Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. SEKOLAH MERUPAKAN ORGANISASI YANG KOMPLEKS DAN UNIK


Secara etimologi sekolah adalah suatu tempat atau lembaga untuk memberi
pelajaran atau pembelajaran serta pengajaran sesuatu dengan strata masing – masing
sebagai usaha untuk mendewasakan manusia dan memanusiakan manusia (Tri Ratna,
2004).
Tinjauan teoritik ini pentng sebab diharapkan memberikan wawasan yang
menjadi landasan bagi para kepala sekolah untuk memahami lebih jauh betapa
kompleks dan uniknya suatu sekolah sebagai organisasi. Sekolah sebagai organisasi
akan ditandai pula dengan adanya ciri-ciri umum suatu organisasi. Sebuah organisasi
adalah suatu satuan kerja untuk mencapai tujuan kerja. Berkaitan dengan definisi
tersebut, terdapat indikasi-indikasi dalam kehidupan sekolah yaitu:
a) Sekolah sebagai sebuah organisasi, dimana menjadi tempat untuk mengajar dan
belajar serta tempat untuk menerima dan memberi pelajaran, terdapat orang atau
sekelompok orang yang melakukan hubungan kerjasama.
b) Sekolah merupakan tempat bergabung atau kumpulan orang-orang sebagai
sumber daya manusia dalam satuan kerja, masing-masing mempunyai hubungan
atau terikat dalam kerjasama untuk mencapai tujuan. Keberadaan sekolah sebagai
organisasi seperti halnya organisasi-organisasi lain, bersifat kompleks tetapi
sekolah memiliki ciri-ciri khususyang tidak dimiliki oleh organisasi diluar
sekolah. Sehingga kebradaan sekolah sebagai organisasi bersifat unik, dalam arti
memilki kekhususan-kekhususan yang tidak dimiliki oleh organisasi pada
umumnya, karena didalamnya terdapat beberapa unsure yang pelik, rumit, suling
dan saling berkaitan. Didalamnya bergabung berbagai manusia yang mempunyai
latar belakang yang berbeda-beda.

4.1.1. Sekolah Sebagai Birokrasi


Birokrasi sebagai salah satu system pemerintahan didalamnya ditandai dengan
adanya berbagai indikasi, seperti keduduan yang bersifat hirarki, hubungan otoritas,
fungsi-fungsi husus, peraturan dan undang-undang yang mengatur, pengelolaan,
tugas-tugas, interaksi dengan lingkungan yang mendukung. Menurtut Max Weber,
organisasi merupakan atau dapat disamakan dengan suatu kelompok kerjasama. Dan
kelompok kerja adalah suatu tata hubungan social yang diatur dan dibatasi oleh
berbagai aturan. Oleh sebab itu, organisasi sebagai birokrasi menurut Weber dan
pakar-pakar yang lain, seperti Chester Barnard, Amitai Etzione, Blakre dan Moutan
ditandai beberapa cirri pokok yang dapat dirangkum sebagai berikut:
a. Dalam organisasi terdapat proses interaksi antar kelompok manusia dalam
mencapai tujuan.
b. Dalam proses interaksi dalam mencapai tujuan ada pembagian tugas.
c. Dalam organisasi terdapat aturan yang mengatur proses interaksi diantara orang-
orang yang melakukan kerjasama.
d. Dalam organiasasi hubungan kerjasama yang ada didalamnya bersifat struktur atau
merupakan hubungan hirarki yang didalamnya berisi tentang wewenang, tanggung
jawab, dan pembagian kerja.
e. Di dalam organisasi terdapat system komunikasi dan system insentif.
Berdasarkan ciri-ciri birokratis yang dikemukakan oleh Weber diatas dapat
diteliti secara cermat apakah benar bahwa sekolah sebagai organisasi mempunyai
karakteristik atau ciri-ciri birokratis seperti tersebut diatas.
a) Sekolah sebagai organisasi didalamnya terhimpun kelompok-kelompok manusia
yang masing-masing baik secara perorangan maupun kelompok melakukan
hubungan kerja sama untuk mencapai tujuan. Kelompok-kelomok yang dimaksud
adalah sumber daya manusia yang terdiri dari: Kepala sekolah, guru-guru, tenaga
administrasi/staf, kelompok peserta didik atau siswa dan kelompok orang tua
siswa. Adapun tujuan yang ingin dicapai, yaitu tujuan pendidikan nasional seperti
yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, TAP
MPR/GBHN, Undang-Undang Nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
didalam beberapa peraturan pemerintah, serta dalam Surat Keputusan Menteri.
b) Pada setiap organisasi didalamnya selalu ada pembagian tugas. Pembagian tugas
ini diadakan untuk mendukung agar proses interaksi manusia dapat dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya. Demikian pula di dalam kehidupan sekolah pembagian
tugas ini dilaksanakan dengan tegas, sehingga masing-masing kelompok dan
orang-orang dengan jelas melakukan tugas apa, kapan, bagaimana dilakukan. Oleh
sebab itu ada pembagian fungsi:
1. Guru bidang Studi (mata pelajaran, pembimbing, piket/jaga);
2. Di lingkungan staf ada tugas-tugas yang khusus dalam hal keuangan,
kepegawaian, perlengkapan dan sebagainya.
Seluruh siswa sebagai peserta didik pun dikelompok-kelompokkan kedalam
siswa kelas I, II, dan III ada kelompok siswa kategori berprestasi, bermasalah,
dan sebagainya. Demikian pula orang tua siswa dihimpun kedalam satu
hubungan organisasi yang didalamnya dilakukan pembagian tugas untuk lebih
mendukung kelancaran pencapaian tujuan.
c) Pada setiap organisasi selalu memiliki serangkaian peraturan yang berperan untuk
mengatur dan mempedomani proses interaksi. Demikian pula kegiatan proses
interaksi disekolah diikat dan selalu diatur dengan serangkaian peraturan sehingga
kegiatan atau proses interaksi akan berjalan teratur, terencana, berkelanjutan dan
terkoordinasi. Ada bermacam-macam peraturan, ada yang berkaitan dengan
pelaksanaan pelajaran, seperti:
1. Program yang meliputi:
a. Pengelompok Program
b. Lama Pendidikan
c. Susunan Program Kurikulum
2. Pelaksanaan yang meliputi:
a. Kegiatan Pengajaran
b. Pendekatan dan Strategi Belajar Mengajar
c. Pola Penyelenggaraan
3. Penilaian yang mencakup:
a. Penilaian Kegiatan Dan Kemajuan Belajar
b. Penilaian Hasil Belajar
d) Hubungan struktur atau hubungan hirarki yang didalamnya berisi tentang
wewenang, tanggung jawab dan pembagian tugas tidak lain untuk memberikan
ketegasan hak-hak dan kewajiban seseorang atau sekelompok dalam pencapaian
tujuan organisasi. Konsekuensi daripada hubungan struktur (hierarchy of
authority) ini berarti ada kelompok orang yang mempunyai kewenangan untuk
memberi perintah (authority) ada sekelompok orang yang berkewajiban mendapat
perintah untuk dikerjakan, baik secara perseorangan atau berkelompok. Dengan
kata lain ada pemimpin dan ada yang dipimpin. Hubungan struktur atau hierarki
otoritas ini dalam kehidupan sekolah dapat dilihat keberadaan kepala sekolah
sebagai pemimpin atau seseorang yang diberi tugas untuk memimpin sekolah
dengan kelompok guru dan tenaga fungsional yang Iain, staf; para siswa dan
orang tua siswa. Kedudukan kepala sekolah sebagai pemimpin formal bersifat
legitimatif, artinya dikokohkan dengan suatu kekuatan hukum secara tertulis.
Dengan tidak menutup kemungkinan dalam keiompok-kelompok guru, staf, siswa
dan orang tua siswa terdapat pula hubungan yang bersifat hierarki, ada yang
mendapat tugas dan kepercayaan untuk berperan sebagai pemimpin di dalam
kelompoknya sekalipun otoritas kepemimpinan tidak bersifat formal.

e) Dalam organisasi sebagai suatu birokrasi interaksi kerja sama dalam mencapai
tujuan, terikat pula oleh suatu sistem komunikan tertentu. Artinya dalam
hubungan kerja antar manusia diatur melalui suatu prosedur tertentu. Demikian
pula sistem komunikasi pada suatu sekolah diterapkan agar komunikasi yang
melibatkan berbagai macam guru, staf, siswa dan orang tua siswa dapat berjalan
tertib mendukung terwujudnya tujuan proses belajar mengajar kepada siapa,
materi apa, bagaimana, di mana, kapan, oleh siapa komunikasi itu akan
dilaksanakan, tidak dapat terjadi begitu saja tanpa aturan dan prosedur tertentu.
Dalam kehidupan sekolah juga dilaksanakan adanya satu sistem insentif tertentu.
Dengan tujuan utama agar mampu merangsang dan membangkitkan kemauan
para sumber daya manusia para guru, staf, siswa dan orang tua siswa untuk
melakukan tugas kewajibannya dengan semaksimal dan seefektif mungkin.
Pengertian intensif tidak hanya berupa gaji bagi para guru dan staf, melainkan
dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk seperti suasana kerja yang mendukung,
sarana fasilitas, kesejahteraan, bernagai macam penghargaan dan sebagainya.
4.1.2. Sekolah Sebagai Sistem Sosial
Sebagai suatu sistem sosial sekolah merupakan organisasi yang dinamis dan
berkomunikasi secara aktif. Sebagai satu system social di dalamnya melibatkan dua
orang atau lebih yang saling berkomunikasi untuk mencapai tujuan. Beberapa hal
menarik dalam membicarakan sekolah sebagai system social adalah dimensi-dimensi
yang terdapat didalamnya, semangat serta konflik yang terjadi di dalam organisasi itu
sendiri. Konsep dasar tentang sistem sosial berasal (devired) dari Parson (1951),
kemudian pelaksanaan teori sistem sosial yang berkaitan dengan administrasi
pendidikan digambarkan oleh Getzel, Guba, Lipham dan Compbell (1968) melalui
suatu model perilaku sistem sosial (Gambar4.l)
Berdasarkan model sistem sosial tersebut memberikan petunjuk bahwa dalam
suatu organisasi sebagai satu sistem sosial, di dalamnya terdapat beberapa dimensi:
a. sederetan unsur yang terdiri dari institusi, peran dan harapan- harapan, yang secara
bersama-sama membentuk dimensi normatif dtau sosiologis;
b. sederetan unsur yang mencakup individu, kepribadian, dan keperluan watak (need
dispositions), yang secara bersama- sama melahirkan dimensi kepribadian atau
psikologis.
c. perilaku sosial sebagai hasil interaksi antara faktor institusi dengan unsur-unsur di
dalamnya dengan faktor individu beserta unsur-unsurnya.
Gambar 4.1. Satu model perilaku sistem sosial
Sekolah sebagai satu institusi didalamnya terdapat sekumpulan orang-orang
yang masing-masing mempunyai tujuan, mereka terhimpun dalam satu susunan yang
mempunyai tugas dan tanggung jawab. Sekolah sebagai satu institusi mempunyai
peran dan tujuan/ harapan. Dan dalam mencapai tujun itu berlaku norma, aturan atau
ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan kerjasama antar orang yang satu
dengan orang yang lain.
Faktor manusia dilingkungan sekolah terdiri dari kelompok guru, tenaga
administrasi atau staf, dan kelompok siswa. Masing-masing kelompok memilki
pribadi yang berbeda-beda. Mereka memiliki watak, kepentingan, sikap, bahkan juga
memiliki kehawatiran yang tidak sama. Akibat perbedaan pribadinya akan
menyebabkan interaksi yang unik dari masing-masing orang dengan lingkungannya.
Tetapi seperti halnya institusi yang memilki harapan, orang-orang tersebut
juga menghendaki agar keinginan dan harapannya dapat terpenuhi oleh organisasi
melalui prilaku mereka yang ditampilkan kedalam organisasi.
Dengan demikian, ada keterkaitan antara faktor institusi yang bersifat
normatif dengan faktor manusia atau individu yang psikologis. Keterkaitan antara
keduanya seimbang. Artinya harapan atau keinginan sekolah sebagai satu institusi
terpenuhi, demikian pula harapan para orang-orang dilingkungan sekolah tersebut
juga dapat diwujudkan. Sehingga lahirlah keseimbangan antar kepentingan institusi
serta kepentingan sumber daya manusia didalamnya.
Model diatas juga menunjukkan bahwa interaksi antara dimensi normatif
dengan dimensi psikologis akan melahirkan prilaku sosial. Dengan demikian, prilaku
sosial suatu sekolah tidak lain adalah hasil dari pada tercapainya keseimbangan antara
dimensi normatif dengan dimensi psikologis.
Prilaku sosial suatu sekolah dapat diwujudkan kedalam hasil-hasil yang
dicapai yang dirasakan tidak bertentangan dengan keinginan dan harapan masyarakat
sebagai lingkungan dimana sekolah itu berada.
Sekolah merupakan lembaga dimana didalamnya bergabung berbagai macam
orang yang saling berkomunikasi untuk mencapai tujuan, ada kelompok gur, staf dan
kelompok siswa. Masing-masing individu mempunyai latar belakang motivasi,
tujuan, watak serta kepribadian yang berbeda. Sehingga tidak mustahil pada suatu
saat terjadi perbenturan antara keinginan-keinginan di antara para individu, sehingga
lahirlah konflik.
4.1.3. Sekolah Sebagai Sistem Terbuka
Disamping sekolah sebagai sistem sosial yang didalamnya ditandai dengan
adanya berbagai dimensi dan konfilk, sekolah juga merupakan system terbuka.
Sekolah dikatakan system terbuka sebab di dalamnya berkumpul manusia yang saling
berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian sekolah terbuka untuk
memperoleh input dan selanjutnya mentransformasikan sebagai produksi.
Sifat terbuka mengandung dua hal:
1. Melakukan berbagai perubahan secara internal dengan maksud untuk
menyesuaikan dengan lingkungannnya.
2. Sistem terbuka ini tidak hanya bagi lingkungannya melainkan juga bagi dirinya
sendiri.
Oleh sebab itu, sekolah sebagai sistem terbuka dalam arti menyesuaikan dengan
lingkungannnya dengan cara melakukan perubahan-perubahan susunan dan proses
dari bagian-bagian yang ada dalam sekolah itu sendiri. Sekolah selalu mengingatkan
adanya keseimbangan dan kestabilan antara bagian-bagian yang ada dalam sekolah
dan diluar sekolah. Keseimbangan tersebut dicapai melalui adaptasi terhadap
perubahan-perubahan lingkungan yang penuh arti.
Berbeda dengan konsep organisasi sebagai sistem tertutup. Mereka lebih bersifat
internal, banyak mempertimbangkan hal-hal yang berhubungan struktur dan variabel-
variabel seperti hierarki, wewenang, tanggung jawab, pengawasan, pembagian tugas,
serta berbagai aturan.
Dengan demikian perbedaan hirarki organisasi sebagai sistem terbuka lebih
menekankan faktor sumber daya manusia dan bagaimana manusia-manusia tersebut
berperilaku. Dan perilaku-perilaku tersebut erat kaitannya dengan faktor lingkungan.
Sedangkan organisasi sebagai sistem tertutup, lebih menekankan faktor institusi
yang didalamnya terdapat berbagai variabel. Organisasi sebagai sistem terbuka
bersifat dinamis, sedangkan organisasi sebagai sistem tertutup bersifat pasif.
4.1.4 Informalitas dalam Kehidupan Sekolah
Kecuali sekolah sebagai organisasi formal/birokrasi, sebagai sistem sosial dan
terbuka, faktor lain yang menarik untuk dikemukakan adalah informalitas dalam
kehidupan sekolah. Gur-guru, tenaga administrasi, para siswa dalam pergaulan
mereka satu dengan lainnya membangun suatu hubungan pribadi. Mereka saling
berusaha menerima norma-norma tingkah laku tertentu serta pola-pola berfikir yang
bisa dilakukan. Mereka berkumpul dalam kelompok-kelompok informasi tetapi tetap
dalam kerangka formal sekolah.
Hubungan informal diantara mereka karena unsur-unsur persamaan tertentu
keyakinan-keyakinan tertentu dari pada indivdu bisa menyebabkan para individu
merasa sebagai bagian tak terpisahkan dari kelompok informal tersebut. Demikian
pula sikap-sikap, norma serta tingkah laku para individu memungkinkan mereka
untuk bekerja sama.
Apabila diperhatikan kelompok-kelompok informal tersebut sebenarnya
mempunyai peranan tertentu dalam kerangka organisasi formal, sebab dengan adanya
kerjasama atau kaolmpok-kelompok informal dirasakan memberikan efek suatu
perasaan aman, perasaan persatuan, perasaan saling membantu, perasaan puas dan
sebagainya.
Bahkan hal-hal yang formal atau masalah yang timbul akibat prilaku formal
dalam suatu organisasi, adakalanya dapat dipecahkan melalui peranan kelompok
informal. Dengan demikian, kelompok informal dapat membantu kehidupan sosial
suatu organisasi.
Sebagai gambaran singkat dapat dilihat beberapa perbedaan pokok antara
struktur formal dengan kelompok struktur informal dalam suatu organisasi sebagai
berikut.
Formal
1. Organisasi ditandai dengan peran-peran yang berstruktur, peraturan dan
pengawasan;
2. Struktur formal membuat keputusan dengan penuh tanggung jawab;
3. Organisasi formal memiliki garis komunikasi yang dirumuskan dengan baik;
4. Dalam organisasi formal ada sangat positif atau negatif, memberikan gaji atau
promosi.
Informal
1. Kelompok ditandai dengan adanya interaksi individual yang bersifat pribadi;
2. Kelompok informal mengatur keadaan yang ada dan kualitas keterlibatan
keputusan;
3. Organisasi informal memiliki garis komunikasi yang lebih bersifat desas-desus
walaupun desas-desus tersebut bisa juga efektif.
Didalam lingkungan sekolah informalitas merupakan hal yang penting
sehingga seorang kepala sekolah harus mampu memahami perbedaan diantara
struktur formal dan informal. Oleh sebab itu, tanggung jawab yang besar dari kepala
sekolah adalah menciptakan satu satu kondisi sehingga informalitas dan organisasi
formal dapat bersaing secara sehat, serta saling mendukung.
Sebagaimana dikatakan oleh Halpin dan Croft, 1963, individu atau seseorang
mempunyai kepribadian, demikian pula sebuah organisasi seperti sekolah juga
memiliki kepribadian atau memilki suasana. Suasana sekolah digambarkan sebagai
berikut:
a. Suasana terbuka (the open climate)
1. Melukiskan suasana sekolah yang penuh semangatt kerja (energetic);

2. Organisasi hidup dan bergerak ke arah tujuan;


3. Organisasi mampu memberikan kepuasan kebutuhan daripada anggota
keiompok;
4. Kepemimpinan tumbuh dengan mudah dan tcpat dan kelompok maupun dari
pemimpin;
5. Ciri utama suasana terbuka adalah keaslian (authenticity) perilaku yang terjadi
di antara scluruh anggota.
b. Suasana otonom (the autonomouns climate).
Suasana atau iklim yang melukiskan:

1. Kepemimpinan muncul terutama dari bawah;

2. Pemimpin menggunakan sedikit pengaruh terhadap anggota-anggota


kelompok;
3. Rasa kesatuan yang tinggi (esprit) terutama hasil dan kepuasan kebutuhan
sosial;
4. Kepuasan dan keberhasilan pekerjaan yang muncul, tetapi ke tingkat yang
lebih sedikit.
c. Suasana yang terkendali (the controlled climate)
1. Berorientasi kepada impersonal (tidak ditujukan kepada dan orang tertentu)
orientasi tinggi kepada tugas;
2. Perilaku kelompok diarahkan kepada pencapaian penyelesain tugas;
3. Sebaliknya secara relatif perhatian sedikit diberikan kepada kepuasan
kebutuhan sosial;
4. Semangat agak tinggi, tetapi ini merupakan reflcksi keberhasiian dengan
mengorbankan (at some expanse) pada kepuasan kebutuhan sosial;
5. Suasana kurang terbuka, atau kurang menunjukkan kesetiaan perilaku.
d. Suasana akrab (the familiar climate)
1. Hubungan pribadi tinggi, tetapi dibawah pengawasan;
2. Anggota organisasi puas terhadap kebutuhan sosialnya, tetapi relatif mereka
harus sedikit menaruh perhatian terhadap kontrol sosial berkaitan dengan
pencapaian/ penyelesaian tugas.
3. Semangat bukan merupakan suatu yang luar biasa (tinggi) karena kelompok
yakin sedikit mendapat kepuasan dari keberhasilan tugas.
4. Banyak perilaku dalam suasana akrab ini diartikan sebagai otentik.
e. Suasana tertutup (the close climate)
Ciri-ciri menonjol iklim ini:
1. Tingkat yang tinggi tentang kelesuan;
2. Organisasi tidak hidup;
3. Jiwa semangat rendah, karena anggota kelompok yakin tak satu pun kepuasan
kebutuhan sosial datang dari keberhasilan kerja;
4. Perilaku anggota dapat ditafsirkan tidak otentik;
5. Organisasi terasa menjadi membosankan.
4.1.5. Sekolah sebagai Agen Perubahan
Agen perubahan dapat didefinisikan sebagai seseorang atau sekelompok orang
yang bertanggung jawab melakukan perubahan ke dalam pola prilaku seseorang atau
sistem sosial. Dengan demikian sekolah sebagai agen perubahan harus selalu siap
untuk berperan melaksanan funsinya dalam situasi kerja, karena perubahan itu sendiri
diperlukan sebagai alat dalam rangka pemecahan masalah yang bertujuan ke kondisi
atua keadaan lebih baik.
Proses perubahan ini dapat dikaji melalui rumusan fungsi dan tujuan pendidikan
yang terdapat pada beberapa dokumem, sebagai berikut:
a. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta
meningkatkan mutu kehidupa dan martabat manusia Indonesia dalam rangka
mewujudkan tujuan nasioanal.
b. Pendidikan dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa
untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga
Negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti
pendidikan menengah (psal 3 peraturan pemerintah No. 18 tahun 1990 tentang
pendidikan dasar).
c. Pendidikan Menengah umum bertujuan:
1. Meningkatkanpengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang
yang lebih tinggi dan mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan kesenian.
2. Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam
mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan, budaya, dan alam
sekitarnya (pasal 2 peratuan pemerintah N. 29 tahun 1990).

Anda mungkin juga menyukai