Anda di halaman 1dari 7

TUJUAN PENCIPTAAN MANUSIA

Manusia hidup dimuka bumi ini bukan hanya hidup sekedar ada tanpa alasan yang jelas.
Manusia diciptakan bukan hanya sekedar hidup dan menghidup keturunannya, namun diciptakan
agar mampu menjadi sebaik-baiknya makhluk yang hidup melestarikan muka bumi dan seisinya,
bukan merusak ciptaan sang Kuasa. Beberapa tujuan penciptaan manusia yang dapat diketahui
antara lain; al-ibadah, al-khilafah (khalifah), dan al-amanah. Ketiga tujuan penciptaan manusia
tersebut tertera dengan jelas didalam Al-Qur’an.
Al-Ibadah
Kata al-Ibadah dan mustaqnya terdapat serta terulang-ulang sebanyak 275 kali1 . tetapi
hanya beberapa ayat relevan yang akan dipaparkan dengan pokok kajian tertentu, yaitu:
1. QS Al-Baqarah ayat 21:
‫نﻮﻘﺘﺗ ﻢﻜﻠﻌﻟ ﻢﻜﻠﺒﻗ ﻦﻣ ﻦﻳﺬﻟا و ﻢﻜﻘﻠﺧ يﺬﻟا ﻢﻜﺑر اوﺪﺒﻋا سﺎﻨﻟا ﺎﻬﻳءﺂ‬
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa” (QS Al-Baqarah: 21)

2. QS Al-Dzariyat ayat 56:

‫نوﺪﺒﻌﻴﻟ ﻻإ ﺲﻧﻹا و ﻦﳉا ﺖﻘﻠﺧ ﺎﻣ و‬


“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”
(QS Al- Dzariyat: 56)

Ayat 21 ditujukan kepada manusia berupa ajakan untuk menyembah Allah SWT,
sebagaimana disebutka pada ayat-ayat sebelumnya tentang sekelompok orang kafir dan orang-
orang munafik yang masih dalam keadaan ragu-ragu. Ayat ini juga mengajak manusia untuk
menyembah tuhan yang Maha Esa yaitu Allah SWT, serta tidak menyekutukan serta berserah
diri hanya kepada-Nya. Mereka diperangkatkan kembali bahwasanya Allah-lah yang telah
mengatur segala urusan mereka dimuka bumi ini. Maka dari itu bahwa tidak ada yang berhak
disembah selain Dia, menyetukan bahkan mengabaikan perintah-Nya sama saja menjerumuskan
diri dalam lubang kehancuran berupa azab yang pedih. Dijelaskan pula bahwa bentuk
penghambaan diri yang sesuai dengan ajaran-Nya dapat menghantarkan kedudukan yang mulia
yaitu hamba yang bertaqwa, sehingga mampu merasakan memiliki kesadaran ketuhanan yang
matang2.
Lalu pada surah al-dzariyat ayat 56 dijelaskan bahwasanya tujuan penciptaan manusia
dan jin tidak lain hanya untuk beribadah kepada Allah SWT.

1
M. Fuad Abdul Baqiy, t.th.:560-565
2
Al-Maraghiy, t.th. juz I:63
Al-Khilafah
Lafaz al-khalifah dan yang se- makna dengannya (al-khalifah, al- khalaif dan alkhulafa)
terulang dalam al- Quran sebanyak 9 kali, yaitu dalam al- Quran Surat al-Baqarah ayat 30, surat
al- An’am ayat 165, surat al-A’raf ayat 69 dan 74, surat Yunus ayat 14 dan 73,surat al-Namal
ayat 62, surat Fathir ayat 39 dan surat Shad ayat 26. (M.Fuad Abdul Baqiy, t.th.: 305).
Dalam hal ini akan dikemukakan beberapa ayat yaitu:
1. QS. al-Baqarah ayat 30

‫و ءﺂﻣﺪﻟا ﻚﻔﺴﻳو ﺎﻬﻴﻓ ﺪﺴﻔﻳ ﻦﻣ ﺎﻬﻴﻓ ﻞﻌﲡأ اﻮﻟﺎﻗ ﺔﻔﻴﻠﺧ ضرﻷا ﰲ ﻞﻋﺎﺟ ﱐإ ﺔﻜﺌﻠﻤﻠﻟ ﻚﺑر لﺎﻗ ذإ و نﻮﻤﻠﻌﺗ ﻻﺎﻣ‬
‫ﻢﻠﻋأ ﱐإ لﺎﻗ ﻚﻟ سﺪﻘﻧ و كﺪﻤﲝ ﺢﺒﺴﻧ ﻦﳓ‬
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguh- nya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan men-
sucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui."
2. QS. al-An’am ayat 165

‫قﻮﻓ ﻢﻜﻀﻌﺑ ﻊﻓر و ضرﻷا ﻒّﺌﻠﺧ ﻢﻜﻠﻌﺟ يﺬﻟا ﻮﻫو ﻊﻳﺮﺳ ﻚﺑر نإ ﻢﻜﺗأ ﺂﻣ ﰲ ﻢﻛﻮﻠﺒﻴﻟ ﺖﺟرد ﺾﻌﺑ ﻢﻴﺣر رﻮﻔﻐﻟ‬
‫ﻪﻧإو بﺎﻘﻌﻟا‬
“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang
apa yang diberikan-Nya kepadamu. Se- sungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan
Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Pe- nyayang”.

Khalifah adalah pengganti Allah yang mengatur urusan-Nya di tengah- tengah


kehidupan manusia. Di samping itu khalifah juga dapat dipahami sebagai “suatu regenerasi
yang silih berganti dimana mereka bertugas untuk me- makmurkan dan mensejahterakan
bumi”3.
Ayat ini menegaskan bahwa Allah SWT telah menjadikan manusia sebagai khalifah
dimuka bumi ini, ini membuktikan bahwa manusia memiliki kedudukan yang lebih tinggi
daripada makhluk lainnya, tugas mulia untuk menjadi khalifah (pemimpin) dan seisinya.
Manusia menjadi khalifah tidak hanya untuk sesama manusia saja, namun seluruh makhluk
yang berada dibumi.
Bentuk khilafah (kepemempininan) manusia terhadap sesamanya, adalah menjalankan
misi yang diperintahkan Allah melalui rasul-Nya(utusan) yaitu berupa Al-Qur’an dan As-
Sunnah, sedang terhadap makhluk berupa bentuk pengendalian atau melesatrikan serta peduli
terhadap berbagai makhluk yang ada dibumi ini, baik itu tumbuhan maupun hewan sesuai
dengan aturan-aturan yang Allah telah berikan.

3
Hasan al-Himshi, t.th: 6
Akan tetapi, tidak semua manusia mampu menjalankan semua sesuai perintah-Nya,
tidak jarang manusia yang sering membuat kerusakan dimuka bumi ini, namun semua itu
merupakan rahasia Illahi yang manusia tidak mengetahuinya, tentu ada hikmah dibalik
semua ini, karena tentunya Allah adalah sebik-baik perencana4.
Serta disurah Al-Baqarah ayat 30 menjelaskan bahwa manusia diobatkan sebagai
khalifah sedang disurah Al-An’am ayat 165 menyebutkan tentang pengkuhan manusia
sebagai khalifah, selanjutnya pada ayat ini Allah telah menjadikan manusia sebagai khalifah
fil-ardh. Manusia ditugaskan untuk melanjutkan kedudukan dan kekuasaan sebelum mereka,
dalam menjalankan misi sebagai khalifah, tentunya manusia harus mampu mengambil ibroh
dan pelajaran yang telah ada, dengan adanya berbagai bentuk ujian yang mampu menjadikan
manusia memiliki derajat yang lebih tinggi ddari makhluk lainnya.
Sedang adzab dan iqob ditujuan bagi mereka yang menolak kenabian Muhammad SAW,
serta bagi mereka yang melanggar semua larangannya, yang menjerumuskan didalam lubang
kemaksitan yang menyebabkan kehancuran4.

Al-Amanah
Ungkapan kata al-amanah terulang dalam al-Quran sebanyak 6 kali yang juga terdapat
dalam enam ayat. Kata tersebut dalam bentuk mufrad (tunggal/ singular) terulang sebanyak dua
kali, sedangkan dalam bentuk jamak/ plural terulang sebanyak empat kali. Ayat-ayat tersebut
terdapat dalam Al-Quran surat al-Baqarah ayat 283, surat al-Nisa’ayat
58, surat al-Anfal ayat 27, surat al- Mukminun ayat 8, surat al-Ahzab ayat
72 dan surat al-Ma’arij ayat 32.
Dalam tulisan ini akan dikemuka- kan QS al-Ahzab ayat 72 mengingat bahwa ayat ini
sangat terkait erat dengan pokok permasalahan, khususnya tentang tugas yang diemban oleh
manusia. Ayat tersebut ialah:

‫لﺎﺒﳉا و ضرﻷا و تاﻮﻤﺴﻟا ﻲﻠﻋ ﺔﻧﺎﻣﻷا ﺎﻨﺿﺮﻋ ﺎﻧإ ﻪﻧإ نﺎﺴﻧﻹا ﺎﻬﻠﲪ و ﺎﻬﻨﻣ ﻦﻘﻔﺷأ و ﺎﻬﻨﻠﻤﳛ نأ ﲔﺑﺄﻓ ﻻﻮﻬﺟ ﺎﻣﻮﻠﻇ نﺎﻛ‬
“Sesungguhnya kami Telah menge-
mukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk
memikul amanat itu dan mereka khawatir akan meng- khianatinya, dan dipikullah
amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”

Dalam kedua ayat sebelumnya Allah memerintahkan agar para hamba-Nya yang beriman
senantiasa melakukan perintah-Nya serta menjauhi larangannya, agar senantiasa dilimpahi
keberkahan serta mampu menjadi sebaik-baik hamba, begitu pula sebaliknya barang siapa yang
ingkar terhadap perintah Allah maka akan mendapat adzab yang sangat pedih5.
Kemudian pada ayat 72 ini, Allah menjelaskan bahwa betapa sulitnya mengemban amanah,
langit, bumi, gunung dan bahkan makhluk lain pun enggan mengembannya, Allah memberikan
amanah kepada manusia merupakan bentuk kepercayaan Allah terhadap manusia namun manusia
masih banyak yang mengkhianati bahkan mengingkarinya.
4
Al-Maraghiy, t.th.juz III: 93-94
5
Al-Maraghiy,t.th. juz VIII: 45

SUKSES DALAM PANDANGAN AL-QUR’AN


Kamus besar Bahasa Indonesia kontemporer mengartikan kata “sukses” sebagai berhasil
atau beruntung, begitupula tertera di dalam Al-Qur’an terdapat dua kata yang memiliki makna
yang sama yaitu al-falah dan al-fauz.
1. Al-Falah
Dalam kamus al-munawwir kata al-falah mengandung arti kemenangan atau sukses.6
Sebagaimana dalam kamus Mahmud Yunus memiliki arti menang, jaya berarti sukses.7
Dalam berbagai bentuknya kata ini tersebut sebanyak 40 kali didalam Al-Qur’an, dalam bentuk
fi’il mudhari’, tuflihu,tuflihuna dan yuflihuna disebut disebut 23 kali, fiil madhi aflaha disebut 4
kali, dan is’m yang berbentuk is’m fa’il (pelaku) al-mufhlihuna sebanyak 12 kali dan al-
muflihina sebanyak 1 kali.8
Sebagaimana firman Allah SWT dalam al-mu’minun Q.S [23]:1 yaitu “sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman”
Menurut Ahmad Mustofa Al-Maraghi, adalah tercapainya tujuan yang dicita-citakan,
karena ilham yang diberikan Allah SWT kepada orang-orang yang bertakwa untuk mampu
mencapai jalan keberhasilan9
Keberuntungan berarti mampu didapat oleh orang-orang yang beriman yaitu orang-orang
yang mengerjakan amal soleh selama didunia yang mana akan mendapatkan keberuntungan
dikahirat kelak.
2. Al-Fauz
Dalam kamus Ahmad Warson Munawwir al-fauz berasal dari kata fa-za yang berarti
mendapatkan “kemenangan”, “Jaya”, “sukses” atau “terhindar”.8 menurut Mahmud Yunus al-
fauz berrati “menang” atau “Jaya”.9 kata al-fauz disebut dalam Al-Qur’an dalam berbagai
devariasi, dalam bentuk fi’l madhi faza sebanyak 2 kali, fi’l mudhori’ afuza disebut 1 kali,
masdar al-fauzu dan fauzan 19 kali, dan is’m fa’il jama’ mudzakkar salim al-faizun sebanyak 4
kali.9
Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Q.S Ali Imran [3]:185
“Barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan kedalam surga, sungguh ia
telah beruntung.”
6
Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir, Kamus Arab Indonesia (Surabaya: Pustaka Progessif, 1997), h. 1070
7
Mahmud Yunus Kamus Arab Indonesia (Jakarta: PT Mahmud Yunus WA Zrriyah, 2010), h. 325
8
Quraish Shihab, Ensipklodia Al-Qur’an: Kajian Kosa Kata, h. 623
9
Mahmud Yunus Kamus Arab Indonesia (Jakarta: PT Mahmud Yunus WA Zrriyah, 2010), h. 308
10
Sukardja, Ensiklopedisa al-Qur’an, h.1

Selanjutnya, firman Allah dalam Q.S. An-Nisa’ :73


“Dan sungguh jika kamu memperoleh karunia (kemenangan) dari Allah, tentulah dia mengatakan
seolah-olah belumpernah ada hubungan kasih saying antara kamu dengan dia: “Wahai kiranya
saya ada bersama-sama mereka, tentu saya mendapat kemeangan yang besar pula”
Dapat disimpulkan bahwa orang-orang beruntung yaitu orang-orang yang beriman yang
akan memperoleh kemenangan dikahirat kelak, yaitu orang-orang yang senantiasa bertakwa
kepada-Nya serta menjauhi segala larangan-Nya.
Sukses menurut pandangan Al-Qur’an berarti sukses dalam urusan duniawi dan ukhrowi
(akhirat)
Sukses dalam urusan duniawi:
1. Bekerja keras pantang menyerah
2. Jujur
3. Sabar
4. Saling-tolong menolong sesama manusia
5. Disiplin dan masih banyak lagi
Sukses dalam urusan ukhrowi (akhirat):
1. Taat beribadah (Sholat, Puasa, Zakat, dan haji)
2. Senantiasa berdzikir kepada Allah Subhanahu wa ta’ala beserta rasul-Nya
3. Tawakkal dan masih banyak lagi.
4. Pandai bersedekah
Tolak ukur manusia pada umumnya adalah sukses dalam hal duniawi padahal tertera jelas
dalam Al-Qur’an bahwa sukses yang sebenrnya adalah sukses yang mampu mencapai ridho
Allah subhanahu wa ta’ala yaitu dengan menjadi orang yang beriman dan beramal soleh dan
senantiasa berjuang dijalan-Nya.

C. ORIENTASI HIDUP MANUSIA


Manusia cenderung lebih memikirkan hidup sesuai pola pikirnya, tanpa ingin tahu bahwa
yang dilakukan benar atau salah padahal apa yang Allah telah ajarkan tentunya akan membuat
manusia hidup teratur dan lebih baik serta menimbulkan kedamaian dimuka bumi ini. Ada dua
cara orientasi hidup manusia yaitu:
1. Orientasi Hidup yang Salah
Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Q.S. Al-Baqarah:200:
“Maka diantara manusia ada orang yang berdo’a: “ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan)
didunia”, dan tiadalah baginya bahagia (yang menyenangkan) di akhirat”
Dari ayat diatas dapat diketahu beberapa golongan manusia yang hanya menginginkan
kebahagiann didunia, yang sudah jelas hanya fana tanpa memikirkan bagaimana kelak dikahirat.
Mereka hanya akan berlomba-lomba dalam kebaikan yang ada didunia saja tanpa memikirkan
bekal apa yang kelak telah peroleh untuk mengahadapi kehidupan yang sebenar-benarnya hidup
yaitu akhirat.
2. Orientasi Hidup yang Benar
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Q.S Al-Baqarah:256:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar
daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada taghut (syaithon dan apa
saja yang disembah selain Allah) dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia tekah
berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus, dan Allah maha mendengar
lagi maha mengetahui”
Allah tidak pernah menginginkan manusia mengikuti ajaran-Nya (Islam) secara terpaksa,
maka dari itu manusia yang benar-benar ikhlas mengikuti ajaran-Nya serta menghindari jalan
yang sesat yaitu jalan yang menjauhkan dari kebenaran maka akan menjadikan manusia dengan
keimanan yang teguh, akal dan pikirannya dipergunakan untuk mengandalikan hawa nafsu,
sehingga mampu berserah diri seluruhnya hanya pada Allah semata, serta berbagai nikmat akan
didapat meski melalui berbagai ujian namun akan menjadikan sebaik-baik manusia mulia disisi
Allah subhanahu wa ta’ala.

Sumber :
Shihab, M.Quraish. Tafsir Al-Mishbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an.
Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Anda mungkin juga menyukai