Anda di halaman 1dari 15

BAB II.

ISI

2.1 kesenjangan inflasi


Kesenjangan inflasi (inflationary gap) adalah salah satu konsep ekonomi makro untuk mengukur
perbedaan antara tingkat Produk Domestik Bruto (PDB) saat ini dengan PDB yang akan
ada seandainya perekonomian beroperasi pada kesempatan kerja penuh.
Konsep kesenjangan inflasi diperkenalkan oleh John Maynard Keynes guna membantu
identifikasi posisi ekonomi dalam siklus bisnis. Pada dasarnya, terdapat dua variabel
umum dalam kesenjangan inflasi, yaitu pengangguran dan PDB.
Salah satu indikator terjadinya kesenjangan inflasi adalah ketika jumlah permintaan barang dan
jasa melebihi jumlah produksi. Oleh sebab itu, nilai PDB riil bisa melebihi PDB potensial yang
pada akhirnya mengakibatkan kesenjangan inflasi.

Jika permintaan agregat melebihi nilai agregat dari output pada tingkat lapangan kerja
penuh, akan ada kesenjangan inflasi dalam perekonomian. Permintaan agregat atau pengeluaran
agregat terdiri dari pengeluaran konsumsi (C), pengeluaran investasi (I), pengeluaran pemerintah
(G) dan neraca perdagangan atau nilai ekspor dikurangi nilai impor (X - M).

Jika Yf adalah tingkat pekerjaan penuh dari pendapatan nasional. Jika C + I + G + (X -


M) adalah kurva permintaan agregat (AD) yang memotong garis 45 ° pada titik A maka
pendapatan ekuilibrium ditentukan pada Yf. Tidak akan ada kenaikan harga karena permintaan
agregat sama dengan penawaran agregat. Sekarang jika kurva AD bergeser ke AD ’, output
ekuilibrium tidak akan meningkat karena output tidak dapat ditingkatkan melampaui tingkat
pekerjaan penuh. Dengan kata lain, karena pekerjaan penuh, output tidak dapat meningkat
menjadi Y *. Jadi pada tingkat Yf output pekerjaan penuh, ada kesenjangan inflasi sejauh AB.
Jarak vertikal antara permintaan agregat dan garis 45° pada tingkat ketenagakerjaan penuh dari
pendapatan nasional disebut kesenjangan inflasi. Atau pada pekerjaan penuh, ada permintaan
berlebihan AB yang menaikkan harga.

2.2 Kesenjangan deflasi

Kesenjangan deflasi (deflationary gap) terjadi ketika PDB riil aktual di bawah output
potensinya. Dalam situasi ini, beberapa sumber daya ekonomi kurang dimanfaatkan, yang pada
gilirannya, menyebabkan tekanan ke bawah pada tingkat harga. Kesenjangan deflasi memiliki
arti yang berbeda dengan deflasi. Kedua istilah tersebut adalah konsep yang berbeda.
Kesenjangan deflasi mengacu pada kondisi di mana kapasitas produktif ekonomi kurang
dimanfaatkan, sementara deflasi adalah kondisi ketika tingkat harga umum menurun (inflasi
negatif). Meskipun output di bawah tingkat potensinya, inflasi mungkin masih positif tetapi pada
tingkat yang lebih rendah. Oleh karena itu, kesenjangan deflasi tidak selalu menciptakan deflasi
dalam perekonomian, meskipun tingkat harga lebih cenderung tertekan ke bawah karena bisnis
menghadapi kapasitas berlebih. Adanya deflationary gap (celah deflasi) menunjukan bahwa
kegiatan ekonomi belum mencapai potensinya yang maksimal.

Permintaan
agregat dan penawaran agregat jangka pendek berfluktuasi dalam jangka pendek. Fluktuasi
seperti itu menyebabkan PDB riil aktual menyimpang dari potensi PDB. Ekonom menyebut
penyimpangan PDB riil dari potensinya sebagai kesenjangan output (output gap). Kesenjangan
output bisa positif atau negatif. Kesenjangan output positif terjadi ketika permintaan agregat dan
penawaran agregat jangka pendek berpotongan (keseimbangan jangka pendek) di atas output
potensial. Situasi ini mengacu pada kesenjangan inflasi (gap output positif). Namun, ketika
keseimbangan jangka pendek di bawah output potensial, itu adalah kesenjangan deflasi
(kesenjangan output negatif).

Deflasionery Gap atau kesenjangan output merupakan kondisi penurunan pengeluaran


total pada permintaan agregat pada tingkat kesempatan kerja penuh (full employment)
pendapatan nasional potensial (potential GNP). Karena pengurangan beberapa pengeluaran,
maka beberapa sumber-sumber ekonomi yang tidak produktif akan menyebabkan actual GNP di
bawah produksi nasional bruto potensil. Untuk mengatasi penurunan dalam pengeluaran ini,
pemerintah dapat melakukan kebijakan moneter dan kebijakan fiskal untuk meningkatkan dan
memperluas permintaan agregat.

2.2.1 Penyebab kesenjangan deflasi

Kesenjangan deflasi dapat terjadi ketika permintaan agregat menurun. Misalnya, resesi
global mengurangi permintaan asing untuk produk dalam negeri. Ekspor menurun, demikian juga
dengan permintaan agregat.

Lingkungan suku bunga tinggi juga berkontribusi terhadap permintaan agregat yang lebih
rendah. Dalam hal ini, pinjaman baru menjadi lebih mahal. Rumah tangga mengurangi
pengeluaran mereka untuk barang tahan lama, dan perusahaan menunda pengeluaran investasi
mereka.

Faktor lain yang mengurangi permintaan agregat adalah pajak yang lebih tinggi,
konsumen dan bisnis yang lebih pesimistis, dan harga ekuitas dan perumahan yang lebih rendah.

Penurunan permintaan agregat menghasilkan PDB riil yang lebih rendah dan tingkat
harga yang lebih rendah. Ekonomi beroperasi di bawah output potensialnya.

2.2.2 Implikasi kesenjangan deflasi terhadap Ekonomi

Ketika ekonomi mengalami kesenjangan deflasi, pertumbuhan ekonomi dan tingkat


inflasi lebih rendah (atau bahkan negatif). Ketika penurunan permintaan agregat membawa
ekonomi ke dalam resesi, PDB riil dan tingkat harga jatuh (deflasi).
Perusahaan menghadapi kelebihan kapasitas. Harga dan upah memberi tekanan ke bawah.
Margin laba menyusut dan memaksa mereka untuk mengurangi tenaga kerja, menyebabkan
tingkat pengangguran yang lebih tinggi . Rumah tangga menjadi lebih pesimis tentang prospek
pekerjaan dan pendapatan mereka di masa depan. Akibatnya, mereka menghabiskan lebih sedikit
untuk barang dan jasa.

Bagi pemerintah, penurunan kegiatan ekonomi menyebabkan penerimaan pajak turun. Di


pasar keuangan, investor biasanya akan mengurangi investasi di perusahaan siklis (cyclical
companies) dan perusahaan berbasis komoditas. Mereka mulai merealokasi investasi lebih
banyak pada perusahaan-perusahaan defensif karena mereka memiliki kinerja yang lebih stabil
selama perlambatan ekonomi.

2.3 Economics Fluctuation (Konjungtur)

2.3.1 Pengertian Konjungtur

Menurut Sadono, konjungtur adalah kenyataan yang berlaku dalam perekonomian


yang menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi tidak berkembang secara teratur tetapi
mengalami kenaikan atau kemunduran yang selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu.
2.3.2.Tahapan Konjungtur

Konjungtur sendiri dibagi ke dalam 4 tahapan yaitu:

1. Tahap Resesi (AB, CD, EF)


Semula kemacetan – kemacetan yang timbul menyebabkan laju pertumbuhan
ekonomi terhenti (stagnasi) dan / atau mundur sedikit. Kalau kelesuan itu
berlangsung lama, dimana semua sektor ekonomi ikut terkena dampak, maka
kelesuan tersebut dapat menjadi kemerosotan. Berikut beberapa ciri-ciri tahap
resesi:
a. Turunnya daya beli akibat inflasi yang tinggi, harga naik, daya beli turun,
masyarakat mengurangi belanja, dan memilih untuk lebih banyak
menabung.
b. Turunnya investasi akibat turunnya konsumsi, produksi berlebihan,
investasi tidak diperlukan.
c. Turunnya kesempatan kerja akibat investasi turun, lowongan kesempatan
kerja tidak ada ,pengangguran menjadi meningkat.
2. Tahap depresi (B, D, F)
Kegiatan ekonomi semakin merosot yang terjadi karena banyak produksi
berkurang, banyak perusahaan tutup karena rugi, banyak terjadi pengangguran.
Karena pendapatan masyarakat berkurang, permintaan masyarakat sedikit,
sehingga penjualan hanya sedikit. Harga barang merosot dan dalam hal ini
pandangan para pengusaha menjadi sangat pesimis. Kegiatan ini juga disebut
sebagai “konjungtur rendah”. Adapun ciri – ciri perekonomian pada kondisi
depresi:
a. Tingginya pengangguran
b. Kapasitas produksi yang menganggur cenderung tidak beroperasi dari
pada mengalami kerugian besar
c. Rasa pesimis yang mendalam dikalangan para pengusaha
3. Tahap Recovery (BC, DE, FG)
Kegiatan ekonomi mulai normal kembali sehingga ada dorongan untuk
menghidupkan kembali kegiatan produksi. Dengan demikian pengangguran
berkurang jumlahnya. Penjualan mulai bertambah dan harga – harga dapat naik
sedikit. Pandangan dunia bisnis menjadi lebih optimis lagi, dan mulai ada lagi
pengusaha yang mulai dengan usahausaha baru. Kehidupan ekonomi mulai
normal kembali. Berikut adalah ciri-ciri perekonomian pada tahap recovery:
a. Membaiknya indikator ekonomi
b. Suku bunga turun, inflasi berhasil dikendalikan, gejolak buruh turun, nilai
mata uang mulai stabil
c. Meningkatnya investasi
d. Adanya stimulus rangsangan ekonomi (melalui pengeluaran pemerintah),
bagusnya indikator makro, pelaku usaha mulai optimis akan hari
kedepannya dan perusahaan mulai mengkaji investasi baru.
4. Tahap Puncak (A, C, E, G)
Kegiatan ekonomi dalamperkembangan atau pertumbhan yng cepat sa,pai tercapai
puncak kegiatan (sering disebut “boom” atau “hausse”). Tetapi setelah beberapa
waktu mulai timbul kemacetan-kemacetan dan hambatan-hambatan yang akhirnya
menyebabkan situasi berubah atau berbalik menjadi resesi. Berikut adalah ciri-ciri
perekonomian pada tahap puncak:
a. Tingkat permintaan agregat kuat dan naik
b. Peningkatan permintaan untuk barang-barang impor dan jasa
c. Meningkatnya investasi dan keuntungan perusahaan
d. Meningkatnya produtivitas
Berdasarkan hal tersebut siklus ekonomi dapat digambarkan sebagai gelombang
naik-turun aktivitas ekonomi, yang terdiri atas empat elemen yaitu:
1. Gerakan Menaik (Upturn atau Expansion)
Pemulihan ekonomi (recovery) ditandai dengan gerakan perekonomian yang
menaik (upturn). Kadang-kadang gerakan menaik ini disebut juga ekspansi
(expansion) bila gerakan menaik ini terjadi selama minimal dua triwulan berturut-
turut

2. Titik Puncak atau Kulminasi (Peak)


Ekspansi ekonomi tidak akan terjadi selamanya. Suatu ketika gerakan menaik ini
mencapai titik tertinggi. Titik ini disebut titik puncak atau kulminasi (peak).
Setelah mencapai titik kulminasi, perekonomian akan mengalami penurunan
kembali.
3. Gerakan Menurun (Downturn atau Recession)
Yang dimaksud dengan gerak menurun adalah menurunnya output yang dilihat
dari menurunnya tingkat pertumbuhan ekonomi. Kadangkadang gerakan
penurunan ini disebut resesi (recession), bila terjadi selama minimal dua triwulan
berturut-turut.
4. Titik Terendah (Trough)
Gerakan menurun akan berlanjut hingga mencapai titik yang paling rendah, yang disebut titik
nadir (trough). Setelah mencapai titik terendah, perekonomian akan pulih kembali dilihat dari
adanya gerakan menaik.

2.4 Kebijakan Pemerintah dalam Economics Fluctuation

2.4.1 Cara mengatasi inflasi:

1. pemerintah berusaha menekan inflasi serendah-rendahnya karena inflasi tidak dapat


dihapuskan sama sekali.
2. Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku
bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga.
3. Kebijakan moneter dengan cara bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang
yang beredar sehingga akan terjadi perubahan jumlah uang yang beredar.
4. Memperkuat Politik diskonto (discount policy), yaitu politik bank sentral untuk
mempengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikan dan menurunkan tingkat
bunga.
5. Kebijakan Pasar Terbuka (open market policy) yaitu dengan jalam membeli atau
menjual surat-surat berharga.

6. Menentukan cash ratio yaitu angka perbandingan minimum antara uang tunai yang
dimiliki oleh bank umum dengan jumlah uang giral (cek.giro dan sebagainya) yang
dikeluarkan oleh bank yang bersangkutan.
7. Menurunkan cadangan minimum sehingga jumlah uang yang beredar cenderung
naik dan sebaliknya jika cadangan minimum dinaikan jumlah uang yang beredar
cenderung turun.
8. Kebijakan fiskal
a) Pengaturan Pengeluaran Pemerintah
b) Menaikan Tarif Pajak
c) Mengadakan Pimjaman Pemerintah
9. Kebijakan Non-Moneter
a) Menaikan Hasil Produksi
b) Kebijakan upah adalah tindakan menstabilkan upah dan gaji dengan cara gaji
tidak sering dinaikan.
c) Pengaman harga dan distribusi barang

2.4.2 Cara Mengatasi Deflasi

1. Menurunkan tingkat suku bunga.


2. Memberikan stimulus ekonomi berupa bantuan likuiditas ke sektor bisnis.
3. Pemerintah juga dapat memotong pajak dan meningkatkan belanjanya sendiri
untuk menggairahkan perekonomian.
4. Dari sisi Bank Sentral, pemerintah juga dapat meningkatkan peredaran uang di
masyarakat dengan membeli surat hutang sektor swasta dan menukarkannya
dengan uang tunai.
5. Kebijakan Moneter
a) Politik Diskonto
b) Kebijakan Pasar Terbuka
c) Politik Persediaan Kas (cash ratio policy)
d) Perubahan Cadangan Minimum
6. Kebijakan Fiskal
a) Pengaturan Pengeluaran Pemerintah
b) Menurunkan Tarif Pajak
c) Mengadakan Pimjaman Pemerintah
7. Kebijakan Non-Moneter
a) Kebijakan Upah
Menurunkan Hasil Produksi
A. Konsep dan Definisi Inflasi
Inflasi merupakan salah satu masalah dalam perekonomian yang selalu dihadapi setiap
negara. Namun buruknya masalah inflasi ini akan berbeda dari satu waktu ke waktu lainnya,
dam berbeda pula dari negara satu ke negara lainnya. Tingkat inflasi biasanya digunakan
sebagai ukuran untuk menunjukkan sampai di mana buruknya permasalahan ekonomi yang
dihadapi suatu negara. Dalam perekonomian yang sedang tumbuh, inflasi yang rendah
tingkatnya biasa dinamakan inflasi merayap yaitu sekitar 2-4 persen, namun tingkat inflasi
yang mencapai 10 persen atau lebih akan menjadi permasalahan yang serius.
Dalam banyak literatur disebutkan bahwa inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga
umum secara terus menerus dari suatu perekonomian.1 Sedangkan menurut Rahardja dan
Manurung (Al Arif:2010) mengatakan bahwa inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-
barang yang bersifat umum dan berlangsung secara terus menerus. Sedangkan menurut
Sukirno (Al Arif:2010) inflasi yaitu kenaikan dalam harga barang dan jasa yang terjadi
karena permintaan pasar bertambah lebih besar dibandingkan dengan penawaran barang
dipasar. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa inflasi adalah suatu kondisi dimana
terjadi kenaikan harga. Sementara kondisi dimana terjadi penurunan harga dinamakan
deflasi2
Dari pengertian diatas dapat dianalisis bahwa telah dikatakan terjadi inflasi jika3:
1. Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat.
2. Bahwa kenaikan tingkat harga berlangsung secara terus menerus.
3. Bahwa tingkat harga disini adalah tingkat harga umum

Kenyataannya Inflasi tidak bisa diprediksi, berarti orang-orang sering dikagetkan dengan
kenaikan harga. Hal ini mengurangi efisiensi ekonomi karena orang akan mengambil resiko
yang lebih sedikit untuk meminimalkan peluangkerugian akibat kejutan harga. Semakin
cepat kenaikan inflasi, semakin sulit untuk memprediksi inflasi di masa yang akan dating.
Kebanyakan para ahli ekonomi berpendapat bahwa perekonomian akan berjalan efisien
apabila tingkat inflasi rendah4

1
M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, Teori dan Analisis, (Bandung: Alfabeta, 2010), 84.
2
M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, 85.
3
Muana Nanga, Makroekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005) 237.
4
M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, 86
Sehingga inflasi merupakan suatu masalah dalam perekonomian suatu Negara yang tidak
dapat dihindari, selama tingkat inflasi tersebut masih dapat dikendalikan oleh pemerintah.
Karena masyarakatpun menyadari bahwa sulit untuk menghindar dari kenaikan harga,
sehingga yang dibutuhkan oleh masyarakat adalah stabilitaas harga5

5
Ibid.
Inflasi didefinisikan dengan banyak ragam yang berbeda, Pengertian intlasi
secara umum dapat diartikan sebagai kenaikan harga-harga umum secara terus
menerus selama daiam suatu periode tertentu tetapi semua definisi itu mencakup
pokok-pokok yang sama. Samuelson (2001) memberikan definisi bahwa inflasi
sebagai suatu keadaan dimana terjadi kenaikan tingkat harga umum, baik
barang-barang, jasa-jasa maupun faktor-faktor produksi. Dari definisi tersebut
mengindikasikan keadaan melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin
merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara. Sementara definisi lain
menegaskan bahwa inflasi terjadi pada saat kondisi ketidakseimbangan
(disequilibrium) antara permintaan dan penawaran agregat, yaitu lebih besarnya
permintaan agregat daripada penawaran agregat. Dalam hal ini tingkat harga
umum mencerminkan keterkaitan antara arus barang atau jasa dan arus uang.
Bila arus barang lebih besar dari arus uang maka akan timbul deflasi, sebaliknya
bila arus uang lebih besar dari arus barang maka tingkat harga akan naik dan
terjadi inflasi.
A. Konsep Dasar Inflasi dan Pengangguran

Pengertian intlasi secara umum dapat diartikan sebagai kenaikan harga-harga


umum secara terus menerus selama daiam suatu periode tertentu. Dengan
demikian,
beberapa unsur dalam pengertian inflasi perlu diketahui bahwa: (1) Inflasi
merupakan
proses kecenderungan kenaikan harga-harga umum barang-barang dan jasa
secara
terus menerus.(2) Kenaikan harga-harga ini tidak berarti harus naik dengan
persentase yang sama, yang penting terdapat kenaikan harga-harga umum
barang
secara tenis menerus selama periode tertentu (satu bulan atau satu tahun). (3)
Jika
enaikan harga yang terjadi hanya sekali saja dan bersifat sementara atau secara
temporer (sekalipun dalam persentase yang besar) tetapi, tidak berdampak
meluas
bukanlah merupakan inflasi.
Kesenjangan inflasi adalah salah satu konsep ekonomi makro untuk mengukur
perbedaan antara tingkat Produk Domestik Bruto (PDB) saat ini dengan PDB
yang akan ada seandainya perekonomian beroperasi pada kesempatan kerja
penuh.
Konsep kesenjangan inflasi diperkenalkan oleh John Maynard Keynes
guna membantu identifikasi posisi ekonomi dalam siklus bisnis. Pada dasarnya,
terdapat dua variabel umum dalam kesenjangan inflasi, yaitu pengangguran dan
PDB.
Salah satu indikator terjadinya kesenjangan inflasi adalah ketika jumlah
permintaan barang dan jasa melebihi jumlah produksi. Oleh sebab itu, nilai PDB
riil bisa melebihi PDB potensial yang pada akhirnya mengakibatkan
kesenjangan inflasi.
Pemerintah bisa memanfaatkan kebijakan fiskal untuk mengurangi
kesenjangan inflasi, contohnya dengan mengurangi jumlah uang beredar dalam
perekonomian. Caranya dengan menaikkan pajak, mengurangi pengeluaran
pemerintah, hingga menerbitkan obligasi dan surat berharga.

B. Apa itu Kesenjangan Deflasi (Deflationary Gap)?


Kesenjangan deflasi sering juga disebut deflationary gap atau recessionary gap.
Kesenjangan deflasi adalah istilah dalam ekonomi makro yang digunakan saat
nilai PDB riil lebih rendah dibandingkan PDB potensial.

Kesenjangan deflasi menyebabkan harga turun dalam jangka panjang karena


permintaan barang dan jasa menurun akibat meningkatnya pengangguran. Itulah
sebabnya mengapa kesenjangan ini seringkali terlihat saat penurunan ekonomi
dan dikaitkan dengan angka pengangguran yang lebih tinggi.

Pemerintah bisa menangani kesenjangan deflasi dengan menerapkan kebijakan


stabilisasi. Selain itu, otoritas moneter juga bisa meningkatkan jumlah uang
yang beredar dengan cara menurunkan suku bunga dan meningkatkan
pengeluaran pemerintah.
[15.45, 22/9/2022] dwiangrnii: Kesenjangan inflasi adalah salah satu konsep
ekonomi makro untuk mengukur perbedaan antara tingkat Produk Domestik
Bruto (PDB) saat ini dengan PDB yang akan ada seandainya perekonomian
beroperasi pada kesempatan kerja penuh.

Konsep kesenjangan inflasi diperkenalkan oleh John Maynard Keynes guna


membantu identifikasi posisi ekonomi dalam siklus bisnis. Pada dasarnya,
terdapat dua variabel umum dalam kesenjangan inflasi, yaitu pengangguran dan
PDB.

Salah satu indikator terjadinya kesenjangan inflasi adalah ketika jumlah


permintaan barang dan jasa melebihi jumlah produksi. Oleh sebab itu, nilai PDB
riil bisa melebihi PDB potensial yang pada akhirnya mengakibatkan
kesenjangan inflasi.

Pemerintah bisa memanfaatkan kebijakan fiskal untuk mengurangi kesenjangan


inflasi, contohnya dengan mengurangi jumlah uang beredar dalam
perekonomian. Caranya dengan menaikkan pajak, mengurangi pengeluaran
pemerintah, hingga menerbitkan obligasi dan surat berharga.
Apa itu Kesenjangan Deflasi (Deflationary Gap)?
Kesenjangan deflasi sering juga disebut deflationary gap atau recessionary gap.
Kesenjangan deflasi adalah istilah dalam ekonomi makro yang digunakan saat
nilai PDB riil lebih rendah dibandingkan PDB potensial.

Kesenjangan deflasi menyebabkan harga turun dalam jangka panjang karena


permintaan barang dan jasa menurun akibat meningkatnya pengangguran. Itulah
sebabnya mengapa kesenjangan ini seringkali terlihat saat penurunan ekonomi
dan dikaitkan dengan angka pengangguran yang lebih tinggi.

Pemerintah bisa menangani kesenjangan deflasi dengan menerapkan kebijakan


stabilisasi. Selain itu, otoritas moneter juga bisa meningkatkan jumlah uang
yang beredar dengan cara menurunkan suku bunga dan meningkatkan
pengeluaran pemerintah.
 Rumus Kesenjangan Inflasi dan Deflasi
Rumus Kesenjangan Inflasi (Inflationary Gap)
Untuk mengetahui apakah suatu negara sedang mengalami kesenjangan inflasi
atau tidak, maka kamu perlu mengetahui nilai S atau yang sering disebut sebagai
fungsi tabungan. Fungsi ini menggambarkan hubungan antara tabungan rumah
tangga dengan pendapatan nasional suatu perekonomian.

Rumus kesenjangan inflasi adalah sebagai berikut.


S=Y–C
Keterangan
S = Tabungan
Y = Kapasitas Produksi
C = Tingkat Konsumsi
Dalam hal ini, sebuah negara bisa dikatakan mengalami kesenjangan inflasi
apabila nilai S [tabungan] yang diperoleh lebih kecil dari nilai I [pengeluaran
atau biaya investasi]
Rumus Kesenjangan Deflasi (Deflationary Gap)
Sebenarnya, rumus kesenjangan deflasi sendiri sama dengan rumus kesenjangan
inflasi, yang mana rumus kesenjangan deflasi adalah sebagai berikut.
S=Y–C
Keterangan:
S = Tabungan
Y = Kapasitas Produksi
C = Tingkat Konsumsi
Bedanya, jika nilai S [tabungan] yang dihasilkan lebih besar dari nilai I
[pengeluaran atau biaya investasi] , maka diartikan negara tersebut sedang
mengalami kesenjangan deflasi.
Contoh Cara Menghitung Kesenjangan Deflasi (Deflationary Gap)
Diketahui tingkat perekonomian suatu negara dengan biaya investasi [I] = 1.000,
fungsi konsumsi = 500 + 0,75Y, dan kapasitas produksi [Y] senilai 7.000.
Apakah negara tersebut sedang mengalami kesenjangan deflasi atau inflasi?
Dengan menggunakan rumus sebelumnya,
S=Y–C
S = Y – [500 + 0,75Y]

S = 7.000 – [500 + 0,75 [7.000]]


S = 1.250
Karena nilai I < S, maka perekonomian sedang berada dalam keadaan
kesenjangan deflasi atau deflationary gap senilai 250 satuan.

Daftar Pustaka
M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, Teori dan Analisis, (Bandung: Alfabeta, 2010), 84.
M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, 85.
Muana Nanga, Makroekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005) 237.
M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, 86

Anda mungkin juga menyukai