Anda di halaman 1dari 18

TUNTUTAN PENDIDIKAN ABAD KE-21

HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS)

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas struktur mata kuliah Pengembangan


Kurikulum

Dosen Pengampu:
Dr. Asep Nursobah, S.Ag.

Makalah diskusi kelompok 8:

Kristin Wiranata 1152020108


Maisaroh Ritonga 1152020125
Mariah 1152020128

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2017
KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah subhanahu wata’ala yang telah
memberikan kita beribu kenikmatan. Nikmat sehat, nikmat beribadah dan nikmat
mencari ilmu pengetahuan. Sholawat serta salam tak lupa tercurah limpahkan
kepada baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para
sahabatnya, kepada keluarganya serta kepada kita semua selaku umatnya hingga
akhir zaman. Beliaulah yang telah mengantarkan kita semua dari zaman kegelapan
hingga zaman terang benderang.
Penulis mengucapkan ungkapan terimakasih kepada Dr. Asep Nursobah, S.Ag.
selaku dosen pengampu mata kuliah Pengembangan Kurikulum yang telah
mengarahkan penulis dalam pembuatan makalah ini sehingga makalah ini dapat
selesai tepat pada waktunya. Semoga makalah ini menjadi sumber belajar
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca dalam menggali
pemahamannya mengenai tuntutan pendidikan abad 21 (HOTS).
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bandung, 13 Desember 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
C. Tujuan Makalah ...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3
A. Tuntutan Pendidikan Abad 21 ................................................................................ 3
B. Inovasi Pendidikan Abad 21 (Higher Order Thinking Skills)................................. 5
1. Kualitas Karakter ................................................................................................ 6
2. Kompetensi 4C’s /HOTS dan Contoh Penerapannya didalam Pembelajaran
PAI ............................................................................................................................ 8
3. Literasi Dasar .................................................................................................... 12
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan hendaknya mampu menjawab atas berbagai permasalahan yang ada.
Ketidaksiapan generasi penerus bangsa dalam menghadapi zaman modern yang
serba canggih yang mana didalamnya terdapat kompetisi persaingan yang ketat dan
bebas akan menyebabkan lahirnya generasi muda yang rapuh dan mudah
terombang-ambing oleh kuatnya arus modernisme. Kecanggihan ilmu dan
teknologi juga membawa dampak negatif, jika tidak dihadapi dengan bijak, maka
dapat memberikan imbas negatif. Di dalam filsafat, zaman modern merupakan
zaman dimana manusia melakukan pemuasan terhadap materialisme, dan tentunya
zaman ini meminta “korban”. Entah mengorbankan nilai-nilai agama, norma-
norma, dan melunturkan karakter diri demi memperoleh kepuasan materi.
Abad 21 mendatang jika disikapi dengan baik, maka akan melahirkan kekuatan
tersendiri. Oleh karena itu, guna menghadapi berbagai permasalahan yang ‘sudah
muncul’ di abad ini dan ‘diperkirakan akan memuncak’ di abad 21, maka perlunya
kita sebagai calon pendidik untuk memberikan inovasi di bidang pendidikan
sebagai bekal untuk peserta didik. Diharapkan kelak mereka mampu menjadi
ilmuwan yang kompetitif, kolaboratif, memiliki rasa tanggung jawab, kreatif serta
berpikir kritis namun tetap memiliki karakter yang kokoh.
Berangkat dari permasalahan ini, kami merasa tergugah untuk menyusun
makalah dengan judul “Tuntutan Pendidikan Abad 21, Higher Thinking Order
Skills (HOTS)”. Diharapkan kita sebagai calon pendidik memiliki kesiapan untuk
menghadapi abad 21 ini. Dan juga sebagai bekal untuk berinovasi di bidang
pendidikan yang hasilnya layak untuk disuguhkan kepada masyarakat. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca.

1
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, penulis menarik rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa tuntutan pendidikan di abad 21?
2. Bagaimana inovasi pendidikan yang tepat guna menghadapi abad 21?
3. Apa yang dimaksud dengan Higher Order Thinking Skills?

C. Tujuan Makalah
Dari rumusan masalah diatas, penulis menarik tujuan penulisan makalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui tuntutan pendidikan di abad 21.
2. Mengetahui inovasi pendidikan di abad 21.
3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Higher Order Thinking Skills.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tuntutan Pendidikan Abad 21


Abad ke-21 ditandai sebagai abad keterbukaan atau abad globalisasi, artinya
kehidupan manusia pada abad ke-21 mengalami perubahan-perubahan yang
fundamental. Dikatakan abad ke-21 adalah abad yang meminta kualitas dalam
segala usaha dan hasil kerja manusia. Dengan sendirinya abad ke-21 meminta
sumberdaya manusia yang berkualitas.1 Seperti yang sudah kita ketahui, apabila
ingin memajukan suatu negara maka dimulai dengan memperbaiki kualitas SDM-
nya, adapun cara memperbaiki kualitas SDM ialah melalui pendidikan. Dengan
kata lain diperlukan suatu paradigma baru dalam menghadapi tantangan-tantangan
baru yang menuntut terobosan pemikiran agar mampu menghasilkan output peserta
didik yang bermutu dan dapat bersaing dalam dunia yang serba terbuka.
Abad 21 ditandai dengan berkembangnya teknologi informasi yang sangat
pesat, tentu diperlukan adanya kesiapan dalam menghadapi perkembangan ini.
Arus informasi yang sangat pesat, apabila tidak dapat diseleksi dengan baik, maka
dapat mempengaruhi kepribadian informan. Oleh karena itu diperlukan penegasan
dan penguatan karakter guna membekali diri peserta didik, agar peserta didik
mampu mengarungi luasnya ilmu pengetahuan dengan tetap memiliki kepribadian
dan karakter yang kuat. Lalu bagaimana cara menguatkan karakter dalam diri
peserta didik? Diperlukan adanya pendekatan pembelajaran yang inovatif, yakni
pendekatan saintifik sebagaimana yang tertuang di dalam K.13.
Dengan adanya pendekatan pembelajaran yang menuntut kompetensi higher
order thinking skills (keterampilan berpikir tingkat tinggi), maka seorang guru
mengajarkan peserta didik untuk dapat berpikir kritis terhadap berbagai fenomena
yang ada, sehingga diharapkan peserta didik mampu memberikan persepsi dan
interpretasi yang benar dan tepat sebagai solusi atas permasalahan-permasalahn
yang muncul di realita. Di dalam pembelajaran HOTS juga siswa diajarkan untuk

1
Etistika Yuni Wijaya, dkk, Transformasi Pendidikan Abad 21 Sebagai Tuntutan Pengembangan
Sumber Daya Manusia di Era Global, (Malang: Prosiding Seminar Pendidikan Nasional Pendidikan
Matematika 2016 Universitas Kanjuruhan Malang. Vol. 1: 263, 2016)

3
dapat menghasilkan gagasan baru yang inovatif dan bermanfaat. Sehingga dengan
begitu seorang siswa diharapkan dapat menjadi ilmuwan yang memiliki pemikiran
kritis (tidak jumud), selalu berkreasi serta berinovasi dengan tetap memiliki
karakter yang tangguh.
Namun perlu diinsyafi, untuk dapat berpikir kritis dan kreatif maka diperlukan
adanya kemampuan ‘melek informasi’. Dalam artian, mampu memilah-memilih
berbagai informasi yang ada dengan menggunakan literatur yang ‘dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya’. Literatur yang dapat digunakan sebagai
pijakan penggalian informasi tidak hanya terdapat di dalam media cetak (buku-
buku) namun informasi juga kini telah disuguhkan di media online. Apabila tidak
mampu menyeleksi informasi yang tersedia, maka informan akan disesatkan oleh
informasi tersebut dan secara tidak langsung akan berimplikasi kepada
pembunuhan karakter melalui akses-akses informasi negatif. Oleh karena itu, guru
perlu membekali peserta didik yang hidup di zaman millenium yakni suatu
kemampuan ‘melek informasi’, agar mereka mampu untuk memfilter diri dalam
mengakses berbagai informasi yang tersedia.
PERANAN PENDIDIKAN DI ABAD KE-21
Terdapat berbagai aturan pembelajaran yang ideal diterapkan di pendidikan
abad ke-21, yakni sebagai berikut:
1. Pembelajaran harus berpusat pada siswa (student centered). Dalam model kelas
ini, guru bertindak sebagai fasilitator bagi siswa. Siswa tidak akan menerima
informasi secara pasif, namun para siswa akan mengumpulkan informasi
sendiri, di bawah bimbingan gurunya. Gaya belajar yang digunakan siswa pun
beragam. Mereka terlibat dalam berbagai jenis aktivitas pembelajaran secara
langsung, dan juga siswa menunjukkan pembelajaran dengan berbagai cara
belajar yang berbeda (5M). Di dalam konsep pembelajaran ini kegiatan belajar
adalah tentang penemuan, bukan menghafal fakta.2

2
Jennifer Rita Nichols, 4 Essential Rules Of 21st Century Learning, Diakses dari:
https://www.teachthought.com/learning/4-essential-rules-of-21st-century-learning/ pada
tanggal 14 November 2017, pukul 10.53 WIB

4
2. Pendidikan harus kolaboratif. Siswa harus belajar bagaimana cara berkolaborasi
dengan orang lain. Siswa diharapkan dapat bekerja sama dengan orang lain
yang memiliki budaya yang berbeda, ideologi/sudut pandang yang berbeda.3
Dengan begitu siswa mampu mengembangkan berbagai bakat dan minatnya
dengan cara berkolaborasi dengan orang lain. Karena tidak dapat dipungkiri,
bahwa manusia merupakan zoon politicon atau makhluk sosial.
3. Belajar harus memiliki konteks. Sistem pembelajaran student centered tidak
berarti bahwa guru menyerahkan semua kendali kelas kepada siswa tanpa
kendali. Memang siswa didorong untuk belajar dengan cara yang berbeda,
namun guru tetap memberikan panduan mengenai keterampilan yang perlu
diperoleh atau kompetensi yang wajib dicapai. Guru dapat membuat sebuah
titik untuk membantu siswa memahami bagaimana keterampilan yang mereka
bangun dapat diterapkan dalam kehidupan mereka. Karena siswa akan lebih
termotivasi untuk belajar sesuatu yang bisa mereka lihat nilainya atau
kegunannya di dunia nyata.4
4. Sekolah harus diintegrasikan dengan masyarakat. Untuk mempersiapkan siswa
menjadi warga negara yang bertanggung jawab, kita perlu memodelkan apa itu
warga negara yang bertanggung jawab.5 Sekolah diharapkan mampu menjawab
berbagai tantangan dan permasalahan yang muncul di masyarakat. Yakni
dengan membekali siswa berbagai komptensi/keterampilan yang dibutuhkan
oleh masyarakat. Oleh karenanya, sistem pendidikan haruslah menyesuaikan
dengan kearifan lokal.

B. Inovasi Pendidikan Abad 21 (Higher Order Thinking Skills)


Di poin sebelumnya, kita mendapati adanya berbagai tuntutan pendidikan di
abad 21, yang mana dalam menjawab tuntutan tersebut diperlukan adanya
pembekalan keterampilan abad 21 yang dibutuhkan oleh setiap siswa, yakni sebagai
berikut:

3
Ibid
4
Ibid
5
Ibid

5
1. Kualitas Karakter (bagaimana siswa beradaptasi pada lingkungan yang
dinamik)
Adapun karakter yang diharapkan muncul dalam diri siswa adalah:6
Jenis Karakter Deskripsi
Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan agama,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, hidup
rukun dengan pemeluk agama lain.
Nasionalis Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi
dan politik bangsa.
Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
Integritas Adanya keterkaitan antara berbagai disiplin ilmu, dimana
materi pembelajaran disusun secara nondikotomik. Dan
adanya keterkaitan antara pengetahuan dengan sikap.
Gotong-royong Tindakan yang memperlihatkan rasa senasib-
sepenanggungan. Yakni mampu bekerja sama dengan
orang lain guna mencapai tujuan yang telah disepakati.
Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,
suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang
berbeda dengan dirinya.
Tanggung jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap
diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan
budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara
atau hasil yang baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

6
Suyadi, Mencegah Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Melalui Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa, (Jakarta: Penernit ANDI, 2013), hlm: 39-41 (dengan sedikit penambahan)

6
Peduli lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
Proses pendidikan dalam realitanya masih mengutamakan aspek kognitif
ketimbang aspek afektif dan psikomotoriknya. Bahkan konon Ujian Nasional pun
lebih mementingkan aspek intelektualnya ketimbang aspek kejujuran. Bukankah
hal ini sangat bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional? Daniel Goleman
mengingatkan kepada kita bahwa kecerdasan emosional dan sosial dalam
kehidupan diperlukan 80% sementara kecerdasan intelektual hanyalah 20% saja.
Dalam hal inilah maka pendidikan karakter diperlukan untuk membangun
kehidupan yang lebih beradab, bukan kehidupan yang justru dipenuhi dengan
perilaku biadab. Mengapa pendidikan karakter penting? Setidaknya pendidikan
karakter penting dengan alasan: (1) karakter adalah bagian esensial manusia dan
karenanya harus dididikkan; (2) saat ini karakter generasi muda (bahkan juga
generasi tua) mengalami erosi, pudar, dan kering keberadaannya; dan berbagai
alasan lain sebagainya.7
Untuk mengimplementasikan penguatan karakter pada diri peserta didik maka
diperlukan adanya: kurikulum pendidikan karakter, pembelajaran berbasis karakter,
dan evaluasi terhadapnya. Kurikulum pendidikan karakter di sekolah meliputi dua
kurikulum, yaitu kurikulum tersembunyi dan kurikulum terbuka.8 Dengan kata lain,
kurikulum pendidikan karakter haruslah integratif, baik dari segi materi
pembelajaran, strategi pembelajaran, dan adanya penanaman nilai karakter didalam
setiap aktivitas pembelajaran. Untuk menerapkan kurikulum pendidikan karakter,
maka diperlukan adanya penerapan pendekatan pembelajaran berkarakter yang
bertujuan mencapai kompetensi inti, yakni kompetensi spiritual/religius,
kompetensi sosial, kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan.
Sehingga pendidikan karakter ini lebih menekankan kepada aspek sikap yang core-
nya ialah religius. Dengan adanya karakter yang kuat maka akan muncul berbagai

7
Maksudin, Pendidikan Karakter Nondikotomik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm: 50-52
8
Ibid., hlm: 129

7
perilaku baik dalam diri siswa. Adapun di dalam evaluasi pendidikan karakter, guru
hendaknya secara intens menilai sikap siswa baik dengan cara observasi ataupun
dengan cara lainnya dan tentunya berpedoman kepada evaluasi penilaian (otentik)
terhadap kegiatan pembelajaran saintific methods. Dan guru pun hendaknya
melakukan apresiasi yang tepat terhadap kegiatan belajar siswa. Sekecil apapun
gerak-gerik atau tingkah laku siswa patut dievaluasi.
2. Kompetensi 4C’s /HOTS (bagaimana siswa memecahkan masalah) dan
Contoh Penerapannya didalam Pembelajaran PAI
a. Kompetensi 4C’s /HOTS
Anderson dan Krathwohl (2001) mengungkapkan bahwa kompetensi berpikir
dapat dikelompokkan menurut taksonomi Bloom, seperti pada tabel di bawah.9
Taksonomi Bloom Tingkatan Berpikir Tinjauan
Knowledge (C1) Lower-Order Mengingat
Comprehension (C2) Lower-Order Memahami
Application (C3) Higher-Order Menerapkan
Analysis (C4) Higher-Order Menganalisis
Synthesis (C5) Higher-Order Menciptakan
Evaluation (C6) Higher-Order Mengevaluasi
Keterampilan berpikir tingkat tinggi atau dikenal dengan istilah Higher Order
Thinking Skills (HOTS) pada taksonomi Bloom, merupakan urutan tingkat berpikir
(kognitif) dari tingkat rendah ke tinggi. Pada ranah kognitifnya, HOTS berada pada
level analisis, sintesis dan evaluasi. HOTS versi lama berupa kata benda yaitu
pengetahuan, pemahaman, terapan, analisis, sintesis, evaluasi. Sedangkan HOTS
setelah direvisi menjadi kata kerja: mengingat, memahami, menerapkan,
menganalisis, mengevaluasi dan mencipta.10 Adapun pendekatan pembelajaran
yang ideal di abad 21 adalah dengan menerapkan HOTS ini menjadi 4 C’s
Learning, sebagai berikut:

9
https://www.slideshare.net/mobile/aisyahturidho/tantangan-kurikulum-dan-pembelajaran-di-
abad-21 diakses pada tanggal 14 November 2017 pukul 20.26 WIB
10
https://afifkunaefi.wordpress.com/2017/03/31/higher-order-thinking-skills-hots/ diakses pada
tanggal 13 November 2017 pukul 13:26 WIB

8
1) Critical Thinking (Berpikir Kritis). Pemikiran kritis adalah proses penyaringan,
analisis dan memberikan pertanyaan terhadap informasi/konten yang
ditemukan di berbagai media, dan kemudian mensintesisnya dalam bentuk yang
memiliki nilai kepada individu. Hal ini memungkinkan siswa untuk memahami
konten yang disajikan dan menerapkannya pada kehidupan mereka sehari-
hari.11 Martini Yamin mendefinisikan berpikir kritis adalah Keterampilan
individu dalam menggunakan proses berpikirnnya untuk menganalisa argumen
dan memberikan interpretasi berdasarkan persepsi yang benar dan rasional,
analisis asumsi dan bias dari argumen, dan interpretasi logis.12
2) Collaboration (Kolaborasi). Kolaborasi adalah keterampilan memanfaatkan
berbagai kepribadian, talenta, dan pengetahuan dengan cara menciptakan hasil
maksimal. Hasilnya harus memberi manfaat bagi seluruh masyarakat atau
kelompok. Karena bersinergi, hasil bersama memiliki nilai lebih besar daripada
jumlah nilai setiap hasil individu.13
3) Creativity (Kreativitas). Kreativitas adalah keterampilan individu dalam
menggunakan proses berpikirnya untuk menghasilkan gagasan yang baru,
konstruktif berdasarkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang rasional
maupun persepsi, dan intuisi individu.14 Pada abad ke-21, seorang individu
harus bisa menciptakan sesuatu yang baru atau menciptakan sesuatu dengan
cara baru, dengan memanfaatkan pengetahuan yang telah dia dapatkan.
Cipataan tersebut tidak hanya berupa seni, tetapi juga berupa berbagai solusi
terhadap masalah yang muncul di dunia nyata.15
4) Communication (Komunikasi). Komunikasi adalah keterampilan menyajikan
informasi dengan cara yang jelas, ringkas dan berarti. Ini juga menunjukkan
kepada kemampuan kehati-hatian di dalam mendengarkan dan

11
Dorotea Knezevic. 21st Century Skills: 6 C’S of Education. Diakses dari:
https://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://blog.awwapp.com/6-cs-of-
education-classroom/&prev=search (14 November 2017, pukul 11.16 WIB
12
Martinis Yamin, Paradigma Pendidikan Konstruktivistik, (Jakarta: GP Press, 2008), hlm: 11
13
Dorotea Knezevic, Loc.cit
14
Martinis Yamin, Loc.cit
15
Dorotea Knezevic, Loc.cit

9
mengartikulasikan pemikiran. Komunikasi memiliki berbagai tujuan, yakni:
menginformasikan, menginstruksikan, memotivasi, dan meyakinkan.16
Cara-cara yang dapat melatih siswa untuk berpikir tingkat tinggi
 Membuat Peta Konsep
 Mengajukan Pertanyaan
 Menyusun buku harian/jurnal pembelajaran
 Pembelajaran kooperatif berbasis TI (Teknologi Informasi)
 Menggunakan analogi
 Eksperimen berbasis inkuiri
 Metode Proyek
 Latihan-latihan membuat keputusan17
b. Contoh Penerapan HOTS didalam Pembelajaran PAI
1) Berbusana Muslim dan Muslimah Merupakan cermin Kepribadian dan
Keindahan diri
- Berpikir Kritis. Memberikan pertanyaan terhadap berbagai informasi yang
ditemukan di berbagai media dan realita yang nampak mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan urgensi berpakaian syar’i. Contohnya dengan
memberikan intruksi berikut: “Carilah melalui berbagai media, para aktris
dan aktor atau public figure yang telah mengubah penampilan cara
berpakaiannya secara islami atau syar’i. Kemudian berilah argumen
mengenai dampak apa saja yang mempengaruhi pola pikir masyarakat
sehingga mereka tertarik untuk berpakaian syar’i karena mengikuti public
figurenya? dan berikan juga argumen mengenai beberapa manfaat berhijab
syar’i !”
- Kolaborasi. Kolaborasi dapat diterapkan dengan cara melakukan sinergitas
yakni kerja sama dengan orang lain dengan mengerahkan berbagai
keterampilan yang dipunya guna menciptakan hasil yang memiliki nilai
manfaat. Contohnya: memberikan intruksi kepada siswa agar dapat

16
Ibid
17
Komarudin Sukmana, Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS) Untuk Siswa SD, diakses
dari: http://mytuaianilmu.blogspot.com/2016/10/keterampilan-berpikir-tingkat-tinggi-
.html?m=1 pada tanggal 14 Nopember 2017 pukul 21.21 WIB

10
bekerjasama dengan siswa lainnya dalam menebar dakwah (berpakaian
Islami), dengan cara mengerahkan talenta yang dimiliki masing-masing
siswa. Para siswa diperintahkan untuk membuat tugas dengan format
penilaian proyek terhadap kegiatan yang dilakukannya.
- Kreativitas. Dengan kerjasama ini diharapkan mampu memberi berbagai
solusi atau setidaknya sosialisasi mengenai urgensi berpakaian Islami di
lingkungan kelas ataupun lingkungan sekolah dan masyarakat.
- Mengkomunikasikan. Para siswa mencoba untuk mengenalkan gagasannya
kepada lingkungannya, baik guru, sesama teman, warga sekolah, keluarga,
dan masyarakat mengenai pentingnya menutup aurat sebagai identitas
muslim dan muslimah yang berkepribadian.
2) Toleransi Sebagai Alat Pemersatu Bangsa
- Berpikir Kritis. Memberikan pertanyaan terhadap berbagai informasi yang
ditemukan di berbagai media dan realita yang nampak mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan urgensi toleransi. Contohnya memberikan
pertanyaan: “Pengrusakan tempat-tempat ibadah, tawuran antarwarga,
demonstrasi mahasiswa, dan berbagai macam tindakan kekerasan lainnya
telah menggambarkan secara jelas pudarnya persatuan dan rasa toleransi.
Bagaimana pendapatmu mengenai kondisi seperti ini?”
- Kolaborasi. Kolaborasi dapat diterapkan dengan cara melakukan sinergitas
yakni kerja sama dengan orang lain dengan mengerahkan berbagai
keterampilan yang dipunya guna menciptakan hasil yang memiliki nilai
manfaat. Contohnya: Memberikan intruksi kepada siswa agar bekerja sama
untuk menganalisis realita dengan mencurahkan pendapat/pandangan
kritisnya masing-masing, lalu melakukan pembagian tugas sesuai dengan
bakat atau potensi yang dimiliki temannya, misalnya Umar pandai dalam
berkomunikasi, Aisyah pandai dalam merangkai kata-kata, Zainab mampu
membuat power point yang bagus, Ahmad pandai menjadi pemimpin, maka
mereka membagi-bagi tugas semisal Ahmad menjadi ketua kelompok yang
memiliki tanggung jawab untuk memimpin kelompoknya, Aisyah menjadi

11
notulen, Zainab membuat media powerpoint, dan Umar membimbing
kegiatan diskusi didalam kelompoknya.
- Kreativitas. Dengan kerjasama kelompok yang diketuai oleh Ahmad ini,
kelompoknya mampu mengkritisi dan menganalisa “Urgensi toleransi di
dalam realita”, dan mereka mampu memberikan berbagai solusi terhadap
permasalahan dan pertanyaan yang diberikan oleh guru.
- Mengkomunikasikan. Ahmad dan kelompoknya berusaha untuk
mepresentasikan hasil kreativitasnya yang berupa gagasan (solusi untuk
mempererat kesatuan dengan rasa toleransi) semaksimal mungkin
dihadapan teman-temannya dan mengupload presentasinya ke media sosial
contohnya youtube.
3. Literasi Dasar (bagaimana siswa menerapkan keterampilan dasar sehari-
hari)
Program-program pendidikan yang memenuhi etika tentu dilaksanakan berbasis
data, dari data terkini yang tersedia disusunlah rencana program baik bersifat
strategis maupun operasional untuk mengatasi berbagai masalah yang tampak dari
data-data tersebut.18 Disebutkan bahwa salah satu keterampilan utuh abad 21 yang
dibutuhkan adalah memiliki kemampuan literasi dasar yang baik, yaitu bagaimana
menerapkan keterampilan inti untuk kegiatan sehari-hari.
Ada enam komponen dalam literasi dasar ini, yaitu kemampuan baca-tulis-
berhitung, sains, teknologi informasi dan komunikasi (TIK), keuangan, budaya, dan
kewarganegaraan. Penjelasan keenam komponen literasi dasar tersebut ialah
sebagai berikut.
a. Literasi baca-tulis-berhitung (calistung) merupakan literasi dasar (basic
literacy) yang berkaitan dengan kemampuan untuk mendengarkan, berbicara,
membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan kemampuan
menganalisis untuk memperhitungkan (calculating), mempersepsikan
informasi (perceiving), mengkomunikasikan, serta menggambarkan informasi
(drawing) berdasarkan pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi.

18
Syaiful Sagala & Syawal Gultom, Praktik Etika Pendidikan di Seluruh Wilayah NKRI, (Bandung:
Alfabeta, 2011), hlm: 11

12
b. Literasi sains, merupakan ranah utama dari Program for International Student
Assessment (PISA). Literasi sains adalah kemampuan menggunakan
pengetahuan sains untuk mengidentifikasikan permasalahan dan menarik
kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami serta membuat
keputusan tentang alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui
aktivitas manusia.
c. Literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), adalah kemampuan
memahami kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti perangkat keras atau
hardware, perangkat lunak atau software, serta etika dan etiket dalam
memahami teknologi. Dalam praktiknya, juga pemahaman dalam
menggunakan komputer atau computer literacy yang di dalamnya termasuk
menghidupkan dan mematikan komputer, menyimpan dan mengolah data, serta
mengoperasikan beberapa perangkat.
d. Literasi keuangan. Bagi sebagian masyarakat pada bagian ini, literasi ekonomi
adalah hal yang fundamental terutama bagi pemangku kebijakan untuk urusan
ekonomi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) misalnya mengeluarkan definisi
bahwa yang dimaksud literasi keuangan adalah aktivitas untuk meningkatkan
pengetahuan, keyakinan, keterampilan konsumen, dan masyarakat luas
sehingga mereka mampu mengelola keuangan dengan baik.
e. Literasi budaya adalah kemampuan untuk mengetahui budaya yang dimiliki
bangsa.
f. Literasi kewarganegaraan adalah kemampuan seseorang dalam memahami
kebijakan dan keputusan dalam penyelenggara negara. Literasi yang disebutkan
juga terdapat dalam program global UNESCO. Karena dalam misi yang
dikeluarkan adalah melakukan pembangunan berkelanjutan sesuai misi dari
SDG'S atau Sustainable Development Goals.19

19
Doni Adhitia, Kemendikbud Kenalkan Enam Komponen Literasi Dasar, diakses dari:
http://www.klikanggaran.com/kebijakan/kemendikbud-kenalkan-enam-komponen-literasi-
dasar.html (14 November 2017, pukul 11.21 WIB)

13
BAB III
PENUTUP

Abad ke-21 ditandai sebagai abad keterbukaan atau abad globalisasi, artinya
kehidupan manusia pada abad ke-21 mengalami perubahan-perubahan yang
fundamental. Dikatakan abad ke-21 adalah abad yang meminta kualitas dalam
segala usaha dan hasil kerja manusia. Dengan sendirinya abad ke-21 meminta
sumberdaya manusia yang berkualitas. Pembenahan kualitas SDM adalah dengan
melakukan pembenahan pada sistem pendidikan. Dalam artian perlu dirancang
suatu paradigma baru yang menuntut terobosan pemikiran agar mampu
menghasilkan peserta didik yang bermutu dan dapat bersaing dalam dunia yang
serba terbuka.
Dalam menjawab tuntutan pendidikan abad 21 sekiranya perlu memperhatikan
tantangan yang dihadapi oleh suatu negara dalam menyelenggarakan sistem
pendidikannya tersebut. Tantangan pendidikan sendiri meliputi dua faktor, yakni
dari dalam (internal) dan faktor luar (ekternal). Faktor eksternal yang menjadi
tantangan bagi pendidikan ialah terdapat persaingan yang sangat kompetitif di
dunia ini yang mana menuntut adanya kompetensi dan berbagai keterampilan yang
memadai. Selain itu pula, di zaman modern segalanya serba canggih, bahkan
berbagai informasi (positif/negatif) dapat diakses oleh siapa saja, dimana saja, dan
kapan saja. Oleh karena itu, suatu sistem pendidikan hendaknya mampu membekali
kemampuan ‘melek informasi’ kepada peserta didik, agar mereka memiliki
wawasan luas dengan memanfaatkan berbagai literatur yang ada namun cerdas
dalam menyeleksi informasi yang diterima, sehingga peserta didik tetap memiliki
karakter yang kokoh. Adapun faktor internal yang menjadi tantangan bagi dunia
pendidikan adalah, rapuhnya moral dan karakter generasi muda (bahkan ada juga
generasi tua). Pendidikan diharapkan tidak hanya mengutamakan aspek kognitif
tetapi juga menekankan aspek sikap dan psikomotor. Dengan sistem pendidikan
inilah, diharapkan pendidikan mampu melahirkan generasi unggul yang cerdas
spiritual, cerdas intelektual serta cerdas emosional.

14
DAFTAR PUSTAKA

Maksudin. 2013. Pendidikan Karakter Nondikotomik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


Martinis Yamin. 2008. Paradigma Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta: Gaung
Persada Press
Suyadi. 2013. Mencegah Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Melalui Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Penerbit ANDI
Syaiful Sagala & Syawal Gultom. 2011. Praktik Etika Pendidikan di Seluruh
Wilayah NKRI. Bandung: Alfabeta

Internet
Aisyah Turidho. Tantangan Kurikulum dan Pembelajaran di Abad-21. Diakses
dari: Https://www.slideshare.net/mobile/aisyahturidho/tantangan-kurikulum-
dan-pembelajaran-di-abad-21 pada tanggal 14 November 2017 pukul 20.26
WIB
Doni Adhitia. 2016. Kemendikbud Kenalkan Enam Komponen Literasi Dasar.
Diakses dari: http://www.klikanggaran.com/kebijakan/kemendikbud-kenalkan-
enam-komponen-literasi-dasar.html pada tanggal 14 Nopember 2017 pukul
11.21 WIB
Dorotea Knezevic. 21st Century Skills: 6 C’S of Education. Diakses dari:
https://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://blog.awwapp.co
m/6-cs-of-education-classroom/&prev=search pada tanggal 14 Nopember 2017
pukul 11.16 WIB
Jennifer Rita Nichols. 2015. 4 Essential Rules Of 21st Century Learning. Diakses
dari: https://www.teachthought.com/learning/4-essential-rules-of-21st-
century-learning/ pada tanggal 14 Nopember 2017 pukul 10.53 WIB
Komarudin Sukmana. 2016. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS) Untuk
Siswa SD. Diakses dari:
http://mytuaianilmu.blogspot.com/2016/10/keterampilan-berpikir-tingkat-
tinggi-.html?m=1 pada tanggal 14 Nopember 2017 pukul 21.21 WIB

Jurnal
Etistika Yuni Wijaya, dkk. 2016. Transformasi Pendidikan Abad 21 Sebagai
Tuntutan Pengembangan Sumber Daya Manusia di Era Global. Malang:
Prosiding Seminar Pendidikan Nasional Pendidikan Matematika 2016
Universitas Kanjuruhan Malang. Vol. 1: 263

15

Anda mungkin juga menyukai