AKHLAK BERNEGARA
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata
Kuliah Akhlak Tasawuf
KELAS F
AKUNTANSI SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2018
ii
KATA PENGANTAR
telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini sesuai waktu yang telah ditentukan. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan serta dukungan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
Terlepas dari semua itu, dengan keterbatasan waktu, tenaga serta pengetahuan penulis
kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan kelapangan hati, kami menerima segala saran
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................6
A. Musyawarah...................................................................................7
B. Menegakkan Keadilan..................................................................12
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................22
3.1 Saran..................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................23
iv
4
BAB I
PENDAHULUAN
Modernisasi zaman yang semakin berkembang dari waktu ke waktu menuntut manusia
untuk memahami akhlak secara essensial, dalam arti bahwa manusia memahami akhlak bukan
hanya sebagai sikap atau perilaku saja. Melainkan akhlak tersebut diimplementasikan dalam
Dalam bahasan kami kali ini yaitu akhlak bernegara. Akhlak ini perlu untuk disadari oleh
kita agar kita dapat menjadi semakin kritis terhadap persoalan yang terjadi pada bangsa dan
negara kita. Bukan hanya itu, hal ini didorong dengan kekhawatiran akan bobroknya generasi
kita, apabila tidak dibekali dengan pengetahuan tentang akhlak yang cukup, untuk menjalani
kehidupan kedepannya.
Tetapi sebelum memasuki pembahasan, ada baiknya kita mengenal definisi dari akhlak
tersebut. Akhlak berasal dari kata “akhlaq”yang merupakan jamak dari “khulqu” dari bahasa
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa akhlak merupakan sikap atau
tabi’at dari seseorang. Dalam akhlak bernegara, tentunya menggambarkan sikap seseorang
terhadap bangsa dan negaranya, sikap tersebut menunjukkan jati diri dari orang tersebut.
Dengan demikian, dalam makalah kami ini akan membahas beberapa ruang lingkup dari
Musyawarah
Menegakkan keadilan
5
Oleh karena itu, untuk mempelajari dan mengenal lebih dalam tentang akhlak bernegara
dan ruang lingkupnya, maka dalam makalah ini akan dibahas secara jelas mengenai akhlak
benegara tersebut.
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud akhlak, negara, serta akhlak bernegara.
dipimpin.
6
BAB II
PEMBAHASAN
Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu
Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti
perangai, tingkah laku, atau tabiat. Cara membedakan akhlak, moral dan etika yaitu dalam etika,
untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolok ukur akal pikiran
atau rasio, sedangkan dalam moral dan susila menggunakan tolok ukur norma-norma yang
tumbuh dan berkembang dan berlangsung dalam masyarakat (adat istiadat), dan dalam akhlaq
Negara merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku
Akhlak Islam dalam kehidupan bernegara di landasi atas nilai ideologi, yaitu
menciptakan “baladtun tayyibatun wa rabbun ghafur”, atau negeri yang sejahtera dan sentosa.
Dengan membangun kemakmuran di muka bumi, maka cita – cita kebahagiaan dalam kehidupan
dunia dan akhirat akan terwujud sesuai dengan janji Allah SWT. Hal tersebut dapat dicapai
antara lain dengan akhlak yang baik, iman, dan amal. Ini bermakna bahwa manusia harus
1
Ahmad A.K. Muda. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: Reality Publisher. Hal 45-50
2
Mubarak, Zakky, dkk. 2008. Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Terintegrasi, Buku Ajar II, Manusia, Akhlak, Budi
Pekerti dan Masyarakat. Depok: Lembaga Penerbit FE UI.Hlm. 20-39
7
A. Musyawarah
Secara etimologis, musyawa rah (musyawarah) berasal dari kata syawara yang pada
mulanya bermakna mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makna ini kemudian berkembang,
sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain, termasuk
pendapat. Musyawarah dapat juga berarti mengatakan atau mengajukan sesuatu. Kata
musyawarah pada dasarnya hanya digunakan pada hal-hal yang baik, sejalan dengan makna
dasarnya.3
Karena kata musyawarah adalah bentuk mashdar dari kata kerja syawara yang dari segi
jenisnya termasuk kata kerja mufa’alah (perbuatan yang dilakukan timbal balik), maka
musyawarah harus bersifat dialogis, bukan monologis. Semua anggota musyawarah bebas
kelemahan pendapat yang dikemukakan, sehingga keputusan yang dihasilkan tidak lagi
mengandung kelemahan.
Musyawarah atau syura adalah sesuatu yang sangat penting guna menciptakan peraturan
didalam masyarakat manapun. Setiap negara maju yang menginginkan keamanan, ketentraman,
kebahagiaan dan kesuksesan bagi rakyatnya, tetap memegang prinsip musyawarah ini. Tidak
aneh jika islam sangat memperhatikan dasar musyawarah ini. Islam menanamkan salah satu surat
mukminin, antara lain, bahwa kehidupan mereka itu berdsarkan atas musyawarah, bahkan segala
urusan mereka diputuskan berdasarkan musyawarah diantara mereka. Sesuatu hal yang
3
M.Quraish Shihab, Wawasan Al - Qur’an, Tafsir Mau’dhui atas Berbagai Persoalan Ummat (bandung, Mizan, 1996) hal. 469.
8
menunjukan betapa pentingnya musyawarah adalah bahwa aat tentang musyawarah itu
dihubungkan dengan kewajiban sholat dan menjauhi perbuatan keji.4 Allah SWT berfirman :
م
HاHمHوم ىHرHوHَُ وأَ رهُ ش وال ذين ا ستَ جابُوا ل رب'ِه وأَقَا موا ال
HنHْHيHَب ل َة م م م ّ
ّص
“Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, dan
apabila mereka marah mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima
(mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan)
dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami
Dalam ayat diatas, Syura’ atau musyawarah sebagai sifat ketiga bagi masyarakat Islam
dituturkan sesudah Iman dan sholat. Menurut Taufik Asy-Syawi, hal ini memberi pengertian
bahwa musyawarah mempunyai martabat sesudah ibadah terpenting, yaitu sholat, sekaligus
memberikan pengertian bahwa Musyawarah merupan salah satu ibadah yang tingkatannya sama
dengan sholat Dan Zakat. Maka masyarakat mengabaikannya dianggap suatau masyarakat yang
2. Lapangan Musyawarah
Berbeda dengan teori demokrasi pada umumnya, di mana segala sesuatu bisa dan harus
rakyat, maka isalam memberi batasan hal-hal apa saja yang boleh dimusyawarahkan.
Karena musyawarah adalah pendapat orang, maka apa-apa yang sudah ditetapkan oleh
nash (Al-Qur’an dan As-Sunnah) tidak boleh dimusyawarahkan, sebab pendapat orang tidak
boleh mengungguli Wahyu (Al-Qur’an dan As-Sunnah) jadi musyawarah hanyalah terbatas pada
hal hal yang bersifat Ijtihadiyah. Para sahabat pun jika dimintakan pendapat tentang suatu hal,
terlebih dahulu mereka menanyakannya kepada Rasulullah SAW, apakah masalah yang
dibicarakan telah diwahyukan oleh Allah atau meruakan ijtihad Nabi, maka mereka
mengemukakan pendapat.
Tentang tatacara musyawarah serta keharusan mengikuti tatacara itu, tidak ada nash Al-
Qur’an dan As-Sunnah yang menerangkannya, juga tidak ada nas yang mengharuskan
ditetapkannya jumlah anggota majlis permusyawaratan dan cara menghadirkan para anggota.
Tatacara musyawarah yang dilakukan oleh Rasulullah ternyata sangat bervariasi ; (1)
Kadang kala seseorang memberikan pertimbangan kepada beliau, lalu beliau melihat pendapat
itu benar, maka beliau mengamalkannya. Seperti pendapat Al-Hubab ibn al-Mundzir tentang
pemilihan tempat yang strategis dalam perang Badar dan pendapat Salman al-Farisi tentang
penggalian parik pertahanan dalam perang Khandak; (2) Kadan-kadang beliau bermusyawarah
dengan dua atau tiga orang saja. Kebanyakan dengan Abubakar dan Umar; (3)kadang kala beliau
1
bermusyawarag denga seluruh massa dan melalui cara perwakilan, seperti yang terjadi setelah
perang Hunain tentang rampasan perang dan permohonan bantuan melalui utusan Hawazin.6
Dari beberapa peristiwa bervariasi diatas kita dapat menyimpulkan bahwa tatacara
musyawarah, anggota Musyawarah, bisa selalu berkembang sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan zaman, tetapi hakekat musyawarah harus selalu tegak ditengah masyarakat dan
negara.
Ada hal-hal yang harus dimusyawarahkan dengan seluruh ummat, baik langsung maupun
lewat perwakilan, dan ada hal-hal yang cukup dimusyawarahkan dengan pemimpin (ulil amri),
ulama, cendikiawan dan pihak-pihak yang berkompeten lainnya, tetapi tetap dan tidak boleh
tidak harus dengan semangat dan kejujuran , buka dengan semangat kepentingan dan
4. Sikap Bermusyawarah
Supaya musyawarah berjalan dengan lancar dan penuh persahabatan, Allah SWT
berfirman :
حبHن لالََّ ُي لَّا ت َفت لَعى ر ۖ عز ع ْن ه واستَ غ ر ه وشاور ه ي ا َْْل
َوكل ا مHَذHَف ِإ ْم ل
ْم ِ ف ْم ْم
sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
6
Muhammad Abdul kadir, Hakekat Sistem Politik Islam, Hlm.110.
1
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah
membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
Allah SWT mengisyaratkan ada beberapa sikap yang harus dilakukan dalam
bermusyawarah, yaitu sikap lemah lembut, pemaaf dan memohon ampunan Allah SWT.
1. Lemah lembut
tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala, karena jika tidak, mitra musyawarah akan
bertebaran pergi.
2. Pemaaf
Setiap orang yang bermusyawarah harus menyiapkan mental untuk selalu bersedia
memberi maaf. Karena mungkin saja ketika bermusyawarah terjadi perbedaan pendapat,
atau keluar kalimat-kalimat yang menyinggung pihak lain. Dan bila hal itu masuk
kedalam hati, akan mengeruhkan pikiran, bahkan boleh jadi akan mengubah musyawarah
menjadi pertengkaran.
Untuk mencapai hasil yang terbaik ketika musyawarah, hubungan dengan tuhanpun harus
harmonis. Oleh sebab itu, semua anggota musyawarah harus senantiasa selalu
membersihkan diri dengan cara memohon ampun kepada Allah SWT baik untuk diri
7
M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Hlm.473-475.
1
B. Menegakkan Keadilan
Istilah keadilan berasal dari kata ‘adl (bahasa arab),yang mempunyai arti antara lain sama
dan seimbang. Dalam pengertian pertama, keadilan dapat diartikan sebagai membagi sama
banyak, atau meberikan hak yang sama kepada orang-orang atau kelompok dengan status yang
sama. Misalnya semua pegawai dengan kompetensi akademis dan pengalama kerja yang sama
berhak mendapatkan gaji dan tunjangan yang sama. Semua warga negara sekalipun dengan
status sosial-ekonomi-politik- yang berbeda –beda harus tetap mendapatkan perlakuan yang
Dalam pengertian kedua, keadilan dapat diartikan dengan memberikan hak seimbang
dengan kewajiban, atau memberi seseorang sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya orang tua
yang adil akan membiayai pendidikan anak-anaknya sesuai dengan tingkat kebutuhan masing-
masing sekalipun secara normal masing-masing anak tidak mendapatkan jumlah yang sama.
Dalam hukum waris misalnya, anak laki-laki ditetapkan oleh Al-Qur’an (Q.S An-Nisa’ 4:11)
mendapatkan warisan dua kali bagian anak perempuan. Hal itu karena laki-laki setelah
berlaku adil dalam menegakkan keadilan. Perintah itu ada yang bersifat umum ada yang bersifat
غي
ِ عن ا ْلفَح َ وا م وا و َي ا ْل وا ْ ِْلح سان و ِإيتَاء ذي ا ْلقُ ر ِإ َ أْم
شاء ْل ْنكر ْل َب ْنهى َبى َعدل ن لّ ر
Hل
َا
1
عظك م ل ل ك ْم كرون
ْ
ذHَّ ت
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada
kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” ( Q.S An-Nahl 16:90)
Sedangkan yang bersifat khusus misalnya bersikap adil dalam menegakkan hukum (Q.S
An-Nisa’ 58); adil terhadap musuh (Q.S Al-Ma’idah : 8) ; adil dalam rumah tangga (Q.S An-
Nisa’: 3 dan 129); dan adil dalam berkata (Q.S Al-An’am : 152).
2. Keadilan Hukum
Islam mengajarkan bahwa semua semua orang mendapat perlakuan yang sama dan
derajat yang sama dalam hukum, tidak ada diskriminasi hukum karena perbedaan hukum, status
س
َ حكمتُ ْين النَّا ْمانا ت ى ه و َ ن ََّلال ْأم كم ن دوا
أن ْم ِإل أ ِله ِإذا ر أ ُتؤ ا ل
ا َ
صيرا سميعًا كان ن عما َيع ظكم ه ن ا ْل َتحكموا
ََّلال ََّلال دل
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S An-Nissa :
58).
Keadilan hukum harus ditegakkan walau terhadap diri sendiri, atau terhadap keluarga
1
dan orang-orang yang dicintai. Tatkala seorang sahabat yang dekat dengan Rasulullah SAW
1
meminta “keistimewaan” hukum untuk seorang wanita bangsawan yang mencuri, Rasulullah
“Apakah anda hendak meminta keistimewaan dalam pelaksanaan hukum allah? Sesungguhnya
kehancuran ummat yang terdahulu karena mereka menghukum pencuri yang lemah, dan
membiarkan pencuri yang elit. Demi allah yang memelihara jiwa saya, kalaulah Fatimah binti
Muhammad mencuri, pastilah aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (H.R. Ahmad,
orang-orang yang beriman untuk bersifat adil dalam segala aspek kehidupan, baik terhadap
diri, dan keluarganya sendiri, apalagi kepada orang lain. Bahkan kepada musuh sekalipun
seorang musuh harus tetap berlaku adil. Mari kita perhatikan beberapa nash berikut ini:
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan
kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya.
1
Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu Karena ingin menyimpang dari kebenaran.”
ََّل ط ي ا ْل َيتَام ى َفا حوا َ َ ك من ساء ْمثْ َنىHَ ْم أHُو ِإن خ ْفت
'ِالن ْنك ما ط ب ْقس واHُت
ا ل ْم
حدةً أَ و م َلك ت ما ك ذ ك د نَ ى
ْ َ َ ْم أ عHوثُ ث ع ۖ خ ْف ُت
ْي نُ ْم َ أHَأ ما ََّل ت ِد ُلوا وا نHََل ور َبا ِإ
ِل
َأ
َ
َّل تَُعولُوا
“Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja.” (Q.S An-
Nisa’ 4:3)
“Bertakwalah kepada Allah dan berlaku adillah diantara anak-anakmu.” (H.R. Muslim)
وا َفأ ص احو َب ْي هما ۖ َفِإن َغت ح ه علَىHُتَ لHَ ْقتHمن ا مؤم ن ا َطا و ِإن
َدا ما َن ِني ْل ِئ َفَتان
ِل
damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain,
hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah
Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan
hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku
صاكم ه وا ذ كمH ْو ُفHَفَا عدلُوا ولَو كان ذَا ق ربَى و َِبعهد ِأ
َ و َّ ل
ِل ل
ا
kerabat(mu) dan penuhilah janji Allah. yang demikian itu diperintahkan Allah
menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak
adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S Al-
Ma’idah 5:8)
2
Tentu masih banyak nash Al-Qur’an dan Sunnah tentang keadilan dalam seluruh
aspek kehidupan, dan dari ayat-ayat diatas cukuplah kita dapat menyimpulkan bahwa
Al-Qur’an menjelaskan bahwa Allah SWT adalah pemimpin bagi orang-orang yang
beriman :
ماتِإلَىالن
ِ جهممنَالظ وايخر
ُ منُ َّ هولِيُّال ذي َنآHلHلHا
ّور ُّل ّ
خالِ ُدون
ِمفيها صحابُالن ر أُو َٰلَِئكَأ
ّا ه
“Allah SWT pemimpin orang-orang yang beriman; dia mengeluarkan mereka dari kegelapan
(kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah
syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu
Azh-Zhulumat (kegelapan) dalam ayat diatas adalah simbol segala kekufuran, kemusyrikan,
kefasikan dan kemaksiyatan. Atau dalam bahasa sekarang Azh-zhulumat adalah bermacam-
macam ideologi atau isme-isme yang bertentangan dengan ajaran islam seperti komunisme,
An-nur adalah simbol dari kehidupan, keimanan, ketaatan dan segala kebaikan lainnya.
At-thaghut adalah sesuatu yang disembah (dipertuhan) selain dari Allah swt dan dia suka
2
dipertuhan tersebut. Menurut Sayyid kutub, adalah sesuatu yang menentang da melanggar batas
2
yang telah digariskan oleh Allah swt kepada hamba-hambanya. Dan dia berbentuk pandangan
hidup, peradaban dan lain-lain yang tidak berlandaskan ajaran Allah SWT.
Secara operasional kepemimpinan Allah SWT itu dilaksanakan oleh Rasulullah SAW, dan
sepeninggalan beliau kepemimpinan itu diteruskan oleh orang-orang yang beriman. Hal itu
yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).” (Q.S Al-
Ma’idah 5:55)
a) Kriteria Pemimpin
Pemimpin ummat atau dalam ayat diatas diistilahkan dengan waliy dan dalam ayat lain (Q.S
An-Nisa’ 4:59) disebut dengan ulil amri adalah penerus kepemimpinan Rasulullah SAW setelah
beliau meninggal dunia. Sebagai Nabi dan Rasul, nabi Muhammad Saw tidak bisa digantikan,
tapi sebagai kepala negara, pemimpin ummat, ulil amri tugas beliau dapat digantikan.
Orang-orang yang dapat dipilih menggantikan beliau sebagai pemimpin minimal harus
memenuhi empat kriteria sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Ma’idah ayat 55 diatas.
Karena ulil amri adalah penerus kepemimpinan Rasulullah Saw, sedangkan Rasul sendiri
adalah pelaksana kepemimpinan Allah Swt, maka tentu saja yang pertama sekali harus
dimiliki adalah keimanan (iman kepada Allah Swt,kepada Rasulullah dan rukun iman
yang lainnya). Tanpa keimanan kepada Allah Swt dan Rasulnya bagaimana mungkin dia
2
dapat diharapkan memimpin ummat menempuh jalan Allah Swt diatas permukaan bumi
ini.
2. Mendirikan Sholat
Sholat adalah ibadah vertikal langsung kepada Allah Swt. Seorang pemimpin yang
mendirikan sholat diharapkan memiliki hubungan yang baik dengan Allah Swt.
Diharapkan nilai-nilai kemulian dan kebaikan yang terdapat dalam sholat dapat tercermin
3. Membayarkan Zakat
Zakat adalah ibadah Mahdhah yang merupakan simbol kesuciaan dan kepedulian sosial.
Seorang pemimpin yang bezakat diharapkan selalu mensucikan hati dan hartanya. Dia
tidak akan mencari dan menikmati harta dari jalan yang tidak halal( misalnya dengan
korupsi, kolusi dan nepotisme).dan lebih dari apada itu dia mempunyai kepedulian sosial
yang tinggi terhadap kaum dhu’afa’ dan mustadh’afin. Dia akan menjadi pembela orang-
Dalam ayat diatas disebutkan pemimpin itu haruslah orang-orang yang selalu Ruku’.
Ruku’ adalah simbol kepatuhan secara mutlak kepada Allah dan Rasulnya, yang secara
kongkret dimanifestasikan dengan menjadi seorang muslim yang kafah(total), baik dalam
Kepemimpinan Allah SWT dan Rasul-Nya adalah kepemimpinan yang mutlak diikuti
dan dipatuhi. Sedangkan kepemimpinan orang-orang yang beriman adalah kepemimpinan yang
nisbi (relatif). Kepatuhan kepadanya tergantungan dengan paling kurang dua faktor : (1) faktor
2
kualitas dan integritas pemimpin tersebut; (2) faktor arah dan corak kepemimpinannya. Kemana
ummat yang dipimpinnya akan dibawah, apakah untuk menegakkan Dinullah atau tidak.
ها َيا
ُ HيHَّذHلHرس َول و طيعُوا ل ََّه طيعُوا آ ا
منوا ن ِ ُ وأHرHمHَ منْ ُْكم َْأال
ُ ولي ال
HُيHَأ أHَا َأ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara
Perintah taat kepada Rasul disebutkan secara eksplisit seperti perintah taat kepada Allah,
sementara perintah taat kepada ulil amri hanya diikutkan kepada perintah sebelumnya. Artinya
kepatuhan kepada ulil amri itu sendiri tergantung kepatuhan Ulil amri itu kepada Allah dan
rasulnya.
Untuk hal-hal yang sudah diatur dan diterapkan oleh Al-Qur’an dan Al-Hadis, sikap
pemimpin dan yang dipimpin sudah jelas, harus sama-sama tunduk pada hukum Allah. Tetapi
dalam hal-hal yang bersifat ijtihadi, ditetapkan secara musyawarah dengan mekanisme yang
telah disepakati bersama. Akan tetapi, apabila terjadi perbedaan pendapat yang tidak dapat
disepakati antara pemimpin dan yang dipimpin, maka yang diikuti adalah pemimpin. Yang
dipimpin kemudian tidak boleh menolaknya dnegan alasan pendapatnya tidak dapat diterima.
Sekalipun dalam struktur bernegara (dan juga pada level dibawahnya) ada hirarki
kepemimpinan yang mengharuskan ummat atau rakyat patuh pada pemimpinnya, tetapi dala
hubungan sehari-hari hubungan pemimpin dan yang dipimpintetaplah dilandaskan pada prinsip
ukhuwah-ukhuwah islamiyah, buka prinsip atasan dengan bawahan, atau majikan dengan buruh,,
tetapi prinsip sahabat dengan sahabat.demikianlah yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
2
Kaum muslimin yang ada disekitar beliau waktu itu dipanggil dengan sebutan sahabat-
sahabat, suatu panggilan yang menunjukkan hubungan yang horisontal, sekalipun ada kewajiban
untuk patuh sepenunya kepada beliau sebagai seorang Nabi dan Rasul. Hubungan persaudaraan
seperi itu dalam praktiknya tidaklah melemahkan kepemimpinan Rasulullah saw, tetapi malah
semakin kokoh karena tidak hanya didasari hubungan formal, tetapi juga didasari dengan
BAB III
PENUTUP
8
Prof. Dr. H. Rachmat Jatnika : Etika Berkuasa, Hlm. 73.
2
3.1. Kesimpulan
dianjurkan oleh Rasulullah SAW, yaitu akhlak bernegara, seperti yang dicontohkan oleh
Rasulullah SAW dalam kepemimpinannya. Dan salah satu yang diajarkan Rasul dalam
bernegara, yaitu menyelesaikan persoalan negara dengan musyawarah guna untuk mencapai
sebuah mufakat, karena persoalan negara tidak bisa hanya diselesaikan oleh individu,
makanya dibutuhkan musyawarah. Tapi perlu kita pahami dalam musyawarahpun ada aturan-
aturan main yang harus dijalankan. Yang kedua, dalam kepemimpinan disebuah negara
dibutuhkan sebuah sifat adil, keadilan sangat diperlukan karena dalam Al-Qur’an sendiri
keadilan harus dijalankan dalam kepemimpinan negara bahkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bukan hanya itu, bahkan terhadap musuhpun kita dianjurkan untuk adil. Yang ketiga, sebagai
orang yang dipimpin, kita mau menjalankan apa saja yang diperintahkan oleh pemimpin,
3.2. Saran
Mari kita menyiapkan diri untuk segera meneladani Rasulullah SAW secara total,
dengan menerapkan syariah Islam di seluruh aspek kehidupan bangsa ini secara total. Pilih
pemimpin yang memiliki tekad kuat untuk meneladani Rasulullah SAW dalam setiap aspek
kehidupan. Pilih pemimpin yang hanya akan menerapkan aturan Islam secara total dalam
bernegara.
DAFTAR PUSTAKA
3
Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A. 1999. Kuliah Akhlak. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.
M. Quraish Shihab. 1996. Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’I Atas Berbagai Persoalan
Muhammad Abdul Kadir. 1987. Hakekat Sistem Politik Islam. Yogyakarta : Pustaka Setia.
Taufik Asy-Syawi. 1997. Syura Bukan Demokrasi, terjemahan Djamaluddin Z.S. Jakarta : Gema
Insani Press.
Prof. Dr. H. Rachmat Djatnika. 1996. Etika Berkuasa. Jakarta : Pustaka Panjimas.