Anda di halaman 1dari 7

Port Economic Multiplier Effect

versus Global Resesion Implication


include Post Covid 19

Team 1 & 2:

1. M. ARDWIANSYAH
2. ALGYDZAR HASDY
3. DIZA ATIKA SARI
4. LITA ANGGRAENI VERAWATI
5. FAISAL SAMOSIR
6. KUNCARA

I. PENGERTIAN RESESI

Resesi adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan dimana
perputaran ekonomi suatu negara berubah menjadi lambat atau buruk. Perputaran ekonomi
yang melambat ini bisa berlangsung cukup lama bahkan tahunan akibat dari pertumbuhan
produk domestik bruto (PDB) suatu negara menurun selama dua kartal dan berlangsung secara
terus menerus.

PDB sendiri dapat diartikan sebagai aktivitas ekonomi suatu negara selama satu periode. Jadi,
apabila suatu negara mengalami aktivitas ekonomi yang turun secara terus menerus selama
dua periode, maka negara tersebut dapat dikatakan resesi.

Sedangkan National Bureau of Economic Research (NBER) yang terletak di Amerika Serikat,
mengartikan resesi sebagai kondisi dimana negara mengalami penurunan aktivitas ekonomi
secara signifikan dalam kurun waktu beberapa bulan dilihat dari PDB riil, penghasilan, tingkat
pengangguran, produksi industri, penjualan grosir-rite

Data dari Badan Pusat Statistik melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 pada
triwulan kedua (Q2) mengalami kontraksi sebesar 6,13%, rekor terburuk perekonomian
Indonesia sejak tahun 1999 (Blandina, Fitrian et al, 2020). Triwulan ketiga (Q3) mengalami
kontraksi sebesar 5,32%, triwulan keempat (Q4) pun demikian. Resesi terjadi setelah
pertumbuhan ekonomi Indonesia dua kwartal (Q2 & Q3) berturut-turut dinyatakan negatif.
Perhitungan Kwartal terbagi menjadi Q1 (Januari – Maret); Q2 (April –Juni); Q3 (Juli –
September) dan Q4 (Oktober – Desember). Sepanjang tahun 2020, pertumbuhan ekonomi
Indonesia berada di zona negatif. Pandemi COVID-19 memukul telak perekonomian negara-
negara di dunia, tak terkecuali Indonesia

Gambar 1. Gambaran pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sumber: BPS

II. FAKTOR TERJADINYA RESESI

Ada beragam faktor yang memicu terjadinya resesi pada suatu negara. Faktor-faktor penyebab
terjadinya resesi adalah sebagai berikut.
1. Inflasi

Inflasi adalah kondisi naiknya harga secara terus menerus, baik itu harga barang maupun
jasa. Adanya kenaikan harga ini berimbas pada melemahnya daya beli masyarakat yang
nantinya diikuti juga dengan penurunan produksi barang dan jasa.

Jika dibiarkan dalam waktu lama, hal ini akan mengakibatkan tingginya angka
pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) secara masal, kemiskinan, dan
terjadi resesi.

2. Deflasi Berlebihan

Seperti halnya inflasi, deflasi juga bisa membawa pengaruh yang buruk dan memicu
terjadinya resesi. Deflasi adalah sebuah kondisi dimana harga barang dan jasa turun dari
waktu ke waktu yang akhirnya berimbas pada upah yang dibayarkan mengalami penurunan.

Deflasi juga ditandai dengan adanya penundaan pembelian barang atau jasa sampai harga
terendah. Hal ini tentunya sangat beresiko bagi pemilik usaha. Sebab, meskipun daya beli
masyarakat kemungkinan akan naik, nyatanya pemilik usaha harus menekan biaya
produksi yang berujung pada ruginya suatu bisnis.

Jika masyarakat atau unit bisnis berhenti untuk melakukan aktivitas ekonomi seperti
membelanjakan uangnya, bukan tidak mungkin kondisi ekonomi yang ada akan rusak.

3. Guncangan Ekonomi yang Mendadak

Pemicu lain resesi adalah guncangan ekonomi secara mendadak. Hal ini ditandai dengan
menurunnya daya beli yang disebabkan kesulitan finansial serta masalah serius lainnya
seperti tumpukkan hutang.

4. Perkembangan Teknologi

Resesi adalah kemerosotan ekonomi yang tidak hanya disebabkan dari aktivitas ekonomi
itu sendiri. Perkembangan teknologi turut menjadi faktor adanya resesi.

Hal ini bisa terjadi karena adanya penurunan lapangan pekerjaan yang banyak digantikan
oleh teknologi terkemuka seperti Artificial Intelligence (AI) dan robot. Alhasil, lapangan
pekerjaan akan menurun drastis dan membuat angka pengangguran meningkat.

5. Ketidakseimbangan Antara Produksi dan Konsumsi


Ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi menjadi pemicu berikutnya. Barang dan
jasa yang diproduksi secara berlebih dengan tingkat konsumsi atau daya beli yang menurun
bisa membawa malapetaka bagi produsen.

Hal ini mendorong terjadinya impor secara besar-besaran, membengkaknya pengeluaran


perusahaan, dan menipisnya laba perusahaan dalam negeri.

6. Nilai Impor Lebih Besar dari Ekspor

Indikasi lain terjadinya resesi adalah nilai impor suatu negara lebih besar ketimbang ekspor.
Hal Ini bisa memberikan efek terhadap defisitnya anggaran negara dan terjadinya
penurunan pendapatan nasional.

7. Tingginya Tingkat Pengangguran

Tingginya angka pengangguran suatu negara bisa mengindikasikan negara tersebut


mengalami resesi. Sebab, tenaga kerja memiliki peran penting dalam perputaran
perekonomian suatu negara.

Apabila angka pengangguran meningkat secara terus menerus, hal ini akan mengakibatkan
terjadinya tingkat kriminalitas yang ikut naik.

Secara garis besar, resesi adalah situasi yang muncul karena berbagai faktor. Misalnya krisis
keuangan, salah mengambil keputusan perekonomian, adanya disrupsi rantai pasokan, disrupsi
perdagangan eksternal, pecahnya gelembung ekonomi, sampai dengan faktor yang ada di luar
kuasa manusia seperti bencana alam ataupun pandemi.

III. DAMPAK RESESI

Febrianto & Rahadi (2021) menjelaskan dampak yang ditimbukan dari resesi antara lain :
dampak kerugian nasional (negara), dampak pada pelaku usaha, dan bagi individu

A. DAMPAK BAGI PELAKU USAHA

1. Hilangnya pendapatan karena tidak ada penjualan, sedangkan pengeluaran tetap ada.

2. PHK. Kementerian ketenagakerjaan sudah mencatat sampai tanggal 1 mei 2020


terdapat total jumlah pegawai yang terkena dampak COVID-19 adalah 1,7 juta orang

3. Penundaan rekrutmen hingga waktu yang tidak ditentukan demi menjaga


keberlangsungan perusahaan.
4. Perusahaan hanya merekrut pekerja produktivitas tinggi dan multitasking yang mana
memiliki produktivitas yang tinggi juga melakukan beberapa pekerjaan dalam satu
waktu. Pandemi ini dikatakan bisa menjadi peluang bagi pengusaha untuk berpindah
haluan dari padat karya menjadi padat modal.

5. Pelaku usaha lebih memilih outsourcing karena fleksibilitasnya dalam hubungan


ketenagakerjaan.

6. Jalannya perusahaan terganggu karena proses produksi terganggu akibat dari


karyawan yang tidak ada di tempat kerja dan kurangnya bahan baku. Mengapa
perusahaan banyak yang kekurangan bahan baku? Banyak perusahaan yang
mengandalkan Cina sebagai sumber bahan utama bahan baku mereka. COVID19
berasal dari Cina, yang mana menyebabkan banyak pelabuhan yang ditutup sehingga
mereka tidak bisa melakukan ekspor untuk memenuhi kebutuhan bahan baku
perusahaan-perusahaan tersebut.

7. Daya beli masyarakat Indonesia yang rendah menjadi alasan selanjutnya dimana
perusahaan tidak bisa menaikkan harga

B. DAMPAK BAGI INDIVIDU :

1. Hilangnya gaji dan atau tunjangan atau hilangnya pemasukan bagi pelaku usaha/profesi
profesi informal.

2. Denda akibat terlambat atau tidak membayar kewajiban (seperti : cicilan,kredit, utang,
jatuh tempo, dsb); dan kerugian immateri apabila kegagalan membayar tersebut
mengakibatkan performa ketaatan bayar menjadi buruk dalam catatan Bank Indonesia.

3. Pengeluaran ekstra bagi anggota keluarga dalam kondisi darurat (misal : terkena sakit)

4. Bunga utang baru apabila terpaksa berhutang atau ketika meminta restrukturisasi
hutang.

5. Kerugian akibat hilangnya pekerjaan.

6. Tidak naiknya UMP akibat kondisi ekonomi dalam masa pemulihan. Secara tidak
langsung hal ini berimbas kepada buruh atau individu non aparatur sipil.
IV. MENYIASATI KERUGIAN AKIBAT RESESI

Bagi pelaku bisnis yang sempat melakukan diversivikasi lintas sectoral dengan jenis bisnis yang
berada pada kutub berbeda, berkemungkinan untuk selamat dari krisis. Bagi bisnis skala besar,
biasanya telah terjadi konglomerasi lintas sectoral, sehingga bisa dilakukan subsidi sila ng antar
entitas bisnis grup. Secara keseluruhan mungkin pelaku bisnis mengalami kerugian, namun
masih bisa terselamatkan melalui bisnis di sektor lainnya. Bagi usaha yang memiliki dana cash
juga dapat menyiasati kerugian, yakni dengan membeli asset atau bisnis yang murah, namu
apabila digunakan untuk mendapatkan asset yang lebih baik, maka dapat saja menghasilkan
keuntungan.

Setelah krisis berakhir, asset tersebut dapat berproduksi denga baik atau bahkan dapat dijual
dengan nilai yang jauh lebih mahal. Bagaimana bila diversivikasi maupun upaya lain tidak dapat
dilakukan untuk mengurangi kerugian? Akhirnya secara umum akan ditempuh langkah yang
sama, yaitu penghematan. Semua kalangan akan berusaha mengurangi pengeluaran sebisa
mungkin, dan berusaha bertahan selama mungkin. Apabila masih tidak mencukupi, akan
melakukan langkah berikutnya yaitu mencari pinjaman. Setelah itu mencari cara untuk
mendapatkan pemasukan baru.

Langkah-langkah penghematan, pencairan, pinjaman, dan upaya mendapatkan pemasukan


baru, merupakan langkah umum untuk service. Survival pada saat krisis ini diangap sangat
penting, sebagai modal untuk mencari pengganti kerugian pasca krisis. Karena, apabila tidak
dapat bertahan, dan collaps sebelum krisis berakhir, maka seluruh potensi pengembalian
kerugian akan hilang. Apabila seluruh individu, entitas usaha, organisasi-organisasi non- bisnis,
dan smeua bagian dari sebuah negara dapat melewati masa krisis, tetap survive dan kembali
berproduksi, pada akhirnyakerugian nasional maupun sektoral akan tertutupi. Maka dari itu
pelaku usaha kembali mampu membayar pajak, bahkan mungkin lebih banyak, dan
akanmenyerap tenaga kerja baru sehingga meningkatkan pendapatan individu yan gmana akan
meningkatkan pendapatan negara dan mendongkrak PDB.

Peran pemerintah diperlukan untuk menyiasati kerugian dari ancaman resesi, yaitu pemerintah
perlu meningkatkan penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Diperlukan
pula peningkatan efisiensi dan daya saing iklim usaha nasional untuk menarik arus modal baru
yang diperlukan oleh sektor riil. Pemerintah dapat focus pada pencairan stimulus kepada
masyarakat dan pelaku usaha, dengan demikian kepercayaan pelaku usaha untuk berinvestasi
meningkat. Pemerintah juga perlu memberi kemudahan untuk pelaku usaha untuk mendorong
ekspansi bisnis seperti izin ekspor maupun bantuan restrukturisasi modal. Tak hanya itu,
bantuan untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) juga perlu diperhatikan. Berbagai
program pemulihan untuk dunia usaha juga terus dilakukan pemerintah agar pelaku usaha
bertahan, pemerintah menyiapkan dukungan bagi dunia usaha melalui koordinasi erat dengan
BI dan OJK dengan perbankan Nasional, untuk berbagai sektor bisnis, sektor usaha, sektor rill
tetap bisa bertahan.

V. KESIMPULAN

Dari uraiaan diatas dapat disimpulkan, bahwa kunci dari penyehatan kembali kondisi ekonomi
nasional adalah survival di tingkat individu dan entitas usaha. Maka dari itu negara harus
mengerahkan segenap upaya, termasuk dengan memberikan stimulus, agar rakyatnya tidak
collaps semasa krisis, tetap produktif dan memiliki penghasilan memadai, serta bisnis dapat
terus berjalan. Dan yang diperlukan adalah kebijakan ang tepat, baik secara lokasi, waktu,
maupun prosedurnya. Apabila PSBB dapat menjamin putusnya rantai penularan Covid-19, maka
lakukanlah dengan waktu sesingkat-singkatnya, pembatasan yang berkepanjangan beresiko
melampaui batas kemampuan survival individu maupun entitas bisnis. Dan bila itu terjadi, maka
penyelamatan tidak dapat dilakukan, dan kerugian akan semakin besar baik secara ekonomi
maupun sosial.

VI. REFERENSI

1. Bps.com, 2020. Pertumbuhan Ekonomi Indoneia Triwulan I-2020.


https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/05/05/1736/ekonomi-indonesia-triwulan-i-
2020-tumbuh-2-97-persen.html.

2. Mahera, Nikenzha & Nurwati, R. (2020). Krisis ekonomi di Indonesia disebabkan oleh
pandemi COVID-19.

3. Blandina, Selena, Alvin Noor Fitrian, and Wulan Septiyani. "Strategi Menghindarkan
Indonesia dari Ancaman Resesi Ekonomi di Masa Pandemi." Efektor 7.2 (2020): 181-
190.

4. Bfi.co.id, 2021. Resesi Adalah: Pengertian, Penyebab, Dampak, dan Cara


Menghadapinya https://www.bfi.co.id/id/blog/resesi-adalah-pengertian-penyebab-
dampak-dan-cara-menghadapinya

5. Febrianto, Lutfi Dico, and Dedi Rianto Rahadi. "ANCAMAN RESESI AKIBAT COVID-
19 TERHADAP PERUSAHAAN DI INDONESIA." JURNAL DIMENSI 10.1 (2021): 45-
57.

Anda mungkin juga menyukai