adalah rangkaian yang disusun secara sejajar, sehingga tegangan atau beda

potensial tiap komponen adalah sama. Rangkaian campuran adalah

gabungan antara seri dan paralel.

Farizki, dkk. (2016), dalam jurnal penelitiannya yang berjudul

“Aplikasi Pembelajaran Rangkaian Listrik Sederhana Berbasis Android”

mengatakan bahwa untuk mempelajari rangkaian listrik seseorang harus

mengerti tentang teori dan rumus dasarnya, setelah itu dengan teori dan

rumus yang telah dikuasai dapat diaplikasikan pada praktikum. Namun

seringkali masyarakat umum kurang tertarik untuk mempelajari teori dan

rumus dari buku, juga dalam mempraktikan rangkaian listrik harus

dibutuhkan komponen dan bahan penunjang, hal ini juga menjadi masalah

baru, karena terkadang ada bahan yang susah dicari dan didapatkan.

Berdasarkan uraian di atas, kita dapat mengetahui mengenai rangkaian

listrik yang dipasang paralel dan yang dipasang seri, namun banyak yang
belum mengetahui cara merangkai dan menentukan besarnya arus listrik

yang mengalir, besarnya hambatan yang terdapat dalam rangkaian dan

besarnya tegangan yang terdapat pada rangkaian tersebut. Oleh karena itu,

maka dilakukanlah percobaan mengenai rangkaian seri paralel guna

mengetahui semua itu, sehingga dapat mempermudah dalam melakukan

praktikum serta masyarakt juga lebih mengetahui dan menguasai tentang

rangkaian listrik yang sederhana.

2. Tujuan

Tujuan yang akan dicapai pada percobaan Rangkaian Seri Paralel

yaitu praktikan diharapkan dapat:

a. Memahami konsep dasar rangkaian seri paralel.

b. Menentukan nilai resistansi resistor berdasarkan kode warna dan

pengukuran dengan multimeter.

c. Membandingkan besar arus dan beda potensial pada masing-masing

resistor dalam rangkain seri, rangkaian paralel dan rangkaian seri

paralel.
B. KAJIAN TEORI

Rangkaian listrik merupakan interkoneksi dari sekumpulan elemen

atau komponenen penyusunnya ditambah dengan rangkaian penghubungnya.

Dalam satu rangkaian listrik ada elemen yang harus diketahui yaitu arus dan

tegangan. Arus listrik merupaan perubahan kecepatan muatan terhadap

waktu. Selama muaatn bergerak, maka akan muncul arus, demikian

sebaliknya. Tegangan sering disebut beda potensial, merupakan gerakan atau

kerja yang dilakukan untuk menggerakkan suatu muatan pada elemen atau

komponen dari satu terminal / kutub ke terminal / kutub lainnya (Batarius,

2021).

Rangkaian resisitor seri, ketika sebuah atau lebih jika dihubungkan

dari ujung ke ujung dikatakan dihubunkan secara seri. Pada rangkaian seri

jika sejumlah muatan Q keluar dari hambatan R 1, muatan Q juga pasti akan

masuk ke resistor R2. Jadi muatan yang sama melewati kedua resisitor pada

selang waktu tertentu. Perhatikan Gambar 1.1 berikut.

Gambar 1.1 Rangkaian Seri


Hambatan total pada rangkaian seri dapat dirumuskan

Rseri = R1 + R2 +...+Rn (1.1)

Rangkaian resistor paralel, jika muatan mencapai titik a yang disebut sebuah

percabangan, muatan tersebut terpecah menjadi dua bagian, yang satu

melewati R1 dan sisanya melewati R2 seperti pada Gambar 1.2 berikut.

Gambar 1.2 Rangkaian Paralel

Hambatan total pada rangkaian paralel adalah

1 1 1 1
= + +…+ (1.2)
Rtotal R 1 R 2 Rn

(Sundaygara, 2018).

Arus listrik yang mengalir pada sebuah penghantar bergantung pada

jenis penghantar. Kemampuanpenghantar untuk mengalirkan arus listrik

disebut konduktivitas, lawan dari resistivitas atau lebih dikenal dengan istilah

hambatan (R), semakin besar resistivitas sebuah penghantar, akan semakin

sulit arus listrik melewatinya. Hubungan antara beda potensial, arus listrik

dan hambatan dapat ditulis

V
I= (1.3)
R

Persamaan (1.3) lebih dikenal dengan Hukum Ohm (Saefullah, 2018).


Resistor adalah salah satu komponen elektronika yang berfungsi

sebagai penahan arus yang mengalir dalam suatu ranggkaian dan berupa

terminal dua komponen elektronik yang menghasilkan tegangan pada

terminal yang sebanding dengan arus listrik yang melewatinya sesuai dengan

Hukum Ohm. Sebuah resistor tidak memiliki kutub positif dan negatif, tetapi

memiliki karakteristik utama yaitu resistansi, toleransi, tegangan kerja

maksimum dan power rating (Suryani, 2020).

Multimeter adalah alat yang berfungsi untuk mengukur voltage

(tegangan), ampere (arus listrik) dan ohm (hambatan) dalam satu unit.

Multimeter sering disebut juga dengan istilah Multitater atau AVOmeter

(singkatan dri Ampere Volt Ohm Meter). Terdapat 2 jenis multimeter dalam

menampilkan hasil pengukuran yaitu Analog Multimeter dan Digita

Multimeter (Naim, 2022).


C. METODE PRAKTIKUM

1. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada percobaan Rangkaian Seri

Paralel dan Arus Transien dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1 Alat dan Bahan Percobaan Rangkaian Seri Paralel


No Alat dan Bahan Fungsi
1 Catu Daya Sebagai sumber arus dan pengatur tegangan
Sebagai tempat merangkai rangkaian seri,
2 Papan Rangkaian
rangkaian paralel dan rangkaian seri-paralel
Sebagai alat untuk mengukur nilai kuat arus,
3 Multimeter
tegangan dan hambatan
Sebagai hambatan yang diukur dan sebagai objek
4 Resistor
pengamatan
Kabel Sebagai penghubungkan antara catu daya dengan
5
Penghubung rangkaian yang dibuat

2. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada percobaan Rangkaian Seri-

Paralel adalah sebagai berikut:

a. Menentukan Nilai Resistansi Resistor

1) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan seperti pada

Gambar 1.3 berikut.

Gambar 1.3 Alat dan Bahan Rangkaian Seri-Paralel


2) Mengambil 10 resisitor secara acak, kemudian mengukur resistansi

resistornya berdasarkan kode warna.

3) Mengukur nilai hambatan atau resistansi 10 resisitor denfan menggunakan

multimeter digital. Catat pada tabel data pengamatan.

b. Menentukan Kuat Arus dan Tegangan pada Rangkaian Seri-Paralel

1) Menyediakan R1, R2 dan R3 dari 10 resistor yang sudah diambil secara

acak.

2) Menyusun resisitor menjadi rangkai seri pada papan rangkaian dengan 3

resisitor yang sudah disiapkan seperti pada Gambar 1.4 berikut.

Gambar 1.3 Rangkaian Seri pada Papan Rangkaian

3) Mengukur kuat arus pada masing-masing resisitor menggunakan multimeter

analog dengan tegangan sumber sebesar 3 Volt.

4) Mengukur tegangan pada masing-masing resisitor menggunakan multimeter

diital dengan tegangan sumber sebesar 3 Volt.

5) Mengukur hambatan total dengan menggunakan multimetter digital.


6) Mengulangi langkah 2) sampai 5) untuk rangkaian paralel dan seri-paralel

dimana penyusunan rangkaiannya dapat dilihat pada Gambar 1.5 dan

Gambar 1.6 berikut.

Gambar 1.4 Rangkaian Paralel pada Papan Rangkaian

Gambar1.3 Rangkaian Seri-Paralel pada Papan


Rangkaian

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Hasil

a. Data Pengamatan

1) Nilai Resistanti Resistor

Hasil pengamatan pada percobaan Rangkaian Seri-Paralel

dan Arus Transien dapat dilihat pada Tabel 1.2 berikut

Tabel 1.2 Data Pengamatan Nilai Resistansi Resisitor


Gelang Warna Resistansi (Ω)
No Multimete
1 2 3 4 Kode Warna
r
1 Biru Merah kuning Emas 62 × 104 ± 5% 629.000
2 Coklah Abu-abu Hitam Emas 18 × 100 ± 5% 18,1
3 Jingga Jingga Coklat Emas 33 × 101 ± 5% 405
4 Kuning Jingga Jingga Emas 43 × 103 ± 5% 42.400
5 Jingga Jingga Jingga Emas 33 × 103 ± 5% 32.400
6 Coklat Hijau Emas Emas 15 × 10-1 ± 5% 1,6
7 Biru Merah Jingga Emas 62 × 103 ± 5% 61.900
8 Jingga Biru Kuning Emas 36 × 104 ± 5% 369.000
9 Merah Kuning Merah Emas 24 × 10 ± 5%
2
2.354
10 Hijau Coklat Kuning Emas 51 × 104 ± 5% 506.000

2) Nilai Arus dan Tegangan pada Rangkaian Seri-Paralel


Hasil pengamatan pada percobaan Rangkaian Seri-Paralel dan Arus

Transien dapat dilihat pada Tabel 1.3 berikut

Tabel 1.3 Data Pengamatan Nilai Arus dan Tegangan pada Rangkaian Seri
Paralel
Arus (A) Tegangan (Volt)
No Rangkaian Itot Vtot Rtot
I1 I2 I3 V1 V2 V3
1 Seri 4×10-6 4×10-6 4×10-6 1,676 2,465 2,328 4×10-6 2,863 733.000

2 Paralel 50×10-6 4×10-6 45×10-6 2,924 2,921 2,925 52×10-6 2,931 24,16×103

3 Seri-Paralel 30×10-6 3×10-6 27×10-6 1,323 1,756 1,765 30×10-6 3,078 98,9×103

Keterangan : Vsumber = 3 Volt

R1 = 43.000 Ω

R2 = 620.000 Ω

R3 = 42.000 Ω

b. Analisis Data
Hasil analisis pada percobaan Rangkaian Seri-Paralel adalah sebagai

berikut:

1) Mengukur nilai resistor berdasarkan gelang warna

Resistor 1 (R1) : Gelang A (Biru = 6)

Gelang B (Merah = 2)

Gelang C (Kuning = 4)

Gelang D (Emas = ± 5%)

5
T = x (AB x 10c)
100

5
= x (62 x 104)
100

T = 31.000 Ω

R = AB x 10C ± D
4
= 62×10 ±31. 000

R = 620 .000±31. 000

Rmin = 620 .000−31 .000

= 589.000 Ω

Rmax = 620 .000+31. 000

= 651.000 Ω
Dengan cara yang sama untuk data resistor yang selanjutnya dapat

dilihat pada Tabel 1.4 berikut:

Tabel 1.4 Analisis Data Pengukuran Nilai Resistansi Resistor Berdasarkan


Kode Warna
Gelang Warna Resistansi Resistor
No T (Ω)
1 2 3 4 Rmin s/d Rmax
1 Biru Merah kuning Emas 31.000 589.000 s/d 651.000
2 Coklah Abu-abu Hitam Emas 0,9 17,1 s/d 18,9
3 Jingga Jingga Coklat Emas 16,5 313,5 s/d 346,5
4 Kuning Jingga Jingga Emas 2.150 40.850 s/d 45.150
5 Jingga Jingga Jingga Emas 1.650 31.350 s/d 34.650
6 Coklat Hijau Emas Emas 0,075 1,425 s/d 1,575
7 Biru Merah Jingga Emas 3.100 58.900 s/d 65.100
8 Jingga Biru Kuning Emas 18.000 342.000 s/d 378.000
9 Merah Kuning Merah Emas 120 2.280 s/d 2.520
10 Hijau Coklat Kuning Emas 25.500 484.500 s/d 535.500

2) Menentukan Nilai Arus dan Tegangan pada Rangkaian Seri-Paralel

a) Rangkaian Seri

(1) Menentukan Arus pada Rangkaian Seri

Diketahui : R1 = 43.000 Ω

R2 = 620.000 Ω

R3 = 62.000 Ω

Vsumber = 3 Volt

Ditanyakan : Rs =......?

Is =......?

Penyelesaian : Rs = R 1 + R2 + R 3

= 43.000+620.000+62.000

Rs = 725.000 Ω

Vsumber
Is = Rs
3
= 725 .000

Is = 0,00000413793 A

(2) Menentukan Tegangan pada Rangkaian Seri

Diketahui : Rs = 725.000

Is = 0,00000413793 A

Ditanyakan : Vs = ......?

Penyelesaian : Vs = Is x Rs

= 0,00000413793 x 725.000

Vs = 3 Volt

b) Rangkaian Paralel

(1) Menentukan Arus pada Rangkaian Seri

Diketahui : R1 = 43.000 Ω

R2 = 620.000 Ω

R3 = 62.000 Ω

Vsumber = 3 Volt

Ditanyakan : Rp =......?

Ip =......?

1 1 1 1
+ +
Penyelesaian : Rp = R1 R2 R3

1 1 1
+ +
= 43 . 000 620 . 000 62 .000

Rp = 0,0000409977 Ω
Vsumber
Ip = Rp

3
= 0,0000409977

Ip = 73.174,7484 A

(2) Menentukan Tegangan pada Rangkaian Seri

Diketahui : Rp = 0,0000409977 Ω

Ip = 73.174,7484 A

Ditanyakan : Vp = ......?

Penyelesaian : Vp = Ip x Rp

= 73.174,7484 x 0,0000409977

Vp = 3 Volt

c) Rangkaian Seri-Paralel

(1) Menentukan Arus pada Rangkaian Seri

Diketahui : R1 = 43.000 Ω

R2 = 620.000 Ω

R3 = 62.000 Ω

Vsumber = 3 Volt

Ditanyakan : Rs-p =......?

Is-p =......?
1 1 1
+
Penyelesaian : R 2−3 = R 2 R 3

1 1
+
= 620 .000 62. 000

R2-3 = 0,0000177419 Ω

Rs-p = R1+Rs-p

= 43.000+0,0000177419

Rs-p = 43.000,000018 Ω

Vsumber
Is-p = Rs− p

3
= 043 .000,000018

Is-p = 0,0000697674 A

(2) Menentukan Tegangan pada Rangkaian Seri

Diketahui : Rs-p = 43.000,000018 Ω

Is-p = 0,0000697674 A

Ditanyakan : Vs-p = ......?

Penyelesaian : Vs-p = Is x Rs

= 0,0000697674 x 43.000,000018

Vs-p = 3 Volt
2. Pembahasan

Rangkaian listrik merupakan elemen atau komponen listrik yang

saling dihubungkan dengan cara-cara tertentu. Rangkaian listrik terdiri atas

dua jenis yaitu rangkaian listrik seri dan rangkaian listrik paralel. Selain itu

ada juga rangkaian listrik yang merupakan gabungan dari rangkaian seri dan

rangkaian paralel yang sering disebut rangkaian listrik campuran (seri-

paralel). Sehingga terdapat tiga bentuk rangkaian listrik yaitu rangkaian seri,

rangkaian paralel dan rangkaian seri-paralel (campuran). Perbedaan dari

ketiga bentuk rangkaian tersebut terletak pada cara merangkai atau menyusun

rangkaian listrik tersebut, dimana rangkaian listrik seri disusun sejajar,

sedangkan rangkaian paralel merupakan rangkaian yang memiliki

percabangan atau dirangkai secara tersusun, sedangkan rangkaian campuran

(seri-paralel) rangkaiannya merupakan kombinasi dari rangkaian listrik seri

dan rangkaian listrik paralel.

Data pengamatan pada percobaan Rangkain Seri-Paralel dilakukan

dua perlakuan.Pertama, penentuan nilai resistansi resistroo, untuk gelang

warna yaitu biru, merah, kuning, dan emas diperoleh nilai resistansi

menggunakan kode warna dan multimeter secara berturut-turut yaitu 620.000

Ω ± 5% dan 629.000 Ω. Data selanjutnya dapat dilihat paad Tabel 1.2.

Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa nilai resistansi megunakan

kode warna dan multimeter tidak jauh berbeda sehinga resistor dapat

digunakan. Kedua, penentuan nilai arus dan tegangan pada rangkaian seri,

paralel dan seri-paralel. Untuk rangkaian seri, besar arus pertama, kedua dan
ketiga adalah sama yaitu sebesar 4x10-6 A. Dan tegangan pertama, kedua dan

ketiga secara berturut-turut yaitu 1,676 Volt, 2,465 Volt dan 2,328 Volt.

Untuk rangkaian paralel, besar tegangan ketiganya yaitu 2,9 Volt sedangkan

arus pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut yaitu 50x10-6 A, 4x10-6 A

dan 45x10-6 A. Untuk rangkain seri-paralel datanya dapat dilihat pada Tabel

1.3. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa pada rangkaian seri besar

kuat arus yang mengalir pada masing-masing reistor adalah sama yaitu 4x10 -6.

Sedangkan pada rangkaian paralel tegangannya sama yaitu 2,9 Volt. Hal ini

sesuai dengan teori (Rosman, 2019) yang menyatakan bahwa sifat-sifat

rangkain seri-paralel dimana pada rangkain seri, tegangan akan dibagi dan

arus yang mengalir pada masing-masing resistor adalah sama dan pada

rangkaian paralel, tegangan pada masing-masing resistor adalah sama dan

arus yang mengalir adalah berbeda.

Analisis data rangkaian seri-paralel pada percobaan ini diperoleh

nilai toleransi dengan resisitor biru, merah, kunging dan emas sebesar 31.000

Ω dengan reistansi 62x104. Untuk nilai resistansi minimum dan maksimum

secara berturut-turut diperoleh nilai yaitu 589.000 Ω dan 651.000 Ω. Untuk

hasil analisis selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 1.4. Dari data analisi

tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai resistansinya maka

nilai toleransinya juga semakin besar. Dalam menentukan nilai arus dan

tegangan pada rangkaian seri diperoleh nikai hambatan dan analisis sebesar

725.000 Ω dan 0,0000413793 A dengan R1, R2 dan R3 secara berturut-turut

yaitu 43.000 Ω, 620.000 Ω dan 62.000 Ω dan tegangan sumber sebesar 3


Volt. Sedangkan dalam rangkaian paralel, diperoleh niai hambatan dan kuat

arus secara berturut-turut yaitu 0,0000409977 Ω dan 73.174,7484 A dengan

tegangan sumber sebesar 3 Volt. Untuk rangkaian seri-paralel, dalam

menentukan arus diperoleh nilai hambatan dan arus secara berturut-turut

yaitu 0,0000177419 Ω dan 43.000,00018 A dengan tegangan 3 Volt. Dari

data analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa pada rangkaian seri,

semakin besar nilai tegangannya maka kuat arus semakin besar dan semakin

kecil nilai kuat arus maka nilai hambatannya semakin kecil dan untuk

rangkaian paralel serta seri-paralel juga sama dengan rangkaian seri. Hal ini,

sesuai dengan teori Akhpriliano (2017) mengenai hukum Ohm dimana besar

kuat arus yang mengalir sebanding dengan beda potensial dan berbanding

terbalik dengan hambatannya.

Berdasarkan data pengamatan dan hasil analisis dapa dapat

disimpulkan bahwa praktek yang telah dilakukan sesuai dengan teori dimana

pada rangkaian seri kuat arus yang mengalir pada masing-masing resistor

adalah sama besar dan dapat dikatakan sebagai rangkaian pembagi

tegangan. Pada rangkaian paralel tegangan pada masing-masing resistor

adalah sama dan dapat dikatakan sebagai rangkaian pembagi arus. Kuat arus

yang mengalir pada suatu rangkaian berbanding lurus dengan beda potensial

dan berbanding terbalik dengan hambatan, dimaan semkain besar beda

potensialnya maka akan semakin besar pula kuat arusnya, begitupun

sebaliknya.
PENYEARAH DAN CATU DAYA

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari di zaman modern ini, alat-alat

elektronik mudah dijumpai, seperti televisi, komputer, handphone,

kulkas, dan lain-lain. Setiap alat-alat elektronik tersebut memiliki


tegangan yang berbeda-beda. Untuk memperoleh tegangan listrik sesuai

dengan keinginan, maka perlu menggunakan transformator dengan

bantuan dioda (penyearah).

Penyearah merupakan alat yang digunakan untuk mengubah

sumber arus bolak-balik menjadi sinyal sumber searah. Penyearah

dibedakan menjadi dua jenis yaitu penyearah setengah gelombang dan

penyearah gelombang penuh. Sedangkan untuk penyearah gelombang

penuh dibedakan menjadi dua yaitu penyearah gelombang penuh dengan

center tap (CT), dan penyearah gelombang penuh dengan menggunakan

dioda bridge.

Penelitian yang dilakukan oleh Sarjono (2014), menyebutkan

bahwa pada penyearah setengah gelombang, tegangan yang disearahkan

oleh dioda hanya pada gelombang yang bernilai positif, sehingga

ouputnya hanya berupa setengah gelombang. Sedangkan pada penyearah

gelombang penuh, tegangan yang disearahkan oleh 2 dioda dengan nilai

nol menggunakan CT dari transformator, maka didapatkan penyearah

gelombang yang penuh, tidak ada tegangan input yang hilang.

Berdasarkan uraian diatas dalam mempelajari ilmu kelistrikan

terutama mengenai dioda (penyearah) sangat penting dalam mengatur

tegangan listrik pada alat-alat listrik yang ada dirumah. Maka dari itu

perlu diadakan praktikum mengenai “Penyearah dan Catu Daya” untuk

hambatan keluaran suatu transformator daya, serta untuk memasang pada


rangkaian agar bekerja sebagai penyearah setengah gelombang maupun

gelombang penuh.

2. Tujuan

Tujuan yang dilakukan pada percobaan Penyearah dan Catu Daya

adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui karakteristik diode.

b. Merangkai rangkaian penyearah gelombang penuh dan setengah

gelombang.

c. Mengetahui cara kerja transsformator CT.

d. Membedakan arus AC dan DC.

B. KAJIAN TEORI

Power Supply atau dalam Bahasa Indonesia disebut dengan catu daya

adalah suatu alat listrik yang dapat menyediakan energi listrik untuk

perangkat listrik ataupun elektronika lainnya. Pada dasarnya power supply

atau catu daya ini memerlukan sumber energi listrik yang kemudian
mengubahnya menjadi energi listrik yang dibutuhkan oleh perangkat

elektronika lainnya. Oleh karenaa itu power supply kadang–kadang disebut

juga dengan istilah Electric Power Converter. Berdasarkan fungsinya

powersupply dapat dibedakan menjadi RegulatedPowerSupply,

UnregulatedPowerSupply, Adjustable Supply.Regulated Power Supply adalah

power supply yang dapat menjaga kestabilan tegangan dan arus listrik

meskipun terdapat perubahan atau variasi pada beban atau sumber listrik

(Tegangan dan Arus Input). Unregulated Power Supply adalah power supply

yang tegangan ataupun arus listriknya dapat berubah ketika beban berubah

atau sumber listriknya mengalami perubahan.Adjustable Power Supply adalah

power supplay yang tegangan atau arusnya dapat diatur sesuai kebutuhan

dengan menggunakan Knob Mekani (Cholis, 2017).Diode adalah komponen

elektronika semikonduktor yang memiliki 1 buah junction, sering disebut

sebagai komponen 2 lapis (lapis N dan P) dan secara fisik digambarkan :

Gambar 2.1 Simbol Dioda Lapis N dan P

Bias diode adalah cara pemberian tegangan luar ke terminal diode. Apabila

A diberi tegangan positif dan K diberi tegangan negative maka bias tersebut

dikatakan bias maju (forward bias). Pada kondisi bias ini akan terjadi aliran arus

dengan ketentuan beda tegangan yang diberikan ke diode atau VA-VK > Vj dan

selalu positif. Sebaliknya apabila A diberi tegangan negative dan K diberi

tegangan positif, arus yang mengalir (IR) jauh lebih kecil dari pada kondisi bias
maju. Bias ini dinamakan bias mundur (reverse bias) pada arus maju (IF)

diperlakukan baterai tegangan yang diberikan dengan IF tidak terlalu besar

maupun tidak ada peningkatan IR yang cukup signifikan. Secara umum semua

diode memiliki konstruksi dan prinsip kerja yang sama. Semua diode terbentuk

oleh sambungan PN yang secara fisik diode dikenali melalui nama elektrodenya

yang khas yaitu : anode dan katode. Diode dibedakan menurut fungsinyabeserta

simbolnya dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut :

Gambar 2.2 Jenis Dioda Beserta Fungsi


dan Simbolnya
(Ahmad, 2007).

Penyearah gelomabang atau penyearah thyristor merupakan rangkaian

utama dari peralatan catu daya DC yang ada saat ini. Catu daya DC untuk beban-

beban kecil umumnya menggunakan penyearah gelombang penuh jenis jembatan

yang dilengkapi dengan filter kapasitor sebagai perata tegangan keluaran seperti

pada Gambar 2.3 berikut:


Gambar 2.3Peyearah Satu Fasa Gelombang Penuh dengan
Filter Kapasitor

Tanggapan keluaran penyearah satu fasa gelombang membentuk dua buah

gelombang pada setiap periode tegangan sumbernya. Pada pengoperasiannya, arus

masukan penyearah di sisi jala-jala sistem distribusi akan mengalir pada saat

terjadinya pengisian kapasitor filter, sehingga bentuk arus input ini menjadi non

sinusoidal atau terdistorsi dari bentuk sinusoidalnya seperti dilihat pada Gambar

2.4 berikut.

Gambar 2.4 Gelombang Arus dan Tegangan Pnyearah


Satu Fasa Gelombang Penuh dengan Filter
Kapasitor

Dengan analisa deret forier didapatkan bahwabentuk gelombang arus

periodik non sinusoidal seperti ini akan terdiri sari satu komponen arus

fundamental yang mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi sistem dan


sejumlah komonen arus harmonisa yang mempunyai frekuensi kelipatan dari

frekuensi sistem (Samosir, 2008).

Penerapan dioda yang paling banyak dijumpai adalah sebagai penyearah.

Penyearah yang paling sederhana adalah penyearah setengah gelombang, yaitu

yang terdiri dari sebuah dioda. Melihat dari namanya, maka hanya setengah

gelombang saja yang akan disearahkan. Gambar 2.5 menunjukan rangkaian

penyearah setengah gelombang.

Gambar 2.5 Penyearah Setengah Gelombang

Rangkaian penyearah setengah gelombang mendapat masukan dari

sekunder trafo yang berupa sinyal AC berbentuk sinus.

V i=V m sin ωt .......................................................................................(2.1)

Dari persamaan tersebut,


V m merupakan tegangan puncak atau tegangan

maksimum. Harga
V m ini hanya bisa diukur dengan CRO yakni dengan melihat

langsung pada gelombangnya. Sedangkan pada umumnya hanya yang tercantum

pada sekunder trafo adalah tegangan efektif. Hubungan antara tegangan puncak

V m dengan tegangan efektif ( V eff ) atau tegangan rms ( V rms ) adalah:

Vm
V eff =V rms = =0 ,707 V m
√2 ....................................................................(2.2)
Tegangan efektif atau rms (root-means-square) adalah tegangan yang

terukur oleh voltmeter (ampere-meter). Karena hanya


V m pada umumnya jauh

lebih besar dari pada


V γ (tegangan cut-in dioda), maka pada pembahasan

penyearah ini
V γ diabaikan (Surjono, 2007).

Transformator adalah suatu komponen elektronika pasif yang berfungsi

untuk mengubah (menaikan/menurunkan) tegangan listrik bolak-balik. Bentuk

dasar transformator adalah sepasang ujung pada bagian sekunder. Bagian primer

dan sekunder adalah merupakan lilitan kawat email yang tidak berhubungan

secara elektris. Kedua lilitan kawat ini dililitkan pada sebuah inti yang dinamakan

inti trafo. Untuk trafo yang digunakan pada tegangan AC frekuensi rendah

biasanya trafo tersebut dari lempengan-lempengan besi yang disusun menjadi satu

membentuk teras besi (Anwar, 2010).

C. METODE PRAKTIKUM

1. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada percobaan penyearah dan catu

daya dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1 Alat dan Bahan Pada Percobaan Penyearah dan Catu Daya.
No Alat dan Bahan Fungsi
1. Transformator CT Sebagai penurun tegangan
2. Dioda Penyearah Sebagai penyearah gelombang
3. Resistor Sebagai penghambat arus
Sebagai tempat merangkai komponen-komponen
4. Breadboard
elektronika
Menampilkan isyarat masukan dan keluaran
5. Osiloskop
gelombang
6. Kabel penghubung Untuk menghubungka rangkaian
7. Multimeter Untuk mengukur arus, tegangan dan hambatan
2. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada percobaan penyearahdan catu

daya adalah sebagai berikut:

a. Penyearah setengan gelombang

1) Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan

2) Menyusun rangkaian seperti pada Gambar 2.6 berikut.

Gambar 2.6 Rangkaian Penyearah Setengah Gelombang

3) Menghubungkan transformator dengan sumber tegangan listrik.

4) Mengukur tegangan pada titikrangkaian dengan menggunakan

multimeter digital AC dan DC.

5) Mencatat hasil pengamatan.

b. Penyearah Gelombang Penuh

1) Menyiapkan dan menyususn rangkaian seperti pada Gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.7 Rangkaian Penyearah Gelombang Penuh


2) Menghubungkan transformator dengan sumber tegangan.

3) Mengukur tegangan pada titik rangkaian dengan menggunakan.

4) Mencatat hasil pengamatan.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Hasil data pengamatan pada percobaan Penyearah dan Catu Daya

dapat dilihat pada Tabel-tabel dan Gambar-gambar berikut :

a. Penyearah Setengah Gelombang

Tabel 2.2Data Pengamatan Percobaan Penyearah dan Catu Daya untuk


Penyearah Setengah Gelombang
No. Titik Tegangan AC (V) Tegangan DC (V)
1. A 11,96 3,6 x 10-3
2. B 6,37 5,75
3. C 6,08 5,84
Gambar 2.8 Penyearah Setengah Gelombang

b. Penyearah Gelombang Penuh

Tabel 2.3Data Pengamatan Percobaan Penyearah dan Catu Daya untuk


Penyearah Gelombang Penuh
No. Titik Tegangan AC (V) Tegangan DC
1 A 12,14 3,9
2 B 6,30 5,53
3 C 11,94 4,1
4 D 6,46 5,47
5 E 6,48 5,48

Gambar 2.9 Penyearah Gelombang Penuh

2. Pembahasan

Pengaruh gelombang suatu bagian dari rangkaian catu daya power

supply yang berfungsi sebagai pengubah sinyal AC menjadi DC dan

komponen utamanya berupa dioda. Penyearah gelombang terbagi dua jenis

yaitu penyearah setengah gelombang (menggunakan satu dioda atau ganjil)

dan penyearah gelombang penuh (menggunakan dua dioda atau genap).

Prinsip kerja dari rangkaian penyearah setengah gelombang adalah pada saat

gelombang pertama (puncak) melewati dioda dalam keadaan forward bias


sehingga arus dari setengah gelombang biasanya melewati dioda. Penyearah

gelombang penuh pernah dibuat dua dioda dan merupakan gabungan duah

buah penyearah setengah gelombang, sehingga arus maupun tegangan rata-

rata adalah dua kali penyearah setengah gelombang.

Percobaan penyearah dan catu daya dilakukan sebanyak dua kali

percobaan dengan memfariasikan jumlah dioda yaitu satu dioda dan dua buah

dioada, dan dirangkai dipapan rangkaian beserta dengan resistor, dimana dari

rangkaian tersebut dapat ditentukan titik-titiknya. Percobaan pertama yang

dilakukan dengan menggunakan satu dioda dengan titik-titik yang telah

ditentukan yaitu titik A, B, dan C. Sehingga diperoleh nilai tegangan AC dan

DC yang diukur dengan memakai atau menggunakan multimeter digital.

Untuk nilai tegangan AC dengan menggunakan satu jenis dioda secara

berturut-turut pada titik A, B, dan C adalah 11,96 volt, 6,37 volt dan 6,08

−3
volt. Sedangkan nilai tegangan DC pada titik A, B, dan C adalah 3,6×10

volt, 5,75 volt, dan 5,84 volt.

Perlakuan kedua yang dilakukan adalah menentukan nilai tegangan

AC dan DC dengan menggunakan dua buah dioda dengan titik-titik yang

telah ditentukan yaitu titik A, B, C, D dan E. Sehingga diperoleh nilai

tegangan AC dan DC yang diukur dengan menggunakan multimeter digital.

Untuk nilai tegangan AC dengan menggunakan dua buah dioda secara

berturut-turut pada titik A, B, C, D dan E adalah 12,14 volt, 6,30 volt,

11,94 volt, 6,46 volt dan 6,48 volt. Sedangkan nilai tegangan DC pada titik A,

B,C, D dan E adalah 3,9 volt, 5,53 volt, 4,1 volt, 5,47 volt dan 5,48 volt. Dari
hasil data pengamatan tidak memiliki jarak antara puncang gelombangnya,

hal ini dikarenakan dimana rangkaian menggunakan dua buah dioda.

Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa antara teori dan

praktek sudah sesuai, dimana teori yang ada menjelaskan bahwa gelombang

keluaran pada rangkaian dioda dapat bermacam-macam berupa keluaran

gelombang penuh maupun setengah gelombang. Hal ini didapatkan dari

jumlah banyaknya penggunaan dioda pada rangkaian tersebut. Untuk

keluaran berupa setengah gelombang dapat dirangkai rangkaian

menggunakan satu buah dioda saja dan untuk keluaran gelombang penuh

dapat dihasilkan dari rangkaian dua buah dioda.

RANGKAIAN SETARA THEVENIN DAN NORTON

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pada zaman sekarang ini, banyak kita jumpai alat-alat elektronika

yang menjadi salah satu hal yang penting di dalam kehidupan

masyarakat. Alat-alat elektronika ini terbagi atas dua komponen yaitu

komponen aktif dan komponen pasif. Beberapa komponen elektronika

yang tergolong komponen aktif terdapat beberapa alat yaitutransistor,

dioda, dan integrated circuit (IC). Sedangkan untuk komponen

elektronika yang tergolong komponen pasif alat-alatnya yaitu resistor,

kapasitor, dan induktor.


Rangkaian elektronika dilihat dari penyusunan komponen

elektronikanya yaitu ada rangkaian yang paling sederhana dan ada pula

rangkaian yang rumit. Untuk rangkaian elektronika yang rumit akan sulit

dilakukan pengukuran rangkaian karena susunan rangkaiannya yang

rumit, sehingga untuk mampu melakukan pengukuran dengan mudah

maka kita perlu mengubah rangkaian rumit menjadi rangkaian sederhana

tanpa mengubah nilai dalam rangkaiannya. Untuk menyelesaikan

rangkaian yang rumit maka harus menggunakan teori yang dapat

membantu mengubah rangkaiannya. Salah satunya dengan menggunakan

teorema Thevenin dan Norton. Teorema Thevenin dan Norton ini akan

mengubah rangkaian yang rumit menjadi rangkaian setara yang nilainya

sama dengan nilai aslinya.

Teorema Thevenin adalah salah satu teori elektronika atau alat

analisis yang menyederhanakan suatu rangkaian rumit menjadi suatu

rangkaian sederhana dengan cara membuat suatu rangkaian penggati

yang berupa sumber tegangan yang dihubungkan secara seri dengan

sebuah resistansi yang ekivalen. Sedangkan rangkaian Norton adalah

salah satu teori atau alat analisis yang dapat digunakan untuk

menyederhanakan suatu rangkaian linear yang rumit menjadi rangkaian

yang lebih sederhana.

Menurut Masyukur SJ (2005) jurnal penelitian yang berjudul

“Analisis Gangguan Hubungsingkat Tiga Phasa pada Sistem Tenaga

Listrik dengan Metode Thevenin”. Pada penelitian ini membahas


tentang gangguan hubungsingkat tiga fasa pada sistem tenaga listrik yang

mempunyai dua bus dapat diselesaikan dengan mudah dengan teori

rangkaian biasa seperti teori loop. Kesimpulan pada teorema ini

gangguan hubungsingkat terhadap rangkaian listrik yang begitu rumit

dapat dianalisis secara mudah dengan menggunakan metode Thevenin.

Penelitian mengenai rangkaian Thevenin dan Norton telah banyak

yang melakukannya. Akan tetapi, jika kita hanya membaca hasil

penelitian dari orang lain tanpa langsung mencobanya sendiri akan

membuat sebuah khayalan yang tidak jelas atau tidak pasti tentang

kebenarannya. Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas maka

pentingnya pratikum ini dilakukan supaya kita lebih memahami tentang

rangkaian secara Thevenin dan Norton, baik prinsip kerjanya maupun

aplikasinya yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat terutama

dalam bidang elektronika.

2. Tujuan Praktikum

Tujuan yang ingin dicapai pada percobaan Rangkaian Setara

Thevenin dan Norton adalah sebagai berikut:

1. Dapat memahami cara kerja rangkaian setara Thevenin.

2. Dapat membuat rangkaian setara Thevenin.

3. Dapat memahami cara kerja rangkaian setara Norton.

4. Dapat membuat rangkaian setara Norton.

B. KAJIAN TEORI
Rangkaian listrik umumnya memiliki bagian masukan dan bagian

keluaran, Rangkaian listrik dengan gerbang keluaran dapat diekivalenkan

dengan suatu rangkaian yang terdiri dari sumber tegangan(V T) dari seri

dengan resistansi ekivalen (REk) atau Rangkaian Thevenin, suatu rangkaian

yang terdiri dari arus (IN) dan paralel dengan Resistansi Ekivalen (RE)

Rangkaian Norton. Ketentuan-ketentuan yang harus dilakukan pada resistansi

ekivalen suatu rangkaian listrik yaitu melepaskan beban (RLoad) dari

rangkaian, menol-kan semua sumber tegangan atau sumber arus, menghitung

resistansi total pada terminal keluaran(beban terbuka). Sumber tegangan

Thevenin adalah sama dengan tegangan keluaran buka rangkaian pada

terminal beban dimana beban terlepas dari rangkaian (Husein, 2012).

Dalam elektronika ada beberapa pengertian dasar yang benar-benar

perlu dikuasai, yaitu rangkaian setara dan arus transien. Dengan

menggunakan rangkaian setara, kita dapat melakukan pengukuran pada

masukan dan keluaran suatu piranti elektronik tanpa mengetahui rangkaian di

dalamnya. Ada dua rangkaian setara yang lazim digunakan yakni Rangkaian

Setara Thevenin dan Rangkaian Setara Norton. Pengertian hambatan setara

tidak hanya digunakan untuk dua hambatan paralel saja, akan tetapi untuk

segala macam hubungan antara beberapa buah hambatan.

Pengertian hambatan setara tidak hanya digunakan untuk dua

hambatan. Dalam hal suatu rangkaian listrik yang mengandung sumber

tegangan atau sumber arus, atau kedua-duanya serta mengandung hambatan,

kapasitor, dioda, transistor, transformator dan sebagainya dapat menggunakan


pengertian rangkaian setara, untuk mempermudah kita membahas perilaku

rangkaian dalam hubungannya dengan beban atau rangkaian lain (Sutrisno,

1989).

Teorema Thevenin berlaku bahwa suatu rangkaian listrik dapat

disederhanakan dengan hanya terdiri dari satu buah sumber tegangan yang

dihubungserikan dengan sebuah tahanan ekivalennya pada dua terminal

yang diamati. Tujuan yang sebenarnya dari teorema ini adalah untuk

menyederhanakan analisis rangkaian yaitu membuat rangkaian pengganti

yang berupa sumber tegangan yang dihubungkan seri dengan suatu resistansi

ekivalennya.

Gambar 5.1 Teorema Thevenin

Pada gambar di atas, dengan terorema substitusi kita dapat melihat rangkaian

sirkit B dapat diganti dengan sumber tegangan yang bernilai sama saat arus

melewati sirkit B pada dua terminal yang kita amati yaitu terminal a-b. Setelah

kita dapatkan rangkaian substitusinya, maka dengan menggunakan teorema

superposisi didapatkan bahwa :

1. Ketika sumber tegangan V aktif/bekerja maka rangkaian pada sirkuit linier A

tidak aktif (semua sumber bebasnya mati diganti tahanan dalamnya), sehingga

didapatkan nilai resistansi ekivelennya.


Gambar 5.2 Langkah 1 pada Teorema Thevenin

2. Ketika sirkuit linier A aktif/bekerja maka pada sumber tegangan bebas

diganti dengan tahanan dalamnya yaitu nol atau rangkaian short circuit.

Gambar 5.3 Langkah 2 pada Teorema Thevenin

Dengan menggabungkan kedua keadaan tadi (teorema superposisi) maka

didapatkan

i=i1+isc .........................................................................................(5.1)

V
i=− +i ..................................................................................(5.2)
RTH sc

Pada saat terminal a-b di open circuit (OC), maka i yang mengalir sama dengan

nol (i = 0), sehingga


Gambar 5.4 Lanjutan Langkah 2 pada Teorema Thevenin

Dari persamaan 5.2 didapatkan

V oc
0=− +isc ..................................................................................(5.3)
RTH
V oc =isc⋅RTH ....................................................................................(5.4)
Dari persamaan (5.2) dan (5.4) , didapatkan :

isc⋅R TH =−V +V oc ........................................................................(5.5)


V =V oc⋅iR TH .................................................................................(5.6)
Cara memperoleh resistansi penggantinya (R th) adalah dengan mematikan

atau menonaktifkan semua sumber bebas pada rangkaian linier A (untuk sumber

tegangan tahanan dalamnya = 0 atau rangkaian short circuit dan untuk sumber

arus tahanan dalamnya = ∞atau rangkaian open circuit). Jika pada rangkaian

tersebut terdapat sumber dependent atau sumber tak bebasnya, maka untuk

memperoleh resistansi penggantinya, terlebih dahulu kita mencari arus hubung

singkat (isc), sehingga nilai resistansi penggantinya (R th) didapatkan dari nilai

tegangan pada kedua terminal tersebut yang di-open circuit dibagi dengan arus

pada kedua terminal tersebut yang di- short circuit .

Langkah-langkah penyelesaian dengan teorema Thevenin adalah sebagai

berikut:

1. Cari dan tentukan titik terminal a-b dimana parameter yang ditanyakan.
2. Lepaskan komponen pada titik a-b tersebut, open circuit kan pada terminal a-

b kemudian hitung nilai tegangan dititik a-b tersebut (V ab = Vth).

3. Jika semua sumbernya adalah sumber bebas, maka tentukan nilai tahanan

diukur pada titik a-b tersebut saat semua sumber di nonaktifkan dengan cara

diganti dengan tahanan dalamnya (untuk sumber tegangan bebas diganti

rangkaian short circuit dan untuk sumber arus bebas diganti dengan rangkaian

open circuit) (Rab = Rth).

4. Jika terdapat sumber tak bebas, maka untuk mencari nilai tahanan pengganti

V TH
RTH =
Theveninnya didapatkan dengan cara I SC .

5. Untuk mencari
I sc pada terminal titik a-b tersebut dihubungsingkatkan dan

dicari arus yang mengalir pada titik tersebut (I ab = Isc).

6. Gambarkan kembali rangkaian pengganti Theveninnya, kemudian pasangkan

kembali komponen yang tadi dilepas dan hitung parameter yang ditanyakan.

Pada teorema Norton berlaku bahwa suatu rangkaian listrik dapat

disederhanakan dengan hanya terdiri dari satu buah sumber arus yang

dihubungparalelkan dengan sebuah tahanan ekivelennya pada dua terminal yang

diamati. Tujuan untuk menyederhanakan analisis rangkaian, yaitu dengan

membuat rangkaian pengganti yang berupa sumber arus yang diparalel dengan

suatu tahanan ekivalennya.


Gambar 5.4 Rangkaian Teorema Norton

V
i=− +i ................................................................................(5.7)
RN sc

Langkah-langkah penyelesaian dengan teorema Norton adalah sebagai

berikut:

1. Cari dan tentukan titik terminal a-b dimana parameter yang ditanyakan.

2. Lepaskan komponen pada titik a-b tersebut, short circuit kan pada terminal a-

b kemudian hitung nilai arus dititik a-b tersebut (I ab = Isc = IN).

3. Jika semua sumbernya adalah sumber bebas, maka tentukan nilai tahanan

diukur pada titik a-b tersebut saat semua sumber di nonaktifkan dengan cara

diganti dengan tahanan dalamnya (untuk sumber tegangan bebas diganti

rangkaian short circuit dan untuk sumber arus bebas diganti dengan rangkaian

open circuit) (Rab = RN = Rth).

4. Jika terdapat sumber tak bebas, maka untuk mencari nilai tahanan pengganti

V OC
RN=
Nortonnya didapatkan dengan cara IN .

V
5. Untuk mencari 0 C pada terminal titik a-b tersebut dibuka dan dicari tegangan

pada titik tersebut (Vab = Voc).


6. Gambarkan kembali rangkaian pengganti Nortonnya, kemudian pasangkan

kembali komponen yang tadi dilepas dan hitung parameter yang ditanyakan

(Ramdhani, 2005).

C. METODE PRAKTIKUM

1. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada percobaan rangkaian setara

Thevenin dan Norton adalah sebagai berikut dapat dilihat pada Tabel 5.1

berikut.

Tabel 5.1 Alat dan Bahan Percobaan Rangkaian Setara Thevenin dan
Norton
No
. Alat dan Bahan Fungsi
1. Catu daya Sebagai sumber pengatur tegangan
2. Resistor Sebagai objek pengamatan
Sebagai alat ukur hambatan, arus, dan
3. Multimeter
tegangan
Sebagai penghubung antara rangkaian
4. Kabel penghubung
thevenin dan norton dengan catu daya
Sebagai tempat merangkai komponen
5. Papan rangkaian elektronika menjadi rangkaian thevenin dan
norton
2. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada percobaan rangkaian setara

Thevenin dan Norton adalah sebagai berikut.

a. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

b. Mengukur hambatan pada 4 buah resistor.

c. Menyusun rangkaian seperti pada Gambar berikut.

Gambar 5.5Susunan Rangkaian Setara


Thevenin Dan Norton

d. Membuka hambatan ke-empat (R4) sebagai hambatan beban (RL)

e. Melepaskan sumber tegangan (Vs) lalu menghubungsingkatkan

f. Mengukur total hambatan pdaa rangkaian terbuka menggunakan

multimeter dengan menempatkan kedua kutub multimeter di tempat

R4 dilepas sebagai hambatan Thevenin (RTh) dan hambatan (RN)

g. Menyambungkan kembali sumber tegangan pada rangkaian lalu

mengatur sumber tegangan menjadi 9 Volt

h. Mengukur tegangan pada rangkaian yang telah dialiri arus listrik

menggunakan voltmeter dengan menempatkan kedua kutub voltmeter

di tempat R4 dilepas sebagai hambatan Thevenin (VTh)


i. Mengukur arus pada rangkaian yang telah dialiri arus listrik

menggunakan Amperemeter dengan menempatkan kedua kutubnya

ditempat R4 dilepas sebagai arus Norton (IN)

j. Menyambungkan kembali hambatan beban (RL) pada rangkaian

k. Mengukur tegangan dan arus pada hambatan beban sebagai tegangan

beban (VL) dan arus beban (IL)

l. Mengulangi langkah g sampai k dengan sumber tegangan 12 Volt

m. Mencatat hasil pengukuran ke dalam tabel pengamatan.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil

a. Data pengamatan

Data pengamatan pada percobaan Rangkaian Setara Thevenin

dan Norton dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut.

Tabel 5.2 Data Pengamatan Percobaan Rangkaian Setara Thevenin


dan Norton

Vs VTh RTh/RN IN VL IL
No
(V) (V) (Ω ) (A) (V) (A)
−3
1 9 3,6 x 10 21,56 x 10−3 1 x 10−4 38,8 x 10−3 12 x 10−5
2 12 2,4 x 10−3 21,56 x 10−3 3 x 10−4 97,5 x 10−3 13 x 10−5
Keterangan:
R1 =6670Ω
R2 =2,4 Ω
R3 =9,7 Ω
R4 =R L =1Ω

b. Analisis Data

1) Teorema thevenin

RTh
a) Menentukan

RTh =R3 + ( R1 // R2 )

=R3 +
( R1 ×R2
R1 + R 2 )
=9,7 + ( 6670×2,4
6670+2,4 )

=9,7 + (16008
6672, 4 )

64722 , 28+16008
=
6672, 4

=12,0991 Ω

V Th
b) Menentukan

V s =9
(1) Untuk V

R2
V Th = ×V S
R1 +R2

2,4
= ×9
6670+2,4
21,6
=
6672,4
−3
=3,24×10 V

V s =12
(2) Untuk V

R2
V Th = ×V S
R1 +R2

2,4
= ×12
6670+2,4

28,8
=
6672,4

=0,00432 V

−3
=4,32×10 V

VL
c) Menentukan

V s =9
(1) Untuk V

RL
V L= ×V Th
R Th +R L
1
= ×( 3 , 24×10−3 )
12+1
−3
3,24×10
=
13
−4
=2,49×10 V

V s =12
(2) Untuk V

RL
V L= ×V Th
R Th +R L

1
= ( 4 , 32×10−3 )
12+1
−3
4 ,32×10
=
13
−4
=3,32×10 V

IL
d) Menentukan

V S =9
(1) Untuk V

VL
I L=
RL

−4
2 , 49×10
=
1
−4
=2,49×10 A

V S =12
(2) Untuk V
VL
I L=
RL

−4
3,32×10
=
1
−4
=3,32×10 A

2) Teorema Norton

RN
a) Menentukan

R N =RTh =R3 + ( R2 // R1 )

=12,0991 Ω

IN
b) Menentukan

V s =9
(1) Untuk V

VP
IN=
R3

RP R 2×R 3
→V P= ×V S R P=
R1 + R 2 R 2 + R3

1,92 2,4×9,7
= ×9 =
6670+1,92 2,4+9,7
17,28 23 ,28
= =
6670 ,92 12 ,1

=0,00259 V =1,923967 Ω

−3
=2,59×10
VP
→I N =
R3

−3
2,59×10
=
9,7

−4
=2,67×10 A

V s =12
(2) Untuk V

VP
IN=
R3

Rp
→V p = ×V 3
R3

1, 92
= ×12
6670+1 ,92

23 ,04
=
6670+1,92

=0,00345 V

−3
=3,45×10 V

VP
→I N =
R3

3,45×10−3
=
9,7
−4
=3,56×10 A
VC
c) Menentukan
R L ×R
R P= N
V s =9 R L + RN
(1) Untuk V

1×12
V L=I N ×R P =
1+12

12
−4 =
=2,67×10 ×0,923 13
−4
=2,46×10 V =0,923Ω

V s =12
(2) Untuk V

V L=I N ×R P

−4
=3,56×10 ×0 ,923
−4
=3,29×10 V

IL
d) Menentukan

V s =9
(1) Untuk V

VL
I L=
RL

−4
2 , 46×10
=
1
−4
=2,46×10 A

V s =12
(2) Untuk V
VL
I L=
RL

−4
3,29×10
=
1
−4
=3,29×10 A

2. Pembahasan

Percobaan rangkaian setara Thevenin dan Norton dilakukan untuk dapat

memahami cara kerja rangkaian setara Thevenin dan Norton. Pada percobaan

rangkaian secara Thevenin dan Norton terlebih dahulu dipercobakan yaitu cara

membuat rangkaian setara Thevenin dan Norton, yang mana rangkaian disusun

secara seri dan paralel yang ditunjukan pada Gambat 5.4. percobaan rangkaian

secara Thevenin dan Norton ini juga dilakukan untuk menentukan hambatan

Thevenin ( RTh ) yang terdapat pada rangkaian, mengukur besar tegangan terbuka

atau tegangan Thevenin ( V Th ) , mengukur besar arus singkat atau arus Norton ( I N ) ,

mengukur besar tegangan beban (V L ) , dan mengukur arus yang mengalir pada

beban atau hambatan yang ditinjau ( I L ) . Percobaan ini dilakukan menggunakan dua
kali perlakuan yaitu perlakuan pengukuran menggunakan teorema Thevenin dan

perlakuan kedua yaitu pengukuran menggunakan teorema Norton.

Perlakuan pertama yaitu pengukuran menggunakan teorema Thevenin,

dimana dilakukan pengukuran besar hambatan Thevenin dengan menggunakan

empat buah resistor yang berbeda-beda yaitu


R1 = 6670 Ω, R2 = 2,4 Ω, R3 = 9,7 Ω,

R4 = 1 Ω, diperoleh besar hambatan Thevenin yang sama besar ( RTh ) yaitu

−3
21,56×10 Ω. Sedangkan secara teori dengan perhitungan matematis diperoleh
besar
R Th yaitu 12,0991 Ω. Hal ini menunjukan adanya perbedaan antara hasil

praktik dengan hasil secara teori. Kesalahan bisa disebebkan oleh kesalahan dalam

pembacaan alat ukur atau pengaruh hambatan dalam alat ukur tersebut.

Perlakuan yang dilakukan untuk mengukur besar tegangan Thevenin ( V Th )


dengan menggunakan pengukuran alat ukur multimeter digital dengan besar

−3
tegangan yang diberikan yaitu sebesar 9 V diperoleh sebesar 3,6×10 V. Untuk

sumber tegangan yang diberikan sebesar 12 V diperoleh besar


V Th sebesar

24×10 V. Sedangkan secara teori dengan perhitungan matematis besar niali V Th


−3

−3 −3
berturut-turut sebesar 3,24×10 V dan 4 ,32×10 V. Untuk pengukuran tegangan

pada hambatan beban (V L ) dengan sumber tegangan yang diberikan sebesar 9 V dan

−3
12 V. Secar praktik diperoleh hasil pengukuran beturut-turut sebesar 38,8×10 V

−3
dan 97,5×10 V. Untuk pengukuran arus yang mengalir pada beban atau hambatan

yang ditinjau (
I L)
dengan sumber tegangan yang diberikan sebesar 9 V dan 12 V

melalui pengukuran yang diperoleh hasil pengukuran berturut-turut sebesar

−5 −5
12×10 A dan 13×10 A. Sedangkan secara teori dengan menggunakan

−4
perhitungan matematis diperoleh berturut-turut sebesar 2,49×10 A dan

−4
3,32×10 A.

Perlakuan kedua yaitu mengukur dengan menggunakan teorema Norton.

Pengukuran pertama dilakukan dengan mengukur besar hambatan Norton, dimana


besar hambatan Norton ini sama besar dengan hambatan Thevenin sehingga dengan

menggunakan sumber tegangan 9 V dan 12 V akan sama besar, dimana secara

−3
praktek diperoleh besar hambatan norton sebesar 21,56×10 Ω. Sedangkan secara

teori yang diperoleh sebesar 12,0991 Ω. Untuk pengukuran pada rangkaian terbuka

atau arus norton


IN dengan sumber tegangan yang diberikan 9 V dan 12 V. Secara

−4
praktek diperoleh hasil pengukuran berturut-turut sebesar 2,67×10 A dan

−4
3,56×10 A.pengukuran selanjutnya yaitu pengukuran tegangan pada hambatan

beban (V L ) dengan sumber tegangan yang diberikan sebesar 9 V dan 12 V. Secara

−3
praktik diperoleh hasil pengukuran berturut-turut sebesar 38,8×10 V dan

−3
97,5×10 V. Sedangkan secara teori dengan perhitungan matematis diperoleh

−4 −4
secara berturut-turut sebesar 2,46×10 V dan 3,29×10 V. Untuk pengukuran

arus beban ( I L) secara praktek diperoleh hasil pengukuran berturut-turut sebesar

−5 −5
12×10 A dan 13×10 A. Sedangkan secara teori dengan perhitungan secara

−4 −4
matematis diperoleh hasil berturut-turut sebesar 2,46×10 A dan 3,29×10 A.

Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan menunjukan bahwa antara hasil

praktik dan teori berbeda. Hal ini dikarenakan oleh, cara pengukuran dengan praktik

dan teori itu berbeda. Pada rangkaian hambatan


R3 dibuka atau diabaikan karena

tidak ada arus yang mengalir pada saat mencari hambatan Thevenin. Sedangkan

pada saat pengukuran alat ukur voltmeter dihubungkan pada tempat


R L kemudian

dilepas sehingga
R3 menjadi dialiri arus listrik.
PENGUAT OPERASIONAL (PEMBALIK DAN TAK MEMBALIK)

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Elektronika dasar merupakan bagian dari ilmu elektronika yang

mempelajari dasar-dasar komponen, rangkaian, tegangan dan karakteristik

yang harus dipahami terlebih dahulu dalam membangun sebuah peralatan

elektronika. Dalam peralatan elektronika dasar yang komplek, akan

ditemukan komponen-komponen elektronika seperti IC Op-Amp. Penguat

operasional atau operational amplifier (biasanya dikkenal dengan Op-Amp)

merupakan sebuah komponen elektronika yang tersusun dari resistor, diode

dan transistor.

Ada dua jenis penguat operasional, yaitu penguat inverting

(membalik) dan non inverting (tak membalik).Rangkaian penguat inverting

merupakan rangkaian penguat pembalik dengan impedansi masukan sangat

rendah. Sedangkan rangkaian non inverting merupakan rangkaian penguat


tak membalik dengan impedansi masukan yang tinggi. Rangkaian penguat

pembalik dan tak membalik memiliki perbedaan dari segi susunan atau

bentuk rangkaiannya, cara kerja dan fungsinya.

Menurut Hasmudin (2009) ada dua jenis penguat operasional yang

sering didengar yaitu penguat pembalik dan tak membalik. Rangkain

penguat pembalik merupakan impedansi masukan sangat rendah sedangkain

rangkaian penguat tak membalik merupakan rangkaian impedansi yang

tinggi.

Berdasarkan paparan di atas, kita dapat mengetahui apa itu penguat

operasional dan jenis-jenis dari penguat operasional yang terdiri dari

penguat inverting dan non inverting. Akan tetapi, jika kita hanya membaca

teori-teori yang ada tanpa mengaplikasikannya maka kita tidak akan bisa

mengetahui dan membedakan dengan pasti yang mana rangkaian pembalik

(inverting) dan yang mana rangkaian tak membalik (non inverting). Oleh

karena itu, maka dilakukanlah praktikum mengenai Penguat Operasional

(Pembalik dan Tak Membalik) guna lebih memahami dan mengetahui

semua itu.

2. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai pada percobaan Penguat Operasional

(Pembalik dan Tak Membalik) yaitu praktikan diharapkan dapat.

a. Menyusun rangkaian Op-Amp pembalik dan tak membalik sederhana

untuk syarat DC memahami karateristik pengoprasiannya.


b. Menerapkan perhitungan untuk menunjukan besarnya penguatan

tegangan dengan memasang resitor yang dipilih.

c. Menerapkan perhitungan untuk menunjukan besarnya penguatan

tegangan dengan menggunakan metode resistansi dan tegangan.

B. KAJIAN TEORI

Penguat operasional atau Operational Amplifier (biasanya dikenal dengan

Op-Amp) merupakan sebuah komponen elktronika yang tersusun dari resistor,

diode dan transistor. Penyusunan dari Op-Amp tersebut disusun dalam sebuah

rangkaian yang terintegrasi atau yang biasa dikenal dnegan Integrated Circuit

(IC). Op-Amp dalam aperasinya biasa digunakan sebagai penguat.

Pada rangkaian Op-Amp biasa dilambangkan seperti pada Gambar 1. Pada

gambar tersebut dapat dilihat bahwa terdapat dua buah input inverting dan non-

inverting. Pada Gambar 1 terdapat dua masukan sebagai sumber daya dari Op-

Amp tersebut, yaitu tegangan positif (+V cc ) dan tegangan negatif (−V EE )
Gambar 6.1. Simbol Op-Amp pada Rangkaian

Memahami sistem kerja pada Op-Amp, maka perlu diketahui terlebih

dahulu beberapa sifat-sifat dari Op-Amp ideal yaitu perbedaan tegangan Input

(V dm ) adalah nol, arus input Op-Amp (ia ) adalah nol, pengua lingkar terbuka

(AVOL) tak berhingga, hambatan keluaran lingkar terbuka (Ro, ol) adalah nol,

hambatan masukan lingkar terbuka (Ri, ol) tak berhingga, lembar pita (bandwith)

tak berhingga atau Δf tak berhingga, Common Mode Rejection Ratio (CMRR)

tak berhingga.

Op-Amp yang digunakan pada makalah ini, yaitu Op-Amp dengan tipe

LM-741. Op-Amp LM-741 mempunyai 8 kaki yang mana masing-masing kaki

mempunyai fungsi masing-masing. Kaki satu offset null yang berfungsi untuk

mengontrol offset tegangan untuk meminimalkan kebocoran karena Op-

Ampberjenis differential. Kaki kedua yaitu inverting input yang berfungsi sebagai

masukan pada Op-Amp. Sifat keluaran dari masukan melalui kaki ini, yaitu fasa

sinyal keluaran akan berlawanan dengan sinyal masukan. Kaki ketiga non-

inverting input. Kaki ini berfungsi sebagai masukan pada Op-Amp. Sifat keluaran

dari masukan melalui kaki ini yaitu fasa sinyal keluaran akan berfasa sama dengan

sinyal masukan. Kaki empat (V negatif ) kaki ini berfungsi sebagai sumber daya

tegangan negatif pada Op-Ampagar dapat bekerja. Kaki lima offset null fungsi
dari kaki ini sama dengan kaki satu. Kaki enam output kaki ini berfungsi sebagai

keluaran dari Op-Amp. Kaki tujuh (V posotif ) kaki ini berfungsi sebagai sumber

daya tegangan positif. Kaki delapan not connected kaki ini berfungsi pelengkap

kemasan standar komponen 8-pin kaki ini tidak terhubung kemanapun pada

rangkaian. Gambar 6.2 menunjukan kaki-kaki Op-AmpLM-741.

Gambar 6.2. Kaki-kaki Op-AmpLM-741

(Nuryanto. 2017).

Penguat non-inverting adalah salah satu jenis penguatan operasional dasar

yang menggunakan umpan balik negatif untuk menstabilkan perolehan tegangan

keseluruhan. Rangkaian dasar penguat non-inverting ditunjukan pada Gambar 6.3

berikut.

Gambar 6.3 Rangkaian Dasar Penguat Non-Inverting

Gambar 3 menunjukan bahwa sebuah tegangan masukan menggerakan masukan

non-inverting. Tegangan masukan ini selanjutnya akan dikuatkan untuk


menghasilkan tegangan keluaran. Bagian dari tegangan keluaran diumpan balikan

kemasukan melalui pembagi tegangan berupa


Rin dan Rf . Tegangan umpan balik

ini (negatif) yang besarnya hampir sama dengan tegangan masukan (Suwarno,

2009).

Konfigurasi dari Op-Ampsebagai penguat dengan menggunakan jalur

umpan balik negatif adalah sebagai penguat inverting. Pada konfigurasi ini, sinyal

masukan
V in akan diberikan pada kaki masukan inverting dari Op-Ampsetelah

mencari hambatan
Ri seangkan kaki masukan non-inverting dihubungkan dengan

ground sehingga tegangan di kaki non-inverting V + maupun di kaki inveritng V −

akan sama dengan nol. Kondisi ini disebut dengan virtual ground. Seperti

biasanya, sinyal keluaran


V out dari kaki keluaran diumpan balik melewati

hambatan
Rf menuju kaki masukan inverting. Konfigurasi penguat inverting

dapat dilihat pada Gambar 6.4 berikut.

Gambar 6.4 Rangkaian Penguat Inverting pada Op-Amp

Pada rangkaian penguat inverting arus yang berasal dari sinyal masukan yang

melewati hambatan Ri adalah,

V in−V − V in
Ii = = ... ..................................... ........ ....................... (1)
Ri Ri
Akibat dari kondisi virtual ground dan impendansi masukan yang tinggi, maka

tidak ada arus yang akan masuk ke Op-Ampdan semua arus akan diteruskan

kerangkaian umpan balik negatif

Ii =I f ......................................................................................... (2)

Besarnya arus yang melewati jalur umpan balik negatif dapat ditulis,

V −−V out V out


If= =− ................................................................ (3)
Rf Rf

Sehingga didapatkan penguat dari rangkaian penguat inverting adalah sebagai

berikut.

V out R
A= =− f .......................................................................... (4)
V in Ri

Akibat fasa dari sinyal keluaran yang terbalik dengan fasa sinyal masukan, maka

rangkaian ini dinamakan rangkaian penguat inverting.

Salah satu rangkaian penguat paling sederhana dari Op-Amp adalah

rangkaian penguat non-inverting. Skema rangkaian penguat ini dapat dilihat pada

Gambar 6. 5 berikut.

Gambar 6.5 Rangkaian Penguat Non-Inverting Op-Amp


Dengan memberikan sinyal masukan
V in pada kaki non-inverting dan memberikan

umpan balik negatif


V f pada kaki inverting yang berasal dari sinyal keluaran V out
.

Maka Op-Ampakan stabil pada kondisi tegangan masukan di kaki inverting V −

sama dengan tegangan masukan di kaki non-inverting V + .

V in =V + =V 1=V f .................................................................... (5)

Namun dari rangkaian tersebut kita dapat melihat bahwa tegangan umpan balik

V f merupakan fraksi dari tegangan keluaran V out yang dilewatkan pada pembagi

tegangan yang terdiri dari dua buah resistor Rf dan Ri sehingga dapat ditulis,

Ri
Vf= ⋅V .. ..... ........ .. ... .. ... .. ........ ..... ...... ..... ........ .. ... .. (6)
R f +R i out

Sehingga kita dapat menuliskan bahwa besarnya penguatan dari rangkaian

penguat non-inverting adalah sebagai berikut,

V out
A=
V in
R
= f ................................................................................ (7)
Ri

(Septiawan,2015).

Beberapa aplikasi Op-Ampyang sering digunakan diantaranya

rangkaian dasar penguat diferensial, rangkaian buffer sinyal. Rangkaian penguat

membalik (inverting amplifier) dan rangkaian penjumlah (adder). Op-

Ampmemiliki dua rangkaian umpan balik (feedback) yaitu rangkaian feedback

negatif memiliki peranan yang sangat penting karena rangkaian tersebut dapat
menghasilkan penguatan yang dapat terukur. Sedangkan rangkaian feedback

positif dapat menghasilkan osilasi (sinyal yang berosilasi).

Gambar 6.6Blok Diagram Op-Amp

Diagram Op-Ampterdapat beberapa pertama adalah penguat diferensial, lalu

bagian penguatan (gain). Kemudian penggeser level (level stiffer) dan yang

terakghir adalah penguatan akhir yang biasanya dibuat menggunakan metode

push-pun amplifier kelas B (Kharisma, 2013).

C. METODE PRAKTIKUM

1. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dgunakna pad apercobaan Penguat Operasional

(Pembalik dan Tak Membalik) dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 6.1 Alat dan Bahan Percobaan Penguat Operasional (Pembalik dan Tak
Membalik)
No Alat dan Bahan Fungsi
Resistor 2 KΩ dan
1 Sebagai objek pengamatan
200 KΩ
2 IC Op-Amp LM-741 Sebagai penguat
3 Multimeter digital Untuk mengukur tegangan masukan
4 Baterai 9 Volt Sebagai sumber arus
Menghubungkan baterai dengan rangkaian penguat
5 Kabel penghubung
inverting dan non-inverting
6 Kawat email Sebagai pembumian
Sebagai tempat merangkai rangkaian penguat
7 Papan rangkaian
inverting dan non-inverting
2. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada percobaan Penguat Operasional

(Pembalik dan Tak Membalik) adalah sebagai berikut.

a. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

b. Merangkai alat dan bahan sehingga menjadi rangkaian penguat inverting

seperti pada Gambar 6.7 berikut.

Gambar 6.7. Rangkaian Penguat Inverting


c. Menghubungkan baterai 9 Volt ke kaki 7 dan ke kaki 4 pada Op-Amp

LM-741

d. Menghubungkan multimeter untuk mengukur


V in pada kaki dua dan kaki

3 Op-Amp LM-741. Kemudian mencatat hasil pengamatan pada tabel

data pengamatan

e. Merangkai alat dan bahan menjadi rangkaian penguatan non-inverting

seperti pada Gambar 6.8 berikut.


Gambar 6.8 Rangkaian penguat Non-Inverting

f. Mengulangi langkah (c) dan (d) untuk mendapatkan hasil pengukuran


V in

pada rangkaian penguat non-inverting.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil

a. Data Pengamatan

1) Rangkaian Penguat Inverting

Hasil pengamatan yang diperoleh pada rangkaian penguat

inverting dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Data Pengamatan Rangkaian Penguat Inverting


V s (volt ) Rin (Ω) Rf (Ω) V in ( volt )
9 2000 200 .000 −6
−22.6 x 10

2) Rangkaian penguat Non-Inverting

Hasil pengamatan yang diperoleh pada rangkaian penguat non-

inverting dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Data Pengamatan Rangkaian Penguat Non-Inverting


V s (volt ) Rin (Ω) Rf (Ω) V in ( volt )
2000 200 .000 −3
9 18 x 10

b. Analisis Data

1) Rangkaian Penguat Inverting

a) Menentukan besar penguat tegangan

Rf
AV =−
Rin
200 .000 Ω
AV =−
2000 Ω
AV =−100 Kali

b) Menentukan tegangan keluaran

Rf
V out =− ×V
Rin in
V out =−100 × (−22 , 6×10−3 )
V out =22 ,6×10−1
V out =0 , 226 Volt

2) Rangkaian Penguat Non-Inverting

a) Menentukan besar penguat tegangan


Rf
AV = +1
Rin
200 .000 Ω
AV = +1
2000 Ω
AV =100+1
AV =101 Kali
b) Menentukan tegangan keluaran

V out =
( )1+R f
R in
×V in

V out =101 × (18×10−3 )


V out =18 , 8 Volt

2. Pembahasan

Penguat operasional (Op-Amp) adalah salah satu jenis penguat

elektronika dengan hambatan arus searah yang memiliki faktor penguat

sangat tinggi dengan dua masukan dan satu keluaran. Op-Amp pada

umumnya gigunakan sebagai penguat, penguat operasional (Op-Amp) terbagi

menjadi dua jenis rangkaian yaitu rangkaian penguat pembalik (Inverting)

dan rangkaian penguat tak membalik (non-inverting). Rangkaian penguat


inverting merupakan rangkaian elektronika yang berfungsi untuk memperkuat

dan membalik polaritas sinyal masukan. Sedangkan rangkaian penguat non-

inverting adalah kebalikan dari rangkaian penguat inverting, dimana input-

nya dimasukan pada input non-inverting sehingga polaritas output akan sama

dengan polaritas inputtetapi memiliki penguatan yang tergantung dari

besarnya hambatan feedback dan hambatan input. Berdasarkan hasil uraian

tersebut maka penting untuk dilakukannnya praktikum mengenai penguat

operasional (pembalik dna tak membalik) untuk memahami rangkaian

penguat inverting dan non-inverting serta cara kerja dari rangkaian tersebut,

sehingga akan lebih mudah dalam memahami rangkaian serta dapat

membantu dalam merancang dan memperbaiki alat yang menggunakan Op-

Amp.

Percobaan yang dilakukan kali ini yaitu mengenai penguat operasioanl

(pembalik dan tak membalik). Perlakuan pertama yang dilakukan adalah pada

rangkaian penguat pembalik (inverting) dengan memberikan hambatan

pembalik Rin dan hambatan feedback sebesar 2.000 Ω dan 200.000 Ω dengan

tegangan masukan (V in ) −3
sebesar 22. 6×10 Volt. Sedangkan perlakuan kedua

yang dilakukan yaitu pada rangkaian non-inverting dengan memberikan

hambatan pembalik (
Rin ) dan hambatan feedback sebesar 2000 Ω dan

−3
200.000 Ω dengan menghasilkan tegangan masukan sebesar 18×10 Volt.

Berdasarkan hasil data yang diperoleh di atas, maka dilakukanlah

analisis data untuk menentukan besar penguatan tegangan pada rangkaian

penguat inverting dan non-inverting. Untuk besar penguat tegangan inverting


dengan memeberikan nilai hambatan feedback dan hambatan masukan yaitu

sebesar 200.000 Ω dan 2000 Ω dan bernilai negatif sehingga diperoleh besar

besar nilai penguatan pada rangkaian inverting yaitu sebesar 0.226 Volt.

Sedangkan untuk besar tegangan pada rangkaian non-inverting dengan

memberikan nilai feedback dan hambatan masukan yang sama sehingga

menghasikan nilai penguatan sebesar 101 kali dengan menghasilkan nilai

tegangan keluaran sebesar 18.8 Volt.

Berdasarkan hasil dari data pengamatan dan analisis data dapat dilihat

bahwa antara tegangan masukan dan tegangan keluaran memiliki beda fasa

dimana tegangan masukannya bernilai negatif sedangkan tegangan

keluarannya bernilai positif sehingga dapat disimpulkan bahwa percobaan

yang telah dilakuka telah sesuai dengan teori yang ada.

RANGKAIN PENJUMLAH DAN PENGURANG TEGANGAN

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kemajuan teknologi elektronika setiap saat semakin pesat.

Komponen-komponen dasar maupun komponen-komponen dari

semikonduktor sekarang telah dikemas dalam satu paket yang berfungsi

sesuai dengan yang diinginkan. Kemasan ini disebut dengan rangkaian


terpadu (integrator circuit). Salah satu dari rangkaian terpadu tersebut

adalah Op-Amp (operasionel amplifier) merupakan suatu jenis penguat

elektronika dengan hambatan (coupling) arus searah yang memiliki

faktor penguatan yang sangat besar dengan dua masukan dan satu

keluaran. Pada Op-Amp terdapat dua masukan yakni inverting dan

noninverting. Pada inverting amplifierinput dan outputnya berlawanan

polaritas, sehingga ada tanda negatif pada rumus

penguatannya.Kemudian rangkaian noninverting hampir sama dengan

rangkaian inverting hanya perbedaannya adalah terletak pada tegangan

inputnya dari masukan noninverting.

Rangkaian penjumlah dan pengurang tegangan merupakan

rangkaian yang digunakan untuk mencari selesih dari dua tegangan yang

telah dikalikan dengan dua konstanta tertentu yang ditentukan oleh nilai

resistansi yang digunakan. Dasar dari rangkaian tersebut merupakan dari

rangkaian penguat diferensial atau rangkaian penguat selisih, dimana

fungsi dari rangkaian tersebut adalah untuk mencari selisih antara kedua

masukannya.

Dari banyaknya fungsi dan hal yang berkaitan dengan rangkaian

penjumlah dan pengurang tegangan tersebut ternyata masih banyak

dikalangan orang atau masyarakat bahkan mahasiswa jurusan pendidikan

fisika yang belum mengetahui bentuk rangkaian dan membedakan antara

rangkaian penjumlah dan pengurang tegangan serta cara

pengoperasiannya dari rangkaian tersebut. Padahal banyak sekali manfaat


yang dapat diterapkan dalam rangkaian penjumlah dan pengurang

tegangan didalam kehidupan sehari-hari. Contoh pemanfaatannya adalah

seperti penjumlahan dan pengurangan terhadap tegangan listrik hingga

dikembangkan kepada penggunaan aplikatif seperti komparator dan

osilator dengan distorsi rendah.

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan praktikum

percobaan rangkaian penjumlah dan pengurang tegangan untuk

mempermudah dan membantu masyarakat bahkan mahasiswa dalam

merangkai dan membedakan rangkaian penjumlah dan pengurang

tegangan serta cara pengoperasiannya dalam rangkaian tersebut.

2. Tujuan Praktikum

Tujuan yang ingin dicapai pada percobaan Rangkaian Penjumlah

dan Pengurang Tegangan adalah sebagai berikut.

a. Dapat menyusun rangkaian Op-Amp sebagai rangkaian penjumlah dan

rangkaian pengurang.

b. Dapat mencari penguatan dan tegangan keluaran rangkaian penjumlah

dan pengurang.
c. Dapat menyususn rangkaian penjumlah dan pengurang menggunakan

EWB

B. KAJIAN TEORI

Penguat Operasional atau Operational Amplifier (biasa dikenal

dengan Op-Amp) merupakan sebuah komponen elektronika yang tersusun

dari resistor, diode, dan transistor. Penyusunan dari Op-Amp tersebut disusun

dalam sebuah rangkaian yang terintegrasi atau yang biasa dikenal dengan

Integrated Circuit (IC). Op-Amp dalam aplikasinya biasa digunakan sebagai

penguat.
Rangkaian Op-Ampterdiri dari dua input, yaitu input inverting dan non

inverting. Selain itu terdapat pula dua sumber masukan sebagai sumber daya

dari Op-Amp tersebut, yaitu tegangan positif (


+V CC ) dan tegangan negatif

(−V ee ) .

Gambar 7.1 Simbol Op-Amp pada Rangkaian

Op-Amp yang sering digunakan yaitu Op-Amp dengan tipe LM-741 . Op-

Amp LM-741 mempunyai 8 kaki yang mana masing-masing kaki mempunyai

fungsi masing-masing.

Gambar 7.2 Kaki-Kaki Op-Amp LM-741


Berdasarkan Gambar 7.2 kaki Op-Amp LM-741, yaitu kaki satu (Offset

Null) berfungsi untuk mengontrol offset tegangan untuk meminimalkan

kebocoran, karena OpAmp berjenis differensial. Kaki dua (Inverting Input)

berfungsi sebagai masukan pada OpAmp, sifat keluaran dari masukan melalui

kaki ini, yaitu fasa sinyal keluaran akan berlawanan dengan sinyal masukan. Kaki

tiga (Non-Inverting Input) berfungsi sebagai masukan pada OpAmp, sifat keluaran

dari masukan melalui kaki ini, yaitu fasa sinyal keluaran akan berfasa sama

dengan sinyal masukan. Kaki empat (V negatif) berfungsi sebagai sumber daya

tegangan negatif pada Op-Amp agar dapat bekerja. Kaki lima(Offset Null).

Berfungsi seperti kaki satu. Kaki enam (Output) berfungsi sebagai keluaran dari

Op-Amp. Kaki tujuh (V positif) berfungsi sebagaisumber daya tegangan positif.

Kaki delapan (Not Connected) befungsi pelengkap kemasan standar komponen 8-

pin, kaki ini tidak terhubung ke manapun pada rangakaian (Nuryanto, 2017).

Op-Amp dapat menampilkan bermacam-macam operasi matematik seperti

Amplifier penjumlah dan Amplifierpengurangan. Pada Amplifierpenjumlahan

terlihat pada Gambar 7.3 berikut.

Gambar 7.3Amplifier Penjumlahan


Rangkaian Amplifier pada Gambar 7.3 mengekspresikan suatu tegangan

outpotyang merupakan jumlah dari tiga buah tegangan input. Hal ini merupakan

dasar penguat pembalik (Inverting Amplifier) dengan bayaknya input masing-

masing terhubung dengan resisitor dan dijumlahkan (Summing) pada titik (Node)

A. Tegangan tersebut tegangan output adalah:

Rf Rf Rf
V 0 =− ×V 1 − ×V 2 −
R1 R1 R n .............................................................(7.1)

Jika
R1 =R2 =Rn , maka

Rf
V 0 =−( V 1 +V 2 +. .. . .. .. . ..+V n )×
R .........................................................(7.2)

Amplifier pengurangan merupakan rangkaian yang menghasilkan tegangan

outputyang membedakan sinyal-sinyal input inverting dan non inverting dengan

menggunakan superposisi. Pengaruh individu masing-masing input terhadap

output dapat dihitung. Tegangan output


V 0 terhadap V 1 dengan V 2 dianggap nol

adalah:

Rf
V 01=− ×V 1
R1 .......................................................................................(7.3)

Analog untuk
V 02×V 1 =0 maka

Rf
V 02=− ×V 2
R1 ......................................................................................(7.4)

Dengan mensubtitusikan persamaan 7.2 kedalam persamaan 7.3, maka didapatkan

tegangan output
V 0 =V 01 +V 02

Rf
=(V 2−V 1 )×
R1 ....................................................................................(7.5)

Gambar 7.4Amplifier Pengurangan

(Fauzi, 2015).

Umpan balik (feedback) berarti sebagian keluaran dari rangkaian

dikembalikan ke dalam masukannya. Berarti satu sinyal campuran, yaitu sinyal

masukan asli dari rangkaian seluruhnya dan bagian yang dikembalikan dari

keluaran akan dimasukkan ke dalam masukan penguat. Yang dikembalikan bisa

merupakan arus keluaran atau voltase keluaran dan bisa dimasukkan ke dalam

masukan sebagai arus atau sebagai voltase tertentu. Buku ini hanya membahas

penguat voltase, yaitu voltase keluaran yang dikembalikan pada masukan sebagai

voltase. Prinsip umpan balik ini bisa digambarkan seperti dalam diagram blok

dalam Gambar 7.5. Masukan


V ip pada penguat dikuatkan dengan penguatan

sebesar
V 0 sehingga mendapatkan keluaran sebesar V out =V 0 ×V ip . Keluaran ini
melewati satu rangkaian pengembali yang mana sinyal dikalikan dengan faktor t

yang lebih kecil dari satu, yang berarti sinyal keluaran dikurangi. Hasil V + dari

redaman ini sebesar


V + =V out ×t . Sinyal ini digabungkan dengan masukan Vin

V V =V −V
dan V 1 agar menghasilkan masukan ip sebesar ip in t ,yang dimasukkan ke

dalam masukan penguatan.

Gambar 7.5 Umpan Balik Negatif dengan Penguat Positif


dan Penguat Selisih pada Input

Dengan rangkaian melingkar ini terdapat umpan balik negatif, karena

besar sinyal pada input dikurangi oleh umpan balik. Kalau seandainya sinyal pada

masukan penguat bertambah, maka akan ada proses melingkar yang membuat

sinyal pada masukan berkurang kembali. Dalam situasi stabil masukan


V ip , yang

dihasilkan melalui rantai melingkar ini sama dengan


V ip pada awal

rangkaian.Maka terdapat persamaan untuk berbagai voltase dalam rangkaian

sebagai berikut.
V out =V 0 ×V ip

V ip =V in −V t

V t =V out ×t

→V out =( V in −V out ×t )×V 0

→( V 0 +1 ) ×t×V out=V 0×V in

V out
→ A=
V in

V0
=
1+V 0 ×t ..............................................................................................(7.6)

Berarti terdapat faktor penguatan A dari rangkaian penguat keseluruhan yang

berbeda dengan faktor penguatan


V 6 dari penguat asli, yaitu penguat tanpa

umpan balik (Blocher, 2004).

C. METODE PRAKTIKUM

1. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada percobaan Rangkaian

Penjumlah dan Pengurang Tegangan dapat dilihat pada Tabel 7.1 berikut:

Tabel 7.1 Alat dan Bahan Percobaan Rangkaian Penjumlah dan


Pengurang Tegangan
No. Alat dan Bahan Fungsi
Sebagai penghambat arus listrik dalam
1. Resistor
rangkaian
2. IC Op-Amp LM-741 Sebagai penguat tegangan
Untuk menampilkan sinyal masukan
3. Osiloskop
dan keluaran
4. Function Generator Sebagai pembangkit isyarat gelombang
5. Pencatu Daya Sebagai pengatur tegangan
Sebagai tempat merangkai rangkaian
6. Papan Rangkaian
penjumlah dan pengurang tegangan
Untuk menghubungkan komponen-
7. Kabel Penghubung
komponen rangkaian
Untuk mengukur tegangan dan
8. Mulitimeter Digital
hambatan
Untuk menghubungkan osiloskop
9. Probe
dengan FG dan rangkaian

2. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada percobaan Rangkaian

Penjumlah dan Pengurang Tegangan adalah sebagai berikut.

a. Rangkaian Penjumlah

1) Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan.

2) Merangkai alat dan bahan menjadi rangkai penjumlah seperti pada

Gambar 7.6 berikut.


Gambar 7.6 Rangkaian Penjumlah Tegangan

3) Menghubungkan rangkaian pada osiloskop dan Function

Generator.

−V ee
4) Menghubungkan kaki 4 ( ) pada sumber dengan tegangan

+V cc
negatif pada catu daya dan kaki 7 ( ) pada sumber daya

tegangan positif. Lalu mengatur sumber tegangan menjadi 12 Volt

pada catu daya untuk mengalirkan arus pada rangkaian.

(V in ) (V out )
5) Mengatur dan pada rangkaian menggunakan

multimeter.

6) Mencatat hasil pengukuran pada tabel pengamatan.

7) Mengamati sinyal keluaran dari rangkaian menggunakan osilosko

b. Rangkaian Pengurang

1) Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan.


2) Merangkai alat dan bahan pada papan rangkaian menjadi rangkain

pengurang tegangan seperti pada Gambar 7.7 berikut.

Gambar 7.7 Rangkaian Pengurang Tegangan

3) Menghubungkan rangkaian pada osiloskop dan Function

Generator.

−V ee
4) Menghubungkan kaki 4 ( ) pada sumber dengan tegangan

+V cc
negatif pada catu daya dan kaki 7 ( ) pada sumber daya

tegangan positif. Lalu mengatur sumber tegangan menjadi 12 Volt

pada catu daya untuk mengalirkan arus pada rangkaian.

(V in ) (V out )
5) Mengatur dan pada rangkaian menggunakan

multimeter.

6) Mencatat hasil pengukuran pada tabel pengamatan.

7) Mengamati sinyal keluaran dari rangkaian menggunakan

osiloskop.
c. Merangkai pada aplikasi Software Electronic Workbench(EWB).

1) Merangkai rangkaian penjumlah pada aplikasi Software Electronic

Workbench (EWB), seperti pada Gambar 7.8 berikut.

Gambar 7.8 Rangkaian Penjumlah Tegangan


Menggunakan Software Elektronic Workbench

2) Merangkai rangkaian pengurang pada aplikasi Software Electronic

Workbench (EWB), seperti pada Gambar 7.9 berikut.

Gam
bar 7.9 Rangkaian Pengurang Tegangan Menggunakan Software
Elektronic Workbench
D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil

a. Data Pengamatan

1) Rangkaian Penjumlah

Data pengamatan yang diperoleh pada rangkaian

penjumlah dapat dilihat pada Tabel 7.2 berikut.

Tabel 7.2 Data Pengamatan Rangkaian Penjumlah


R1 R2 R f V1 V2 V¿ V out
(Ω) (Ω) (Ω) (V) (V) (V) (V)
−3 −3 −3
1 1,5 10 81 x 10 47,1 x 10 −53,5 x 10 301 x 10−3

Hasil sinyal gelombang pada rangkaian penjumlah dapat dilihat

pada Gambar 7.10 berikut.


Gambar 7.10 Sinyal Masukan dan Keluaran
Rangkaian Penjumlah

2) Rangkaian Pengurang

Data pengamatan yang diperoleh pada rangkaian

pengurang dapat dilihat pada Tabel 7.3 berikut.

Tabel 7.3 Data Pengamatan Rangkaian Pengurang


R1 R2 R f V1 V2 V¿ V out
(Ω) (Ω) (Ω) (V) (V) (V) (V)
−3 −3 −3 −3
200 200 200 58 x 10 19,2 x 10 −53,5 x 10 301 x 10

Hasil sinyal gelombang pada rangkaian pengurang dapat dilihat

pada Gambar 7.11 berikut.


Gambar 7.11 Sinyal Masukan dan Keluaran
RangkaianPengurang

3) Rangkaian EWB

Hasil sinyal gelombang pada rangkaian penjumlah dan

pengurang menggunakan software EWB dapat dlihat pada

Gambar 7.12 dan 7.13 berikut.


Gambar 7.12 Sinyal Masukan dan Keluaran
Rangkaian Penjumlah Menggunakan EWB

Gambar 7.13 Sinyal Masukan dan Keluaran Rangkaian


Pengurang Menggunakan Software EWB

b. Analisi Data
( V out )
1. Menentuan Tegangan Keluaran
a) Rangain Penjumlah

V out =−R f
( )
V in
Rin
=−R f
( ) V in V 2
+
Rin R 2

=−10 ( )
−3 −3
81×10 47 ,1×10
+
1 1,5

=−10 ( )
−3 −3
121 ,5×10 +47 , 1×10
1,5

=−10 ( )
−3
168 ,6×10
1,5
=−10 ( 112 , 4×10−3 )
=−1124×10−3
=−1,124 volt
b) Rangaian Pengurang

( ) ( )
V out = −
Rf
R1
V 1+
Rf
R2
×V 2

=−
( ) ( )
Rf
R1
R
V 1 + f + 1 ×V 2
R2

= −
[( 200 . 000
200 )
⋅58×10−3 +
] [(
200 . 000
200 )
+1 ⋅192×10−3
]
=[ (−1000 )⋅58×10−3 ] + [ ( 1001 )⋅19 , 2×10−3 ]
−3 −3
=−58.000×10 +19219,2×10
−3
=−38780,8×10
=−38,7808 volt

2. Mencari Penguatan
a) Penjumlah
V out
AV =
V in
−1, 124
=
−5375×10−3
=−21,00935 kali
b) Pengurang
V out
AV =
V in
−38 ,7808
=
306 ,6×10−3
=−108,7515 kali

2. Pembahasan

Rangkaian penjumlah adalah konfigurasi Op-Amp sebagai penguat

dengan diberikan input lebih dari satu untuk menghasilkan sinyal outputyang

linear sesuai dengan nilai penjumlah sinyal input dan faktor penguat yang
ada. Pada umumnya rangkaian penjumlah disusun dengan penguat inverting

dan non inverting yang diberikan input satu line. Adapun rangkaian

pengurang adalah rangkaian yang digunakan untuk mencari selisih dari dua

tegangan yang telah dikalikan dengan konstanta tertentu yang ditentukan oleh

nilai resistansi. Pada dasarnya rangkaian pengurang yaitu penguat diferensial

atau rangkaian penguat selisih dimana fungsi dari rangkaian tersebut adalah

untuk mencari selisih antara kedua masukan inputnya.

Percobaan pada rangkaian penjumlah dan pengurang tegangan

dilakukan dengan dua kali percobaan yaitu percobaan pertama rangkaian

penjumlah dengan menggunakan dua resistor masukan yang diparalelkan dan

percobaan kedua yaitu rangkaian pengurang dengan menggunakan satu input

resistor. Untuk percobaan pertama yaitu rangkaian penjumlah dengan

menggunakan dua resistor dengan diberikan nilai hambatan resistor pertama (

R1 ) dan kedua ( R2 ) yaitu sebesar 1 Ω dan 1,5 Ω, serta menggunakan nilai

hambatan feedback melalui input inverting sebesar 10 Ω. Hasil pengamatan

yang diperoleh dari hasil pengukuran tegangan pada V 1 sebesar 81×10 volt
−3

dan nilai tegangan pada V 2 sebesar 47×10 volt. Kemudian menghasilkan


−3

−3
nilai tegangan masukan ( V in ) sebesar −53,5×10 volt dan menghasilkan
−3
nilai tegangan keluaran ( V out ) sebesar 301,8×10 volt. Berdasarkan data

pengamatan pada percobaan rangkaian penjumlah sudah sesuai dengan teori.

Hal ini dapat dilihat bahwa nilai tegangan masukan ( V in ) bernilai negatif

disebebkan karena penguat operasional yang digunakan yaitu penguat


inverting. Sedangkan nilai tegangan keluaran ( V out ) bernilai positif

disebabkan karena penguat inverting memilki input dan output berlawanan

fasa.

Percobaan kedua yaitu rangkaian pengurang yang menggunakan satu

input resistor dengan diberikan nilai hambatab resistor pertama ( R1 ) melalui

input inverting sebesar 200 Ω dan nilai hambatan resistor kedua ( R2 ) melalui

input non inverting sebesar 200 Ω, serta menggunakan nilai hambatan

feedback sebesar 200.000 Ω. Hasil pengamatan yang diperoleh dari hasil

pengukuran tegangan pada V 1 sebesar 58×10 volt dan nilai tegangan pada
−3

V 2 sebesar 19,2×10−3 volt. Kemudian menghasilkan nilai tegangan masukan

−3
( V in ) sebesar 356,6×10 volt dan menghasilkan nilai tegangan keluaran
−3
( V out ) sebesar 134,5×10 volt. Berdasarkan data pengamatan pada

percobaan rangkaian pengurang sudah sesuai dengan teori. Hal ini dapat

dilihat bahwa nilai inputnya merupakan selisih antara tegangan input

inverting dan tegangan input non inverting. Kemudian sinyal gelombang

keluaran yang dihasilkan pada rangkaian penjumlah dan pengurang berupa

gelombang linear dan dapat dilihat pada Ganbar 7.8 dan Gambar 7.9.

Data pengamatan yang diperoleh kemudian dianalisis secara

matematis pada rangkaian penjumlah dan pengurang tegangan. Untuk hasil

analisis pada rangkaian penjumlah menghasilkan nilai tegangan keluaran


( V out ) sebesar -1,124 volt dan memperoleh nilai penguat tegangan (AV)

sebesar -21,00935 kali. Sedangkan hasil analisis pada rangkaian pengurang

menghasilkan nilai tegangan keluaran ( V out ) sebesar -38,7808 volt dan

memperoleh nilai penguat tegangan (AV) sebesar -108,7515 kali. Hasil

analisis yang diperoleh untuk teganagn keluaran tidak sesuai dengan data

pengamatan. Hal ini disebebkan karena alat ukur yang digunakan yaitu

multimeter sudah tidak stabil dimana ketika dikalibrasi nilai yang dihasilkan

yaitu nol. Kemudian pada saat melakukan pengukuran menghasilkan nilai

yang berbeda pada pengukuran pertama dan pengukuran kedua. Adapun

untuk besar penguat tegangan yaitu tegangan yang masuk diperkuat untuk

menghasilkan nilai tegangan output.

Hasil gelombang pada rangkaian penjumlah dan rangkaian pengurang

pada percobaan ini sudah sesuai dengan teori. Dimana sinyal gelombang

keluarannya berupa gelombang atau sinyak linear. Namun hasil sinyal

gelombang ketika menggunakan aplikasi software elektronic workbench

(EWB) hasil sinyal outputnya tidak sesuai dengan teori dimana sinyal

keluarannya sama dengan sinyal masukan yaitu gelombang sinusoidal. Hal ini

difaktori oleh nilai resistor yang dipakai pada rangkaian elektronic workbench

mempunyai nilai hambatan sangat kecil.

RANGKAIAN INTEGRATOR

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Kemajuan teknologi elektronika setiap saat semakin pesat.

Komponen-komponen dasar maupun komponen-komponen dari

semikonduktor sekarang telah dikemas dalam satu paket, yang berfungsi

sesuai dengan yang diinginkan. Kemasan ini disebut dengan rangkaian

terpadu (integrated circuit). Salah satu dari rangkaian terpadu tersebut

adalah Op-Amp (Operational Amplifier), yang berfungsi sebagai penguat

aktif. Dengan menggunakan perangkat ini dapat dibuat bermacam-macam

rangkaian (Fauzi, 2005).

Rangkaian Op-Amp untuk fungsi integrasi termasuk rangkaian

yang penting. Penguat operasional adalah penguat diferensial yang

memiliki dua masukan dan satu keluaran yang mempunyai penguatan

tegangan yang sangat tinggi. Op-Amp integrator adalah rangkaian penguat

operasional yang melakukan operasi matematika dari integrasi yang dapat

menyebabkan output untuk menanggapi perubahan input dari waktu ke

waktu, sebagai integrator Op-Amp yang menghasilkan tegangan output

sebanding dengan integral dari tegangan input.

Berdasarkan latar belakang di atas, untuk dapat menyusun

rangkaian Op-Amp sebagai integrator dan memahami karakteristik

pengoperasiannya serta mempelajari hasil proses integrasi pada keluaran

dengan member masukan

Dalam ilmu fisika secara umum tidak terlepas dari berbagai jenis

komponen elektronika, dari berbagai jenis komponen ini dapat dibuat


rangkaian-rangkaian yang mana rangkaian ini memiliki fungsi yang

berbeda sesuai dengan komponen dan susunan komponen tersebut di

dalam suatu rangkaian. Terdapat suatu rangkaian yang memiliki fungsi

untuk menghasilkan suatu lereng dari tegangan keluaran yang menaikkan

atau menurunkan tagangan secara tidak linear yang sering disebut dengan

rangkaian integrator.

Rangkaian integrator adalah salah satu rangkaian Op-Amp

dinamik. Rangkaian integrator mirip dengan rangkaian penguat inversi

tetapi resistor pada saluran umpan balik diganti dengan kapasitor.

Karakteristik dasar dari integrator yaitu mengintegrasikan fungsi

gelombang dari sinyal yang diberikan padanya. Artinya, apabila sinyal

masukan berupa fungsi gelombang sinus, maka sinyal keluarannya akan

berbentuk fungsi gelombang cosinus. Jika bentuk sinyal masukan berupa

fungsi gelombang kotak, maka sinyal keluarannya akan berbentuk fungsi

gelombang segitiga (Jacobus, 2014).

Menurut Gunawan Dewantoro (2016) dalam penelitiannya yang

berjudul Penguat Audio Kelas D Dengan Umpan Balik Tipe Butterworth

menyatakan bahwa integrator biasanya merupakan tapis lolos bawah,

sehingga frekuensi-frekuensi tinggi dapat lebih ditekan. Sinyal keluaran

setelah tapis Butterworth memiliki beda fase 90º terhadap sinyal-sinyal

audio. Sehingga proses penjumlahan masukan sinyal dari integrator

(summing integrator) efektifnya mengurangi sinyal keluaran integrator

untuk mendapatkan sinyal kesalahan.


Adapun menurut Triapani Mukti Gilang A (2014) dalam

penelitiannya yang berjudul Integrator dan  Diferensiator Op-Amp

menyatakan bahwa Pada prakteknya, rangkaian feedback  integrator mesti

diparalel dengan sebuah resistor dengan nilai misalnya 10 kali nilai R atau

satu besaran tertentu yang diinginkan. Ketika inputnya berupa sinyal dc

(frekuensi = 0), kapasitor akan berupa saklar terbuka. Jika tanpa resistor

feedback seketika itu juga outputnya akan saturasi sebab rangkaian umpan

balik op-amp menjadi open loop (penguatan open loop opamp ideal tidak

berhingga atau sangat besar). Nilai resistor feedback sebesar 10 R akan

selalu menjamin output offset voltage  (offset tegangan keluaran) sebesar

10 x sampai pada suatu frekuensi cut off   tertentu.

Dari uraian dan pemikiran tersebut kita telah mengetahui apa

rangkaian integrator dan juga fungsinya, serta telah banyak yang

melakukan penelitian mengenai rangkaian integrator. Akan tetapi masih

banyak hal yang perlu diketahui lebih jauh seperti merangkai serta

memahami proses integrasi dengan memberi masukan gelombang kotak,

segitiga dan sinusoidal. Sehingga praktikum tentang rangkaian integrator

penting untuk dilakukan.

2. Tujuan Praktikum
Tujuan yang akan dicapai pada praktikum rangkaian integrator

adalah sebagai berikut.

a. Untuk menyusun rangkaian Op-Amp sebagai integrator dan

memahami karakteristik pengoperasiannya.

b. Untuk mempelajari hasil proses integrasi pada keluaran dengan

member masukan gelumbang kotak, segitiga dan sinusoidal.


B. KAJIAN TEORI

Penguat operasional atau Operational Amplifier (biasa dikenal dengan

Op-Amp) merupakan sebuah komponen elektronika yang disusun dari

resistor, kapasitor, diode, dan transistor. Penyusunan dari Op-Amp tersebut

disusun dalam sebuah rangkaian yang terintegrasi atau yang biasa dikenal

dengan integrated circuit(IC). Op-Amp dalam aplikasinya biasa digunakan

sebagai penguat. Penguat operasional berfungsi untuk memperkuat sinyal

arus searah (DC) maupun bolak-balik (AC). Penguat operasional terdiri dari

resistor, transistor, dan kapasitor yang dirangkai dan dikemas dalam

rangkaian terpadu (integrated circuit) (Nuryanto, 2017).

Integrator adalah untaian yang dapat melakukan operasi integrasi

matematis pada sinyal masukan. Untai integrator terrlihat pada Gambar 8.1.

Jika masukan inverting berada pada latar semu dan impedans masukan

Op-Amp sangat besar, maka arus masukan Op-Amp mendekati nol, sehingga:

v i (t )
i(t )=
R ......................................................................................(8.1)
1 1
v 0 (t )=− ∫ i − ∫ v (t )
C f dt = RC f i dt...............................................(8.2)

Terlihat bahwa tegangan keluaran integrator sebanding dengan

integral tegangan masukan. Karena massukan integrator diberikan ke

masukan inverting Op-Amp, maka keluaran integrator berbeda fase 180°

terhadap masukan (Widodo, 2002).


Gambar 8.1 Rangkaian Integrator

Dalam rangkaian Gambar 8.1 resistor Rf pada rangkaian inverting

diganti dengan kondensator. Kondensator mempunyai sifat sebagai berikut:

Q 1
C= ⇔ V = Q
V C .........................................................................(8.3)
Q=∫ I dt .........................................................................................(8.4)
1
V = ⋅∫ I
C dt....................................................................................(8.5)

Dalam rangkaian Gambar 8.1 ini juga berlaku prinsip bumi semu,

maka nilai negatif dari voltase input sama dengan voltase pada resistor dan

voltase output sama dengan voltase pada kondensor. Arus dalam resistor I R

sama dengan arus


I C dalam kondensator. Maka dengan persamaan 8.5

terdapat :

1 V in
V out =
C
∫ I I=−
Ri
dtdan
1 V in
V out =− ⋅∫
C R i dt...........................................................................(8.6)
1
V out =− ∫V
CR i in dt .........................................................................(8.7)
Jadi voltase output dari rangkaian ini sebanding dengan integral waktu dari

voltase input-nya. Pada rangkaian integrator berfungsi sampai amplitude

menjadi sebesar keluaran maksimal Op-Amp (Blocher, 2004).

Rangkaian integrator merupaka suatu invertingamplifierdengan suatu

kapasitor yang menggantikan resistor feed-back (Rf) . Eksperesi matematik

rangkaian ini terdapat pada persamaan 8.7 atau disederhanakan :

−V i
ΔV 0 = ⋅Δt
RC ................................................................................(8.8)

Karena arus input (Ii) adalah :

Vi
Ii =
R , maka

−I i⋅Δt
ΔV 0 =
C ................................................................................(8.9)

Dari persamaan 8.8 diperoleh,

ΔV 0 −V i
= =slope
Δt RC .....................................................................(8.10)

(Fauzi, 2005).
C. METODE PRAKTIKUM

1. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum rangkaian

integrator dapat dilihat pada Tabel 8.1 berikut.

Tabel 8.1. Alat dan Bahan Praktikum Rangkaian Integrator


No Alat dan Bahan Fungsi
1 Resistor 2 kΩ Sebagai penghambat arus listrik.
2 Kapasitor 100 μF Untuk penyimpan muatan.
3 IC Op-Amp μA741 Sebagai penguat tegangan.
Menampilkan isyarat gelombang masukan
4 Osiloskop
dan keluaran pada layar display
Sebagai pembangkit isyarat gelombang
Pembangkit Isyarat AC
5 yang berupa gelombang kotak, segitiga dan
(Function Generator)
sinusoidal.
6 Catu Daya ± 9 V Sebagai sumber tegangan.
Sebagai tempat untuk menyusun rangkaian
7 Papan Rangkaian
dengan komponen-komponen listrik.
Untuk menghubungkan rangkaian pada
8 Kawat
papan rangkaian dan sebagai pembumian
9 Papan rangkaian Sebagai tempat untuk merangkai rangkaian
Untuk menghubungkan rangkaian ke
10 Probe
osiloskop
2. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada percobaan rangkaian integrator

adalah sebagai berikut.

a. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan pada percobaan rangkaian

integrator

b. Mengkalibrasi channel 1 (CH1) dan (CH2) pada osiloskop sampai pada

osiloskop menampilkan gelombang kotak.

c. Menyusun rangkaian Op-Amp integrator seperti terlihat pada Gambar

8.3 berikut,

Gambar 8.2. Rangkaian Integrator pada Papan


Rangkaian

d. Menghubungkan rangkaian pada Gambar 8.3 ke catu daya, osiloskop,

dan pembangkit isyarat seperti pada Gambar 8.4


Gambar 8.3. Rangkaian Integrator

e. Memberi masukan gelombang kotak kemudian menggunakan

bentuk isyarat masukan (CH1) dan isyarat keluaran (CH2) yang

terlihat pada osiloskop. Mengatur time/an dan volt/divagar selama

layar osiloskop hanya menempati oleh satu gelombang saja.

f. Mengulangi langkah d untuk isyarat masukan berupa gelombang

segitiga dan sinusoidal.

g. Merangkai rangkaian pada Software Electronic Workbeanch

(EWB) seperti pada Gambar 8.4

Gambar 8.3. Rangkaian Integrator pada Software


Electronic WorkBench

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Hasil Pengamatan

a. Data Pengamatan

Data pengmatan pada percobaan rangkaian integrator adalah

sebagai berikut.

1) Gelombang Kotak

Gambar 8.5. Isyarat Masukan untuk


GelombangKotak

Gambar 8.6. Isyarat Keluaran untuk


GelombangKotak

2) Gelombang Segitiga
Gambar 8.7. Isyarat Masukan untuk Gelombang
Segitiga

Gambar 8.8. Isyarat Keluaran untuk Gelombang


Segitiga

3) Gelombang Sinusoidal
Gambar 8.9. Isyarat Masukan untuk
Gelombang Sinusoidal

Gambar 8.10. Isyarat Masukan untuk


GelombangSinusoidal

2. Pembahasan
Rangkaian integrator merupakan rangkaian yang menggunakan

rangkain inverting sebagai rangkaian dasarnya dengan tahanan umpan

baliknya diganti dengan kapasitor. Jika kapasitor dihubungkan dalam

uraian umpan baliknya, rangkaian ini digolongakan sebagai sebuah

integrator. Rangkaian integrator berfungsi untuk menyelesaikan

persamaan pada operasi integrasi berfungsi untuk menyelesaikan

persamaan pada operasi integrasi matematis sehingga sinyal masukan akan

terintegrasi. Karena masukannya melalui input inverting sehingga sinyal


0
keluarannya akan berbeda fasa sebesar 180 . Hal ini menyebabkan siyal

dengan bentuk gelombang yang berbeda akan menghasilkan sinyal

keluaran yang berbeda pula.

Percobaan pada rangkaian integrator ini, diawali dengan perlakuan

perlakuan dengan menggunakan rangkaian sebenarnya, akan tetapi pada

perlakuan pertama ini rangkaian yang disusun kemudian dihubungkan ke

osiloskop dan osiloskop ini tidak dapat menampilkan hasil gelombang

yang diinginkan maka pada perlakuan ini tidak berhasil atau dikatakan

gagal, maka perlakuan ini diganti dengan sebuah aplikasi yaitu software

workbench (EWB). Pada perlakuan menggunakan EWB dilakukan agar

dapat memahami prinsip kerja dalam rangkaian integrator.

Percobaan pada rangkaian integrator ini dilakukan dengan

menggunakan software elektronic workbench (EWB) dengan mengikuti


rangkaian seperti rangkaian sebenarnya. Dari hasil pengamatan yang

dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 8.5 sampai 8.10. Kemudian ketika

input siyal yang diberikan yaitu gelombang sinusoidal menghasilkan

output gelombang cosinus. Selanjutnya, ketika input siyal yang diberikan

berupa gelombang segitiga maka keluarannya berupa gelombang

sinusoidal. Sedangkan ketika input gelombang masukan berupa

gelombang kotak maka outputnya berupa gelombang segitiga. Hal ini

disebabkan karena input telah terintegrasikan dalam rangkaian.

Berdasarkan penjelasan diatas bahwa hasil tersebut sudah sesuia

dengan teori. Dimana ketika input yang diberikan pada rangkaian

integrator akan diberikan output yang hasilnya integrasi dari sinyal

masukan yang diberikan. Dengan demikian percobaan dengan

menggunakan aplikasi software elektronic workbench (EWB) telah

berhasil.

TAPIS/FILTER LOLOS RENDAH DAN


TAPIS/FILTER LOLOS TINGGI
A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Secara umum ilmu fisika tidak terlepas dari berbagai komponen

elektronika, masing-masing komponen memiliki fungsi maupun kegunaan

yang berbeda-beda dalam suatu rangkaian. Terdapat rangkaian yang

memiliki fungsi sebagai pembagi tegangan, penyearah tegangan, dan lain

sebagainya bahkan terdapat suatu rangkaian yang digunakan untuk

membuang tegangan output pada frekuensi tertentu yaitu rangkaian filter.

Rangkaian filter dibagi atas dua bagian besar yaitu rangkaian filter lolos

tendah dan rangkaian filter lolos tinggi pada rangkaian Op-Amp.

Fungsi rangkaian filter untuk menyaring, menahan atau

melewatkan frekuensi tertentu. Rangkaian filter dapat dibuat dari

komponen pasif maupun aktif. Tapis lolos rendah atau low passfilter akan

melewatkan frekuensi rendah atau dengan kata lain low passfilter akan

memberikan tegangan keluaran yang konstan dari DC hingga frekuensi

cut-off. Filter lolos tinggi atau High PassFilter adalah rangkaian filter

yang berfungsi untuk melewatkan frekuensi tinggi. Kebalikan dari LPF,

yaitu melewatkan frekuensi diatas frekuensi cut-off (Ahmad, 2010).

Berdasarkan uraian dan pemikiran diatas kita telah memahami apa

filter itu dan jenis-jenis filter yaitu filter lolos rendah dan filter lolos tinggi.

Akan tetapi kita belum mengetahui bagaimana menyusun rangkaian


Op-Amp sebagai rangkaian filter lolos rendah dan filter lolos tinggi, serta

hubungan amplitudo dan fase antara isyarat masukan dan isyarat keluaran

sebagai fungsi frekuensi. Sehingga praktikum ini perlu untuk dilakukan

agar kita dapat mengetahui dan memahami hal tersebur serta dapat di

aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Tujuan Praktikum

Tujuan yang akan dicapai pada percobaan tapis/filter lolos rendah

dan tapis/filtertinggi adalah sebagai berikut.

a. Dapat menyusun rangkaian Op-Amp sebagai rangkaian filter lolos

rendah dan filter lolos tinggi.

b. Dapat mempelajari hubungan amplitudo dan fase antara isyarat

masukan dan isyarat keluaran sebagai fungsi frekuensi.


B. KAJIAN TEORI

Op-amp bisa juga digunakan untuk membuat rangkaian-rangkaian

dengan respons frekuensi, misalnya rangkaian penapis (filter). Salah satu

contohnya adalah rangkaian Integrator seperti yang ditunjukkan pada gambar

di bawah ini. Rangkaian dasar sebuah tapis adalah rangkaian op-amp

inverting, hanya saja rangkaian umpan baliknya (feedback) bukan resistor

melainkan menggunakan capasitor C.

Gambar 9.2. Rangkaian Dasar Integrator

(Nuryanto, 2017)

Filteradalah suatu rangkaian yang dipergunakan untuk membuang

tegangan output pada frekuensi tertentu. Untuk merancang Filterdapat

digunakan komponen pasif (R,L,C) dan komponen aktif (Op-amp, transistor).

Dengan demikian Filter dapat dikelompokkan menjadi Filter pasif dan Filter

aktif. Pada dasarnya Filter dapat dikelompokkan berdasarkan response

(tanggapan) frekuensinya menjadi 4 jenis, yaitu :

1. Filter lolos rendah atau Low PassFilter (LPF)

2. Filter lolos tinggi atau Hing PassFilter (HPF)

3. Filter lolos rentang atau Band PassFilter (BPF)

4. Filter henti rentang atau Band Stop Filter / Norch Filter.


Untuk membuat filter sering kali dihindari penggunaan indicator, terutama

karena ukurannya yang besar. Sehingga umumnya filter pasif hanya

memanfaatkan komponen R dan C saja (Yasin, 2018).

Rangkaian Filter RC lolos rendah merupakan rangkaian elekronika

yang dapat meloloskan frekuensi sampai batas tertentu dan mengeblok

frekuensi di atasnya. Rangkaian Filter RC lolosrendah terdiri dari R dan C

yang terusun seri dan dihubungkan dengan sumber tegangan AC berbentuk

kotak. Rangkaian ini akan menjadirangkaian tapis lolos rendah (LPF, low pass

Filter) jika dioperasikan pada kawasan frekuensi yang bertujuan untuk

meloloskan sinyal teganganVpada frekuensi rendah. Gambar 9.1

menunjukkanrangkaian FilterRC lolos rendah ini.

Gambar 9.1. Rangkaian FilterRC Lolos


Rendah

Mengingat besarnya reaktansi kapasitif pada kapasitor adalah:

1
X C=
ωC ........................................................................................(9.1)

maka pada frekuensi ω sangat rendah, reaktansikapasitif dari kapasitor sangat

tinggi, atau dengankata lain kapasitor bersifat terbuka sehingga Vi dapatlolos

dengan leluasa. Penguatan yang dialami oleh Vdikenal dengan gain atau

fungsi alih G( ω ) yang didefinisikan dengan (Septiawan,2015).


C. METODE PRAKTIKUM

1. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada percobaan tapis/filter lolos

rendah dantapis/filter lolos tinggi dapat dilihat pada Tabel 9.1 berikut.

Tabel 9.1. Alat dan Bahan Percobaan Tapis/Filter Lolos Rendah dan


Tapis/Filter Lolos Tinggi
N
Alat dan Bahan Fungsi
o
1 Resistor 20 K Ω Sebagai hambatan arus pada rangkaian
2 Kapasitor Sebagai penyimpan muatan listrik
3 IC Op-Amp LM741 Sebagaia penguat tegangan
Untuk menampilkan jenis gelombang
4 Osiloskop
masukan dan gelombang keluaran
Pembangkit Isyarat AC
5 Sebagai pembangkit isyarat gelombang
(Function Generator-FG)
6 Catu Daya Sebagai pengatur tegangan
7 Papan Rangkaian Untuk menyusun suatu rangkaian
Untuk menghubungkan catu daya dengan
8 Kabel Penghubung
rangkaian
Untuk menghubungkan rangkaian dengan
9 Probe
osiloskop dan Function Generator
Untuk menghubungkan rangkaian dan
10 Kawat
sebagai ground
2. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada percobaan tapis/filter lolos

rendah dantapis/filter lolos tinggi adalah sebagai berikut.

a. Tapis/Filter Lolos Tinggi

1) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2) Menyusun rangkaian Op-Amp filter lolos rendah seperti yang terlihat

pada Gambar 9.4 berikut.

Gambar 9.4. Rangkaian Tapis/FilterLolos Tinggi

3) Menghubungkan rangkaian dengan catu daya, osiloskop dan

Function Generator (FG).

4) Dengan menggunakan FG, mengatur frekuensi isyarat sinusoidal

masukan V1 1000 Hz. Menghubungkan isyarat masukan ke Ch-1

osiloskop dan isyarat keluaran ke Ch-2. Mengamati frekuensi

gelombang isyarat masukan dan dan keluaran yang terbentuk pada

osiloskop.

5) Mengulangi langkah 4 untuk sinyal masukan 1200 Hz, 2000Hz, 3000

Hz, 10.000 Hz dan 50.000 Hz.


6) Menghitung Vin menggunakan multimeter. Mencatat hasil

pengamatan pada tabel data pengamatan.

b. Tapis/Filter Lolos Rendah

1) Meyusun rangakaian Op-Amp filter lolos tinggi seperti yang

terlihat pada Gambar 9.5 berikut.

Gambar 9.5. Rangkaian Tapis/Filter Lolos Rendah

2) Menhubungkan rangkaian dengan catu daya, osiloskop dan

Function Generator(FG).

3) Dengan menggunakan FG, mengatur frekuensi isyarat

sinusoidal masukan Vin 500 Hz. Menghubungkan isyarat

masukan ke Ch-1 osiloskop dan isyarat dan keluaran yang

tebentuk pada osiloskop.

4) Mengulangi langkah 3 untuk isyarat masukan 1000 Hz, 1200 Hz

2000 Hz, 3000 Hz dan 5000 Hz.

5) Menghitung Vin menggunakan multimeter. Mencatat hasil

pengamatan pada tabel pengamatan.


D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

a. Data Pengamatan

1) Filter Lolos Tinggi

Data pengamatan pada percobaan filter lolos tinggi dapat

dilihat pada Tabel 9.2 berikut.

Tabel 9.2 Data Pengamatan pada Filter Lolos Tinggi


No Frekuensi Masukan (Hz) Vin (Volt)
1 1000 0,46
2 1200 0,505
3 2000 0,53
4 3000 0,427
5 10.000 0,523
6 80.000 0,505

Hasil pengamatan yang ditampilkan berupa bentuk gelombang

pada layar osiloskop dimana harga frekuensinya divariasikan dapat

dilihat pada gambar-gambar berikut.

Gambar 9.6 Gelombang Masukan dan Keluaran


pada Frekuensi Masukan 1000 Hz
Gambar 9.7 Gelombang Masukan dan
Keluaranpada Frekuensi Masukan
1200 Hz

Gambar 9.8 Gelombang Masukan dan


Keluaranpada Frekuensi Masukan
2000 Hz

Gambar 9.9 Gelombang Masukan dan


Keluaranpada Frekuensi Masukan
3000 Hz
Gambar 9.10 Gelombang Masukan dan Keluaran
pada Frekuensi Masukan 10.000 Hz

Gambar 9.11 Gelombang Masukan dan


Keluaranpada Frekuensi Masukan
80.000 Hz

2) Filter Lolos Rendah

Data pengamatan pada percobaan filter lolos rendah dapat

dilihat pada Tabel 9.3 berikut.

Tabel 9.3 Data Pengamatan pada Filter Lolos Rendah


No Frekuensi Masukan (Hz) Vin (Volt)
1 500 3,7
2 1000 3,6
3 1200 3,2
4 2000 3,8
5 3000 3,6
6 5000 3,9
Hasil pengamatan yang ditampilkan berupa bentuk

gelombang pada layar osiloskop dimana harga frekuensinya

divariasikan dapat dilihat pada gambar-gambar berikut.

Gambar 9.12 Gelombang Masukan dan Keluaran


pada Frekuensi Masukan 500 Hz

Gambar 9.13 Gelombang Masukan dan


Keluaranpada Frekuensi
Masukan 1000 Hz
Gambar 9.14 Gelombang Masukan dan
Keluaranpada Frekuensi Masukan
1200 Hz

Gambar 9.15 Gelombang Masukan dan Keluaran


pada Frekuensi Masukan 2000 Hz

Gambar 9.16 Gelombang Masukan dan Keluaran


pada Frekuensi Masukan 3000 Hz

Gambar 9.17 Gelombang Masukan dan Keluaran


pada Frekuensi Masukan 5000 Hz

Keterangan : Gelombang warna hijau merupakan masukan


dan gelombang warna kuning merupakan
keluaran
b. Analisis Data

1) Frekuensi Potong (fc)

a) Untuk tapis/Filter lolos rendah

1
F c=
2π √ C 1C 2 R1 C 3
1
F c=
2(3,14 )|(1μF )(1μF )(20 .000Ω)(1μF )
1
F c=
(6,28 )|(143 )(20.000)
1
F c=
(6,28 )(1,41 x 4−7 )
F c=1.129.331 Hz

b) Untuk tapis/Filter lolos rendah

1
F c=
2π √ R1 R2 C 1 C2
1
F c=
2(3,14 )|(20.000Ω)(20.000Ω)(1 μF )(1μF )
1
F c=
(6,28)|4 x 10−3
1
F c=
0,1256
F c=7,9618 Hz
2. Tegangan Keluaran

a) Untuk Tapis/Filter Lolos Tinggi

A
V out = F xV in
Fc
|1+
F
1,586
V out = x 0,46
1.129 .331
|1+
1000
1,586
V out = x 0,46
|1+1.129 ,331
1,586
V out = x0 ,46
33,6204
V out =0,0217 Volt

Dengan cara yang sama untuk data selanjutnya dapat dilihat pada

Tabel 9.4 berikut.

Tabel 9.4 Analisis Data pada Percobaan Filter Lolos Tinggi


Frekuensi Masukan Frekuensi Potong
No Vout (volt)
(Hz) (Hz)
1 1000 1.129.331 0,0217
2 1200 1.129.331 0,0261
3 2000 1.129.331 0,0353
4 3000 1.129.331 0,0349
5 10.000 1.129.331 0,0777
6 80.000 1.129.331 0,206
b) Untuk tapis/Filter lolos rendah

A
V out = F xV
|1+
Fc( )
F 4 in

1 ,586
V out = x 3,7
( )
4
500
|1+
7 ,9618
1 ,586
V out = x3,7
|1+(62 ,79987) 4
1 ,586
V out = x3,7
3943 ,824
V out =0 ,001488 Volt

Dengan cara yang sama untuk data selanjutnya dapat dilihat pada

Tabel 9.5 berikut.

Tabel 9.5Analisis Data pada Percobaan Filter Lolos Rendah


Frekuensi Masukan Frekuensi Potong
No Vout (volt)
(Hz) (Hz)
1 1000 7,9618 0,001488
2 1200 7,9618 0,000362
3 2000 7,9618 0,000223
4 3000 7,9618 0,0000955
5 10.000 7,9618 0,00000402
6 80.000 7,9618 0,00000152

3. Penguat Tegangan
a) Untuk Filter Lolos Tinggi
V out
Av =
V in
0 , 0217
Av =
0 , 46
Av =0 , 0047147 kali
Dengan cara yang sama untuk data selanjutnya dapat dilihat pada

Tabel 9.6 berikut.

Tabel 9.6 Penguat Tegangan pada Filter Lolos Tinggi


No Vin (Volt) Vout (volt) Av (kali)
1 0,46 0,0217 0,047174
2 0,505 0,0261 0,051672
3 0,53 0,0353 0,066684
4 0,427 0,0349 0,081635
5 0,523 0,0777 0,148586
6 0,505 0,206 0,407921

b) Untuk Filter Lolos Rendah

V out
Av =
V in
0 ,001488
Av =
3,7
Av =0 ,00402 kali

Dengan cara yang sama untuk data selanjutnya dapat dilihat pada

Tabel 9.7 berikut.

Tabel 9.7 Penguat Tegangan pada Filter Lolos Rendah


No Vin (Volt) Vout (volt) Av (kali)
1 3,7 0,001488 0,000402
2 3,6 0,000362 0,000101
3 3,2 0,000223 0,0000698
4 3,8 0,0000955 0,0000251
5 3,6 0,00000402 0,0000112
6 3,9 0,00000152 0,00000402
4. Fasa

a) Untuk Filter Lolos Tinggi

φ=−tan−1
() f
fc

φ=−tan−1 (
1000
1129331 )
−1
φ=−tan (0,00088548)
φ=−0 , 0507342536
φ=−0 , 0507°

Dengan cara yang sama untuk data selanjutnya dapat dilihat pada

Tabel 9.8 berikut.

Tabel 9.8 Analisis Data pada Percobaan Filter Lolos Tinggi


Frekuensi Masukan Frekuensi Potong
No ∅
(Hz) (Hz)
1 1000 1.129.331 - 0,0507
2 1200 1.129.331 - 0,0609
3 2000 1.129.331 - 0,1015
4 3000 1.129.331 - 0,1522
5 10.000 1.129.331 - 0,0507
6 80.000 1.129.331 - 4,0519

b) Untuk Filter Lolos Rendah

φ=−tan
−1
() f
fc

φ=−tan−1
500
(
7 ,9618 )
φ=−89 , 087722
φ=−89 , 088 °
Dengan cara yang sama untuk data selanjutnya dapat dilihat pada

Tabel 9.9 berikut.

Tabel 9.9 Analisis Data pada Percobaan Filter Lolos Rendah


Frekuensi Masukan Frekuensi Potong
No ∅
(Hz) (Hz)
1 1000 1.129.331 - 89,0878
2 1200 1.129.331 - 89,5438
3 2000 1.129.331 - 89,6199
4 3000 1.129.331 - 89,7719
5 10.000 1.129.331 - 89,8479
6 80.000 1.129.331 - 89,9088

2. Pembahasan

Filter adalah suatu rangkaian yang dipergunakan untuk membuang

tegangan output pada frekuensi tertentu. Untuk merancang filter dapat

digunakan komponen pasif (R, L, dan C) dan komponen aktif (Op-Amp

tansistor). Filter lolos rendah merupakan rangkaian elektronika yang dapat

meloloskan frekuensi sampai batas tertentu dan mengeblok frekuensi

diatasnya. Filter lolos tinggi adalah rangkaian faktor yang berfungsi untuk

melewatkan frekuensi tinggi.

Praktikum tentang tapis lolos rendah dan tapis lolos tinggi dilakukan

pengukuran besar gelombang masukan dan gelombang keluaran dengan besar

hambatan resistor R1 dan R2 yaitu bernilai 20 kΩ pada rangkaian tapis lolos

rendah dan tapis lolos tinggi. Pengukuran pada rangkaian tapis lolos tinggi

dilakukan dengan frekuensi yang berbeda yaitu pada frekuensi 1000 Hz

diperoleh nilai tegangan gelombang masukan (


V in ) sebesar 0,46 Volt dan

nilai tegangan gelombang keluaran (


V out ) sebesar 0,001488 Volt. Pada
frekuensi 1200 Hz diperoleh nilai tegangan gelombang masukan (
V in ) sebesar

0,505 Volt dan nilai tegangan gelombang keluaran (


V out ) sebesar 0,000362

Volt. Pada frekuensi 2000 Hz diperoleh nilai tegangan gelombang masukan (

V in ) sebesar 0,53 Volt dan nilai tegangan gelombang keluaran ( V out ) sebesar

0,000223 Volt. Pada frekuensi 3000 Hz diperoleh nilai tegangan gelombang

masukan (
V in ) sebesar 0,427 Volt dan niali tegangan gelombang keluaran (

V out ) sebesar 9,55×10−5 Volt. Pada frekuensi 10.000 Hz diperoleh nilai

tegangan gelombang masukan (


V in ) sebesar 0,523 Volt dan nilai tegangan

gelombang keluaran (
V out ) sebesar 4 ,02×10−5 Volt. Dan pada frekuensi

80.000 Hz diperoleh nilai tegangan gelombang masukan (


V in ) sebesar 0,505

Volt dan nilai tegangan gelombang keluaran (


V out ) sebesar 1,57×10−5 Volt.

Untuk rengkaian lolos rendah dilakukan pengukuran dengan frekuensi

500 Hz diperoleh nilai tegangan gelombang masukan (


V in ) dan keluaran ( V out

) yaitu sebesar 3,7 Volt dan 0,001488 Volt. Pada frekuensi 1000 Hz diperoleh

nilai tegangan gelombang masukan (


V in ) dan keluaran ( V out ) yaitu sebesar 3,6

Volt dan 0,000362 Volt. Pada frekuensi 1200 Hz diperoleh nilai tegangan

gelombang masukan (
V in ) dan keluaran ( V out ) yaitu sebesar 3,2 Volt dan

0,000223 Volt. Pada frekuensi 2000 Hz diperoleh nilai tegangan gelombang

masukan (
V in ) dan keluaran ( V out ) yaitu sebesar 3,8 Volt dan 9,55×10−5

Volt. Pada frekuensi 3000 Hz diperoleh nilai tegangan gelombang masukan (


V in ) dan keluaran ( V out ) yaitu sebesar 3,6 Volt dan 4 ,02×10−5 Volt. Dan

pada frekuensi 5000 Hz diperoleh nilai tegangan gelombang masukan (


V in )

dan keluaran (
V out ) yaitu sebesar 3,9 Volt dan 1,57×10−5 Volt.

Hasil yang diperoleh pada data pengamatan menunjukan bahwa

ptegangan keluaran jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai tegangan

masukan baik pada tapis lolos rendah maupun pada tapis lolos tinggi. Hasil

yang diperoleh juga tidak teratur dan pada gambar juga menunjukan

perubahan gelombang yang sangat tipis.

Hasil analisis data pada penentuan besar penguatan untuk tapis lolos

tinggi dan tapis lolos rendah dengan cara membagi tegangan gelombang

keluaran (
V out ) dengan tegangan gelombang masukan ( V in ). Sehingga

diperoleh besar nilai penguat gelombang untuk filter lolos tinggi yaitu secara

berturut-turut sebesar 0,047174 kali, 0,051672 kali, 0,066684 kali, 0,081635

kali, 0,148586 kali, dan 0,407921 kali. Untuk nilai penguat tegangan pada

filter lolos rendah yaitu secara berturut-turut sebesar 0,000402 kali, 0,000101

−5 −5 −5 −6
kali, 6,98×10 kali, 2,51×10 kali, 1,12×10 kali, dan 4 ,02×10 kali. Jika

dibandingkan dengan teori besar penguatan yang diperoleh untuk tapis lolos

tinggi dan tapis lolos rendah tidak begiti jauh, akan tetapi belum dapat

dikatakan berhasil.

Besar penguatan untuk tapis lolos rendah nilainya tidak beraturan

untuk semua frekuensi masukan begitu pula pada pengukuran tapis lolos

tinggi. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa tapis lolos
tinggi akan melewatkan sinyal frekuensi tinggi dan meredam sinyal frekuensi

tinggi.

Anda mungkin juga menyukai