Anda di halaman 1dari 14

TUTORIAL KASUS

“STASE KEPERAWATAN JIWA”

Disusun Oleh :

1. M. Mardhian Alfarid 222220


2. Arifaldi Azhar 222220
3. Syarifah Sahabiyah Shahab 22222072
4. Rizkia Pramadani 222220
5. Ayu Permata Sari 222220
6. Rahmawati Wulandari 222220
7. Rinda Nur Ramadhan 222220
8. Sely Septina Enggeri 222220

Pembimbing Akademik
Imardiani, S.Kep., Ns., M.Kep

PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN


INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN 2022
SKENARIO KASUS

Nn. N berusia 20 tahun, pada tanggal 1 november 2022 Nn. N diantar oleh neneknya ke RS
Ernaldi Bahar, dengan riwayat keluarga klien mengatakan Nn. N sering berbicara sendiri, sering
marah-marah dirumah, diagnosa medis yang diderita klien yaitu ekstrapiramidal syndrom.
Ditahun 2021 Nn. N pernah dirawat di RS Ernaldi Bahar dengan keluhan yang sama. Saat dikaji
Nn. N mengatakan sering mendengar suara bisikan mengancam dengan frekuensi 5 kali sehari
durasi 5-10 menit dan muncul ketika klien merasa sendiri, klien mengatakan suara bisikan
kadang perempuan dan laki-laki, respon klien kesal dengan suara bisikan tersebut dan
mengganggunya, saat diajak bicara klien sirkumtansial, Keluarga klien mengatakan bahwa klien
sering marah kemudian terkadang membakar baju ataupun barang, intonasi tinggi, ekspresi
tegang. Klien berulang kali mengtakan malu merasa tidak berguna dan juga karena harga diri
klien telah dilecehkan oleh ayah tirinya, dari keluarga juga mengatakan bawasannya klien
memang pernah dilecehkan secara seksual oleh ayah tirinya. Keluarga mengatakan kejadiannya
saat klien sedang ingin menjengu ibu kandungya yang sakit di rumah ayah tirinya. Neneknya
juga mengatakan setelah kejadian itu cucunya menjadi feustasi yang menyebabkan produktivitas
klien menurun, dan berdampak pada kesehatan klien yang mengharuskan klien untuk dirawat di
RS Ernaldi Bhar. Klien mengatakan sadar bahwa ia sedang diobati tetapi tidak mengerti akan
jenis penyakitnya, klien sering mengatakan penyakit yang dideritanya ini diguna-guna oleh
seseorang, klien sering menanyakan kapan ia sembuh dan kapan ia pulang. Keadaan umum klien
TD: 117/80 mmHg, HR: 78×/mnt, RR: 20×/mnt, S: 360 C.
Tahap Tutorial:
A. Istilah kata
B. Pertanyaan seputar masalah
C. Menjawab pertanyaan
D. Pohon masalah
E. Learning outcome
F. Belajar mandiri
G. Menjawab Learning outcome

A. Istilah kata
1. Sirkumtansial : Pembicaraan yang berbelit-belit, tetapi sampai
pada
tujuan pembicaraan
2. Diguna-guna : Merupakan salah satu jenis ilmu sihir yang
bertujuan untuk mengendalikan obyek, peristiwa,
orang, dan fenomena fisik lainnya melalui
paranormal, mistik, atau supranatural.
3. Berbicara sendiri : Ekspresi verbal dari posisi internal atau keyakinan,
yang berarti mengungkapkan perasaan batin,
pikiran non-verbal, dan intuisi tentang situasi
melalui pembicaraan.
4. Produktivitas menurun : kurangnya kemauan untuk beraktivitas
5. Ekstrapramidal syndrom : Merupakan kondisi yang terjadi akibat gangguan
pada sistem ekstrapiramidal di otak. Akibatnya,
penderita melakukan gerakan-gerakan yang tak
disadari dan sulit dikendalikan

B. Pertanyaan seputar masalah


1. Termasuk dalam fase apa halusinasi yang dialami Nn. N tersebut ? (Rizkia)
2. Dari kasus terlihat bahwa klien mengalami gangguan persepsi sensori : Halusinasi
pendengaran, jadi apa pemicu klien mengalami halusinasi ?(Rinda)
3. Mengapa klien tersebut kambuh lagi ? (Sely)
4. Dalam kasus belum disebutkan untuk penatalaksanaa obat pada klien, coba sebutkan
bebrapa obat yang digunakan klien ? (Rahma)

C. Menjawab pertanyaan
1. Syarifah : Fase condemning, comdening merupakan suatu pengalaman menakutkan
yang menyebabkan penderita ansietas, asyik dengan pengalaman sensori
dan kehilangan kemampuan membedakan kemampuan untuk
membedakan halusinasi dengan realita. Pada kasus ini Nn.N mengalami
ansietas ditandai dengan klien sering mengatakan suara bisiskan yang
sering didengarkannya itu suara bisikan mengancam yang akan
melecehkannya. Semakin berat fase halusinasi klien semakin berat
mengalami ansietasdan makin dikendalikan oleh halusinnasinya.
2. Mardhian : Pemicu halusinasi disebabkan oleh adanya trauma berat pada penderita,
stress berat yang tidak bisa diselesaikan, tidak ada dukungan dari
lingkungannya yang menyebabkan perasaan klien yang mendalam.
3. Arifaldi : Mungkin diliat dari strategi pelaksanaan untuk keluarga pasien apakah
sudah diterapkan atau tidak dan cara pasien mengontrol halusinasi
berasal dari diri mereka sendiri, diluar jangkauan perawat pasien juga
tidak menerapkan atau mungkin sudah menerapkan dari lingkungan
sekitarnya ataupun keluarganya
4. Ayu : - Lorazepam (untuk mengatasi kecemasan)
- Faspendone (obat untuk mengurangi gejala psikis seperti halusinasi)
- Trifluoferatole (obat skizofernia)
D. Pohon Masalah
Risiko Prilaku kekerasan (Effect)

Gangguan Persepsi Sensori :


Halusinasi : Pendengaran

Harga diri rendah

Ketidakberdayaan

E. Learning Objective
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan mengerti pengertian halusinsi
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami klasifikasi halusinasi
3. Mahasiwa mampu mengetahui dan memahami tanda dan gejala halusinasi
4. Mahasiswa mampu mengerti dan memahami penyebab halusinasi
5. Mahasiswa mampu memahami dan mengerti terapi yang tepat diberikan pada
penderita halusinasi
6. Mahasiwa mampu memahami, mengetahui dan mengerti analisa data dan masalah
keperawatan pada penderita halusinasi
7. Mahasiswa mampu memahami dan mengerti pohon masalah pada halusinasi
8. Mahasiswa mampu mengerti, memahami dan mengetahui rencana tindak lanjut yang
akan diberikan pada penderita halusinasi

F. Belajar Mandiri
G. Menjawab Learning Objective
1. Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi
persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang
nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang
yang berbicara (Yusuf, PK, & Hanik, 2019).

2. Klasifikasi halusinasi terbagi menjadi 5 menurut (Yusuf, 2015).


 Halusinasi Pendengaran
Data objektif antara lain: bicara atau tertawa sendiri, marah tanpa sebab,
mengarahkan telinga kearah tertentu,klien menutup telinga. Data subjektif antara
lain: mendengarkan suara-suara atau kegaduhan, mendengarkan suara yang
ngajak bercakap-cakap, mendengarkan suara yang menyuruh melakukan sesuatu
yang berbahaya.
 Halusinasi Penglihatan
Data objektif antara lain: menunjuk kearah tertentu, ketakutan pada sesuatu yang
tidak jelas. Data subjektif anatar lain: melihat bayangan, sinar, bentuk kartun,
melihat hantu atau monster.
 Halusinasi Penciuman
Data objektif antara lain: mencium seperti membaui bau-bauan tertentu dan
menutup hidung. Data subjektif antara lain: mencium bau bau seperti bau darah,
feses, dan kadang-kadang bau itu menyenagkan.
 Halusinasi Pengecapan
Data objektif antara lain: sering meludah, muntah. Data subjektif antara lain:
merasakan seperti darah, feses, muntah.
 Halusinasi Perabaan
Data objektif antara lain: menggaruk-garuk permukaan kulit. Data subjektif antara
lain: mengatakkan ada serangga dipermukaan kulit, merasa seperti tersengat
listrik

3. Menurut (Rinawati & Alimansur, 2016) tanda dan gejala yang muncul pada penderita
halusinasi pendengaran dan penglihatan adalah:
 Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
 Sulit berkonsentrasi pada tugas
 Mendengar suara atau bunyi, biasanya suara orang
 Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, penglihatan dapat berupa
sesuatu yang menyenangkan atau menakutkan
 Gerakan mata cepat
 Respon verbal lambat atau diam

4. Menurut (Stuart, Keliat, & Pasaribu, 2016) faktor penyebab halusinasi ada dua antara
lain sebagai berikut:
 Faktor Predisposisi
o Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu rendahnya kontrol dan kehangatan
keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah
frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentang terhadap stress.
o Sosiokultural
Seseorang yang tidak diterima di lingkungannya, merasa disingkirkan,
kesepian, dan tidak percaya dengan lingkungannya.
o Biologis
Adanya stress yang berlebihan yang dialami seseorang akan
menghasilkan suatu zat yang bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat
stress yang berkepanjangan akan menyebakna teraktivasinya
neurotransmitter otak.
o Fakttor Psikologis
Penggunaan zat adiktif, dimana klien memilih kesenangan sesaat dan lari
alam nyata menuju alam khayal.
o Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya dan tindakan kekerasan dalam rentang
hidup klien.
 Faktor Presipitasi
Perilaku : respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, menarik diri, tidak mampu
mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak
nyata.

5. Halusinasi merupakan salah satu gejala yang paling sering terjadi pada gangguan
Skizofrenia. Dimana Skizofrenia merupakan jenis psikosis, adapun tindakan
penatalaksanaan dilakukan dengan berbagai terapi yaitu dengan:
 Psikofarmakologis
Obat sangat penting dalam pengobatan skizofrenia, karena obat dapat membantu
pasien skizofrenia untuk meminimalkan gejala perilaku kekerasan, halusinasi, dan
harga diri rendah. Sehingga pasien skizofrenia harus patuh minum obat secara teratur
dan mau mengikuti perawatan (Ramadia & Pardede, 2021)
o Haloperidol (HLD)
Obat yang dianggap sangat efektif dalam pengelolaan hiperaktivitas, gelisah,
agresif, waham, dan halusinasi.
o Chlorpromazine (CPZ)
Obat yang digunakan untuk gangguan psikosis yang terkait skizofrenia dan
gangguan perilaku yang tidak terkontrol
o Trihexilpenidyl (THP)
a) Dosis
- Haloperidol 3x5 mg (tiap 8 jam) intra muscular
- Clorpromazin 25-50 mg diberikan intra muscular setiap 6-8 jam sampai
keadaan akut teratasi.
b) Dalam keadaan agitasi dan hiperaktif diberikan tablet:
- Haloperidol 2x1,5 – 2,5 mg per hari.
- Klorpromazin 2x100 mg per hari
- Triheksifenidil 2x2 mg per hari
c) Dalam keadaan fase kronis diberikan tablet:
- Haloperidol 2x0,5 – 1 mg perhari
- Klorpromazin 1x50 mg sehari (malam)
- Triheksifenidil 1-2x2 mg sehari

 Psikosomatik
Terapi kejang listrik (Electro Compulsive Therapy), yaitu suatu terapifisik atau suatu
pengobatan untuk menimbulkan kejang grand mal secara artifisial dengan
melewatkan aliran listrik melalui elektroda yang dipasang pada satu atau dua temples
pada pelipis. Jumlah tindakan yang dilakukan merupakan rangkaian yang bervariasi
pada setiap pasien tergantung pada masalah pasien dan respon terapeutik sesuai hasil
pengkajian selama tindakan. Pada pasien Skizofrenia biasanya diberikan 30 kali.
ECT biasanya diberikan 3 kali seminggu walaupun biasanya diberikan jarang atau
lebih sering. Indikasi penggunaan obat: penyakit depresi berat yang tidak berespon
terhadap obat, gangguan bipolar di mana pasien sudah tidak berespon lagi terhadap
obat dan pasien dengan bunuh diri akut yang sudah lama tidak mendapatkan
pertolongan.
 Psikoterapi
Membantu waktu yang relatif lama, juga merupakan bagian penting dalam proses
teraupetik. Upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan tenang,
menciptakan lingkungan teraupetik, memotivasi klien untuk dapat mengungkap
perasaan secara verbal, bersikap ramah, sopan dan jujur terhadap klien
 Keperawatan
Peran perawat dalam penatalaksanaan keperawatan obat klien skizofrenia di rumah
sakit jiwa menurut Yusuf (2015) sebagai berikut:
o Mengumpulkan data sebelum pengobatan.
Dalam melaksanakan peran ini, perawat didukung oleh latar belakang
pengetahuan biologis dan perilaku. Data yang perlu dikumpulkan antara lain
riwayat penyakit, diagnosis medis, hasil pemeriksaan laboratorium yang
berkaitan, riwayat pengobatan, jenis obat yang digunakan (dosis, cara
pemberian, waktu pemberian), dan perawat perlu mengetahui program terapi lain
bagi pasien. Pengumpulan data ini agar asuhan yang diberikan bersifat
menyeluruh dan merupakan satu kesatuan.
 Mengoordinasikan obat dengan terapi modalitas.
 Hal ini penting dalam mendesain program terapi yang akan dilakukan. Pemilihan
terapi yang tepat dan sesuai dengan program pengobatan pasien akan memberikan
hasil yang lebih baik.
 Pendidikan kesehatan.
 Pasien di rumah sakit sangat membutuhkan pendidikan kesehatan tentang obat yang
diperolehnya, karena pasien sering tidak minum obat yang dianggap tidak ada
manfaatnya. Selain itu, pendidikan kesehatan juga diperlukan oleh keluarga karena
adanya anggapan bahwa jika pasien sudah pulang ke rumah tidak perlu lagi minum
obat padahal ini menyebabkan risiko kekambuhan dan dirawat kembali di rumah
sakit.
 Memonitor efek samping obat.
Seorang perawat diharapkan mampu memonitor efek samping obat dan reaksi-reaksi
lain yang kurang baik setelah pasien minum obat. Hal ini penting dalam mencapai
pemberian obat yang optimal.
 Melaksanakan prinsip-prinsip pengobatan psikofarmakologi.
Peran ini membuat perawat sebagai kunci dalam memaksimalkan efek terapeutik
obat dan meminimalkan efek samping obat karena tidak ada profesi lain dalam tim
kesehatan yang melakukan dan mempunyai kesempatan dalam memberikan tiap
dosis obat pasien, serta secara terus-menerus mewaspadai efek samping obat. Dalam
melaksanakan peran ini, perawat bekerja sama dengan pasien.
 Melaksanakan program pengobatan berkelanjutan.
 Dalam program pengobatan, perawat merupakan penghubung antara pasien dengan
fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat. Setelah pasien selesai dirawat di rumah
sakit maka perawat akan merujuk pasien pada fasilitas yang ada di masyarakat
misalnya puskesmas, klinik jiwa, dan sebagainya.
 Menyesuaikan dengan terapi nonfarmakologi.
Sejalan dengan peningkatan pengetahuan dan kemampuan perawat, peran perawat
dapat diperluas menjadi seorang terapis. Perawat dapat memilih salah satu program
terapi bagi pasien dan menggabungkannya dengan terapi pengobatan serta bersama
pasien bekerja sebagai satu kesatuan.
 Ikut serta dalam riset interdisipliner
Sebagai profesi yang paling banyak berhubungan dengan pasien, perawat dapat
berperan sebagai pengumpul data, sebagai asisten peneliti, atau sebagai peneliti
utama. Peran perawat dalam riset mengenai obat ini sampai saat ini masih terus
digali.

6.
ANALISA DATA

No DATA MASALAH KEPERAWATAN

1 DS : Gangguan persepsi sensori:


1. Halusinasi Pendengaran (D.0085)
 Klien mengatakan sering
mendengar suara bisikan
yang mengancam akan
dilecehkan secara seksual
dengan frekuensi 5 kali sehari
durasi 5-10 menit dan muncul
ketika klien merasa sendiri
 Klien mengatakan suara
bisikan kadang perempuan
dan laki-laki, respon klien
kesal dengan suara bisikan
tersebut dan mengganggunya
DO:

 Sering bebicara sendiri


 Mulut klien tampak komat
kamit
 Pembicaraan klien cepat dan
selalu di ulang-ulang
2 DS: Risiko perilaku kekerasan
2. (D.0146)
 keluarga klien mengatakan
bahwa Nn. N sering marah
kemudian terkadang membakar
baju ataupun barang.

DO

 Pasien sering marah-marah


 Intonasi tinggi
 Ekspresi tegang
 Klien gelisan

3 DS Gangguan konsep diri: Harga diri


3. rendah (D.0086)
 Klien berulang kali mengatakan
malu karena harga diri klien
telah dilecehkan oleh ayah
tirinya
 Klien mengatakan malu dan
merasa tidak berguna
DO

 Tampak produktivitas
menurun (jarang
mengikuti kegiatan)
 Klien tampak melakukan
perawatan diri dengan baik.
4 DS Ketidakberdayaan (D.0092)
4.
 Keluarga juga mengatakan
bawasannya klien memang
pernah dilecehkan secara
seksual oleh ayah tirinya.
 Klien berulang kali
mengatakan malu merasa
tidak berguna dan juga
karena harga diri klien telah
dilecehkan oleh ayah tirinya,
 Neneknya juga mengatakan
setelah kejadian itu cucunya
menjadi feustasi yang
menyebabkan produktivitas
klien menurun, dan
berdampak pada kesehatan
klien yang mengharuskan
klien untuk dirawat di RS
Ernaldi Bhar
DO:

Tampak produktivitas menurun


(jarang mengikuti kegiatan)

Masalah Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
2. Risiko perilaku kekerasan
3. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
4. Ketidakberdayaan

7. Pohon Masalah
Risiko Prilaku kekerasan (Effect)

Gangguan Persepsi Sensori :


Halusinasi : Pendengaran

Harga diri rendah

Ketidakberdayaan

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan dan
Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan
Kriteria Hasil
Gangguan Persepsi Sensori Persepsi Sensori (L09083) Setelah dilakukan SP 1
(D.0085) : Halusinasi asuhan keperawatan selama 3x24 Jam 1. Identifikasi halusinasi: isi, frekuensi, waktu
pendengaran diharapkan gangguan persepsi sensori membaik terjadi situasi pencetus, perasaan respon
DS : dengan kreteria hasil: 2. Jelaskan cara mengotrol halusinasi: menghardik,
 Klien mengatakan sering Kriteria Hasil Awal Akhir obat, bercakap-cakap, melakukan kegiatan
mendengar suara bisikan Verbalisasi mendengar bisikan 2 4 (terapi okupasi membatik)
yang mengancam akan Distorsi sensori 3 4 3. Latih cara mengontrol halusinasi dengan
dilecehkan secara Perilaku halusinasi 2 4 menghardik
seksual dengan 4. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
frekuensi 5 kali sehari Keterangan : menghardik
durasi 5-10 menit dan 1. Meningkat
SP 2
muncul ketika klien 2. Cukup Meningkat
5. Evaluasi kegiatan menghardik beri pujian
merasa sendiri 3. Sedang
6. Latih cara mengontrol halusinasi dengan 6 benar
 Klien mengatakan 4. Cukup menurun
obat
suara bisikan kadang 5. Menurun
7. Masukkan pada jadwal untuk melakukan
perempuan dan laki-
menghardik dan minum obat
laki, respon klien
kesal dengan suara
SP 3
bisikan tersebut dan
mengganggunya 8. Evaluasi kegiatan menghardik beri pujian
DO: 9. Latih cara mengontrol halusinasi dengan cara
 Sering bebicara sendiri bercakap-cakap
 Mulut klien tampak 10. Masukkan pada jadwal untuk melakukan
komat kamit menghardik, minum obat dan bercakap-cakap
 Pembicaraan klien cepat
SP 4
dan selalu di ulang-ulang
11. Evaluasi kegiatan menghardik, obat, bercakap-
cakap dan kegiatan harian beri pujian
12. Latih cara mengontrol halusinasi dengan
melakukan kegiatan harian (terapi okupasi
membatik)
13. Masukkan pada jadwal untuk melakukan
menghardik, minum obat, bercakap-cakap dan
kegiatan harian

SP 5
14. Evaluasi kegiatan menghardik, obat, bercakap-
cakap dan kegiatan harian beri pujian
15. Latih kegiatan harian
16. Nilai kemampuan yang telah mandiri
17. Nilai apakah halusinasi terkontrol
Daftar Pustaka

Pardede, J. A. (2019). The Effects Acceptance And Aommitment Therapy And Health Education
Adherence To Symptoms, Ability To Accept And Commit To Treatment And
Compliance In Hallucinations Clients Mental Hospital Of Medan, North Sumatra. J
Psychol Psychiatry Stud, 1, 30-35.

Rasiman, N. (2021). Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Pada Orang Dengan Gangguan
Jiwa Di Desa Suli, Kecamatan Balinggi. 1-5.

Rinawati, F., & Alimansur, M. (2016). Analisa Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Jiwa
Menggunakan Pendekatan Model Adaptasi Stres Stuart. Jurnal Ilmu Kesehatan,
5(1), 34.
Stuart, G. W., Keliat, B. A., & Pasaribu, J. (2016). Prinsip Dan Praktik Keperawatan Kesehatan
Jiwa Stuart. Edisi Indonesia. Singapore: Elsevier

Yusuf, A. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Yusuf, A., Rizky F. PK., Hanik EN. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai