Kaum Milenial Siap Berbakti Membangun Generasi Muda Berkarakter
Pancasila Melalui Pendidikan Dasar Hukum: Studi Kasus Desa Batu Putih Oleh: Putri Agustin Muchtar
Prioritas pembangunan nasional sebagai mana yang dituangkan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005-2025 (UU No. 17 Tahun 2007) antara lain adalah dalam mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Indonesia sebagai negara kesatuan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke yang memiliki banyak keanekaragaman mulai dari suku, agama, bahasa dan banyak hal lainnya, dengan luas wilayah darat 1.937 juta km 2 dan didiami kurang lebih 237 juta jiwa penduduk. Wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk yang sangat besar menjadikan pendidikan sebagai sebuah persoalan bagi bangsa. Sering kali terjadi ketimpangan dalam pendidikan di Indonesia mulai dari fasilitas pendidikan sampai dengan kualitas guru yang sangat jauh berbeda di tiap daerahnya. Padahal pengalokasian dana pendidikan yang dituangkan secara tegas dalam pasal 31 ayat 4 UUD 1945 yang berbunyi “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.” Pasal 9 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 ayat 1 mengatakan ”Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat.” Banyak daerah di Indonsia yang belum mendapatkan akses dalam bidang pendidikan salah satunya yaitu di Pulau Gili Asahan yang terletak di Desa Batu Putih yang sangat perlu untuk diperhatikan lebih lanjut. Desa yang dihuni tidak lebih dari 40 kelompok keluarga dengan kondisi pendidikan yang tidak seberuntung di kota besar. Keadaan dimana hanya terdapat satu SD yang sederhana dengan jumlah siswa sebanyak 12 orang dan 1 orang tenaga pendidik. Hal ini sangat mengkhawatirkan dikarenakan minimnya pendidikan yang mengakibatkan pudarnnya hasrat pendidikan anak-anak dan berdampak pada kehidupan masyarakat. Pendidikan nilai moral, hukum, dan agama sangat penting bagi tegaknya satu bangsa, tanpa pendidikan tersebut, kemungkinan besar suatu bangsa akan hancur, carut marut. “Munculnya kembali pendidikan budi pekerti sebagai primadona dewasa ini mencerminkan kegusaran bangsa ini akan terjadinya krisis moral bangsa dan kehidupan sosial yang carut marut.” (Dedi Supriadi, Pikiran Rakyat 12 Juni: 8-9). Kondisi pendidikan yang buruk sudah pasti diakibatkan oleh pembelajaran hukum yang tidak menjadi prioritas utama, padahal pembelajaran hukum harus diajarkan kepada anak sejak dini. Dasar-dasar pembelajaran hukum perlu dipahami sejak dini agar seorang anak paham akan hak dan kewajibannya, serta tahu akibat dari tindakan yang dilakukannya. Apabila sebagai generasi penerus sudah tertib terhadap hukum, maka akan terbentuk keselarasan dan keseimbangan dalam masyarakat. Berbicara mengenai anak adalah hal yang penting karena anak berperan menentukan sejarah bangsa sekaligus cermin sikap hidup bangsa pada masa mendatang (Soetodjo, 2008). Aksi bakti milenial merupakan kontribusi nyata generasi milenial untuk membangun bangsa Indonesia. Pengajaran hukum yang dibungkus dengan pancasila dalam rangka membangkitkan semangat kemerdekaan adalah hal yang tepat diajarkan di Pulau Gili Asahan. Pengajaran hukum kepada anak usia 8-14 tahun mengenai hal-hal dasar seperti apa itu hukum dengan bahasa yang mudah dipahami anak-anak, memberikan contoh aturan yang konkret dalam kehidupan sehari-hari, apa saja dampak hukum yang akan dirasakan apabila melanggar aturan, dan menjelaskan apa saja manfaat yang di dapat ketika mematuhi aturan yang ada. Seringkali masyarakat risau dengan kenakalan yang dilakukan oleh anak- anak usia dini hingga berdampak negatif pada masyarakat sekitar. Bentuk-bentuk kenakalan yang ditimbulkan oleh anak-anak tersebut diantaranya adalah suka berkelahi, suka keluyuran, dan suka bolos sekolah yang dikategorikan sebagai kenakalan biasa, sedangkan perilaku seperti mengendarai kendaraan tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin, dan penyalahgunaan narkotika dikategorikan sebagai kenakalan yang menjerumuskan pada pelanggaran dan kejahatan (Sarwirini, 2011). Berdasarkan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, mengkualifikasikan kenakalan anak (anak nakal) sebagai anak yang melakukan tindak pidana dan anak yang melakukan perbuatan yang terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Hal ini diakibatkan oleh faktor ekonomi dan rendahnya pendidikan hukum dasar pada anak usia dini. Untuk menanggulangi hal tersebut perlu diberikan edukasi mengenai hukum dasar. Pertama, menjelaskan apa itu hukum dengan bahasa yang mudah dipahami oleh anak. Menggunakan bahasa yang sederhana dengan penyampaian yang disukai oleh anak usia dini agar terkesan tidak membosankan merupakan salah satu cara yang efektif untuk menjelaskan pengertian hukum. Adapun contoh penyampaian hukum dasar kepada anak usia dini adalah sebagai berikut “Dek hukum itu adalah aturan yang harus kita patuhi, hukum itu mengatur cara kita bertingkah laku, mengapa hukum itu selalu mengatur karena agar semua orang menjadi tertib dan lingkungan kita menjadi aman.” Kedua, memberikan contoh aturan yang konkret dalam kehidupan sehari-hari, seperti ”Seandainya adek mencuri barang orang lain itu dapat merugikan diri sendiri, keluarga, dan orang lain. Adek sendiri akan dikucilkan dan keluarga akan merasa malu karena adek sudah mencuri milik orang lain.” Ketiga, menjelaskan kepada anak usia dini dampak yang didapatkan jika ia melanggar hukum diantaranya mereka akan dijauhi oleh teman-temannya dan dipandang jelek oleh masyarakat. Keempat, yaitu menyampaikan manfaat yang didapatkan ketika mematuhi aturan yang ada seperti timbulnya rasa aman dan tentram baik bagi diri mereka sendiri maupun masyarakat sekitar. Bersama program bakti milenial, pemuda-pemudi Indonesia dapat turun langsung untuk melakukan pengabdian masyarakat dengan mengimplementasikan segala ilmu yang telah mereka pelajari terutama pada bidang pendidikan. Pemahaman pendidikan hukum dasar yang diberikan kepada anak usia dini merupakan salah satu bukti nyata generasi milenial sebagai Agent of Change, Social Control dan Iron Stock guna membangun bangsa menjadi lebih baik. Pendidikan hukum dasar yang dijelaskan melalui bahasa yang sederhana, contoh konkret, dan manfaat serta dampak yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari akan membuat pembelajaran menjadi mudah dipahami oleh anak usia dini. Edukasi mengenai pendidikan hukum dasar di Pulau Gili Asahan penting dilakukan agar anak-anak di wilayah tersebut mengerti akan hak dan kewajiban mereka. Walaupun tinggal di daerah yang terpencil tapi anak-anak di Gili Asahan mampu untuk memiliki pendidikan yang sama dengan anak-anak yang tinggal di kota- kota besar. DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005-2025. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33 Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297. Nawawi, Ahmad. 2011. Pentingnya Pendidikan Nilai Moralbagi Generasi Penerus. Insania, 16 (2): 119-133 Soetodjo, Wagiati. 2008. Hukum Pidana Anak. Bandung: PT Refika Aditama Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3668