Anda di halaman 1dari 18

ISU-ISU TREND

DALAM PEMBELAJARAN ABAD 21

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Isu-isu Kontenporer Pendidikan Dasar (Kebijakan & Trend Pendidikan Dsar)

Oleh :

Nama : Muhammad Ilham S


NIM : 105060304618
Kelas : 18. D
Dosen : Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph.D.

MAGISTER PENDIDIKAN DASAR


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat
petunjuk dan hidayah-Nya, sehingga makalah yang berjudul “Isu-Isu Trend
Dalam Pembelajaran Abad 21” dapat terlaksana dengan baik.
Dalam mengerjakan makalah ini, penulis banyak menemui berbagai
hambatan tetapi melalui ketekunan, kerja keras, serta do'a kepada Allah SWT
akhirnya makalah ini dapat juga selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih
jauh dari kata kesempurnaan dan dengan segala kerendahan hati penulis
mengharapkan sumbang saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak yang
bertujuan untuk memperbaiki isi maupun teknik penulisannya yang akan penulis
terima dengan lapang dada.
Semoga aktivitas keseharian kita senantiasa mendapat ridho dari Allah
SWT dan semoga makalah ini dapat memberikan nilai tambah dan manfaat bagi
kita semua.
Aamiin Yarabbal Alamiin
Makassar, Desember 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 1
C. Tujuan ..................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Belajar dan Pembelajaran Abad 21 .......................................... 5
B. Prinsip Pokok Pembelajaran Abad 21 ................................................... 6
C. Tujuan Pendidikan Nasional Abad 21 .................................................... 7
D. Pengertian Belajar dan Kesulitan Belajar .............................................. 9
E. Isu-Isu Kontemporer Matematika dan Pemecahan Masalah .................. 11

BAB III PENUTUP


A. Simpulan ................................................................................................. 21
B. Saran ....................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Belajar merupakan proses perubahan dalam pikiran dan karakter
intelektual anak didik, sedangkan pembelajaran adalah proses memfasilitasi agar
siswa belajar. Antara belajar dan pembelajaran merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan (I Gede Astawan. Harian Bernas, 08 Agustus 2016). Belajar
dimaksudkan agar terjadinya perubahan dalam pikiran dan karakter diri siswa.
Tantangan guru tidak hanya membekali keterampilan siswa saat ini, tetapi
memastikan bahwa anak didiknya sukses kelak di masa depan. Sukses artinya
anak didik setelah belajar di sekolah dapat terjun hidup di masyarakat. Untuk itu,
guru harus membekali keterampilan kepada anak didiknya sesuai dengan
kebutuhan yang dapat mereka manfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran di abad 21 ini memiliki perbedaan dengan pembelajaran di
masa yang lalu. Dahulu, pembelajaran dilakukan tanpa memperhatikan standar,
sedangkan kini memerlukan standar sebagai acuan untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Melalui standar yang telah ditetapkan, guru mempunyai pedoman
yang pasti tentang apa yang diajarkan dan yang hendak dicapai. Kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi telah merubah gaya hidup manusia, baik
dalam bekerja, bersosialisasi, bermain maupun belajar. Memasuki abad 21
kemajuan teknologi tersebut telah memasuki berbagai sendi kehidupan, tidak
terkecuali dibidang pendidikan. Guru dan siswa, dosen dan mahasiswa, pendidik
dan peserta didik dituntut memiliki kemampuan belajar mengajar di abad 21 ini.
Sejumlah tantangan dan peluang harus dihadapi siswa dan guru agar dapat
bertahan dalam abad pengetahuan di era informasi ini (Yana, 2013).
Pendidikan Nasional abad 21 bertujuan untuk mewujudkan cita-cita
bangsa, yaitu masyarakat bangsa Indonesia yang sejahtera dan bahagia, dengan
kedudukan yang terhormat dan setara dengan bangsa lain dalam dunia global,
melalui pembentukan masyarakat yang terdiri dari sumber daya manusia yang

1
berkualitas, yaitu pribadi yang mandiri, berkemauan dan berkemampuan untuk
mewujudkan cita-cita bangsanya (BSNP, 2010).
Di Abad-21 ini kita ditantang untuk mampu menciptakan tata-pendidikan
yang dapat ikut menghasilkan sumber daya pemikir yang mampu ikut
membangun tatanan sosial dan ekonomi sadar-pengetahuan sebagaimana layaknya
warga dunia di Abad-21. Tentu saja dalam memandang ke depan dan merancang
langkah kita tidak boleh sama sekali berpaling dari kenyatan yang mengikat kita
dengan realita kehidupan. (BSNP, 2010: 22)Berbagai upaya dalam rangka
peningkatan mutu pendidikanpun senantiasa dilakukan, disesuaikan dengan
perkembangan situasi dan kondisi, serta era yang terjadi. Dalam konteks
Pendidikan di Abad-21 ini ada pihak-pihak yang menyikapinya sebagai sebuah
peluang, namun ada juga yang memandangnya sebagai tantangan atau hambatan,
atau cara-cara lain dalam menyikapinya, tergantung dari kemampuan serta cara
pandang masing-masing. Makalah sederhana ini mencoba membahas sekelumit
tentang Isu-Isu Trend Dalam Pembelajaran Abad 2.

B. Rumusan Masalah
1. Konsep Belajar dan Pembelajaran Abad 21
2. Prinsip Pokok Pembelajaran Abad 21
3. Tujuan Pendidikan Nasional Abad 21

C. Tujuan Penulisan
1. Konsep Belajar dan Pembelajaran Abad 21
2. Prinsip Pokok Pembelajaran Abad 21
3. Tujuan Pendidikan Nasional Abad 21

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Isu Konsep Belajar dan Pembelajaran Abad 21


Untuk mengembangkan pembelajaran abad 21, guru harus memulai satu
langkah perubahan yaitu merubah pola pembelajaran tradisional yang berpusat
pada guru menjadi pola pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pola
pembelajaran yang tradisional bisa dipahami sebagai pola pembelajaran dimana
guru banyak memberikan ceramah sedangkan siswa lebih banyak mendengar,
mencatat dan menghafal.
Untuk mampu mengembangkan pembelajaran abad 21 ini ada beberapa
hal yang penting untuk diperhatikan yaitu antara lain :
1. Tugas Utama Guru Sebagai Perencana Pembelajaran
Sebagai fasilitator dan pengelola kelas maka tugas guru yang penting adalah
dalam pembuatan RPP. RPP haruslah baik dan detil dan mampu menjelaskan
semua proses yang akan terjadi dalam kelas termasuk proses penilaian dan
target yang ingin dicapai. Dalam menyusun RPP, guru harus mampu
mengkombinasikan antara target yang diminta dalam kurikulum nasional,
pengembangan kecakapan abad 21 atau karakter nasional serta pemanfaatan
teknologi dalam kelas.
2. Masukkan unsur Berpikir Tingkat Tinggi (Higher Order Thinking)
Teknologi dalam hal ini khususnya internet akan sangat memudahkan siswa
untuk memperoleh informasi dan jawaban dari persoalan yang disampaikan
oleh guru. Untuk permasalahan yang bersifat pengetahuan dan pemahaman
bisa dicari solusinya dengan sangat mudah da nada kecenderungan bahwa
siswa hanya menjadi pengumpul informasi. Guru harus mampu memberikan
tugas di tingkat aplikasi, analisa, evaluasi dan kreasi, hal ini akan mendorong

3
siswa untuk berpikir kritis dan membaca informasi yang mereka kumpulkan
sebelum menyelasikan tugas dari guru.
3. Penerapan pola pendekatan dan model pembelajaran yang bervariasi
Beberapa pendekatan pembelajaran seperti pembelajaran berbasis proyek
(Project Based Learning), pembelajaran berbasis keingintahuan (Inquiry
Based Learning) serta model pembelajaran silang (jigsaw) maupun model
kelas terbalik (Flipped Classroom) dapat diterapkan oleh guru untuk
memperkaya pengalaman belajar siswa (Learning Experience). Satu hal yang
perlu dipahami bahwa siswa harus mengerti dan memahami hubungan antara
ilmu yang dipelajari di sekolah dengan kehidupan nyata, siswa harus mampu
menerapkan ilmunya untuk mencari solusi permasalahan dalam kehidupan
nyata. Hal ini yang membuat Indonesia mendapatkan peringkat rendah (64
dari 65 negara) dari nilai PISA di tahun 2012, siswa Indonesia tidak biasa
menghubungkan ilmu dengan permasalahan riil kehidupan.
4. Integrasi Teknologi
Sekolah dimana siswa dan guru mempunyai akses teknologi yang baik harus
mampu memanfaatkan teknologi dalam proses pembelajaran, siswa harus
terbiasa bekerja dengan teknologi seperti layaknya orang yang bekerja.
Seringkali guru mengeluhkan mengenai fasilitas teknologi yang belum
mereka miliki, satu hal saja bahwa pengembangan pembelajaran abad 21 bisa
dilakukan tanpa unsur teknologi, yang terpenting adalah guru yang baik yang
bisa mengembangkan proses pembelajaran yang aktif dan kolaboratif, namun
tentu saja guru harus berusaha untuk menguasai teknologinya terlebih
dahulu.Hal yang paling mendasar yang harus diingat bahwasannya teknologi
tidak akan menjadi alat bantu yang baik dan kuat apabila pola
pembelajarannya masih tradisional.
Dalam buku paradigma pendidikan nasional abad XXI yang diterbitkan
Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) atau membaca isi Pemendikbud No.
65 tahun 2013 tentang Standar Proses, BSNP merumuskan 16 prinsip
pembelajaran yang harus dipenuhi dalam proses pendidikan abad ke-21.

4
Sedangkan Pemendikbud No. 65 tahun 2013 mengemukakan 14 prinsip
pembelajaran, terkait dengan implementasi Kurikulum 2013.
Sementara itu, Jennifer Nichols menyederhanakannya ke dalam 4 prinsip
pokok pembelajaran abad ke 21yang dijelaskan dan dikembangkan seperti berikut
ini:
1. Instruction should be student-centered
Pengembangan pembelajaran seyogyanya menggunakan pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa ditempatkan sebagai subyek
pembelajaran yang secara aktif mengembangkan minat dan potensi yang
dimilikinya. Siswa tidak lagi dituntut untuk mendengarkan dan menghafal
materi pelajaran yang diberikan guru, tetapi berupaya mengkonstruksi
pengetahuan dan keterampilannya, sesuai dengan kapasitas dan tingkat
perkembangan berfikirnya, sambil diajak berkontribusi untuk memecahkan
masalah-masalah nyata yang terjadi di masyarakat.
2. Education should be collaborative
Siswa harus dibelajarkan untuk bisa berkolaborasi dengan orang lain.
Berkolaborasi dengan orang-orang yang berbeda dalam latar budaya dan
nilai-nilai yang dianutnya. Dalam menggali informasi dan membangun
makna, siswa perlu didorong untuk bisa berkolaborasi dengan teman-teman di
kelasnya. Dalam mengerjakan suatu proyek, siswa perlu dibelajarkan
bagaimana menghargai kekuatan dan talenta setiap orang serta bagaimana
mengambil peran dan menyesuaikan diri secara tepat dengan mereka.
3. Learning should have context
Pembelajaran tidak akan banyak berarti jika tidak memberi dampak terhadap
kehidupan siswa di luar sekolah. Oleh karena itu, materi pelajaran perlu
dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Guru mengembangkan metode
pembelajaran yang memungkinkan siswa terhubung dengan dunia nyata (real
word). Guru membantu siswa agar dapat menemukan nilai, makna dan
keyakinan atas apa yang sedang dipelajarinya serta dapat mengaplikasikan
dalam kehidupan sehari-harinya. Guru melakukan penilaian kinerja siswa
yang dikaitkan dengan dunia nyata.

5
4. Schools should be integrated with society
Dalam upaya mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang bertanggung
jawab, sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi siswa untuk terlibat dalam
lingkungan sosialnya. Misalnya, mengadakan kegiatan pengabdian
masyarakat, dimana siswa dapat belajar mengambil peran dan melakukan
aktivitas tertentu dalam lingkungan sosial. Siswa dapat dilibatkan dalam
berbagai pengembangan program yang ada di masyarakat, seperti: program
kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, dan sebagainya. Selain itu, siswa
perlu diajak pula mengunjungi panti-panti asuhan untuk melatih kepekaan
empati dan kepedulian sosialnya.
B. Tujuan Pendidikan Nasional di Abad-21
Tujuan Pendidikan Nasional di Abad-21 adalah cita-cita setiap bangsa
untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi seluruh rakyatnya, dan
hidup sejajar dan terhormat di kalangan bangsa-bangsa lain. Demikian pula
bangsa Indonesia bercita-cita untuk hidup dalam kesejahteraan dan kebahagiaan,
duduk sama rendah dan tegak sama tinggi serta terhormat di kalangan bangsa-
bangsa lain di dunia global di Abad-21 ini. Semua ini dapat dan harus dicapai
dengan kemauan dan kemampuan sendiri, yang hanya dapat
ditumbuhkembangkan melalui pendidikan yang harus diikuti oleh seluruh anak
bangsa.
Tujuan pendidikan nasional di Abad-21 dapat dirumuskan sebagai berikut
ini. Pendidikan Nasional di Abad-21 bertujuan untuk mewujudkan cita-cita
bangsa, yaitu masyarakat bangsa Indonesia yang sejahtera dan bahagia, dengan
kedudukan yang terhormat dan setara dengan bangsa lain dalam dunia global,
melalui pembentukan masyarakat yang terdiri dari sumber daya manusia yang
berkualitas, yaitu pribadi yang mandiri, berkemauan dan berkemampuan untuk
mewujudkan cita-cita bangsanya. (BSNP, 2010: 39)
C. Isu Paradigma Pendidikan Nasional di Abad-21
Paradigma Pendidikan dapat dirumuskan sebagai: ”suatu cara
memandang dan memahami pendidikan, dan dari sudut pandang ini kita
mengamati dan memahami masalah-masalah pendidikan yang dihadapi dan

6
mencari cara mengatasi permasalahan tersebut”. Sementara “Paradigma
pendidikan nasional adalah suatu cara memandang dan memahami pendidikan
nasional, dan dari sudut pandang ini kita mengamati dan memahami masalah dan
permasalahan yang dihadapi dalam pendidikan nasional, dan mencari cara
mengatasi permasalahan tersebut.” (BSNP, 2010: 6)
Terkait dengan paradigma Pendidikan Nasional ini, Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 telah mengamanatkan empat tujuan kemerdekaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yakni: melindungi segenap wilayah
Indonesia dan seluruh wilayah tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Sementara
itu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pada pasal 1 angka 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara. Untuk mewujudkan pembelajaran yang dimaksud, dalam undang-undang
ditegaskan perlu disusun delapan standar nasional pendidikan.
Pertanyaannya adalah: Dengan munculnya berbagai fenomena
pendidikan di Abad-21 ini, mampukah bangsa Indonesia mencapai tujuan/cita-cita
luhur yang telah dicanangkan oleh para pendiri NKRI ini? Tentunya tidak
mustahil kita mampu, manakala kita memiliki sumberdaya manusia (SDM) yang
kompeten, yang akan mengantarkan bangsa Indonesia menjadi kekuatan ekonomi
dunia yang patut diperhitungkan. Namun jika SDM yang kita miliki kurang
memiliki kompetensi yang memadai, maka potensi itu justru akan menjadi beban
berat luar biasa bagi negara. Maka langkah tepat dan cepat perlu diambil untuk
menjamin terbentuknya generasi yang kompeten sesuai dengan tuntutan
perkembangan, salah satunya adalah selalu melakukan pengembangankurikulum
dari waktu ke waktu.

7
Terkait dengan itu, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
sebagaimana dimuat dalam Paradigma Pendidikan Nasional Di Abad-21,
mengemukakan, paradigma pendidikan yang demokratis, bernuansa permainan,
penuh keterbukaan, menantang, melatih rasa tanggung jawab, akan merangsang
anak didik untuk datang ke sekolah atau ke kampus karena senang, bukan karena
terpaksa. Meminjam kata-kata Ackoff & Greenberg (2008): “Education does not
depend on teaching, but rather on the self-motivated, curiosity and self-initiated
actions of the learner.” (BSNP, 2010: 38)
Dengan mengacu pada paradigma pendidikanserta paradigma pendidikan
nasional, BSNP merumuskan 8 paradigma pendidikan nasional di Abad-21
sebagai berikut:
1. Untuk menghadapi di Abad-21 yang makin syarat dengan teknologi dan sains
dalam masyarakat global di dunia ini, maka pendidikan kita haruslah
berorientasi pada matematika dan sains disertai dengan sains sosial dan
kemanusiaan (humaniora) dengan keseimbangan yang wajar.
2. Pendidikan bukan hanya membuat seorang peserta didik berpengetahuan,
melainkan juga menganut sikap keilmuan dan terhadap ilmu dan teknologi,
yaitu kritis, logis, inventif dan inovatif, serta konsisten, namun disertai pula
dengan kemampuan beradaptasi. Di samping memberikan ilmu dan teknologi,
pendidikan ini harus disertai dengan menanamkan nilai-nilai luhur dan
menumbuh kembangkan sikap terpuji untuk hidup dalam masyarakat yang
sejahtera dan bahagia di lingkup nasional maupun di lingkup antarbangsa
dengan saling menghormati dan saling dihormati.
3. Untuk mencapai ini mulai dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
menengah dan pendidikan tinggi haruslah merupakan suatu sistem yang
tersambung erat tanpa celah, setiap jenjang menunjang penuh jenjang
berikutnya, menuju ke frontier ilmu. Namun demikian, penting pula pada
akhir setiap jenjang, di samping jenjang untuk ke pendidikan berikutnya,
terbuka pula jenjang untuk langsung terjun ke masyarakat.
4. Bagaimanapun juga, pada setiap jenjang pendidikan perlu ditanamkan jiwa
kemandirian, karena kemandirian pribadi mendasari kemandirian bangsa,

8
kemandirian dalam melakukan kerjasama yang saling menghargai dan
menghormati, untuk kepentingan bangsa.
5. Khusus di perguruan tinggi, dalam menghadapi konvergensi berbagai bidang
ilmu dan teknologi, maka perlu dihindarkan spesialisasi yang terlalu awal dan
terlalu tajam.
6. Dalam pelaksanaan pendidikan perlu diperhatikan kebhinnekaan etnis,
budaya, agama dan sosial, terutama di jenjang pendidikan awal. Namun
demikian, pelaksanaan pendidikan yang berbeda ini diarahkan menuju ke satu
pola pendidikan nasional yang bermutu.
7. Untuk memungkinkan seluruh warganegara mengenyam pendidikan sampai
ke jenjang pendidikan yang sesuai dengan kemampuannya, pada dasarnya
pendidikan harus dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat dengan
mengikuti kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah (pusat dan daerah).
8. Untuk menjamin terlaksananya pendidikan yang berkualitas, sistem
monitoring yang benar dan evaluasi yang berkesinambungan perlu
dikembangkan dan dilaksanakan dengan konsisten. Lembaga pendidikan
yang tudak menunjukkan kinerja yang baik harus dihentikan. (BSNP, 2010:
43)
D. Berbagai Tantangan Pendidikan Di Abad-21
Terkait dengan berbagai fenomena, serta paradigma dan tujuan pendidikan
nasional di Abad-21, maka kita menghadapi berbagai tantangan yang tentu saja
tidak semuanya bisa dibahas pada kesempatan kali ini. Berikut akan dibahas lima
tantangan Pendidikan di Abad-2, yang meliputi:
1. Pergeseran Paradigma Pendidikan
Pendidikan di Abad-21 perlu mempertimbangkan berbagai hal, baik
kompetensi lulusan, isi/konten pendidikan, maupun proses pembelajarannya,
sehingga pendidikan di Abad-21 harus memperhatikan hal-hal berikut: (1)
Pemanfaatan Teknologi Pendidikan, (2) Peran Strategis Guru/Dosen dan Peserta
Didik, (3) Metode Belajar Mengajar Kreatif, (4) Materi Ajar yang Kontekstual,
dan(5) Struktur Kurikulum Mandiri berbasis Individu. (BSNP, 2010: 46-47)

9
Terkait dengan Pergeseran Paradigma Pendidikan di Abad-21, BNSP
merumuskan 16 prinsip pembelajaran yang harus dipenuhi dalam proses
pendidikan abad ke-21, yaitu: (1) dari berpusat pada guru menuju berpusat pada
siswa, (2) dari satu arah menuju interaktif, (3) dari isolasi menuju lingkungan
jejaring, (4) dari pasif menuju aktif-menyelidiki, (5) dari maya/abstrak menuju
konteks dunia nyata, (6) dari pribadi menuju pembelajaran berbasis tim, (7) dari
luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah keterikatan, (8) dari stimulasi
rasa tunggal menuju stimulasi ke sehala penjuru, (9) dari alat tunggal menuju
alat multimedia, (10) dari hubungan satu arah bergeser menuju kooperatif, (11)
dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan, (12) dari usaha sadar tunggal
menuju jamak, (13) dari satu ilmu dan teknologi bergeser menuju pengetahuan
disiplin jamak, (14) dari kontrol terpusat menuju otonomi dan kepercayaan, (15)
dari pemikiran faktual menuju kritis, dan (16) dari penyampaian pengetahuan
menuju pertukaran pengetahuan. (BSNP, 2010: 48-50).
Sementara hal yang senada dikemukakan dalam Pemendikbud No. 65
tahun 2013 tentang Standar Proses, yang merumuskan 14 prinsip pembelajaran,
terkait dengan implementasi Kurikulum 2013, yang meliputi: (1) dari
pesertadidik diberi tahu menuju pesertadidik mencari tahu; (2) dari guru sebagai
satu-satunya sumber belajarmenjadi belajar berbasis aneka sumberbelajar; (3)
dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan
pendekatan ilmiah; (4) dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran
berbasis kompetensi; (5) dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran
terpadu; (6) daripembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju
pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi; (7) dari
pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif; (8) peningkatan dan
keseimbangan antara keterampilan
2. Penyiapan Kompetensi Sumber Daya Manusia di Abad-21
Dari seluruh komponen dan aspek pertumbuhan yang ada, manusia
merupakan faktor yang terpenting karena merupakan pelaku utama dari berbagai
proses dan aktivitas kehidupan. Oleh karena itulah maka berbagai negara di
dunia berusaha untuk merumuskan karakteristik manusia di Abad-21.Menurut

10
“21st Century Partnership Learning Framework”, terdapat sejumlah kompetensi
dan/atau keahlian yang harus dimiliki oleh Sumber Daya Manusia (SDM)di
Abad-21, yaitu:
a. Kemampaun berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thinking and
Problem-Solving Skills)– mampu berfikir secara kritis, lateral, dan sistemik,
terutama dalam konteks pemecahan masalah;
b. Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama (Communication and
Collaboration Skills) - mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara
efektif dengan berbagai pihak;
c. Kemampuan mencipta dan membaharui (Creativity and Innovation Skills) –
mampu mengembangkan kreativitas yang dimilikinya untuk menghasilkan
berbagai terobosan yang inovatif;
d. Literasi teknologi informasi dan komunikasi (Information and
Communications Technology Literacy) – mampu memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kinerja dan aktivitas sehari-
hari;
e. Kemampuan belajar kontekstual (Contextual Learning Skills) – mampu
menjalani aktivitas pembelajaran mandiri yang kontekstual sebagai bagian
dari pengembangan pribadi;
f. Kemampuan informasi dan literasi media (Information and Media Literacy
Skills) – mampu memahami dan menggunakan berbagai media komunikasi
untuk menyampaikan beragam gagasan dan melaksanakan aktivitas
kolaborasi serta interaksi dengan beragam pihak. (BSNP, 2010: 44-45)
E. Isu-isu yang Menjadi Permasalah Mendasar Pendidikan di Indonesia
Bagi orang-orang yang berkompeten terhadap bidang pendidikan akan
menyadari bahwa dunia pendidikan kita sampai saat ini masih mengalami
“sakit”. Dunia pendidikan yang “sakit” ini disebabkan karena pendidikan yang
seharusnya membuat manusia menjadi manusia, tetapi dalam kenyataannya
seringkali tidak begitu. Seringkali pendidikan tidak memanusiakan manusia.
Kepribadian manusia cenderung direduksi oleh sistem pendidikan yang ada

11
Masalah pertama adalah bahwa pendidikan, khususnya di Indonesia,
menghasilkan “manusia robot”. Kami katakan demikian karena pendidikan yang
diberikan ternyata berat sebelah, dengan kata lain tidak seimbang. Pendidikan
ternyata mengorbankan keutuhan, kurang seimbang antara belajar yang berpikir
(kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Jadi unsur integrasi
cenderung semakin hilang, yang terjadi adalah disintegrasi. Padahal belajar tidak
hanya berfikir. Sebab ketika orang sedang belajar, maka orang yang sedang
belajar tersebut melakukan berbagai macam kegiatan, seperti mengamati,
membandingkan, meragukan, menyukai, semangat dan sebagainya. Hal yang
sering disinyalir ialah pendidikan seringkali dipraktekkan sebagai sederetan
instruksi dari guru kepada murid. Apalagi dengan istilah yang sekarang sering
digembar-gemborkan sebagai “pendidikan yang menciptakan manusia siap
pakai. Dan “siap pakai” di sini berarti menghasilkan tenaga-tenaga yang
dibutuhkan dalam pengembangan dan persaingan bidang industri dan teknologi.
Memperhatikan secara kritis hal tersebut, akan nampak bahwa dalam hal ini
manusia dipandang sama seperti bahan atau komponen pendukung industri. Itu
berarti, lembaga pendidikan diharapkan mampu menjadi lembaga produksi
sebagai penghasil bahan atau komponen dengan kualitas tertentu yang dituntut
pasar. Kenyataan ini nampaknya justru disambut dengan antusias oleh banyak
lembaga pendidikan.
Masalah kedua adalah sistem pendidikan yang top-down (dari atas ke
bawah) atau kalau menggunakan istilah Paulo Freire (seorang tokoh pendidik
dari Amerika Latin) adalah pendidikan gaya bank. Sistem pendidikan ini sangat
tidak membebaskan karena para peserta didik (murid) dianggap manusia-
manusia yang tidak tahu apa-apa. Guru sebagai pemberi mengarahkan kepada
murid-murid untuk menghafal secara mekanis apa isi pelajaran yang diceritakan.
Guru sebagai pengisi dan murid sebagai yang diisi. Otak murid dipandang
sebagai safe deposit box, dimana pengetahuan dari guru ditransfer kedalam otak
murid dan bila sewaktu-waktu diperlukan, pengetahuan tersebut tinggal diambil
saja. Murid hanya menampung apa saja yang disampaikan guru. Jadi
hubungannya adalah guru sebagai subyek dan murid sebagai obyek. Model

12
pendidikan ini tidak membebaskan karena sangat menindas para murid. Freire
mengatakan bahwa dalam pendidikan gaya bank pengetahuan merupakan sebuah
anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap dirinya
berpengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak mempunyai pengetahuan
apa-apa.
Yang ketiga, dari model pendidikan yang demikian maka manusia yang
dihasilkan pendidikan ini hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan
bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Manusia sebagai objek (yang
adalah wujud dari dehumanisasi) merupakan fenomena yang justru bertolak
belakang dengan visi humanisasi, menyebabkan manusia tercerabut dari akar-
akar budayanya (seperti di dunia Timur/Asia). Bukankah kita telah sama-sama
melihat bagaimana kaum muda zaman ini begitu gandrung dengan hal-hal yang
berbau Barat? Oleh karena itu strategi pendidikan di Indonesia harus terlebur
dalam “strategi kebudayaan Asia”, sebab Asia kini telah berkembang sebagai
salah satu kawasan penentu yang strategis dalam bidang ekonomi, sosial, budaya
bahkan politik internasional. Bukan bermaksud anti-Barat kalau hal ini penulis
kemukakan. Melainkan justru hendak mengajak kita semua untuk melihat
kenyataan ini sebagai sebuah tantangan bagi dunia pendidikan kita. Mampukah
kita menjadikan lembaga pendidikan sebagai sarana interaksi kultural untuk
membentuk manusia yang sadar akan tradisi dan kebudayaan serta keberadaan
masyarakatnya sekaligus juga mampu menerima dan menghargai keberadaan
tradisi, budaya dan situasi masyarakat lain? Dalam hal ini, makna pendidikan
menurut Ki Hajar Dewantara menjadi sangat relevan untuk direnungkan

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembelajaran di abad 21 ini memiliki perbedaan dengan pembelajaran di
masa yang lalu. Untuk mengembangkan pembelajaran abad 21, guru harus
memulai satu langkah perubahan yaitu merubah pola pembelajaran tradisional
yang berpusat pada guru menjadi pola pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Untuk menghadapi berbagai Tantangan Pendidikan di Abad-21,
diperlukan sejumlah prasyarat di mana semua pihak perlu memiliki komitmen,
memahami berbagai permasalahan terkait dengan berbagai tantangan Pendidikan
di Abad-21, memiliki sarana dan prasarana pendukung yang memadai, serta
mampu & mau memanfaatkan ilmu dan teknologi yang tersedia. Semoga dengan
memahami secara komprehensif TantanganPendidikan di Abad-21, kitadapat
memanfaatkan secara optimal dalam pembelajaran yang dilaksanakan. Demikian
juga halnya dengan memahami berbagai Tantangan Pendidikan di Abad-21, kita
dapat menghindari tantangan tersebut, serta mampu mengantarkan bangsa ini
menjadi bangsa yang bermartabat di mata bangsanya maupun di mata
internasional.
B. Saran
Guru harus memulai satu langkah perubahan yaitu merubah pola
pembelajaran tradisional, Dalam upaya mempersiapkan siswa menjadi warga
negara yang bertanggung jawab, sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi siswa
untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya.
sebaik apa pun kurikulum dan sistem pendidikan yang ada, tanpa
didukung mutu pendidik yang memenuhi syarat maka semuanya akan sia-sia.
pendidik dan tenaga kependidikan perlu memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan,
kompetensi yang terstandar serta mampu mendukung dan menyelenggarakan
pendidikan secara profesional. Pola pembelajaran yang tradisional bisa dipahami
sebagai pola pembelajaran dimana guru banyak memberikan ceramah sedangkan
siswa lebih banyak mendengar, mencatat dan menghafal.

14
DAFTAR PUSTAKA

Astawan, I Gede. “Belajar dan Pembelajaran Abad 21,” Harian Bernas, 08


Agustus 2016

BSNP. (2010). ParadigmaPendidikan Nasional Abad XXI. [Online]. Tersedia:


http://www.bsnp-indonesia.org/id/wp-content/uploads/2012/04/Laporan-
BSNP-2010.pdf diakses pada tanggal 2 Desember 2018.

Rita Nichols, Jennifer. “Four Essential Rules Of 21st Century Learning.”


[Online]. Tersedia: http://www.teachthought.com/learning/4-essential-rules-
of-21st-century-learning/ diakses pada tanggal 2 Desember 2018.

Yana. 2013. Pendidikan Abad 21. [Online]. Tersedia: http://yana.staf.upi.edu


/2015/10/11/ pendidikan-abad-21/ diakses pada tanggal 2 Desember 2018.

Mursida, Irfan Jaya. 2010. https://van88.wordpress.com/makalah-permasalahan-


pendidikan-di-indonesia/

15

Anda mungkin juga menyukai