Anda di halaman 1dari 2

PENTINGNYA PEMERIKSAAN NARKOBA

BAGI INSTANSI
Rabu, 11-05-2022
RSI Fatimah BANYUWANGI
Suprapto, SKEP bid. NHA Kec. Glagah BWI

Pemeriksaan narkoba atau tes narkoba yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah maupun
swasta pada umumnya dilakukan saat perekrutan tenaga kerja sebelum pekerja/karyawan yang
bersangkutan bekerja di perusahaannya, yakni biasa dilakukan pada tahap pemeriksaan
kesehatan.

Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter
sebelum seorang tenaga kerja diterima untuk melakukan pekerjaan.
Hal ini diatur dalam Pasal 1 huruf (a) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor Per.02/Men/1980 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam
Penyelenggaraan Keselamatan Kerja (“Permenakertrans 2/1980”).
Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja ditujukan agar tenaga kerja yang diterima berada dalam
kondisi kesehatan yang setinggi-tingginya, tidak mempunyai penyakit menular yang akan
mengenai tenaga kerja lainnya, dan cocok untuk pekerjaan yang akan dilakukan sehingga
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang bersangkutan dan tenaga kerja lain-lainnya yang
dapat dijamin [lihat Pasal 2 ayat (1) Permenakertrans 2/1980].

Dari ketentuan-ketentuan di atas dapat kita ketahui bahwa tentu instansi pemerintah maupun
swasta tidak mau mempekerjakan karyawan yang terganggu kesehatannya. Yang secara tidak
langsung dapat kita simpulkan bahwa kemungkinan besar, pengusaha juga tidak mau
mempekerjakan pekerja yang mengkonsumsi narkoba karena bisa berakibat membawa kerugian
bagi perusahaannya. Oleh karena itu, tes narkoba pada saat perekrutan pegawai dilakukan oleh
pengusaha karena dinilai penting dilakukan.

Adapun peraturan lebih khusus lagi yang mengatur tentang pemeriksaan narkoba baik bagi
karyawan yang belum bekerja maupun karyawan yang sudah bekerja dalam perusahaan yang
bersangkutan adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor:
Per.11/Men/Vi/2005 Tahun 2005 tentang Pencegahan dan Penanggulangan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya di
Tempat Kerja (“Permenakertrans 11/2005”), khususnya dalam Pasal 2 ayat (1)
Permenakertrans 11/2005 yang berbunyi:

“Pengusaha wajib melakukan upaya aktif pencegahan dan


penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya di tempat kerja.”

Adapun salah satu cara pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika itu salah satunya adalah dengan dilakukannya pemeriksaan/tes narkotika terhadap
karyawan. Aturan spesifik tentang tes narkotika dapat kita jumpai dalam Pasal 6
Permenakertrans 11/2005:

(1) Pengusaha dapat meminta pekerja/buruh yang diduga menyalahgunakan narkotika,


psikotropika dan zat adiktif lainnya untuk melakukan tes dengan biaya ditanggung
oleh perusahaan.
(2) Pelaksanaan tes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh sarana
pelayanan kesehatan atau laboratorium yang berwenang sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Hasil tes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dijaga kerahasiaannya
sebagaimana yang berlaku bagi data rekam medis lainnya.
(4) Berdasarkan hasil tes sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dokter yang telah
mendapatkan pelatihan di bidang narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya
dapat menetapkan apakah pekerja/buruh harus mengikuti perawatan dan atau
rehabilitasi.

Berbicara mengenai sanksi seperti yang Anda tanyakan, pengusaha dapat menjatuhkan tindakan
disiplin kepada pekerja/buruh dalam hal pekerja/buruh tidak bersedia untuk mengikuti program
pencegahan, penanggulangan, perawatan dan atau rehabilitasi akibat penyalahgunaan narkotika,
psikotropika atau zat adiktif lainnya, demikian yang dikatakan dalam Pasal 7 ayat (2)
Permenakertrans 11/2005.

Apabila ternyata berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan bahwa karyawan yang bersangkutan
memiliki atau mengedarkan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di tempat kerja, maka
berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Permenakertrans 11/2005 pengusaha atau pekerja/buruh harus
segera melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Tidak hanya kepada Kepolisian RI, laporan tersebut juga disampaikan kepada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota melalui mekanisme pelaporan
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau Pelayanan Kesehatan Kerja [lihat Pasal
8 ayat (2) Permenakertrans 11/2005].

Anda mungkin juga menyukai