Anda di halaman 1dari 21

SwahgaDU2MAKALAH

TREND PEMBELAJARAN PKN ABAD 21

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah: Inovasi Pembelajaran PKN
Dosen Pengampu: Dr. Idham Azwar, M. Pd.

Oleh:
Marwati Ulfah (122010024)
Ayu Yohana (122010009)
Dayu Tri Wahyudi (122010065)
Dewi Wulan (122010027)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANERAAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
PONTIANAK
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Trend Pembelajaran PKN Abad 21”.

Kami juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Idham
Azwar, M. Pd. selaku dosen mata kuliah Inovasi Pembelajaran PKN yang sudah memberikan
kepercayaan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah
pengetahuan juga wawasan mengenai Trend Pembelajaran PKN Abad 21.

Kami pun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, Kami mengharapkan adanya kritik dan saran
demi perbaikan makalah yang akan Kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Mudah-mudahan makalah sederhana ini dapat dipahami oleh semua orang khususnya
bagi para pembaca. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat kata-kata yang
kurang berkenan.

Pontianak, 12 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................................i

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................ii

DAFTAR ISI ..........................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................................1

A. Latar Belakang ....................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ...............................................................................................................2

C. Tujuan Penulisan ................................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN.........................................................................................................3

A. Sejarah Perkembangan PKN...............................................................................................3

B. Paradigma Baru PKN..........................................................................................................7

C. Pembelajaran PKN Abad 21................................................................................................9

BAB 3 PENUTUP
..................................................................................................................................................
14

A. Kesimpulan
..................................................................................................................................................
14

B. Saran
..................................................................................................................................................
15

DAFTAR PUSTAKA
..................................................................................................................................................
16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja oleh setiap
individu, sehingga terjadi perubahan dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak
bisa berjalan menjadi bisa berjalan, tidak bisa membaca menjadi bisa membaca dan sebagainya.
Sedangkan, Pembelajaran berarti kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta didik dan
pendidik. Belajar dimaksudkan agar terjadinya perubahan dalam pikiran dan karakter diri peserta
didik. Tantangan pendidik tidak hanya membekali keterampilan peserta didik saat ini, tetapi
memastikan bahwa anak didiknya sukses kelak di masa depan. Sukses artinya anak didik
setelah belajar di sekolah dapat terjun hidup di masyarakat. Untuk itu, pendidik harus membekali
keterampilan kepada anak didiknya sesuai dengan kebutuhan yang dapat mereka manfaatkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran di abad 21 ini memiliki perbedaan dengan pembelajaran di masa yang lalu.
Dahulu, pembelajaran dilakukan tanpa memperhatikan standar, sedangkan kini memerlukan
standar sebagai acuan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Melalui standar yang telah
ditetapkan, pendidik mempunyai pedoman yang pasti tentang apa yang diajarkan dan yang
hendak dicapai. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah merubah gaya hidup
manusia, baik dalam bekerja, bersosialisasi, bermain maupun belajar. Memasuki abad 21,
kemajuan teknologi tersebut telah memasuki berbagai sendi kehidupan, tidak terkecuali di
bidang pendidikan. Sejumlah tantangan dan peluang harus dihadapi peserta didik dan pendidik
agar dapat bertahan dalam abad pengetahuan di era informasi ini (Yana, 2013). Pendidikan
Nasional abad 21 bertujuan untuk mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu masyarakat bangsa
Indonesia yang sejahtera dan bahagia, dengan kedudukan yang terhormat dan setara dengan
bangsa lain dalam dunia global, melalui pembentukan masyarakat yang terdiri dari sumber daya
manusia yang berkualitas, yaitu pribadi yang mandiri, berkemauan dan berkemampuan untuk
mewujudkan cita-cita bangsanya (BSNP, 2010).

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Perkembangan PKN?
2. Bagaimana Paradigma Baru PKN?
3. Bagaimana Pembelajaran PKN Abad 21?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Sejarah Perkembangan PKN
2. Untuk mengetahui Paradigma Baru PKN
3. Untuk mengetahui Pembelajaran PKN Abad 21
4.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan PKN


Pendidikan moral di Indonesia, secara tradisional, berisi nilai-nilai kemasyarakatan, negara
dan agama. Pada mulanya, pendidikan moral dilaksanakan melalui pendidikan agama dan budi
pekerti, tidak ada pendidikan moral secara eksplisit. Akan tetapi kemudian berkembang dari
waktu ke waktu sehingga tidak lagi menyatu dengan pendidikan agama dan budi pekerti. Pada
tahun 1957 mulai diperkenalkan mata pelajaran Kewarganegaraan. Mata pelajaran
Kewarganegaraan memuat isi pokok cara memperoleh kewarganegaraan, hak dan kewajiban
warga negara. Dari sudut pengetahuan tentang negara diperkenalkan juga mata pelajaran Tata
Negara dan Tata Hukum.
Pada tahun 1959 terjadi perubahan arah politik di Negara Indonesia. Dekrit Presiden 5 Juli
1959 menyatakan UUDS 1950 tidak berlaku, dan UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali.
Kejadian ini membuat perubahan arah di bidang pendidikan. Perubahan arah ini ditandai dengan
diperkenalkannya mata pelajaran Civics di SMP dan SMA, yang isinya meliputi Sejarah
Nasional, Sejarah Proklamasi, UUD 1945, Pancasila, Pidato-pidato Kenegaraan Presiden,
pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa. Buku sumber yang dipergunakan adalah “Civics
Manusia Indonesia Baru” dan “Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi” yang lebih dikenal dengan
singkatan “TUBAPI”. Metode pengajarannya lebih bersifat indoktrinasi. Buku pegangan siswa
untuk mata pelajaran ini belum ada.
Pada tahun 1962, istilah Civics diganti dengan istilah Kewargaan Negara atas anjuran Dr.
Sahardjo, S.H. yang pada waktu itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman. Perubahan ini
didasarkan atas tujuan yang ingin dicapainya, yaitu “membentuk warga negara yang baik”. Pada
tahun 1965 terjadi pemberontakan G 30 S/PKI yang kemudian diikuti oleh pembaharuan tatanan
dalam pemerintahan. Pembaharuan tatanan inilah yang kemudian dibatasi oleh tonggak yang
resmi dengan diserahkannya surat perintah 11 Maret 1966 dari Presiden Soekarno kepada Letnan
Jenderal Soeharto. Tanggal itulah yang kemudian dijadikan tonggak pemerintahan Orde Baru,
yang mengandung tekad untuk memurnikan pelaksanaan UUD 1945 secara konsekuen.
Perubahan sistem ketatanegaraan/pemerintahan ini kemudian diikuti dengan kebijaksanaan

3
dalam pendidikan, yaitu dengan keluarnya Keputusan Menteri P&K No. 31/1967 yang
menetapkan bahwa pelajaran Civics isinya terdiri atas:
1. Pancasila
2. UUD 1945
3. Ketetapan-ketetapan MPRS
4. Pengetahuan tentang PBB

Pada tahun 1968, kebijaksanaan dalam bidang pendidikan ini disusul dengan keluarnya
Kurikulum 1968. Dalam kurikulum ini istilah Civics, yang secara tidak resmi diganti dengan
istilah Kewargaan Negara, diganti lagi dengan Pendidikan Kewargaan Negara, yang lebih
dikenal dengan singkatan PKN. Pendidikan Kewargaan Negara pada masa ini sudah tidak lagi
menggunakan metode indoktrinasi dalam pengajarannya. Bahan pokoknya pun telah ditetapkan
dalam kurikulum tersebut yang meliputi:
1. Untuk tingkat Sekolah Dasar:
a. Pengetahuan Kewargaan Negara
b. Sejarah Indonesia
c. Ilmu Bumi

2. Untuk tingkat SMP:


a. Sejarah Kebangsaan
b. Kejadian setelah kemedekaan
c. UUD 1945
d. Pancasila
e. Ketetapan-ketetapan MPRS

3. Untuk tingkat SMA:


- Uraian pasal-pasal dalam UUD 1945 dihubungkan dengan TataNegara, Sejarah, Ilmu
Bumi dan Ekonomi.

4
Pada tahun 1973, oleh Badan Pengembangan Pendidikan (BP3) Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Bidang Pendidikan Kewargaan Negara, telahditetapkan 8 tujuan kurikuler,
yang meliputi bidang:
1. Hak dan kewajiban warga Negara
2. Hubungan luar negeri/pengetahuan internasional
3. Persatuan dan kesatuan bangsa
4. Pemerintahan demokrasi Indonesia
5. Keadilan negara bagi seluruh rakyat Indonesia
6. Pembangunan negara ekonomi
7. Pendidikan kependudukan
8. Keamanan dan ketertiban masyarakat

Pada akhir tahun 1975, tim Nasional Kurikulum Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
menyusun Kurikulum dan Garis-garis Besar Pengajaran dalam bidang studi PMP untuk SD,
SMP, dan SMA. Tahun 1978 MPR hasil pemilu yang kedua sesudah Orde Baru, berhasil
mengeluarkan Ketetapan No. II/MPR/1978 yang memuat Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila atau Ekaprasetia Pancakarsa. Ketetapan ini bermaksud memberikan
penjabaran yang sederhana, jelas dan mudah dipahami nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila (selanjutnya dikenal dengan 36 butir nilai P4), untuk dapat dipakai sebagai penuntun
dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, oleh setiap warga
negara Indonesia.
Keluarnya Tap MPR tersebut sangat bermakna bagi PMP, karena akan lebih memperjelas
arah ke mana PMP akan bermuara. Dalam kurikulum 1975 telah ditetapkan sejumlah pokok
bahasan sebagai materi PMP ditambah atau diperkaya dengan materi Tap MPR No.
II/MPR/1978. Untuk menghindari adanya pengembangan materi yang beraneka ragam oleh
guru/peminat penulis buku, maka mulai tahun 1978 telah dirintis penulisan buku paket PMP
untuk SD, SMP, dan SMA. Kegiatan ini diakhiri dengan diterbitkannya buku paket PMP tersebut
pada tahun 1980 dan seterusnya dipergunakan di sekolah-sekolah dari SD sampai SMA. Pada
tahun 1982, buku paket PMP dikoreksi dengan mendapatkan banyak sumbangan pemikiran dari
masyarakat, tokoh-tokoh agama, pendidik serta para cerdik cendekiawan. Akhirnya setelah

5
dikoreksi kemudian dicetak ulang dan disahkan penggunaannya dengan Keputusan Menteri P &
K No. 137/C/Kep/R/83, dan sekaligus menarik buku-buku PMP cetakan lama.
 
Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa Kurikulum 1975 nampaknya sudah seharusnya
ditinjau kembali. Hasil penilaian menunjukkan bahwa ada kelemahan-kelemahan yang
berkenaan dengan aspek keselarasan antara lingkup dengan kedalaman bahan yang menyebabkan
saratnya materi pelajaran, keselarasan vertikal yang menyangkut tata urutan
pokok bahasan, dan kesesuaian materi dengan perkembangan baru. Sehubungan dengan hal itu,
maka muncullah Keputusan Menteri P & K dengan No. 0461/U/1984 tentang perbaikan
Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Keputusan Menteri P& K No. 0209/U/1984,
tentang Perbaikan Kurikulum Sekolah Menengah Tingkat Atas. Salah satu ciri khas kurikulum
ini, selanjutnya disebut dengan Kurikulum 1984, adalah diterapkannya keluwesan program.
Khususnya untuk bidang studi PMP perlu pembenahan dalam hal ranahnya. Pada kurikulum
1975, walaupun disadari bahwa PMP adalah pendidikan moral, namun titik beratnya masih ranah
pengetahuan.
Sebagai salah satu bentuk pelaksanaan UU No. 2 tahun 1989, pada tanggal 25 Februari
1993 telah terbit keputusan Mendikbud No.060/U/1993, tentang Kurikulum Pendidikan Dasar.
Kurikulum tersebut secara bertahap dinyatakan mulai berlaku pada tahun ajaran 1994/1995. Oleh
karena itu kemudian kurikulum tersebut dikenal dengan Kurikulum Dikdas 1994 atau Kurikulum
’94. Pada tahun 1994, nama Pendidikan Moral Pancasila diganti dengan Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan (PPKn). Bila dikaitkan dengan kurikulum sebelumnya, mata pelajaran
tersebut memadukan konsep Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dengan Pendidikan Kewargaan
Negara (PKN). Istilah Pendidikan Moral Pancasila diperbaiki menjadi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan dan Pendidikan Kewargaan Negara diubah menjadi Pendidikan
Kewarganegaran. Kemudian dipadukan menjadi “Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan”.
Pendidikan Pancasila memiliki konotasi lebih luas dan utuh daripada Pendidikan Moral
Pancasila, karena Pancasila tidak hanya memiliki dimensi moral, tetapi juga mengandung
konsep, nilai, moral, dan norma. Karena itu, perubahan ini sangat tepat. Materi yang terkandung
dalam pelajaran PPKn tidak jauh berbeda dengan materi yang terkandung dalam pelajaran PMP.
Selanjutnya, pada tahun 1999 dimasukkan suplemen (tambahan) materi PPKn sesuai dengan
perubahan kehidupan ketatanegaraan setelah era reformasi. Materi P-4 secara resmi tidak lagi

6
dipakai dalam suplemen kurikulum 1999, karena Tap MPR tentang P-4 telah dicabut dengan Tap
MPR No. XVIII/MPR/1998. Pada tahun 2000, setelah Indonesia masuk dalam era reformasi
maka bidang pendidikan pun mengalami perubahan. Adanya tuntutan bahwa pengetahuan yang
didapatkan di sekolah harus bisa menopang kebutuhan skill yang terus bertambah maka lahirlah
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pada tahun ini berganti nama mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Tahun 2004 kurikulum PKn SD diintegrasikan dengan
mata pelajaran IPS, menjadi PKPS (Pendidikan Kewarganegaraan dan Pengetahuan Sosial),
sementara di tingkat SMP dan SMA merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri. Kurikulum
Berbasis Kompetensi kewarganegaraan tampak telah mengarah pada tiga komponen PKn yang
bermutu seperti yang diajukan oleh Centre for Civic Education pada tahun 1999 dalam National
Standard for Civics and Government. Ketiga komponen tersebut yaitu civic knowledge
(pengetahuan kewarganegaraan), civic skills (keterampilan kewarganegaraan), dan civic
disposition (karakter kewarganegaraan).
Pada tahun 2006, perubahan kurikulum dari KBK menjadi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Dalam kurikulum ini PKn di sekolah dasar tidak lagi terintegrasi dengan
mata pelajaran IPS, melainkan berdiri sendiri menjadi matapelajaran PKn. Demikian pula pada
tingkat SMP dan SMA PKn menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri.

B. Paradigma Baru PKN


Paradigma berarti suatu model atau kerangka berpikir yang digunakan dalam proses
pendidikan kewarganegaraan di Indonesia. Sejalan dengan dinamika perkembangan kehidupan
berbangsa dan bernegara yang ditandai oleh semakin terbukanya persaingan antarbangsa yang
semakin ketat, maka bangsa Indonesia mulai memasuki era reformasi di berbagai bidang menuju
kehidupan masyarakat yang lebih demokratis. Dalam masa transisi atau proses perjalanan bangsa
menuju masyarakat madani (civil society), pendidikan kewarganegaraan sebagai salah satu mata
pelajaran di persekolahan perlu menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat
yang sedang berubah. Proses pembangunan karakter bangsa (nation character building) yang
sejak proklamasi kemerdekaan RI telah mendapat prioritas, perlu direvitalisasi agar sesuai
dengan arah dan pesan konstitusi Negara RI.
Pada hakekatnya, proses pembentukan karakter bangsa diharapkan mengarah pada
penciptaan suatu masyarakat Indonesia yang menempatkan demokrasi dalam kehidupan

7
berbangsa dan bernegara sebagai titik sentral. Dalam proses itulah, pembangunan karakter
bangsa kembali dirasakan sebagai kebutuhan yang sangat mendesak dan tentunya memerlukan
pola pemikiran atau paradigma baru. Tugas PKn paradigma baru adalah mengembangkan
pendidikan demokrasi yang mengemban tiga fungsi pokok, yakni mengembangkan kecerdasan
warganegara (civic intelligence), membina tanggung jawab warga negara (civic responsibility)
dan mendorong partisipasi warga negara (civic participation). Kecerdasan warganegara yang
dikembangkan untuk membentuk warga negara yang baik bukan hanya dalam dimensi rasional,
melainkan juga dalam dimensi spiritual, emosional, dan sosial sehingga paradigma baru PKn
bercirikan multidimensional. Dalam KBK kewarganegaraan telah mengarah pada pengembangan
tiga komponen PKn paradigma baru seperti yang diajukan diajukan oleh Centre for Civic
Education pada tahun 1999 dalam National Standard for Civics and Government. Ketiga
komponen PKn paradigma baru tersebut adalah civic knowledge (pengetahuan
kewarganegaraan), civic skills (keterampilan kewarganegaraan), dan civic disposition (karakter
kewarganegaraan) (Branson, 1999: 8-25).
Dalam dimensi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) mencakup bidang politik,
hukum, dan moral. Materi yang termasuk ke dalam pengetahuan kewarganegaraan meliputi
pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non
pemerintah, identitas nasional, pemerintah berdasar hukum (rule of law) dan peradilan bebas
yang tidak memihak, konstitusi, sejarah nasional, hak dan tanggungjawab warganegara, hak asasi
manusia, hak sipil, dan hak politik (Depdiknas, 2002: 10). Sementara itu dalam dimensi
keterampilan kewarganegaraan (civic skills) yang meliputi keterampilan partisipasi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, misalnya: berperan serta aktif mewujudkan masyarakat
madani, keterampilan mempengaruhi dan monitoring jalannya pemerintahan dan proses
pengambilan keputusan politik, keterampilan memecahkan masalah-masalah sosial keterampilan
mengadakan koalisi, kerjasama, dan mengelola konflik. Pada dimensi yang ketiga yaitu dimensi
nilai-nilai kewarganegaraan (civic values). Dimensi ini mencakup percaya diri, komitmen,
penguasaan atas nilai religius, norma dan moral luhur, nilai keadilan, demokratis, toleransi,
kebebasan individual, kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan berserikat dan
berkumpul, dan perlindungan terhadap minoritas (Depdiknas, 2002: 11). Untuk mengembangkan
masyarakat yang demokratis melalui Pendidikan Kewarganegaraan diperlukan suatu strategi dan
pendekatan pembelajaran khusus yang sesuai dengan paradigma baru PKn. Model pembelajaran

8
dapat digunakan salah satunya adalah pembelajaran berbasis portofolio yang lebih dikenal
dengan “Proyek-belajar Kewarganegaraan Kami Bangsa Indonesia (PKKBI)” yang dianggap
sebagai model pembelajaran yang paling tepat dan sesuai dengan paradigma baru PKn.
Keunggulan dari paradigma baru PKn dengan model pembelajaran adalah memfokuskan pada
kegiatan belajar siswa aktif (active students learning) dan pendekatan inkuiri (inquiry approach).
Model pembelajaran PKn dengan paradigma baru memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Membelajarkan dan melatih siswa berpikir kritis
2. Membawa siswa mengenal, memilih dan memecahkan masalah
3. Melatih siswa dalam berpikir sesuai dengan metode ilmiah
4. Melatih siswa untuk berpikir dengan ketrampilan sosial lain yang sejalandengan
pendekatan inkuiri.

C. Pembelajaran PKN Abad 21


Abad ke-21 merupakan abad keterbukaan atau abad globalisasi, artinya kehidupan manusia
banyak mengalami perubahan-perubahan yang fundamental yang berbeda dengan tata kehidupan
pada abad sebelumnya. Perubahan transisi dari masyarakat industri ke masyarakat berbasis
pengetahuan. Abad ke-21 juga dikenal dengan masa pengetahuan (Knowledge age), dalam masa
ini, semua alternative upaya pemenuhan kebutuhan hidup dalam berbagai konteks lebih berbasis
pengetahuan. Salah satu contoh adalah upaya pemenuhan kebutuhan bidang pendidikan berbasis
pengetahuan (knowledge based education).
Di abad ke-21, pendidik harus membuat kurikulum yang akan membantu siswa terhubung
dengan dunia dan memahami masalah yang dihadapi dunia kita. Ada anak-anak era saat ini yang
belum pernah diajarkan dengan teknologi namun mereka mampu belajar mandiri tentang topik
apa pun yang mereka minati tanpa ada tutorial dari orang lain. Kelompok siswa seperti itu
berasal dari Generasi Z dan Generasi Alpha. Dua generasi ini telah tumbuh dengan teknologi
canggih. Generasi Z dan Alpha juga merupakan yang paling terhubung secara internasional
dalam sejarah pengetahuan dunia. Mereka dapat bertemu orang-orang dari seluruh dunia secara
online. Orang tua dan Sekolah juga menawarkan anak-anak dan remaja berkesempatan untuk
menciptakan pengalaman belajar yang benar-benar tanpa batas dengan menggunakan akses
internet. Kurikulum di kelas dirancang untuk menggabungkan banyak keterampilan dan tingkat
kecerdasan, dan memanfaatkan teknologi dan multimedia. Pelajaran tidak didasarkan pada buku

9
teks, melainkan pelajaran berbasis proyek. Keterampilan dan konten dipelajari melalui penelitian
dan proyek mereka, dan buku teks disediakan sebagai salah satu dari banyak sumber. Selain
kurikulum yang modern, guru juga perlu memupuk dan mempertahankan tujuan pembelajaran
siswa yang akan dihadapi didunia nyata. Seorang juga harus berusaha meningkatkan rasa ingin
tahu siswa mereka, yang akan membantu mereka menjadi siswa yang lifelong learning.
Pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang berkaitan dengan pengembangan
warga negara yang baik. Dalam demokrasi yang representatif, warga negara yang ideal ini
berpartisipasi aktif dalam masyarakat dengan terlibat dalam aktivitas sipil dan politiknya atau
komunitasnya. Pendidikan kewarganegaraan yang efektif, karenanya secara eksplisit
mengajarkan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diyakini perlu untuk
kewarganegaraan yang demokratis.
Tuntutan dunia internasional terhadap tugas guru memasuki abad ke-21 tidaklah ringan.
Guru diharapkan mampu dan dapat menyelenggarakan proses pembelajaran yang bertumpu dan
melaksanakan empat pilar belajar yang dianjurkan oleh Komisi Internasional UNESCO untuk
Pendidikan, hal ini didasari bahwa Pendidikan merupakan komunikasi terorganisasi dan
berkelanjutan yang dirancang untuk menumbuhkan kegiatan belajar pada diri peserta didik
(education as organized and sustained communication designed to bring about Learning).
UNESCO merekomendasikan empat pilar dalam bidang pendidikan, yaitu:
1. Learning to know (belajar untuk mengetahui) Learning to know, yaitu proses belajar untuk
mengetahui, memahami, dan menghayati cara-cara pemerolehan pengetahuan dan
pendidikan yang memberikan kepada peserta didik bekal bekal ilmu pengetahuan. Proses
pembelajaran ini memungkinkan peserta didik mampu mengetahui, memahami, dan
menerapkan, serta mencari informasi dan/atau menemukan ilmu pengetahuan.
2. Learning to do (belajar melakukan atau mengerjakan) Learning to do, yaitu proses belajar
melakukan atau mengerjakan sesuatu. Belajar berbuat dan melakukan (Learning by doing)
sesuatu secara aktif ini bermakna pendidikan seharusnya memberikan bekal-bekal
kemampuan atau keterampilan. Peserta didik dalam proses pembelajarannya mampu
menggunakan berbagai konsep, prinsip, atau hukum untuk memecahkan masalah yang
konkrit.
3. Learning to live together (belajar untuk hidup bersama) Learning to live together, yaitu
pendidikan seharusnya memberikan bekal kemampuan untuk dapat hidup bersama dalam

10
masyarakat yang majemuk sehingga tercipta kedamaian hidup dan sikap toleransi antar
sesama manusia.
4. Learning to be (belajar untuk menjadi/mengembangkan diri sendiri). Learning to be, yaitu
pendidikan seharusnya memberikan bekal kemampuan untuk mengembangkan diri. Proses
belajar memungkinkan terciptanya peserta didik yang mandiri, memiliki rasa percaya diri,
mampu mengenal dirinya, pemahaman diri, aktualisasi diri atau pengarahan diri, memiliki
kemampuan emosional dan intelektual yang konsisten, serta mencapai tingkatan
kepribadian yang mantap dan mandiri.

Guru abad ke-21 memiliki pandangan untuk masa depan. Mereka sadar akan trend yang
terus berubah dalam teknologi dan selaras dengan apa yang akan terjadi di masa depan dalam
pendidikan. Seorang guru abad ke-21 yang baik menyadari peluang karier yang akan terjadi di
tahun-tahun mendatang bagi siswa mereka, dan selalu menganjurkan pemikiran ke depan dan
perencanaan untuk memastikan semua siswa tidak akan ketinggalan. Oleh karena itu, Pendidik
abad ke-21 harus menggunakan strategi pengajaran untuk memastikan bahwa fokus dalam
pendidikan adalah mempersiapkan anak-anak hari ini untuk masa depan di mana mereka akan
tinggal dan di mana mereka akan bekerja. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan seorang Guru
di Abad 21:
1. Seorang Master of Technology di Kelas
Teknologi di ruang kelas selalu berubah dan bergerak dengan cepat. Guru abad ke-21 adalah
guru yang bergerak tepat di sampingnya. Teknologi di kelas, apakah itu untuk pelajaran,
tugas, atau penilaian, dapat membantu siswa belajar lebih baik dan lebih cepat, dan
membantu membuat waktu guru lebih efektif. Seorang guru abad ke-21 tidak harus memiliki
satu set tablet kelas di tangan setiap anak, atau Smartboard terbaru. Tetapi mereka dapat
memiliki keseimbangan yang baik dari alat-alat pendidikan di kelas mereka. Seorang guru
yang efektif tahu teknologi apa di kelas yang benar-benar dapat membantu mengubah
pendidikan siswa mereka. Mereka tahu apa alat terbaik, dan bagaimana dan kapan
menggunakannya.
2. Menjadi Fasilitator dalam berkolaborasi
Pendidik abad ke-21 yang efektif harus dapat berkolaborasi dan bekerja dengan baik dalam
sebuah tim. Bekerja dengan orang lain adalah keterampilan abad ke-21 yang penting.

11
Selama beberapa tahun terakhir, kemampuan untuk berkolaborasi secara efektif di tempat
kerja telah berkembang cukup pesat. Belajar dianggap lebih efektif ketika Anda dapat
berbagi ide dan pengetahuan Anda dengan orang lain. Berbagi keahlian dan pengalaman
Anda, berkomunikasi dan belajar dari orang lain, dan mampu merefleksikan diri adalah
bagian penting dari proses belajar dan mengajar.
3. Mampu beradaptasi
Seorang guru abad ke-21 mampu beradaptasi dengan apa pun yang datang pada mereka.
Mengajar adalah karier yang hampir selalu sama selama beberapa tahun terakhir. Alat telah
berubah selama bertahun-tahun (Smartboards telah menggantikan papan tulis, tablet telah
menggantikan buku teks) tetapi praktiknya belum. Guru abad ke-21 dapat melihat praktik
mereka dan beradaptasi berdasarkan kebutuhan siswa mereka. Mereka harus mampu
menyesuaikan gaya mengajar mereka untuk memasukkan berbagai mode pembelajaran,
beradaptasi ketika pelajaran gagal, dan beradaptasi dengan teknologi baru. Mereka harus
mampu beradaptasi dengan kurikulum dan persyaratan dan dapat menggunakan imajinasi
mereka untuk mengajar dengan cara yang kreatif.
4. Mendidik untuk pembelajaran seumur hidup
Pendidik abad ke-21 adalah pembelajar seumur hidup. Mereka tidak hanya berharap siswa
mereka menjadi pembelajar seumur hidup, tetapi mereka juga tetap mengikuti
perkembangan dan mengetahui apa yang baru dalam pendidikan. Seorang pendidik yang
hebat tidak hanya akan merangkul teknologi, tetapi bersedia untuk belajar lebih banyak
tentang hal itu. Guru PPKn memiliki peran pengembangan pembelajaran abad 21 dalam hal:
1) Pembahasan materi dalam bidang hukum, sejarah, ekonomi, dan disiplin ilmu
kewarganegaraan lainnya memiliki manfaat besar potensi kemampuan pada siswa.
2) Diskusi tentang kejadian terkini dan masalah kontroversial adalah cara lain yang baik
untuk mengembangkan analisis kritis dan keterampilan komunikasi siswa.
3) Karena tujuan dari pendidikan kewarganegaraan adalah untuk mempersiapkan kaum
muda untuk kehidupan sipil dan menyediakan mereka pengetahuan, keterampilan, dan
sikap untuk secara aktif terlibat dalam masyarakat mereka, Guru PPKn harus harus
menghubungkan ruang kelas dengan masyarakat luas.
4) Mengembangkan Pembelajaran Partisipasi siswa dalam tata kelola sekolah.

12
5) Selain kegiatan ekstrakurikuler dan pemerintahan siswa, simulasi lain dari proses
demokrasi.

Untuk mempersiapkan siswa memainkan peran mereka dalam masyarakat abad ke-21,
beberapa hal perlu dipertimbangkan ketika memutuskan bagaimana pendidikan akan terlihat di
sekolah dan ruang kelas kita. Beberapa hal yang guru harus lakukan seperti:
1) Instruksi harus berpusat pada siswa
Pembelajaran yang berpusat pada siswa sangat dianjurkan di abad ke-21, ini tidak berarti
bahwa guru tidak pernah bisa memberikan ceramah lagi. Sebaliknya, itu berarti bahwa
guru sebagai sumber utama pengetahuan di kelas tidak boleh guru saja. Pendidikan tidak
lagi tentang mendengarkan guru berbicara dan menyerap informasi. Untuk berkontribusi
pada masyarakat, siswa harus dapat memperoleh informasi baru ketika masalah muncul.
Kemudian, mereka perlu menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang telah
mereka miliki dan menerapkannya untuk menyelesaikan masalah yang ada. Dalam model
kelas ini, guru akan bertindak sebagai fasilitator bagi siswa. Alih-alih menerima informasi
secara pasif, siswa akan mengumpulkan informasi sendiri, di bawah bimbingan guru. Gaya
belajar yang berbeda didorong, dan siswa memiliki rasa motivasi dan tanggung jawab yang
ditingkatkan. Siswa dapat terlibat dalam berbagai jenis kegiatan langsung, serta
menunjukkan pembelajaran dengan berbagai cara. Belajar adalah tentang penemuan, bukan
menghafal fakta.
2) Pendidikan harus kolaboratif
Siswa harus belajar cara berkolaborasi dengan orang lain. Siswa harus didorong untuk
bekerja bersama untuk menemukan informasi, mengumpulkannya, dan membangun
makna. Sekolah harus berkolaborasi dengan lembaga pendidikan lain di seluruh dunia
untuk berbagi informasi dan belajar tentang berbagai praktik atau metode yang telah
dikembangkan. Guru harus bersedia mengubah metode pengajaran mereka mengingat
kemajuan baru.
3) Belajar harus memiliki konteks
Berpusat pada siswa tidak berarti bahwa guru menyerahkan semua kendali atas kelas.
Sementara siswa didorong untuk belajar dengan cara yang berbeda, guru masih
memberikan bimbingan mengenai keterampilan yang perlu diperoleh. Guru dapat membuat

13
titik membantu siswa untuk memahami bagaimana keterampilan yang mereka bangun
dapat diterapkan dalam kehidupan mereka. Siswa akan jauh lebih termotivasi untuk
mempelajari sesuatu yang dapat mereka lihat nilainya.
4) Sekolah harus terintegrasi dengan masyarakat
Untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang bertanggung jawab, kita perlu
memodelkan apa warga negara yang bertanggung jawab. Sekolah akan sering bekerja
untuk mencapai hal ini dengan menciptakan acara untuk komunitas sekolah, dengan
mendorong siswa untuk bergabung dengan komite atau mengambil bagian dalam proyek
sekolah, dan dengan sesekali membantu masyarakat di sekitar mereka dengan kegiatan
seperti pembersihan lingkungan.

Berikut beberapa dari tren yang menjadi perbincangan di dalam Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan abad 21. Tren tersebut menjadi pedoman bagi guru PKn (Pendidik civic)saat
ini untuk bisa di terapkan dalam mewujudkan model pembelajan PKn yang lebih berkualitas.
1) Trend 1: Konseptualisasi pendidikan kewarganegaraan. Konseptualisasi pendidikan
kewarganegaraan terdiri dari tiga komponen yang saling berhubungan Pertama,
pengembangan pengetahuan kewarganegaraan yang meliputi ide-ide dasar dan informasi
bahwa peserta didik harus tahu bagaimana menjadi warga negara yang baik. Kedua,
keterampilan sipil meliputi keterampitan intelektual yang dibutuhkan untuk memahami,
menjelaskan membandingkan mengevaluasi prinsip-prinsip praktek pemerintahan dan
kewarganegaraan Termasuk keterampilan partisipatif yang memungkinkan siswa sebagai
calon warga negara untuk memantau dan mempengaruhi kebijakan publik. Ketiga,
Kebajikan Civic meliputi ciri-ciri karakter, disposisi, dan komitmen yang diperlukan untuk
pelestarian dan peningkatan pemerintahan yang demokratis dan kewarganegaraan.
2) Trend 2: Pengajaran sistematis konsep inti. Artinya pendidik Civic secara sistematis
mengajarkan konsep-konsep pemerintahan yang demokratis dan kewarganegaraan seperti
kedaulatan rakyat, hak-hak individu. Selain itu, juga berkaitan tentang kepentingan umum,
otoritas, keadilan, kebebasan, konstitusionalisme, supremasi hukum, dan demokrasi
perwakilan.
3) Trend 3: Analisis studi kasus. Artinya pendidik civic membutuhkan siswa untuk
menerapkan konsep-konsep inti atau prinsip-prinsip untuk analisis studi kasus. Penggunaan
studi kasus membawa drama dan vitalitas kehidupan sipil otentik ke dalam kelas. Oleh
karena itu, diperlukan aplikasi praktis dari ide-ide dasar untuk memahami data realitas
sipil.
4) Trend 4: Pengembangan keterampilan pembuatan keputusan. Artinya Pendidik civic
menggunakan studi kasus dari isu-isu politik dan hukum untuk membantu siswa
mengembangkan ketrampilan pengambilan keputusan. Siswa diajarkan untuk
mengidentifikasi masalah, untuk memeriksa pilihan alternatif, kemungkinan konsekuensi
dari setiap pilihan, dan mempertahankan pilihanya tersebut.
5) Trend 5: Analisis Perbandingan. Artinya Pendidik civic membutuhkan siswa untuk
membandingkan institusi demokrasi konstitusional di negeri mereka sendiri dengan

14
lembaga-lembaga di negara demokrasi lain. Harapannya adalah dengan jenis analisis
komparatif akan memperdalam pemahaman siswa tentang institusi mereka sendiri dengan
memperluas pengetahuan mereka tentang prinsip-prinsip demokrasi.
6) Trend 6: Pengembangan keterampilan partisipatif. Ini dilakukan Pendidik civic melalui
penekanan pembelajaran kooperatif dalam kelompok kecil. Yang mengharuskan siswa
untuk bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama Melalui kegiatan pembelajaran
kooperatif, siswa mengembangkan keterampilan partisipatif dan berbagai kebajikan sipil
yang terkait dengan mereka. Peserta didik civic yang terlibat secara teratur dalam situasi
pembelajaran kooperatif cenderung untuk mengembangkan keterampilan seperti
kepemimpinan, resolusi konflik, kompromi, negosiasi, dan kritik konstruktif (Slavin 1991).
7) Trend 7: Penggunaan literatur untuk mengajarkan kebajikan sipil. Pendidik Civic telah
mengakui bahwa studi sastra, baik fiksi dan sejarah, menghadapkan siswa untuk orang
yang menarik yang memberikan contoh kebajikan sipil dalam situasi dramatis. Karakter
dalam cerita ini dapat menjadi teladan bagi siswa. Paling tidak, mereka adalah contoh
positif dari kebajikan sipil tertentu yang dapat membantu siswa memahami arti dan
pentingnya moralitas dalam kehidupan sipil.
8) Trend 8: Belajar aktif. Artinya Pendidik Civic yang melibatkan siswa secara aktif dalam
perolehan pengetahuan. keterampilan, dan kebajikan. Contoh pembelajaran aktif mencakup
belajar konsep yang sistematis, analisis studi kasus. pengembangan ketrampilan
pengambilan keputusan, tugas-tugas pembelajaran kooperatif, dan diskusi kelompok
interaktif yang berkaitan dengan pengajaran kebajikan sipil melalui studi sastra. Perbedaan
Administra. Selain itu, belajar aktif memungkinkan siswa untuk mengembangkan
keterampilan dan proses yang diperlukan untuk penyelidikan independen dan pengambilan
keputusan sipil sepanjang hidup. Ini Ini adalah kapasitas kewarganegaraan yang
dibutuhkan untuk membuat sebuah karya demokrasi konstitusional di masa mendatang.
9)

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pendidikan moral di Indonesia, secara tradisional, berisi nilai-nilai kemasyarakatan, negara
dan agama, tidak ada pendidikan moral secara eksplisit. Kemudian berkembang dari waktu
ke waktu mulai diperkenalkan mata pelajaran Kewarganegaraan pada tahun 1957. Mata
pelajaran Kewarganegaraan memuat isi pokok cara memperoleh kewarganegaraan, hak dan
kewajiban warga negara.
2. Untuk mengembangkan masyarakat yang demokratis melalui Pendidikan
Kewarganegaraan diperlukan suatu strategi dan pendekatan pembelajaran khusus yang
sesuai dengan paradigma baru PKn. Model pembelajaran dapat digunakan salah satunya
adalah pembelajaran berbasis portofolio yang lebih dikenal dengan “Proyek-belajar
Kewarganegaraan Kami Bangsa Indonesia (PKKBI)” yang dianggap sebagai model
pembelajaran yang paling tepat dan sesuai dengan paradigma baru PKn.
3. Di abad ke-21, pendidik harus membuat kurikulum yang akan membantu siswa terhubung
dengan dunia dan memahami masalah yang dihadapi dunia. Anak-anak di era saat ini
disebut dengan Generasi Z dan Generasi Alpha. Dua generasi ini telah tumbuh dengan
teknologi canggih. Generasi Z dan Alpha juga merupakan yang paling terhubung secara
internasional dalam sejarah pengetahuan dunia. Maka, orang tua dan sekolah juga
memberikan anak-anak dan remaja berkesempatan untuk menciptakan pengalaman belajar
yang benar-benar tanpa batas dengan menggunakan akses internet. Kurikulum di kelas juga
dirancang untuk menggabungkan banyak keterampilan dan tingkat kecerdasan, serta
memanfaatkan teknologi dan multimedia. Pelajaran tidak didasarkan pada buku teks,
melainkan pelajaran berbasis proyek.

16
B. Saran
Setelah mempelajari makalah ini pembaca dapat mengetahui tentang Sejarah
Perkembangan PKN, Paradigma Baru PKN, dan Pembelajaran PKN Abad 21.  Pembelajaran di
abad 21 ini memiliki perbedaan dengan pembelajaran di masa yang lalu. Untuk mengembangkan
pembelajaran abad 21, pendidik harus memulai satu langkah perubahan yaitu merubah pola
pembelajaran tradisional yang berpusat pada pendidik menjadi pola pembelajaran yang berpusat
pada peserta didik serta diharapkan Indonesia mampu menerapkan pembelajaran abad 21
agar peserta didik lebih aktif dalam belajar

17
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/41041939/MAKALAH_Pembelajaran_abad_21_kelompok2_
https://id.scribd.com/document/406800646/PKN-pdf
http://repository.unj.ac.id/15154/1/BAB%201.pdf
https://ppkn.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2019/08/Mifta-Churohman.Crystal-School-
Surabaya.pdf

18

Anda mungkin juga menyukai