Anda di halaman 1dari 8

PENGANTAR EKONOMI MAKRO

“RMK 12”

Kelas :
Akuntansi B Malam 2021

Dosen :
Luh Pande Eka Setiawati,SE, M.Si

Nama Kelompok :

I Gusti Bagus Agung Hendrawan P (02)/2102622010205


I Kadek Sastrawan (03)/2102622010206
I Gede Ryan Arsana Praditya (05)/2102622010208
Khatina Angelica (21)/2102622010224

PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2023
1.1 Pengertian Konjungtur
Konjungtur adalah kenyataan yang berlaku dalam perekonomian yang menunjukkan
bahwa kegiatan ekonomi tidak berkembang secara teratur tetapi mengalami kenaikan atau
kemunduran yang selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Gambaran atau grafik mengenai
konjungtur adalah suatu grafik yang menunjukkan perubahan pendapatan nasional dan
kegiatan ekonomi dari satu waktu ke waktu yang lain.
Perekonomian tidak selalu berkembang secara teratur dari satu period eke periode
lainnya. Ia selalu mengalami masa naik dan turun. Ada kalanya kegiatan perekonomian
berkembang dengan sangat pesat sehingga menimbulkan kenaikan harga-harga. Pada periode
lainnya perekonomian mengalami perlambatan dalam perkembangan dan ada kalanya ia
merosot dan berada di tingkat yang lebih rendah dari periode sebelumnya. Pergerakan naik
turun kegiatan perusahaan- perusahaan di dalam jangka Panjang dinamakan konjungtur atau
siklus kegiatan perusahaan.
1.2 Tahap-Tahap Konjungtur
Tahapan – tahapan konjungtur dapat dibagi menjadi 4, yaitu :
1. Tahap Depresi ( Kemerosotan )
Tahap depresi terjadi saat kondisi ekonomi semakin merosot. Ciri ciri dari tahap depresi ini
adalah :
a) Jumlah produksi yang semakin berkurang
b) Banyak perusahaan tutup karena mengalami kerugian
c) Banyak terjadi pengangguran
d) Pendapatan masyarakat yang semakin berkurang dan jumlah permintaan semakin
menurun sehingga penjualan yang terjadi semakin sedikit
e) Harga barang mengalami kemerosotan
f) Sehingga para pengusaha akan menjadi pesimis akan kelangsungan bisnisnya.

2. Tahap Ekspansi ( Prosperity )


Tahap ekspansi adalah tahapan saat kegiatan ekonomi saat mengalami perkembangan atau
pertumbuhan yang drastis hingga mencapai puncak ( sering disebut “boom” atau “hausse”.
Namun, dalam beberapa saat , dalam tahapan ini akan timbul hambatan – hambatan yang dapat
menyebabkan situasi berubah atau berbalik menjadi kemunduran. Ciri – ciri perekonomian saat
berada pada tahap ekspansi adalah :
a. Tingkat permintaan agregat kuat dan naik
b. Adanya peningkatan permintaan impor barang dan jasa
c. Meningkatnya investasi keuntungan dan perusahaan
d. Meningkatnya produktivitas para pelaku ekonomi

3. Tahap Resesi ( Kelesuan )


Tahap resesi terjadi saat semua hambatan yang timbul pada tahap sebelumnya
menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi terhenti ( stagnasi ). Jika kelangsungan ini terjadi
dalam jangka waktu yang Panjang, maka seluruh sector ekonomi akan terkena dampaknya,
sehingga akan terjadi kelesuan yang nantinya dapat menyebabkan kemerosotan. Ciri – ciri
perekonomian berada pada tahap resesi adalah :
a) Turunnya daya beli masyarakat akibat inflasi yang tinggi
b) Turunnya tingkat investasi karena daya beli masyarakat menurun
c) Turunnya kesempatan kerja akibat investasi menurun.

4. Tahap Recovery ( Pemulihan )


Pada tahap recovery ini kondisi ekonomi mulai pulih dan normal lagi sehingga kegiatan
produksi hidup kembali. Perekonomian memasuki tahap recovery apabila :
a) Kondisi indikator ekonomi semakin membaik
b) Inflasi berhasil dikendalikan dan nilai mata uang mulai stabil
c) Meningkatnya investasi
d) Adanya stimulus rangsangan ekonomi berupa subsidi dari pemerintah
e) Pelaku usaha mulai optimis dengan produksi mereka.
Berdasarkan hal tersebut, kondisi ekonomi dapat digambarkan sebagai gelombang naik –
turun aktivitas ekonomi yang terdiri dari empat elemen, yaitu:

a. Gerakan Menaik ( Upturn atau Expansion )


Pemulihan ekonomi ditandai dengan Gerakan perekonomian yang menaik ( upturn ). Bila
Gerakan menaik ini terjadi selama minimal dua triwulan berturut – turut, maka hal ini kadang
disebut ekspansi ( expansion ).
b. Titik Puncak atau kulminasi ( Peak )
Ekspansi tidak akan terjadi selamanya, karena suatu saat gerakan menaik ini akan mencapai
titik puncaknya. Titik ini disebut titik puncak atau kulmunasi. Setelah mencapai puncak,
perekonomian akan mengalami penurunan kembali.
c. Gerakan Menurun ( Downturn atau Recession )
Gerakan menurun ini ditandai dengan menurunnya output yang dapat dilihat dari menurunnya
tingkat pertumbuhan ekonomi. Apabila penurunan ini terjadi selama minimal dua triwulan
berturut – turut, hal ini kadang disebut resesi ( Recession ).
d. Titik Terendah ( Trough )
Gerakan menurun ini akan turun hingga mencapai titik terendahnya, yang disebut titik nadir (
trough ). Hal ini tidak akan terjadi secara terus menerus, perekonomian akan kembali pulih
dengan adanya Gerakan menaik.
1.3 Teori Terjadinya Konjungtur
Beberapa ahli telah menyimpulkan beberapa penyebab terjadinya konjungtur diantaranya:
1) Jevons dan Moore (1923): Fluktuasi kegiatan ekonomi terjadi karena adanya perubahan
alam.
2) Pigou (1927): Fluktuasi kegiatan ekonomi terjadi karena adanya faktor psikologis
parapelaku bisnis (harapan pesimistis atau optimistis).
3) Malthus ( 1936 ): penyebab munculnya krisis ekonomi karena adanya kekurangan
konsumsi (under consumption). Alasan: sektor industri manufaktur makin
berkembangdan masyarakat lebih banyak melakukan kegiatan ekonomi pada sektor
tersebut.
4) Mitchell (1951): Fluktuasi kegiatan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sistem
ekonomi kapitalis-liberalis.
5) Hawtrey (1928) dan Friedman (1957): Fluktuasi ekonomi
disebabkan oleh sistemmoneter dan sistem kredit.
6) Shcumpeter (1934) menyebut penyebab utama tidak stabilnya inovasi teknologi.
7) Lucas dan Barro (1976), Fisher (1979), dan Phelps (1997): Ekspektasi masyarakat
yangrasional sebagai penyebab fluktuasi ekonomi.
8) Keynes: Sistem moneter dan kredit bukan penyebab, tetapi merupakan akibat.
Penyebabutama adalah tidak stabilnya investasi.
9) Siklus konjungtur kegiatan ekonomi menurut Ellis (1991) berbeda-beda:

- Kondratif: setiap 50 tahun sekali


- Juglar: 11 tahun sekali
- Kitchin: 4 tahun sekali
- Batra (1990): 60 tahun sekali
- Mubyarto: 7 tahun sekali untuk perekonomian Indonesia (jawa: pitu- lungan)
Berikut kejadian-kejadian di negara indonesia yang disebabkan karena kurva konjungtur :
Kondisi Krisis Moneter 1997 dan Krisis Keuangan Global 2008. Dengan adanya penjelasaan
diatas, kita harus menangani kurva konjungtur agar tidak berdampak resesi atau jangan juga
selalu meningkat tetapi tiba-tiba merosot ke titik paling rendah.
Penanganan yang dilakukan yaitu dengan melakukan kebijakan fiskal dan moneter yang
dilakukan oleh pemerintah, mendorong konsumsi rumah tangga dengan cara menetapkan UMR
sewajarnya, serta mendorong agar mata uang menguat terhadapmata uang asing dengan cara
memperbaiki neraca pembayaran hutang terhadap luar negeri.
1.4 Pengelolaan Konjungtur
Siklus ekonomi tidak dapat dihindari, yang dapat dilakukan adalah mengelola siklus
agar dampak negatifnya dapat ditekan seminimal mungkin, sementara pola siklus diusahakan
stabil meningkat. Dalam arti, simpangan gerak naik turun output diusahakan tidak terlalu lebar,
sementara kecenderungan output jangka panjang terus meningkat.
Sumbu vertikal dalam diagram adalah output riil sedangkan garis horizontal adalah
trend output natural. Pada awalnya, memang fluktuasi output sangat besar, karena simpangan
siklus selama periode sangat besar. Namun karena pengelolaan yang baik, maka simpangan
dalam periode selanjutnya mengecil, sementara ekonomi mampu mempertahankan
pertumbuhan jangka panjangnya karena output natural terus meningkat.
1. Kebijakan jangka pendek
Target utama kebijakan jangka pendek adalah mengatasi perbedaan output riil dengan output
natural. Melalui kebijakan fiskal dan moneter yang mempengaruhi permintaan dan penawaran
agregat jangka pendek.

2. Kebijakan jangka panjang


Target utama kebijakan jangka panjang adalah memperkecil simpangan tingkat pertumbuhan
ekonomi dan pencapaian pertumbuhan yang tinggi. Melalui kebijakan fiskal dan moneter yang
menstimulasi penawaran seperti bantuan kredit, peningkatan sumber daya manusia serta
kesehatan.

1.5 Contoh Kasus Konjungtur


Hiperinflasi Indonesia 1963-1965 adalah sebuah hiperinflasi yang terjadi di Indonesia
pada akhir masa Orde Lama, tepatnya di era Demokrasi Terpimpin. Dengan latar belakang
ambisi proyek mercusuarnya, Presiden Indonesia Sukarno mencetak Rupiah hingga inflasi
pada saat itu mencapai 600% sehingga pada tanggal 13 Desember 1965 pemerintah melakukan
pemotongan nilai rupiah (Sanering) dari 1000 Rupiah menjadi 1 Rupiah. Selama masa
kolonialisme Belanda, terdiri dari beberapa kekuatan politik yakni militer, nasionalis,
Islamis, dan komunis. Namun, mereka mengkesampingkan perbedaan-
perbedaan mereka untuk melawan satu musuh bersama yakni pemerintah Hindia Belanda.
Setelah kemerdekaan Indonesia, perpecahan kembali muncul. Melalui konsep Pancasila,
Sukarno mencoba menyatukan kelompok-kelompok yang berbeda ini di dalam sebuah bangsa
yang baru. Setelah Revolusi Nasional Indonesia, negara tersebut mengalami kesulitan untuk
membangun pemerintahan dan kebangsaan melalui sistem parlementer karena berbagai
kelompok saling bersaing merebut kekuatan politik dan ingin memaksakan pandangan mereka
pada negara tersebut. Ketika kondisi politik negara ditandai oleh ketidakjelasan dan
ketidakstabilan yang besar, ini menjadi masalah berat yang menghambat pertumbuhan
ekonomi karena sektor swasta ragu untuk berinvestasi. Sekalipun pada tahun-tahun awalnya
setelah kemerdekaan Indonesia mengalami sedikit perkembangan ekonomi, perkembangan ini
segera hilang karena ketidakstabilan situasi politik (terutama setelah pemberontakan-
pemberontakan wilayah dan nasionalisasi aset-aset Belanda pada 1957-1958).
Pemerintahan Sukarno menerbitkan Rencana Delapan Tahun 1960 sebagai usaha untuk
membuat negara ini memiliki swasembada makanan (terutama beras), pakaian dan kebutuhan-
kebutuhan dasar dalam periode 3 tahun. Lima tahun setelah itu direncanakan menjadi periode
pertumbuhan mandiri. Pada tahun 1960an, ekonomi Indonesia dengan cepat hancur karena
hutang dan inflasi, sementara ekspor menurun. Pendapatan devisa dari sektor perkebunan jatuh
dari 442 juta dolar Amerika Serikat pada tahun 1958 ke 330 juta dollar AS pada tahun 1966.
Puncak inflasi berada di atas 100% (year-on-year) pada tahun 1962-1965 karena pemerintah
dengan mudahnya mencetak uang untuk membayar hutang dan mendanai proyek-proyek
megah (seperti pembangunan Monas). Pendapatan per kapita Indonesia menurun secara
signifikan (terutama pada tahun 1962-1963). Sementara itu, bantuan asing yang sangat
dibutuhkan berhenti mengalir setelah Sukarno menolak bantuan dari AS dan mengeluarkan
Indonesia dari keanggotaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) karena masuknya Malaysia
sebagai negara anggota PBB (Indonesia menentang pendirian Malaysia pada tahun 1963).
Sebaliknya, Sukarno menjalin hubungan lebih erat dengan Republik Rakyat Tiongkok dan
Korea Utara. Namun, Rencana Delapan Tahun 1960 ditinggalkan pada tahun 1964 karena
ekonomi yang menurun dan target-target yang tidak bisa tercapai. Faktanya, perekonomian
jatuh bebas karena hiperinflasi, pengurangan sumber pajak, dan juga larinya dari aset keuangan
menjadi aset real. Politik Konfrontasi yang mahal terhadap Malaysia juga menyerap porsi
signifikan dari pengeluaran pemerintah. Namun hiperinflasi tetap tidak dapat dihindari akibat
pencetakaan uang yang terus menerus, sehingga pada tanggal 13 Desember 1965
pemerintah melakukan pemotongan nilai uang dari 1000 rupiah menjadi 1 rupiah. Kebijakan
ini memberikan pukulan besar bagi perbankan nasional, terutama yang telah menyetor modal
tambahan karena tergerus drastis dalam sekejab. Dana simpanan para nasabah perbankan juga
menciut 1/1000. Segala usaha pemotongan nilai uang ini ternyata tidak berhasil meredam
inflasi, dan harga tetap naik membumbung tinggi maka terjadilah hiperinflasi.
Campuran politik ciptaan Sukarno (mencakup komunis, agama, dan militer) terbukti
menjadi sebuah bom waktu. Kekacauan total terjadi setelah kudeta misterius pada 30
September 1965 dan pihak militer menjadi pemenang di tengah kekacauan. Perlahan, Jenderal
Suharto berhasil mengambil alih kekuasaan dari Sukarno pada periode 1965-1967 (pada tahun
1967, Suharto secara resmi dilantik menjadi Presiden Kedua Indonesia). Salah satu prioritas
utama Suharto adalah meningkatkan kondisi perekonomian Indonesia. Dia mengandalkan
sebuah tim ahli ekonomi yang dilatih di AS untuk memulai periode rehabilitasi dan pemulihan
ekonomi. Pada tahun 1966-1970, pemerintah berhasil mengontrol inflasi, membangun kembali
hubungan-hubungan internasional sehingga bantuan asing yang sangat dibutuhkan bisa masuk
ke Indonesia, memulai rehabilitasi infrastruktur fisik, dan memperkenalkan peraturan baru
yang menarik pihak asing untuk berinvestasi di Indonesia. Pada tahun 1966 indonesia
mengalami hiperinflasi hingga 635%, hingga saat memasuki orde baru inflasi berhasil ditekan
sampai 112%. Di tahun 1973-1974 indonesia mengalami inflasi 47% akibat pengucutan kredit
perbankan yang terlalu deras dan banyaknya jumlah uang beredar. Inflasi berhasil turun
menjadi 21% pada tahun 1974-1975. Di penghujung era orde baru, inflasi kembali melejit
menjadi 77,63% pada 1998. Hal ini disebabkan karena ketidakstabilan politik di Indonesia
yang berujung pada goyahnya perekonomian.
Di era reformasi, setelah kondisi politik Indonesia mulai pulih dan kebijakan-kebijakan
ekonomi yang baru diberlakukan, berdasarkan data Reuters sejak 1998, Indonesia berhasil
mencapai inflasi terendahnya pada angka 2,13% di tahun 2019. Hal ini terjadi karena
pemerintah telah berbenah dengan menghindari hal-hal yang dapat meningkatkan persentasi
inflasi.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.slideshare.net/irvandberutu/gelombang-konjungtur-ekonomi. Diakses
pada tanggal 2 Mei 2023.
https://kelasips.com/teori-siklus-ekonomi/. Diakses pada tanggal 2 Mei 2023.
https://www.academia.edu/38002452/ekonomi_makro-konjungtur. Diakses pada
tanggal 2 Mei 2023.
https://id.wikipedia.org/wiki/Hiperinflasi_Indonesia_1963-1965. Diakses pada tanggal
2 Mei 2023.

Anda mungkin juga menyukai