Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

Learning For Life – Building a Better World

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kajian Kurikulum

Dosen Pengampu: 
Prof. Dr. Hj. A. Suhaenah Suparno
Dr. Hj. Nurrohmatul Amaliyah, M.Pd.

Disusun oleh:
Hanifah : 2209087033
Nia Nurhayati Ningsih : 2209087070
Nofrilia Permatasari : 2209087023
Puri Astuti : 2209087047

PROGRAM PENDIDIKAN DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCA SARJANA UHAMKA
JAKARTA
2022
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1


A. Latar Belakang …………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………… 2
C. Tujuan ………………………………………………………….. 2

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………....3


A. Permasalahan Global Abad 21…………………….………………3
B. Pendidikan Menjawab Permasalahan Global Abad 21…....……..5
C. Inquiry based learning dan design based learning dalam
pembelajaran abad 21…………………………………………….8
D. Pembelajaran Inquiry based learning dan design based learning
yang berhasil …………………………………..……….10
E. Cara mengatasi hambatan dalam memenuhi tuntutan abad 21…..15

BAB III PENUTUP ……………………………………………………...…22


A. Kesimpulan ……………………………………………………...22
B. Saran ………………………………………………………….....22

DAFTAR RUJUKAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
anugerah-Nya sehingga kami dapat menyusun serta menyelesaikan makalah
tentang “Belajar Untuk Kehidupan – Untuk Membangun Dunia yang Lebih
Baik (Learn for Life – For a Better World)”. Makalah ini disusun untuk
melengkapi tugas mata kuliah Problematika dan Inovasi Pendidikan Dasar.
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberi informasi kepada para
pembaca pada umumnya dan khususnya untuk Saudara-Saudari yang
membutuhkan.
Dalam menyusun makalah ini, kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada Prof. Dr. Hj. A. Suhaenah Suparno dan Dr. Hj. Nurrohmatul Amaliyah,
M.Pd, selaku dosen pengampu, yang telah memberikan arahan kepada kami
dalam menyusun makalah ini. Terima kasih juga kami ucapkan kepada pihak
terkait yang telah memberikan saran dan solusi dalam penulisan makalah ini.
Kami memohon maaf jika ada kesalahan dan kekurangan dalam pembuatan
makalah ini baik dari segi isi, bahasa, maupun segi lainnya. Namun kami telah
berusaha dengan maksimal untuk menyelesaikan tugas ini. Untuk itulah kami
memohon kritik dan saran dari Dosen dan teman-teman yang bersifat membangun
dan dapat memperbaiki kesalahan serta bisa menunjang mutu dari makalah ini,
sehingga makalah ini lebih berguna bagi pembaca.

Jakarta, 5 Desember 2022


Kelompok VI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Abad ke -21 ditandai sebagai abad keterbukaan atau abad globalisasi,
artinya kehidupan manusia mengalami perubahan-perubahan yang
fundamental yang berbeda dengan tata kehidupan pada abad sebelumnya
(Wijaya et al.,2016). Abad 21 juga dikenal dengan masa pengetahuan, yaitu
semua alternatif upaya pemenuhan kebutuhan bidang pendidikan berbasis
pengetahuan (knowledge based education), pengembangan ekonomi berbasis
pengetahuan (knowledge based economic), pengembangan edan
pemberdayaan masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based industry)
(Mukhadis, 2013). Oleh karena perubahan ekonomi dan sosial yang cepat,
sekolah harus mempersiapkan peserta didik terhadap pekerjaan yang belum
diciptakan, teknologi yang belum ditemukan dan masalah yang belum
diketahui yang memiliki kemungkinan untuk muncul dimasa yang akan
datang (Schleicher, 2010 dalam Suto, 2013)
Berbagai aspek kehidupan masyarakat telah mengalami perubahan
sejalan dengan perkembangan era globalisasi dan keterbukaan. Mengalirnya
informasi dan beragam sumber daya secara bebas dalam lingkungan interaksi
lintas negara telah membawa berbagai perubahan dahsyat yang belum pernah
terjadi di masa-masa sebelumnya (BSNP, 2010). Berbagai negara berlomba-
lomba meningkatkan daya saingnya agar mampu beradaptasi dengan
lingkungan baru dan menjadi komunitas terbaik yang diperhitungkan
keberadaanya sebagai bangsa yang unggul dan relevan dalam konteks
kehidupan modern saat ini. Hal ini sebagai sebuah kenyataan bahwa daya
saing sebuah negara tidak lagi terletak pada sumber daya alam yang dimiliki,
tetapi pada kualitas sumber daya manusia dengan pengetahuan dan
kompetensi yang dimiliki untuk merubah berbagai aset dan sumber daya yang
ada, dalam konteks ini menjadi sangat jelas terlihat bahwa aspek pendidikan
baik secara formal, non-formal, maupun informal menjadi kunci keberhasilan
pengembangan sumber daya manusia suatu bangsa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud permasalahan global abad 21?
2. Bagaimana pendidikan menjawab permasalahan global abad 21?
3. Bagaimana penerapan Inquiry based learning dan design based learning
dalam pembelajaran abad 21?
4. Apa saja bukti pembelajaran penerapan Inquiry based learning dan design
based learning yang berhasil dalam pembelajaran abad 21?
5. Bagaimana cara membangun dunia yang lebih baik dengan pendidikan?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka terdapat beberapa tujuan sebagai
berikut:
1. Menelaah maksud dari permasalahan global abad 21
2. Menganalisis perspektif pendidikan dalam menjawab permasalahan global
abad 21
3. Mengetahui cara penerapan Inquiry based learning dan design based
learning dalam pembelajaran abad 21
4. Mengetahui bukti pembelajaran Inquiry based learning dan design based
learning yang berhasil dalam pembelajaran abad 21
5. Mengetahui cara membangun dunia yang lebih baik dengan pendidikan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Permasalahan Global Abad 21


Kecanggihan era 21 telah mentransformasikan cakrawala dunia seakan
tanpa sekat ruang dan waktu. Teknologi yang berkembang pesat membawa
manusia memasuki dunia digital. Jutaan informasi menyebar secara luas, cepat
dan mudah, sehingga pada akhirnya semua sektor harus mampu
mengaktualisasikan dirinya untuk mengikuti tuntutan zaman. Tidak terkecuali
sektor ekonomi, linkungan dan keselarasan atau keadilan, terutama pada sector
Pendidikan yang merupakan kendaraan penentu kemajuan suatu bangsa dan
Negara. Paradigma 21st century learning telah menciptakan kebutuhan
generasi manusia abad ke-21 yang sedang memasuki knowledge-based
societymembawa tantangan bangsa Indonesia menghadapi era Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA). Esensi tersebut merujuk pada makna bahwa
pendidikan sudah selayaknya di desain sebagai ruang yang mampu
menciptakan produktivitas SDM yang unggul dan berdaya saing tinggi,
diarahkan untuk bertransformasi dengan corak yang lebih dinamis, kritis, dan
teknologis. Sekolah sebagai agen Pendidikan mempresentasikan dirisebagai
tempat terjadinya interaksi belajar yang memungkinkan siswa untuk dapat
belajar apa saja, dimana saja, kapan saja, dan dengan apa saja. Melalui
kecanggihan teknologi dan kemudahan penyebaran informasi, pembelajaran
akan memperoleh wawasan yang luas, lebih dari yang mereka dapatkan dalam
buku ataupun proses pembelajaran. Informasi lain di dunia maya dapat secara
luas memperkaya khasanah keilmuan siswa, sehingga memungkinkan mereka
untuk memunculkan ide-ide kritis dan kreatif. Dengan segala kecanggihan
yang ada pada abad 21 juga memiliki permaslahan global yang yang di hadapi
yaitu pada dunia Pendidikan, ekonomi, energi lingkungan dan keadilan.
1. Bidang Pendidikan
Tuntutan abad 21 menuntut perubahan paradigma pembangunan yang
perlu ditransformasikan melalui pendidikan. Pembangunan abad 21 melalui
Pendidikan, adalah salah satu cara bagaimana memandang perubahan
peradaban sebagai suatu kekayaan, sehingga menghasilkan manusia sebagai
pelaku atau produsen, sumber daya manusia (SDM) dan peradaban sebagai
modal pembangunan. Sementara pembangunan sebelum abad 21 berfokus pada
kekayaan alam yang menghasilkan manusia sebagai pasar atau pengguna, SDM
sebagai beban (karena tidak produktif) pembangunan, sumber daya alam
(SDA) sebagai modal pembangunan, dan pembangunan ekonomi berbasis
sumberdaya.
Sesuai dengan perkembangan dunia digital saat ini, ciri lain dari
kehidupan abad ke-21 adalah proses mobilitas dan konektivitas orang, barang,
dan jasa, serta informasi antar negara dan antar wilayah semakin tinggi. Batas-
batas negara tidak lagi menjadi penyekat mobilitas dan tentu saja berpeluang
untuk terjadinya pemerataan kemakmuran bagi umat manusia. Mobilitas
tersebut dapat berbentuk distribusi barang dan jasa pada kegiatan ekonomi
pasar bebas, kegiatan pariwisata, transfer teknologi, informasi, dan akulturasi
budaya. Dengan tingginya mobilitas, selain berdampak positif juga dapat
menimbulkan akses negatif yang perlu diantisipasi melalui berbagai institusi
secara terintegrasi.
Tantangan pendidikan abad 21 terletak pada kecakapan individu dalam
menghadapi perubahan dan perkembangan zaman. Tuntutan kompetensi abad
21 mencakup: berpikir kritis dan pemecahan masalah, inovasi dan kreativitas,
komunikasi, kerja sama, dan pemahaman tentang teknologi. Laporan World
Economic Forum memperkirakan bahwa 5 juta pekerjaan akan hilang
karena otomatisasi penggunaan mesin dan robot di tahun 2020 dan angka
ini akan terus bertambah. Fase perubahan cepat dalam teknologi, demografi
dan sosial ekonomi telah mengubah model industri dan bisnis, mengubah
kemampuan kebutuhan pekerja dan memperpendek keterlibatan pekerja atas
kemampuan yang digunakan dalam setiap prosesnya. Perubahan kelompok
ketenagakerjaan ini menuntut perubahan kemampuan sebagai bentuk
adaptasi agar relevan dan terbarukan. Beberapa kemampuan dan juga beberapa
profesi yang ada hari ini, bahkan hamper tidak pernah ada 10 tahun yang lalu.
Terutama beberapa profesi yang terkait dengan dunia digital.
Pekerjaan-pekerjaan baru mulai muncul dan menggantikan pekerjaan
lama. Pada setiap jenis pekerjaan, keterampilan dan kompetensi yang
dibutuhkan mengalami perubahan, seiring dengan semakin meningkatnya
pengetahuan akan proses dan pelayanan produksi. Tantangan terbesar yang
dihadapi adalah secara bersamaan harus meningkatkan daya tanggap sistem
pendidikan dan pelatihan terhadap perubahan-perubahan dalam permintaan
akan keterampilan dan meningkatkan akses terhadap pelatihan dan
pengembangan keterampilan.
Oleh karena itu, pendidikan harus disiapkan dalam rangka menghadapi
tantangan tersebut. Tidak kalah pentingnya, pendidikan harus disiapkan untuk
mengakomodasi tuntutan perubahan, yaitu senantiasa disesuaikan dengan
kebutuhan, potensi, dan kondisi peserta didik, serta sesuai dengan
perkembangan zaman sehingga mutu pendidikan secara nasional dapat
meningkat. Mutu pendidikan yang tinggi diperlukan untuk menciptakan
kehidupan yang cerdas, terbuka, demokratis, damai, mampu bersaing dan
bersanding dengan satu syarat yaitu perubahan paradigma pembelajaran
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan semua warga negara.
2. Bidang Ekonomi
Tantangan utama dari ekonomi global bersumber dari pertumbuhan
ekonomi global yang masih belum cukup kuat dan berlanjutnya penurunan
harga komoditas dunia. Sementara itu, meski ketidakpastian pasar keuangan
dunia membaik sejalan dengan menyempitnya divergensi kebijakan moneter
antar negara maju, dampak risiko perekonomian Tiongkok perlu diwaspadai.
Meskipun pertumbuhan ekonomi global diperkirakan membaik, namun masih
terdapat risiko pertumbuhan tersebut menjadi lebih rendah sejalan dengan
perekonomian AS yang belum cukup solid dan perlambatan ekonomi
Tiongkok. Normalisasi kebijakan moneter AS diprakirakan berjalan gradual,
sementara Eropa dan Jepang diprakirakan tetap menerapkan kebijakan
Quantitative Easing (QE) sehingga divergensi kebijakan moneter mulai
menyempit. Namun demikian, meski divergensi kebijakan moneterdi negara
maju mulai berkurang, kinerja perekonomian Tiongkok yang belum pulih dapat
memicu sentiment negatif investor terhadap negara emerging markets. Ha ini
dapat berdampak pada meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.
Tantangan global lainnya mulai berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA) memberikan peluang sekaligus tantangan ke depan. Dalam kaitan ini,
peluang Indonesia menjadi pemasok dalam rantai nilai ASEAN dan global
cukup besar.
Di sisi domestik, perekonomian Indonesia ke depan juga masih
dihadapkan dengan berbagai tantangan permasalahan struktural domestik yang
belum terselesaikan secara menyeluruh. Tantangan structural yang pertama
adalah pencapaian ketahanan pangan, energi, dan air sebagai faktor input
utama yang diperlukan dalam proses transformasi menuju industrialisasi. Di
sektor pangan, jumlah dan kapasitas produksi pangan yang semakin terbatas
tidak diimbangi oleh peningkatan produktivitas dan teknologi yang mencukupi.
Di sisi lain, permintaan pangan terus meningkat seiring dengan bertambahnya
jumlah penduduk dan tingginya ketergantungan terhadap bahan pangan pokok
beras akibat minimnya diversifikasi pangan. Di sektor energi,
ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan energi masih terus
berlangsung. Di sisi produksi, berbagai kendala pembangunan infrastruktur
energi menyebabkan ketidakmampuan produksi energi domestik untuk
memenuhi kebutuhan bahan bakar. Di sisi permintaan, minimnya pemanfaatan
bahan bakar alternatif belum mampu menggeser penggunaan sumber energi
yang tidak terbarukan. Tantangan struktural kedua adalah tantangan
memperkuat daya saing industri, maritim, dan pariwisata. Terkait daya saing
industri, sektor industri di Indonesia masih berbasis komoditas ekstraktif dan
yang bernilai tambah rendah. Di samping itu, keunggulan komparatif Indonesia
terus mengalami penurunan terutama pada sektor dengan muatan teknologi
menengah dan tinggi. Untuk itu, diperlukan strategi untuk memperkuat daya
saing investasi guna menjadi basis produksi dalam memasok dalam rantai nilai
global. Terkait sektor maritim, Indonesia dihadapkan pada tantangan
kedaulatan wilayah, optimalisasi pengelolaan sumber daya alam, dan
pengembangan ekonomi maritim. Di sektor pariwisata, tantangan utama
pengembangan sektor ini bersumber dari terbatasnya infrastruktur yang pada
gilirannya menghambat akses dan waktu jelajah wisatawan. Tantangan
struktural ketiga adalah tantangan untuk memperkuat daya dukung pembiayaan
jangka Panjang yang berkelanjutan dan mendorong aliran masuk modal asing
dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI). Tantangan struktural keempat
adalah tantangan untuk memperluas tingkat partisipasi ekonomi masyarakat
dan memperoleh manfaat dari pembangunan ekonomi.
Empat tantangan permasalahan struktural domestic tersebut tidak
terlepas dari berbagai permasalahan modal dasar pembangunan khususnya
yang terkait infrastruktur, sumber daya manusia, iklim usaha, dan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Berdasarkan pendekatan growth
diagnostic, tantangan utama dalam perekonomian di hampir seluruh wilayah
Indonesia bersumber dari permasalahan infrastruktur listrik, konektivitas, dan
kualitas sumber daya manusia. Listrik sebagai sumber pemenuhan kebutuhan
energi belum dapat terpenuhi dengan baik terutama di luar jawa. Sementara itu,
belum
terintegrasinya infrastruktur terkait konektivitas menjadi hambatan dalam
upaya menurunkan biaya logistik pada rantai nilai domestik, memperkuat
integrasi internal, dan meningkatkan daya saing produk Indonesia. Dari sisi
kualitas sumber daya manusia, tingkat pendidikan tenaga kerja yang mayoritas
merupakan lulusan Pendidikan dasar dan menengah belum kompatible dengan
upaya penguatan struktur ekonomi pada sektor teknologi menengah-tinggi. Di
sisi iklim usaha, meski sudah jauh lebih baik ketimbang tahun sebelumnya,
perbaikan iklim usaha perlu terus ditingkatkan antara lain melalui kemudahan
terkait ijin investasi, mekanisme perpajakan, penyederhanaan birokrasi, dan
perbaikan manajemen pemerintah. Di sisi iptek, belum optimalnya dukungan
iptek dalam meningkatkan daya saing sektor produksi dan jasa merupakan
permasalahan yang harus terus dicermati.
3. Bidang Energi Lingkungan
Perubahan cara kita mengelola lahan dan masalah yang ditimbulkan
oleh Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir menjadi dua isu lingkungan terpenting
abad 21. Perbaikan dramatis pada cara kita mengelola lahan dan memilih
energi menjadi kunci kesuksesan memasok makanan, menghemat air dan
mengatasi masalah perubahan iklim pada abad 21.
Dalam Buku Tahunan Program Lingkungan PBB (UNEP’s Year Book)
2012 yang diterbitkan minggu lalu. Menurut UNEP, selama 25 tahun terakhir,
sebanyak 24% wilayah daratan dunia sudah mengalami penurunan kualitas dan
produktifitas akibat pola pengelolaan tanah yang tidak berkelanjutan. Cara
bertani dan mengolah lahan konvensional yang eksploitatif memicu erosi tanah
100 kali lipat lebih cepat dibanding cara alam membentuknya.
Pada 2030, jika kita tidak mengubah cara kita mengelola lahan, lebih
dari 20% habitat di darat seperti hutan, rawa-rawa dan padang rumput di
negara berkembang, akan segera berubah menjadi lahan garapan. Hal ini akan
menyebabkan kerusakan parah pada keanekaragaman hayati dan layanan
ekosistem penting seperti material, air dan energi yang kita gunakan.
Dampak cara kita mengelola lahan terhadap perubahan iklim juga
sangat besar. Tanah mengandung bahan-bahan organik yang berfungsi sebagai
penyimpan karbon dalam jumlah besar. Bahan-bahan organik ini juga
berfungsi sebagai pengikat nutrisi yang diperlukan tanaman untuk tumbuh dan
memungkinkan tanah meyerap air hujan. Sejak abad ke-19, sekitar 60% karbon
yang tersimpan di tanah dan tanaman hilang akibat perubahan penggunaan
lahan, seperti untuk lahan pertanian dan pemukiman penduduk.
Tanah di dunia sedalam satu meter, diperkirakan menyimpan 2.200
Gigaton atau 2.200 miliar ton karbon – lebih banyak dibanding jumlah karbon
yang tersimpan di atmosfer. Jika cara pengelolaan lahan tradisional berlanjut,
karbon-karbon ini akan terlepas ke atmosfer yang akan memerparah
pemanasan global yang diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar fossil.
4. Bidang Keadilan (Equity)
Secara etimogi equity equality yakni; equity bermakna keadilan dalam
memperoleh kesempatan pendidikan yang sama diantara berbagai kelompok
dalam masyarakat dan equality persamaan mengandung arti persamaan
kesempatan untuk memperoleh pendidikan. Istilah tersebut sama halnya seperti
yang diungkapkan oleh Sudarman Danin (2004 : 247), sedangkan Rusman
(2012 : 5) menyatakan bahwa equity bermakna meningkatkan keadilan dan
kesempatan pada siswa untuk mencapai hasil yang maksimal. Berdasar
penjelasan di atas equity equality bermakna keadilan dan persamaan yang
merata/akses terhadap pendidikan, dengan kata lain semua penduduk usia
sekolah harus memperoleh kesempatan pendidikan, sementara itu akses
terhadap Pendidikan dinyatakan adil bilamana antar kelompok bisa menikmati
pendidikan secara sama, dengan demikian barulah tercapai semboyan
education for all.
Tidak hanya dalam dunia Pendidikan keadilan atau equity juga harus
berlaku pada semua bidang, baik itu ekonomi, kesehatan, pendidikan,
penghidupan yang layak, keamanan dan lain-lain.

B. Pendidikan Menjawab Permasalahan Global Abad 21


1. Pergeseran Paradigma Belajar Abad Ke-21
Tuntutan perubahan mindset manusia abad 21 yang telah disebutkan di
atas menuntut pula suatu perubahan yang sangat besar dalam pendidikan
nasional, yang kita ketahui pendidikan kita adalah warisan dari sistem
pendidikan lama yang isinya menghafal fakta tanpa makna. Merubah sistem
pendidikan indonesia bukanlah pekerjaan yang mudah. Sistem pendidikan
Indonesia merupakan salah satu sistem pendidikan terbesar di dunia yang
meliputi sekitar 30 juta peserta didik, 200 ribu lembaga pendidikan, dan 4 juta
tenaga pendidik, tersebar dalam area yang hampir seluas benua Eropa.
Namun perubahan ini merupakan sebuah keharusan jika kita tidak ingin
terlindas oleh perubahan zaman global.
P21 (Partnership for 21st Century Learning) mengembangkan
framework pembelajaran di abad 21 yang menuntut peserta didik untuk
memiliki keterampilan, pengetahuan dan kemampuan dibidang teknologi,
media dan informasi, keterampilan pembelajaran dan inovasi serta
keterampilan hidup dan karir (P21, 2015). Framework ini juga menjelaskan
tentang keterampilan, pengetahuan dan keahlian yang harus dikuasai agar
siswa dapat sukses dalam kehidupan dan pekerjaannya.

Sejalan dengan hal itu, Kemdikbud merumuskan bahwa paradigma


pembelajaran abad 21 menekankan pada kemampuan peserta didik dalam
mencari tahu dari berbagai sumber, merumuskan permasalahan, berpikir
analitis dan kerjasama serta berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah
(Litbang Kemdikbud, 2013). Adapun penjelasan mengenai framework
pembelajaran abad ke-21 menurut (BSNP:2010) adalah sebagai berikut: (a)
Kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thinking and
Problem-Solving Skills), mampu berfikir secara kritis, lateral, dan sistemik,
terutama dalam konteks pemecahan masalah; (b) Kemampuan berkomunikasi
dan bekerjasama (Communication and Collaboration Skills), mampu
berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif dengan berbagai pihak; (c)
Kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thinking and
Problem-Solving Skills), mampu berfikir secara kritis, lateral, dan sistemik,
terutama dalam konteks pemecahan masalah; (d) Kemampuan berkomunikasi
dan bekerjasama (Communication and Collaboration Skills), mampu
berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif dengan berbagai pihak; (e)
Kemampuan mencipta dan membaharui (Creativity and Innovation Skills),
mampu mengembangkan kreativitas yang dimilikinya untuk menghasilkan
berbagai terobosan yang inovatif; (f) Literasi teknologi informasi dan
komunikasi (Information and Communications Technology Literacy), mampu
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan
kinerja dan aktivitas sehari-hari; (g) Kemampuan belajar kontekstual
(Contextual Learning Skills) , mampu menjalani aktivitas pembelajaran
mandiri yang kontekstual sebagai bagian dari pengembangan pribadi, dan (h)
Kemampuan informasi dan literasi media s, mampu memahami dan
menggunakan berbagai media komunikasi untuk menyampaikan beragam
gagasan dan melaksanakan aktivitas kolaborasi serta interaksi dengan
beragam pihak.
Untuk menghadapi pembelajaran di abad 21, setiap orang harus memiliki
keterampilan berpikir kritis, pengetahuan dan kemampuan literasi digital,
literasi informasi, literasi media dan menguasai teknologi informasi dan
komunikasi (Frydenberg & Andone, 2011). sejumlah penelitian tentang
pemanfaatan teknologi informasi yang mendukung pembelajaran abad 21
telah dilakukan di berbagai Negara.

2. Keterampilan Abad Ke-21


Keterampilan abad 21 adalah (1) life and career skills, (2) learning and
innovation skills, dan (3) Information media and technology skills. Ketiga
keterampilan tersebut dirangkum dalam sebuah skema yang disebut dengan
pelangi keterampilan pengetahuan abad 21/21st century knowledge-skills
rainbow (Trilling dan Fadel, 2009). Skema tersebut diadaptasi oleh
organisasi nirlaba p21 yang mengembangkan kerangka kerja (framework)
pendidikan abad 21 ke seluruh dunia melalui situs www.p21.org yang
berbasis di negara bagian Tuscon, Amerika. Adapun konsep keterampilan
abad 21 dan core subject 3R, dideskripsikan berikut ini. Gambar 1
menunjukkan skema pelangi keterampilanpengetahuan abad 21.
Pada skema yang dikembangkan oleh p21 diperjelas dengan tambahan
core subject 3R. dalam konteks pendidikan, 3R adalah singkatan dari reading,
writing dan arithmatik, diambil lafal “R” yang kuat dari setiap kata. Dari
subjek reading dan writing, muncul gagasan pendidikan modern yaitu literasi
yang digunakan sebagai pembelajaran untuk memahami gagasan melalui
media kata-kata. Dari subjek aritmatik muncul pendidikan modern yang
berkaitan dengan angka yang artinya bisa memahami angka melalui
matematika. Dalam pendidikan, tidak ada istilah tunggal yang relevan dengan
literasi (literacy) dan angka (numeracy) yang dapat mengekspresikan
kemampuan membuat sesuatu (wrighting). 3R yang diadaptasi dari abad 18
dan 19 tersebut, ekivalen dengan keterampilan fungsional literasi, numerasi
dan ICT yang ditemukan pada sistem pendidikan modern saat ini.
Selanjutnya, untuk memperjelas fungsi core subject 3R dalam konteks 21st
century skills, 3R diterjemahkan menjadi life and career skills, learning and
innovation skills dan information media and technology skills Penjelasan
tentang keterampilan menurut (Trilling and Fadel, 2009:47) adalah seperti
pada tabel berikut:
3. Praktek Pembelajaran Abad Ke-21
Berdasarkan hasil analisis pada masa pengetahuan (knowledge age)
berhasil mengintegrasikan informasi dan pengetahuan yang diturunkan pada
beberapa karateristik umum serta pelaksanaan pembelajaran yang dapat
dilakukan di abad ke-21. Pembelajaran dalam masa pengetahuan (knowledge
age) menurut Trilling and Hood (1999 : 11) dapat dilihat pada tabel berikut:

Berdasarkan tabel 4 makka dapat dilihat transisi pembelajaran pada masa


industri (industrial age) ke masa pengetahuan (knowledge age), adapun salah
satu perubahan yang kami highlight adalah perubahan dari proses drill &
practice menjadi inquiry & design. Pada proses ini terdapat dua perbedaan
yang mendasar yang menjadi karakteristik utama masa pengetahuan, yaitu:
(1) Proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara
maksimal yang menghendaki aktivitas siswa untuk berfikir
(2) Pembelajaran diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan
kemampuan berfikir siswa yang pada gilirannya kegiatan berpikir itu
dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka
konstruksi sendiri.
Pembelajaran bukan hanya dilakukan sebagai transfer pengetahuan
melainkan kegiatan yang harus dilakukan siswa secara aktif beraktivitas
dalam upaya membangun pengetahuannya sendiri berdasarkan potensi
yang dimilikinya (Abidin, 2014:1)

C. Penerapan Inquiry Based Learning dan Design Based Learning


1. Inquiry Learning
Abad ke- 21 mengarahkan pendidkan merekomendasikan 4 pilar
pendidikan yang dapat dijadikan sebagai landasan pendidikan meliputi:
1) learning to know, yaitu sikap selalu ingin tahu dan mau mencari tahu;
2) learning to do, yaitu sikap menggabungkan metode atau tindakan
dengan pengetahuan;
3) learning to be, yaitu belajar mengenali diri sendiri dan beradaptasi
dengan lingkungan; dan
4). learning to live together, yaitu belajar menjalani kehidupan bersama
hingga dapat bersaing secara sehat, bekerjasama, dan menghargai orang lain .
Banyak cara untuk melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi. Salah satunya
melalui pembelajaran inkuiri.
Inkuiri dikenal dalam berbagai bentuk ,Inkuri dapat dikenal sebagai
pendekatan, teknik, dan model pembelajaran sains , Banyak keuntungan yang
diperoleh dalam pembelajaran inkuiri dibandingkan pembelajaran tradisional.
Pembelajaran inkuiri berdiri atas asumsi bahwa sejak lahir manusia memiliki
dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu terus
berkembang hingga dewasa dengan adanya otak dan pikiran. Rasa ingin tahu
menciptakan pengetahuan bermakna bagi seseorang . Pembelajaran inkuiri
telah ada sejak lama . Pembelajaran inkuiri bercirikan menempatkan siswa
dan guru pada kapasitasnya, percaya diri dalam merespons dan berpendapat,
memiliki tujuan menganalisis suatu masalah . Inkuiri merupakan pendekatan
untuk memperoleh pengetahuan dan memahami dengan bertanya, observasi,
investigasi, analisis, dan evaluasi. Peningkatan hasil belajar diperoleh melalui
diskusi aktif berkelompok, sehingga dapat menemukan informasi materi yang
dipelajari dan mendapat kesempatan untuk mengolah informasi ,. Proses
pembelajaran inkuiri tidak akan tercapai apabila pendidik tidak mempunyai
pengetahuan tentang inkuiri dan diketahui bahwa pembelajaran inkuiri
menjadi standar Internasional yang digunakan dalam pembelajaran sains .
Inkuiri sebagai metode belajar memiliki tahap yaitu merumuskan masalah,
membuat hipotesis, merancang dan melakukan percobaan, menganalisa data,
dan menyimpulkan. Siswa menjadi lebih aktif dan kreatif karena menemukan
konsep, pola dan struktur baru, serta membangun pemikiran hingga terbentuk
pengetahuan konkret dalam mempelajari sains. Hal ini membuat pemahaman
siswa bertahan lama dan meningkat dibanding hanya menerima informasi dari
pendidik saja.
Inkuiri atau penyelidikan ilmiah adalah jantung dari sains dan
pembelajaran sains. Pengajaran sains harus melibatkan siswa dalam
penyelidikan. Siswa mengaitkan pengetahuan sains yang dimiliki dengan
pengetahuan ilmiah dari berbagai sumber. Pembelajaran inkuiri diterapkan
agar siswa bebas mengelaborasi konsep yang dipelajari bukan hanya materi
yang dicatat dan dihafal .Model pembelajaran inkuiri memberi kesempatan
siswa aktif memecahkan masalah dan melatih kerjasama kelompok hingga
terbentuk interaksi kritis dalam pembelajaran.Penyelidikan adalah proses
perolehan informasi melalui investigasi dan mengejar bukti pro atau kontra
seringkali dilakukan secara pribadi dan sukarela oleh orang yang ingin
mengetahui fenomena tertentu.Penyelidikan ilmiah menggabungkan proses
sains tradisional, pengetahuan, penalaran ilmiah, mengembangkan
pengetahuan ilmiah dengan pemikiran kritis. Pertanyaan ilmiah merujuk pada
pendekatan sistematis yang digunakan para ilmuwan untuk menjawab
pertanyaan.
Pembelajaran inkuiri dapat dilihat sebagai strategi konstruktivisme yang
membangun pengetahuan sendiri. Memberikan siswa pengalaman nyata
dalam memecahkan masalah otentik dan relevan , Pembelajaran inkuiri
diawali masalah sederhana, dikembangkan jadi kompleks lewat pengalaman
langsung dan menginspirasi keingintahuan alami . Strategi ini menaikkan
pemahaman konsep dan motivasi belajar karena siswa aktif dalam investigasi.
Investigasi terdiri atas tahapan belajar yang melatih keterampilan proses sains
Peran guru dan siswa dalam pembelajaran inkuiri. Peran guru, meliputi:
1) mempersiapkan pembelajaran terpusat pada siswa melalui konstruk
pengetahuan dan pengalaman, fokus pada penyelidikan aktif;
2) fokus pada satu atau lebih pertanyaan sebagai cara aktif inkuiri;
3) mengenal cara siswa berpikir dan bertanya;
4) membiasakan diskusi dalam pembelajaran;
5) menyiapkan tahap inkuiri dan investigasi.
Lalu, peran siswa yaitu:
1) observasi dan mengumpulkan data;
2) membuat hipotesis dan eksperimen untuk verifikasi;
3) menemukan sebab dan akibat;
4) menghubungkan variabel terikat dan bebas;
5) menjelaskan akibat atau alasan;
6) menyimpulkan berdasarkan data;
7) mempertahankan kesimpulan yang dianggap benar berdasarkan data;
8) interpretasi data hasil observasi;
9) menemukan cara sendiri untuk melaporkan hasil temuan pada seluruh
siswa.
Satu tingkat inkuiri dapat memiliki fase berbeda. Fase inkuiri terdiri atas
mengajukan pertanyaan, merancang studi, mengumpulkan dan
menginterpretasi data, menyimpulkan. Fase inkuiri berupa teori, hipotesis
yang dapat diuji, cari dan analisis data, perbaiki teori . Fase inkuiri yaitu
bertanya, investigasi, eksperimen, diskusi, refleksi . Fase inkuiri yakni
identifikasi masalah, analisis, membuat hipotesis, menyimpulkan,
memecahkan masalah dan merancang eksperimen . Selain itu, terdapat 7 fase
inkuiri, di antaranya membuat pertanyaan, memprediksi, merancang
eksperimen, menganalisis data, penalaran dengan model, menyimpulkan,
menyampaikan hasil. Meski demikian, secara umum diketahui bahwa fase inti
dari inkuiri antara lain, membuat pertanyaan dan hipotesis, investigasi,
analisis, kesimpulan dan dikomunikasikan.
Pembelajaran sains abad ke-21 menuntut pendidik lebih mempersiapkan
capaian pembelajaran yang dinamis. Siswa dituntut untuk lebih mandiri
dalam pembelajaran. Ketergantungan pada pembelajaran yang tidak
mendukung siswa menemukan konsep sebaiknya dikurangi. Pembelajaran
inkuiri penting diterapkan karena pembelajaran tidak hanya fokus pada
pengetahuan, tetapi pada keterampilan proses siswa. Pembelajaran inkuiri
dengan inti kegiatan berupa penyelidikan mendukung terciptanya
pembelajaran dinamis jika dilakukan dengan tepat. Oleh karena itu, variasi
jenis dan fase inkuiri penting untuk dipahami oleh pendidik, sehingga siswa
siap menghadapi dinamika pendidikan di abad ke-21.

2. Design Based Learning

Pembelajaran berbasis desain (DBL) adalah strategi pembelajaran yang


mengharuskan siswa untuk menggunakan pengetahuan teoretis mereka untuk
mengembangkan artefak atau sistem untuk mengatasi masalah kehidupan
nyata . DBL telah lama digunakan dalam kurikulum terkait desain di
pendidikan tinggi seperti teknik, ilmu komputer, dan arsitektur. (DBL) secara
khas merupakan suatu aktivitas dalam kelompok Pada DBL para siswa
bekerja sama dalam kelompok untuk memecahkan suatu masalah, yang
mendorong para siswa untuk belajar informasi dengan lebih bermakna, dan
para siswa bekerja sama secara khusus untuk mendesain suatu invention
atau prototype.
Model pembelajaran (Design Based Learning) menekankan para siswa
bekerja secara kooperatif, dengan tujuan memperoleh kemampuan-kecakapan
secara profesional, dan mampu mengintegrasikan aspek-aspek yang relevan
dalam pendidikan.
Proses desain memiliki struktur umum yang secara khas meliputi
langkah-langkah seperti : melukiskan masalah dan mengidentifikasi
kebutuhan, mengumpulkan informasi, memperkenalkan solusi alternatif,
memilih solusi yang optimal, perancangan serta membangun suatu
prototipe, dan evaluasi.Selanjutnya tidak ada konsep yang diterangkan
dengan penjelasan sampai siswa memerlukan penerangan, dan penjelasan
diberikan hanya setelah siswa mencoba sendiri untuk berinvestigasi atau
menemukan konsep Jadi DBL tidak diterapkan dengan memberikan
informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa.

3. Design Based Learning Dalam Pembelajaran

Model Design Based Learning mempunyai beberapa keuggulan. Pertama,


penerapan model ini mampu membantu meningkatkan motivasi siswa untuk
belajar karena pengetahuan yang dimiliki siswa akan diterapkan pada
lingkungan pembelajaran yang didesain pada situasi secara nyata. Hal ini
dapat membantu membimbing dalam memahami konsep-konsep penting yang
sering mereka jumpai dalam proses pembelajaran. Siswa akan termotivasi
untuk belajar karena aplikasi yang jelas dari pengetahuan yang mereka miliki
pada situasi kehidupan mereka sehari-hari akan mereka dapatkan dalam
penerapan model pembelajaran ini (Doppelt et al., 2008)

Keunggulan kedua yaitu model Design Based Learning merupakan


model pembelajaran yang menuntut proses yang aktif, sehingga akan sangat
bermanfaat pada cara belajar yang aktif (Doppelt et al., 2008). Prinsip belajar
siswa aktif memungkinkan siswa mendapatkan pengetahuan yang lebih dalam
berdasarkan kegiatan-kegiatan siswa yang dilakukannya. Prinsip belajar siswa
aktif akan dapat mengembangkan keterampilan kognitif dan berpengaruh
terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Siswa yang aktif akan terus
berusaha mengungkap makna dan isi dalam suatu permasalahan yang
dihadapi, dan biasanya tidak akan puas dengan jawaban yang belum terbukti
kebenarannya. Sehingga dengan sendirinya siswa akan terlatih untuk terus
menggali konsep-konsep yang ingin mereka dapatkan.

Pembelajaran aktif adalah suatu pendekatan pada bidang pendidikan yang


menempatkan para siswa sebagai pusat belajar (student centre) dan mampu
mengenali variasi gaya belajar. (Pembelajaran aktif mengubah peran guru
yang semula sebagai penceramah menjadi seorang tutor, pemandu, dan
partner dalam proses pembelajaran Menurut Gadner (dalam Doppelt et al.,
2008) pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran merupakan
pengetahuan yang bersifat membangun dengan aktif mempertimbangkan
pengetahuan awal siswa sehingga pengetahuan ini bukan merupakan jenis
pengetahuan yang dihasilkan dari menghafal ataupun sekadar mengerjakan
pekerjaan rumah dari latihan yang ada di buku. Mendesain suatu aktivitas
pembelajaran yang relevan dengan pengetahuan awal siswa merupakan suatu
hal yang sangat penting,
Keunggulan ketiga yaitu model Design Based Learning merupakan
suatu model pembelajaran yang melibatkan aktivitas berkelompok, sehingga
hal ini akan mempunyai keuntungan bagi pembelajaran
kolaboratif. Pembelajaran kolaboratif dapat membuka peluang untuk menuju
kesuksesan praktik-praktik pembelajaran. Sebagai teknologi untuk
pembelajaran (technology for instruction), pembelajaran kolaboratif
melibatkan partisipasi aktif para siswa dan meminimalkan perbedaan-
perbedaan antar individu. Doppelt (2007) menyatakan, bekerja secara
berkelompok akan menghasilkan suatu variasi ide atau gagasan yang lebih
baik dibandingkan dengan kerja individu. Lingkungan pembelajaran dalam
kelompok dapat membantu para siswa mengembangkan keterampilan
komunikasi antar pribadi mereka dan keterampilan presentasi.
Siswa dapat belajar tentang isi dan keterampilan dalam konteks desain
atau merancang sesuatu yang dianggap perlu untuk menemukan sendiri
pemahaman yang ingin mereka gali saat guru memberikan
pembelajaran. Misalnya dalam pelajaran fisika, siswa mempelajari gerak dan
gaya dengan menghabiskan beberapa waktu untuk mendesain dan
membangun suatu rancangan alat, misalnya sepeda sederhana kemudian
mereka belajar sendiri dari alat yang mereka ciptakan itu untuk memahami
konsep dan memecahkan masalah-masalah tentang gerak dan gaya. 
Enam langkah dalam penerapan model Design Based Learning, yaitu
menggambarkan dan mengidentifikasi masalah dan tujuan (purpose), (2)
mengumpulkan informasi (input), (3) memperkenalkan alternatif solusi
(solution), (4) memilih solusi yang sesuai atau optimal (pilihan), (5) merancang
dan membangun suatu prototipe (operasi), dan (6) evaluasi (evaluasi). 
D. Bukti Keberhasilan Inquiry Based Learning dan Design Based Learning
Keterampilan dan keahlian abad ke-21 yang dibutuhkan untuk kehidupan
kerja yang sukses, kehidupan keluarga yang bahagia, kehidupan masyarakat
yang aktif, dan pembelajaran yang menyenangkan seumur hidup.
Ada banyak pekerjaan baik yang harus dilakukan untuk membantu
menjadikan ini sebagai realitas global abad ke-21 bagi kita semua. Beberapa
pekerjaan baik tersebut dicontohkan oleh para pelajar yang melakukan
pembelajaran bermakna dengan pembelajaran inquiry dan pembelajaran
berbasis disain berikut:
 Para siswa di kelas robotika sekolah menengah Palo Alto, California,
meneliti kebutuhan penderita lumpuh dan mereka yang memiliki
keterbatasan mobilitas. Mereka merancang perangkat "LaserFinger" yang
menggunakan laser yang dipasang di kepala untuk menyalakan peralatan
dan perangkat listrik-dan sedang menyusun rencana untuk perusahaan
manufaktur teknologi tinggi dan organisasi disabilitas nasional untuk
menyediakan LaserFinger ini secara gratis bagi semua yang
membutuhkannya.
 Tim siswa sekolah dasar di Belanda membuat desain lanskap untuk bagian
depan sekolah mereka yang mencakup pepohonan, semak abadi, dan
kebun sayur tahan kekeringan. Anggaran terperinci dan rencana kerja
disertakan dalam desain mereka. Desainnya dinilai oleh para ahli berkebun
dan lansekap, dan rencana dengan skor tertinggi dianugerahi dana kota
untuk para siswa dan sukarelawan masyarakat untuk
mengimplementasikan desain mereka.
 Para siswa sains sekolah menengah di Sydney bergabung dengan kelas-
kelas di seluruh dunia dalam melakukan berbagai pengukuran lingkungan
lokal dan mengunggah data mereka ke database di seluruh dunia yang
melacak tren perubahan iklim global. Para siswa juga membantu
organisasi lingkungan setempat dalam melakukan audit energi gratis di
rumah-rumah di lingkungan mereka, mendistribusikan informasi
konservasi energi, dan membantu penduduk memasang bola lampu neon
kompak gratis.
 Setelah terjadi kecelakaan antara mobil dan siswa yang bersepeda di
persimpangan dekat sekolah mereka di London, para siswa sekolah
menengah di kelas kewarganegaraan mengukur arus lalu lintas pada
waktu-waktu yang berbeda sepanjang hari, mengambil video aktivitas di
persimpangan, dan menyiapkan rencana, laporan, dan proposal terperinci
untuk lampu lalu lintas di persimpangan tersebut. Laporan, dan
menyiapkan rencana, dan proposal terperinci untuk lampu lalu lintas di
persimpangan. Mereka mempresentasikan data dan argumen mereka untuk
proposal tersebut kepada dewan kota dan dewan kota memilih untuk
memasang lampu lalu lintas baru.

Seperti yang Anda lihat, para siswa membuat perbedaan di dunia abad
ke-21 ini. Karena semakin banyak sekolah dan program pendidikan yang
merangkul proyek-proyek pembelajaran yang berorientasi pada masalah dan
desain, pendidik, orang tua, dan pemimpin masyarakat menemukan bahwa
siswa mampu melakukan lebih banyak hal daripada yang pernah dipikirkan
orang lain.
Para pendidik, orang tua, dan pemimpin sipil menemukan bahwa siswa
mampu melakukan lebih dari yang pernah mereka pikirkan.
Dari waktu ke waktu, para siswa membuktikan bahwa mereka dapat
menyelami kedalaman masalah dunia nyata, menerapkan keterampilan abad
ke-21 mereka untuk merancang solusi inovatif, dan menjadi ahli dalam subjek,
semuanya pada saat yang bersamaan.
Tampaknya anak-anak adalah pencari dan pemecah masalah yang lahir
secara alami. Dan jika masalahnya adalah masalah yang benar-benar mereka
pedulikan, masalah yang memengaruhi kehidupan mereka dan kehidupan
teman dan keluarga mereka, hanya ada sedikit batasan untuk apa yang akan
dipelajari siswa untuk membantu memecahkan masalah tersebut.
E. Membangun Dunia yang Lebih Baik dengan Pendidikan
Kita telah memasuki masa dalam sejarah di mana segala macam
perbatasan dan batas-batas lenyap begitu saja, dan kita menghadapi kenyataan
bahwa "kita semua adalah penumpang di satu pesawat ruang angkasa yang
sangat besar," seperti yang dikatakan oleh Buckminster Fuller, sang visioner.
Pendidikan datang ke pesta global sedikit terlambat, tetapi pendidikan
mengejar ketinggalan dengan cepat. Para pemimpin pendidikan di banyak
negara sekarang memiliki komunitas bisnis dan pejabat pemerintah di pihak
mereka - pendidikan sekarang dipandang sebagai tiket emas menuju masa
depan ekonomi yang lebih cerah.
Seberapa baik kita mendidik anak-anak kita? apakah mereka mempelajari
keterampilan yang sekarang dibutuhkan untuk berpartisipasi dan berkembang
dalam ekonomi global ?kita akan menentukan kesehatan, kekayaan, dan
kesejahteraan semua orang di masa depan.
Resesi global baru-baru ini telah memberi kita gambaran sekilas yang
menyakitkan tentang seperti apa kehidupan yang akan terjadi jika kita tidak
berhasil memberikan pendidikan abad -21 kepada anak-anak kita. Meskipun
penyebab resesi global tidak secara langsung terkait dengan pendidikan,
namun hasilnya memberikan pelajaran penting bagi kita.
Resesi yang menyakitkan yang telah membuat begitu banyak orang tidak
memiliki pekerjaan dan hidup dengan penghasilan yang jauh lebih sedikit
dapat menjadi peringatan suram tentang bagaimana rasanya memiliki bangsa
yang terdiri dari warga negara berpendidikan abad ke-20 di dunia abad ke-21.
Ada banyak negara di dunia di mana depresi ekonomi semacam ini telah lama
menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, di mana hidup dengan satu dolar
sehari atau kurang adalah norma.
Tidak seorang pun menginginkan ekonomi yang tertekan, standar hidup
yang rendah, ekonomi yang tidak produktif, sedikit layanan sosial, atau
keluarga yang tertekan dan berjuang dengan sedikit harapan - ini bukanlah
masa depan yang dibutuhkan atau diinginkan oleh bangsa mana pun.
Asuransi terbaik untuk melawan nasib menyedihkan ini dan harapan
terbaik kita untuk masa depan yang lebih cerah dan lebih sejahtera adalah
terus berinvestasi dalam menyediakan pendidikan abad ke-21 untuk semua
anak kita, bahkan di masa ekonomi yang sulit. Apakah tinggal di India,
Indiana, Indonesia, Irlandia, Iran, Israel, Islandia, atau Italia, semua siswa
perlu mempelajari keterampilan abad ke-21 yang sama untuk mengamankan
masa depan yang baik.
Karena setiap negara dapat berbagi visi yang sama tentang apa itu
pendidikan abad 21 dan dapat bekerja menuju serangkaian tujuan dan metode
pembelajaran yang serupa, setiap negara dapat berkontribusi pada kumpulan
keahlian global tentang cara terbaik untuk menerapkan sistem pendidikan
abad ke-21. Ini berarti bahwa investasi yang menghasilkan inovasi
pembelajaran yang sukses di satu negara dapat memiliki efek skala besar
karena banyak negara lain mengadopsi dan mengadaptasi inovasi untuk
digunakan sendiri. Hal ini berarti bahwa investasi yang menghasilkan inovasi
pembelajaran yang berhasil di satu negara dapat memiliki efek skala besar
karena banyak negara lain mengadopsi dan mengadaptasi inovasi tersebut
untuk mereka gunakan sendiri.
Dengan meningkatnya kerja sama dan kolaborasi pendidikan
internasional (keterampilan penting abad ke-21!) setiap negara dapat
memainkan peran dalam membangun jaringan pembelajaran global yang
sama kuat dan meresapnya dengan jaringan global bisnis, keuangan, dan
komunikasi yang ada.
Seperti yang telah kita lihat, para siswa di seluruh dunia sudah bekerja
secara net-working dan belajar satu sama lain, saling terhubung, berbagi, dan
berkolaborasi dalam segala macam proyek dan kegiatan pembelajaran. Siswa
net-generation kami membantu menciptakan jaringan pembelajaran global
baru ini setiap hari saat mereka mengalami kebebasan dan kegembiraan
belajar tanpa batas.
Kita telah menempuh perjalanan panjang menuju masyarakat di mana
pembelajaran terjalin secara mendalam ke dalam jalinan kehidupan sehari-
hari; di mana perangkat digital di saku kita memberi kita jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan kita dan menghubungkan kita dengan teman-teman
kita dalam beberapa klik; di mana sekolah dan perguruan tinggi menjadi pusat
pembelajaran dan layanan masyarakat yang dinamis untuk lingkungan dan
desa kita; di mana kegiatan dan proyek pembelajaran kolaboratif menjadi
bagian dari rumah, museum, kafe, dan pusat-pusat komunitas kita lebih dari
sebelumnya; di mana toko buku, toko perbaikan rumah, dan toko komputer
menawarkan kelas dan les di pusat pembelajaran mereka sendiri; di mana
sebagian besar waktu kita di tempat kerja dihabiskan untuk belajar menjadi
ahli dan inovator yang lebih baik.
Kita dapat menantikan saat ketika jaringan pembelajaran global yang
kuat dari sekolah abad ke-21 dan layanan pembelajaran online akan
memberikan kesempatan bagi semua anak, di mana pun mereka tinggal,
untuk mendapatkan pendidikan abad ke-21 yang berkualitas, dan untuk
memperoleh keterampilan dan keahlian abad ke-21 yang dibutuhkan untuk
kehidupan kerja yang sukses, kehidupan keluarga yang bahagia, kehidupan
masyarakat yang aktif, dan pembelajaran yang menyenangkan seumur hidup.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian tersebut di atas dapat kita simpulkan bahwa perubahan yang
terjadi dengan begitu cepat berkat kemajuan teknologi dan juga permasalahan
yang kita hadapi di abad 21 membutuhkan terobosan baru agar pendidikan
dapat bertransformasi dengan cepat. Kita tidak bisa lagi belajar dengan cara
lama, dan menjadikan anak hanya sebagai objek pembelajaran.
Pendidikan membutuhkan terobosan agar anak-anak bisa belajar caranya
belajar. Memberikan kebebasan bagi anak untuk mengeksplore sendiri yang
ingin dipelajarinya dan tentunya dengan pengawasan dari guru. Inquiry based
learning dan Design based learning menjadi salah satu model pembelajaran
dimana anak bisa belajar dengan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Tidah
hanya materi pengetahuan namun juga karya inovatif yang berguna. Didorong
dengan penanaman emosional dan empati anak akan bisa menciptakan karya
inovatif yang bermanfaat untuk sesama. Untuk kehidupan yang lebih baik.

B. Saran
Hari ini kita sudah harus melihat tantangan yang akan dihadapi siswa kita.
Mereka tidak hanya bersaing dengan sesama namun juga dengan teknologi.
Oleh karena itu pendidikan harus menjawab tantangan tersebut sebagai bekal
bagi anak-anak kita untuk bisa menghadapi kodrat zaman pada masanya.
DAFTAR PUSTAKA
UNESCO (Commision Education for The SAP (Susunan Artikel Pendidikan) Vol.
6 No. 1 Agustus 2021 p-ISSN: 2527-967X e-ISSN: 2549-2845 128 21
Century)
Wijaya, E. Y., Sudjimat, D. A., Nyoto, A., & Malang, U. N. (2016). Transformasi
pendidikan abad 21 sebagai tuntutan pengembangan sumber daya manusia
di era global. In Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Vol.
1, No. 26, pp. 263-278).
Trilling, B., & Fadel, C. (2009). 21st century skills: Learning for life in our times.
John Wiley & Sons.

Anda mungkin juga menyukai