Anda di halaman 1dari 16

Vol. 13 No.

2, Desember 2018

PELARASAN GAMELAN JAWA


Risnandar
Institut Seni Indonesia Surakarta

ABSTRAK

Penelitian gamelan tuning adalah merumuskan teknik penyetelan gamelan Jawa. Gamelan pelaras. Belum
ada teori atau cara kerja penyetelan gamelan, harmonisator umumnya masih mengandalkan insting dan
pengalaman. Hal ini mengakibatkan generasi berikutnya sulit untuk meniru generasi senior, dan ada ke-
mungkinan ilmu laras gamelan terdistorsi karena kematian Umpu untuk menyelaraskan gamelan. Penelitian
ini bertujuan untuk merumuskan teknik dan juga mencari jawaban terhadap perspektif pelaku. Fokus dari
penelitian ini adalah untuk mengungkapkan masalah yang terkait dengan teknik tuning, merujuk pada
musik gamelan yang ada, dan menentukan rentang, serta gamelan gamelan. Mulai dari sudut pandang ini,
penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif untuk mengumpulkan dan mengolah data dari aktor,
pemilik gamelan, dan seniman sebagai pengguna. Laras gamelan Jawa.

Kata Kunci: Pelarangan, Embat, Gamelan

ABSTRACT

Javanese gamelan tunings research is an attempt to formulate a Javanese gamelan tunings techniques. There are
various issues that still a mystery in Pelaras gamelan. There has been no theory or the workings of gamelan tunings,
pelaras generally still rely on instinct and experience. This resulted in the next generation is difficult to imitate the
senior generation, and it is possible gamelan tunings science is distorted due to the death of Umpu pelaras gamelan.
This study aims to formulate techniques and also seek answers gamelan tunings issues from the perspective of the
perpetrator (pelaras gamelan). The focus of this study is to reveal the problems associated with the technique tunings,
mbabon process (refer to the existing gamelan tones), and specify ranges, as well as embat gamelan. Starting from
this point of view, the study will use a method kulalitatif to collect and process data from pelaras (actor), the owner of
gamelan, and artists as a user. Through this way is expected to uncover problems Javanese gamelan tunings.

Key Words: Pelarasan, Embat, Gamelan

1. PENDAHULUAN sederhana dapat digambarkan sebagai berikut : laras slen-


Gamelan Jawa memiliki titilaras (sistem nada) dro: 1-2-3-5 dan laras pelog 1-2-3—4-5-6-7. Perbedaan
slendro dan pelog. Slendro merupakan sistem 5 nada jangkah ini lebih jelas dapat dilihat pada posisi pidakan
dan pelog sistem 7 nada. Nada-nada pada gamelan Jawa jari pengrebab dan juga jarak lubang nada pada ricikan
diberi nama panunggul, gulu, dada, pelog, lima, nem, suling. Berdasarkan pidakan posisi jari pengrebab,
dan barang. Penandaan nada pada gamelan Jawa ditandai penggambaran laras slendro memiliki jangkah tiap nada
dengan angka pada bahasa Jawa yakni: 1,2,3,4,5,6, dan 7. sama perlu untuk dikritisi, karena pada kenyataannya
Adapun urutan nada sebagai berikut : Panunggul dengan posisi pidakan jari pengrebab pada wilayah nada cilik/
angka siji disingkat ji dengan simbol 1, gulu dengan angka duwur (6 ! @ #) semakin menyempit dibandingkan
loro disingkat ro dengan simbol 2, dada dengan angka dengan jangkah pidakan wilayah nada (y 1 2 3).
telu disingkat lu dengan simbol 3, pelog dengan angka Larasan adalah rangkaian nada-nada imajiner
papat disingkat pat dengan simbol 4, lima dengan angka yang terdapat dalam angan pelaras. Nada-nada
lima disingkat ma dengan simbol 5, nem dengan angka tersebut selajutnya diolah sedemikian rupa untuk
enem disingkat nem dengan simbol 6, dan barang dengan kemudian dituangkan pada ricikan gamelan. Secara
angka pitu disingkat pi dengan simbol 7. turun temurun telah menjadi kesepakatan bahwa
Sistem nada slendro dan pelog dibedakan ber- tidak ada pembakuan larasan gamelan. Pelaras
dasarkan jangkah, atau jarak nada. Laras slendro secara gamelan memiliki kebebasan untuk menentukan
umum memiliki jangkah, nada yang sama, sedangkan larasannya sesuai dengan selera, insting dan keper-
laras pelog memiliki jangkah nada lebar dan pendek. luan gamelan tersebut. Hal ini perlu untuk dijaga
Adapun jangkah nada pada laras slendro dan pelog secara dan dilestarikan karena berdasarkan fungsinya,

98
Risnandar: Pelarasan Gamelan Jawa

larasan gamelan untuk keperluan wayang, untuk man Lokananta. Menurut para empu dan pelaku
keperluan klenengan gaya Solo, klenengan gaya karawitan gaya Surakarta, gamelan RRI Surakarta
Semarangan, klenengan gaya Yogyakarta, klenen- merupakan salah satu gamelan yang memiliki lar-
gan gaya Jawa Timuran, serta untuk keperluan tari asan terbaik. Larasan gamelan ini telah menyebar di
bedhaya dan srimpi untuk mencapai tingkat estetik masyarakat melalui siaran karawitan RRI Surakarta
yang ideal memerlukan larasan yang berbeda-beda. dan juga rekaman kaset komersial, sehingga banyak
1
Keberagaman larasan inilah yang menjadi cirikhas yang menjadikan larasan gamelan Auditorium RRI
dari gamelan jawa dan menjadi mesteri tersendiri Surakarta sebagai acuan larasan.2
dalam sitem nada gamelan Jawa yang perlu untuk Melaras gamelan merupakan suatu pekerjaan
diungkap. Di sisi lain keberagaman larasan mberi- yang menuntut kemampuan tehnik melaras dan
kan kebebasan bagi pelaras untuk bereksperimen juga kepekaan terhadap nada. Berdasarkan penga-
membuat larasan yang pada akhirnya akan mem- matan yang dilakukan mayoritas pelaras gamelan
perkaya khasanah larasan gamelan Jawa. handal juga mampu memainkan gamelan dengan
Berdasarkan kesajajaran nada, secara garis baik. Sebagai contoh : Tentrem (Almarhum) mampu
besar terdapat 2 jenis larasan, yakni larasan tumbuk memainkan ricikan gender dengan baik, Mulyanto
nem dan larasan tumbuk lima. Tumbuk berarti bertemu (pengrebab), Al Suwardi (Penggender), Panggiyo
atau sejajar. Pada larasan tumbuk nem nada nem slen- (Pengrebab), Suraya (Alumnus Jurusan Karawitan
dro sama dengan nada nem pelog, sedangkan pada STSI Surakarta yang dapat memainkan semua
larasan tumbuk lima nada lima slendro sama dengan ricikan dengan baik), dan Sarno (Pengendang dan
nada lima pelog. Untuk memperjelas perbandingan wirasuara). Melihat fenomena di atas terlihat bahwa
dua larasan tersebut dapat digambarkan sebagai melaras gamelan memerlukan keahlian khusus
berikut: dan memiliki persoalan yang cukup kompleks. Sri-
Hastanto menyatakan bahwa melaras memerlukan
kecermatan, kemampuan menyatukan berbagai
sifat bunyi, serta kepekaan terhadap lingkungan
untuk diramu dalam sebuah kesatuan dan ketung-
galan.(Hastanto,2012,8) Pelaras juga juga dituntut
Perbedaan tumbuk nada ini tentu perlu pengo- memiliki insting, kepekaan nada, serta rasa musika-
lahan embat yang berbeda-beda serta menghasilkan litas yang tinggi, serta tehnik-tehnik khusus dalam
ruh larasan yang berbeda pula. Salah satu fenomena melaras gamelan. Di samping itu pelaras sebelum
yang dapat diliihat dari perbedaan tumbuk lima memulai pekerjaannya biasanya melakukan tirakat
dengan tumbuk nem adalah pada larasan tumbuk atau laku prihatin memohon rahmat dari Tuhan
lima pada laras slendro memiliki embat metit (kecil) Yang Maha Kuasa supaya dapat menghasilkan
dari pada laras pelog.( Wawancara suraji 25-02-2016 larasan yang baik dan memberikan ruh pada hasil
di lobi gedung h ISI Surakarta) larasannya.
Sampai pada saat ini belum terdapat standar
Keunikan lain pada Larasan gamelan jawa yakni kerja ataupun teori tentang pelarasan gamelan,
terdapat jenis larasan yang setiap instrumennya me- pelaras pada umumnya bekerja berdasarkan
miliki jangkah nada yang berbeda. Pada jenis larasan insting dan bekal keahlian yang di peroleh dari
ini dalam satu set gamelan setiap ricikan memiliki pengalamannya. Hal ini mengakibatkan genarasi
embat yang berbeda-beda. Hal yang menarik dari berikutnya mengalami kesulitan untuk meniru-
jenis larasan ini adalah tiap ricikan ketika dimain- kankannya. Di sisi lain Transfer ilmu seperti ini
kan secara terpisah (mandiri) akan terasa kurang memungkin suatu keahlian akan hilang seiring
enak atau bahkan blero, akan tetapi saat dibunyikan dengan meninggalnya para empu pelaras gamelan.
bersama dengan instrumen lain akan menyatu Saat sekarang pelaras gamelan pada umumnya
dan menghasilkan larasan dengan embat tersendiri. memiliki usia 60 tahun ke atas. Seperti AL Su-
Salah satu gamelan yang memiliki larasan seperti wardi, Panggiyo, Sarno, Mulyanto telah berusia 60
ini adalah gamelan yang terdapat di Auditorium tahun lebih. Generasi dibawahnya hanya Suraya
Radio Republik Indonesia Surakarta, gamelan lo- (40 tahun) yang keahliannya telah diakui oleh
kananto di keraton Kasunanan Surakarta, gamelan masyarakat luas. Oleh karenanya kiranya penting
milik Rahayu Supanggah dan gamelan studio reka- untuk segera dilakukan penelitian tentang pelarasan

99
Vol. 13 No. 2, Desember 2018

gamelan dengan menggali informasi dari pelaku cara dan teknik pelarasan gamelan yang hilang seir-
pelaras gamelan guna merumuskan teknik pelarasan ing dengan meninggalnya empu pelaras gamelan.
gamelan Jawa. Karena dapat dimungkinkan ilmu Hasil penelitian ini diharapkan dapat mem-
pelarasan gamelan akan terus mengalami distorsi beri manfaat bagi dunia keilmuan karawitan Jawa.
seiring semakin surutnya pelaras gemalan. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat
Pada hakikatnya studi ini berupaya untuk me- berguna bagi masyarakat akademis (dosen dan
lakukan penelitian teknik pelarasan gamelan. fokus mahasiswa), seniman praktisi, sebagai tambahan
penelitian adalah menggali informasi langsung pengetahuan dalam bidang karawitan khususnya
dari para pelakunya. Perbedaan pandangan yang mengenai pelarasan gamelan Jawa. Di samping itu
muncul dari pelaras terkait dengan teknik pelarasan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
merupakan kekayaan intelektual yang perlu untuk ajar materi matakuliah akustika instrumen.
dipertahankan. Perbedaan sudut pandang tersebut
selanjutnya dirumuskan dan dicari titik temunya 2. Tinjauan Pustaka
sehingga dapat saling melengkapi guna memban- Penelitian tentang pelarasan gamelan Jawa
gun teori pelarasan gamelan. Terbentuknya teori belum banyak dilakukan oleh penulis dan peneliti
pelarasan gamelan ini penting untuk segera dilaku- terdahulu. Hanya terdapat buku Ngeng & reng:
kan supaya generasi berikutnya mudah menirukan persandingan sistem pelarasan gamelan ageng Jawa
ataupun mengembangkan ilmu pelerasan gamelan. dan kebyar Bali, tulisan Sri Hastanto yang secara
Saat sekarang terdapat beberapa pelarasan spesifik membahas tentang fenomena larasan yang
gamelan di sekitar daerah Surakarta. Tidak semua terdapat pada gamelan Jawa. Pada buku ini Sriha-
pelaras gamelan akan menjadi narasumber pada stanto menyandingkan konsep pelarasan gamelan
penelitian ini. Nara Sumber dipilih berdasarkan jawa “ngeng” dengan pelarasan gamelan bali “reng”.
kredibilitas pengaruhnya dalam melaras gamelan. Ngeng merupakan kesan suara larasan gamelan jawa
Melihat kodisi dan situasi narasumber penelitian yang menyatukan berbagai warna suara dengan
ini lebih difokuskan kepada AL Suwardi (dosen ISI pernak-pernik embatnya. Sedangkan reng merupa-
Surakarta), Panggiyo (dosen ISI Surakarta), Sarno kan lukisan suara larasan bali ketika dimainkan
(pengrawit dan pengrajin gamelan dari Wonogiri membangun suasana hingar bingar tetapi dalam
) dan Suraya (pengrajin dan pelaras gamelan gen- suatu kesatuan. (Sri Hastanto, 2012). Pada pemba-
erasi muda yang kemampuannya telah diakui oleh hasannya Srihastanto lebih menitik beratkan pada
masyarakat luas). Ke empat Narasumber tersebut fenomena dilapangan terkait dengan ragam embat
akan dijadikan nara sumber primer yang didukung gamelan. Sudut pandang yang dalam penelitian ini
oleh beberapa pandangan dari beberapa seniman berbeda dengan yang dilakukan oleh Srihastano.
unggulan yang dianggap memiliki wawasan yang Penelitian ini lebih mentitik beratkan pada proses
luas terkait dengan larasan gamelan Jawa diantaran- melaras dan menggali informasi dari pelaku. Buku
ya : Rahayu Supanggah, Suraji, Sukamso, Suwito, Sri Hatanto ini merupakan tulisan yang menginspi-
Suyadi dan Darsono. rasi penelitian ini. Beberapa pokok bahasan dalam
Untuk menyederhanakan dalam memahami tulisan Sri Hastanto digunakan sebagai rujukan dan
persoalan yang telah dipaparkan pada latar bela- sebagai pembanding guna melihat posisi penelitian
kang, dirumuskan tiga pertanyaan sebagai berikut. pelarasan gamelan yang peneliti lakukan.
1. Bagaimana cara pelarasan gamelan Jawa? Artikel tentang pelasaran gamelan dengan
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi embat pela­ mudah dapat di temukan di wibe side, akan tetapi
rasan gamelan Jawa? sifatnya masih berupa informasi awal yang perlu
Penelitian ini memiliki tujuan mengungkap untuk diperdalam analisinya. Untuk memberikan
berbagai persoalan pelarasan gamelan Jawa. Sam- gambaran sejauh mana penelitian Pelarasan Game-
pai pada saat ini belum terbangun teori pelarasan lan Jawa, berikut disampaikan berbagai tulisan yang
gamelan Jawa, pelaku masih mengandalkan insting memuat tentang tentang pelarasan gamelan Jawa
dan teknik pelarasan yang didapat dari pengalaman. Model Penelitian Organologi Gamelan Topik:
Hal ini mengakibatkan generasi penerus kesulitan Larasan Gamelan dan Permasalahannya. Artikel
melanjutkan cara kerja pendahulunya sehingga ber- pada wibe-site yang berisikan tentang gamelan baru
dampak semakin minimnya pelaras gamelan Jawa. memerlukan proses pelarasan yang berulang-ulang
Disamping itu dimungkinkan terdapat beberapa sesuai dengan kebutuhannya.

100
Risnandar: Pelarasan Gamelan Jawa

Hasil pelacakan studi pustika yang dilakukan gamelan. Oleh karenanya penelitian ini diarahkan
tidak ditemukan penelitian tentang pelarasan game- untuk menggali tehnik dan konsep yang digunakan
lan dari sudut pandang pelaras dan faktor apa saja para pakar pelaras gamelan. Selanjutnya konsep-
yang mempengaruhi larasan gamelan Jawa. Melihat konsep pelarasan gamelan yang telah terumuskan
masih minimnya penelitian tentang pelarasan ga- tersebut digunakan untuk membedah misteri dalam
melan maka dapat dapat dipastikan penelitian ini pelarasan gamelan Jawa.
keasliannya dapat terjaga.
Penelitian ini merupakan studi lapangan yang 3. Metode Penelitian
berupaya mengungkap cara dan faktor-faktor yang Pada dasarnya, metode penelitian yang diguna-
mempengaruhi pelarasan gamelan Jawa dari sudut kan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
pandang pelakunya. Pemaparan tentang pelarasan Oleh karenanya, penelitian ini berupaya menggali,
gamelan Jawa baik bersifat musikal maupun non- mengkonseptualisasi, mengategorisasi, dan mel-
musikal akan berhadapan dengan permasalahan akukan penafsiran terhadap data yang ada.
teks dan konteks. Maka pendekatan tekstual dan Penelitian tentang pelarasan gamelan Jawa ini
kontekstual dipandang relevan dalam rangka dilakukan melalui tiga cara dalam mengumpulkan
membedah permasalahan dalam studi ini, karena data, yaitu partisipan observer, wawancara, dan studi
perwujudan teks dan konteks merupakan dua sisi pustaka. Oleh karenanya pendekatan fungsional
yang saling terkait. berdasarkan pandangan atau wawasan pemilik
Langkah pertama yang dilakukan adalah budaya perlu untuk dilakukan. Partisipan observer
menempatkan larasan gamelan sebagai sebuah sesuai dengan latar belakang peneliti yang berasal
teks. Sebagaimana dalam pendekatan hermeunetik dari keluarga seniman dan juga pengrajin gamelan
para ahli antropologi menganggap kesenian seba- Jawa. Sejak kecil telah terbiasa membantu dalam
gai sebuah teks yang harus dibaca dan kemudian proses pembuatan maupun pelarasan gamelan.
ditafsirkan. Demikian pula halnya dengan larasan Tantangan dan kesulitan yang dihadapi pada situasi
gamelan dalam perspektif ini merupakan sesuatu ini adalah, penulis saat terlibat pada proses pelar-
yang harus “dibaca” dan “ditafsirkan”.(Ahimsa- asan harus dapat memilah kapan menjadi pelaku
Putra, 2000, 402 ) dan peneliti.
Pendekatan tekstual digunakan untuk men- Data yang bersifat informasi lisan diupayakan
gungkap dan memahami unsur-unsur yang mem- lewat serangkaian wawancara dengan narasumber
bentuk sebuah larasan seperti : jangkah, embat, terpilih, baik dari narasumber primer maupun nara-
gembyang, kempyung, dan pathet. sumber sekunder. Nara sumber primer merupakan
Langkah kedua, adalah mengunakan pende- narasumber terpilih dari pelaras gamelan Jawa
katan kontekstual. Pendekatan kontekstual diper- yang oleh masyarakat umum dipercaya memiliki
lukan untuk mengkaji, memahami larasan gamelan kemampuan pelarasan gamelan Jawa yang mum-
hubungannya dengan sosio lingkungan masyarakat puni, yakni: AL Suwardi, Panggiyo, Suraya, dan
masyarakat pendukungnya. Pendekatan kontekstu- Sarno. Disamping itu wawancara juga dilakukan
al juga digunakan untuk mengetahui faktor-faktor kepada narasumber sekunder yang berguna seba-
yang melatar belakangi terjadinya perbedaan cara gai pembanding dan melengkapi informasi dari
dan larasan gamelan menurut pandangan masy- narasumber primer guna mendapatkan kebenaran
arakat pendukungnya. Pendekatan ini nantinya objektik. Adapun narasumber sekunder dipilih
digunakan untuk menjawab pertanyaan “mengapa dari pengrajin gamelan, seniman dan dosen Jurusan
terjadi perbedaan embat pada larasan gamelan Jawa. Karawitan Institut Seni Indonesia Surakarta yang
Konsep pelarasan pada umumnya belum dipandang memiliki wawasan yang luas terhadap
terumuskan dalam tulisan, masih pada masing- pelarasan gamelan Jawa. Mereka adalah Tarno, Wa-
masing pelakunya pelaras pada umumnya bekerja kidjo, Suyadi, Suwito, Rahayu Supanggah, Suraji,
berdasarkan insting dan bekal keahlian yang di Sukamso, dan Darsono.
peroleh dari pengalamannya. Hal ini mengaki- Studi pustaka dilakukan dengan mencari in-
batkan generasi berikutnya mengalami kesulitan formasi baik yang berhubungan secara langsung
untuk menirukankannya. Di sisi lain Transfer ilmu maupun tidak langsung dengan Pelarasan gamelan
seperti ini memungkin suatu keahlian akan hilang Jawa. Aktivitas ini dilakukan di perpustakaan yang
seiring dengan meninggalnya para empu pelaras ada di lingkungan kampus ISI Surakarta.

101
Vol. 13 No. 2, Desember 2018

Studi pustaka juga dilakukan pada wibe-site tersebut bermakna menginduk larasan gamelan
yang memuat tentang pelarasan gamelan, di sana tertentu. Biasanya gaemalan yang menjadi babonan
banyak terdapat artikel berisi bagian kecil tentang memiliki larasan yang telah mapan dan diakui oleh
pelarasan gamelan. Studi pustaka juga dilakukan masyarakat. Mbabon merupakan tahap yang sangat
dengan mencari sumber-sumber tertulis baik buku penting dan menentukan hasil dari larasan gamelan
tercetak, manuskrip, artikel dalam majalah dan keseluruhan. Karena susunan nada yang dihasilkan
surat kabar, laporan penelitian dan sumber tertu- akan berdampak pada karakter larasan gamelan
lis lainnya merupakan sumber data yang sangat secara keseluruhan.
berharga. Terkait dengan proses mbabon, berikut tang-
Selain dalam bentuk tulisan, data yang berupa gapan dan pendangan beberapa pelaras terhadap
audio-audio visual juga diperlukan dalam peneli- proses mbabon. Panggio berpendapat seorang pelaras
tian ini. Data tersebut diperoleh melalui (1) kaset saat mbabon sebenarnya ia sedang menciptakan
komersial, CD audio, VCD, Mp3 koleksi pribadi; larasan. Nada yang menjadi acuan hanyalah seba-
dan (2) merekam secara langsung berbagai peri- gai pemicu untuk menciptakan laras yang baru.3
stiwa pergelaran karawitan yang beguna untuk Lebih lanjut sarno sama halnya dengan panggio
mendapatkan larasan gamelan. Adapun beberapa bahwa mbabon tidak sepenuhnya menirukan nada.
gamelan yang direkam adalah Gamelan tersebut babonan hanya sebagai pentunjuk untuk selanjutnya
: Gamelan Auditorium RRI Surakarta, Gamelan diolah menurut guna mendapatkan larasan yang
Lokananta, Gamelan mangkunegaran, gamelan enak sesuai dengan selera dan fungsi dari gamelan.
Keraton Kasunanan Surakarta, Beberapa gamelan (wawancara sarno, 17-10-2016)
yang dimiliki oleh ISI Surakarta, gamelan milik Dari pandangan di atas terlihat bahwa pada
Purba Asmoro, gamelan milik Rahayu Supanggah proses mbabon pelaras tidak hanya menirukan laras
dan gamelan milik Heri Purwanto. Sumber-sumber yang telah ada, akan tetapi pelaras bebas untuk
tersebut diharapkan menjadi data primer dan data merubah nada-nada tersebut. Perbedaan jangkah
pendukung dalam penelitian ini. antar nada merupakan hal yang harus dipertim-
Prinsip memperoleh data sebanyak-banyaknya bangkan. Rangkaian nada-nada yang dihasilkan
di lapangan penelitian sangat diperlukan berkaitan pada akhirnya akan membentuk karakter larasan
dengan banyaknya data yang diperlukan dalam gamelan secara keseluruhan. Insting dan kejelian
penelitian ini. Pekerjaan mereduksi dan analisis pelaras dalam merangkai nada sangat menentukan
data yang diperoleh di lapangan dilakukan seawal hasil dari larasan dan hal inilah yang membedakan
mungkin dengan tujuan kekurangan-kekurangan kualitas pelaras satu dengan lainnya.
data dapat segera diketahui dan dicari jalan kelu- Terdapat 2 cara dalam proses mbabon yakni :
arnya dengan mencari lagi di lapangan. mbabon dengan melaras sama persis setiap ricikan
dengan gamelan yang menjadi babonan dan mbabon
4. Hasil dan Pembahasan hanya mengambil nada nem selanjutnya membuat
Bab ini Membahas tentang teknik dan proses urutan nada berdasarkan selera pelaras. Tehnik mba-
melaras gamelan, serta faktor-faktor yang mempen- bon dengan menirukan setiap ricikan pada dasarnya
garuhi pelaras gamelan dalam menentukan embat sangat jarang atau dapat dikatakan tidak berkem-
gamelan Jawa. bangan di masyarakat. Tehnik yang banyak dilaku-
kan oleh masyarakat adalah mengambil nada enem
4.1 Proses dan Tehnik Pelarasan Gamelan (6) untuk selanjutnya membuat rangkaian nadanya.
Membahas tentang proses mbabon, wilayah Dalam menentukan nada nem (6), pelaras bisa
nada, melaras bilah dan melaras pencon. menggunakan salah satu instrumen sebagai acuan
atau dengan mendengarkan rekaman suara gamelan
a. Mbabon saat dimainkan baik secara langsung ataupun reka-
Mbabon merupakan bahasa jawa dari kata man audio. Selanjutnya pelaras menuangkan nada
babon yang berarti induk. Babon diberi awalan m nem tersebut pada ricikan gender di wilayah nada
menjadi mbabon bermakna menginduk. Dalam gembyang tengah. Setelah mendapatkan nada
dunia pelarasan gamelan jawa terdapat istilah nem gembyang tengah pelaras kemudian membuat
“mbabon gamelan RRI”, “mbabon gamelan Lo- gembyangan dengan nem gembyang bawah. Dalam
kananto, “Mbabon gamelan Purba Asmoro”. Istilah

102
Risnandar: Pelarasan Gamelan Jawa

membuat gembyangan ini pelaras membuat jenis dan embat larasati, dilain pihak masyarakat umum
gembyangan pleng (tidak terdapat ombak suara). mengistilahkan embat pernes atau mbrayak dan embat
Prosesnya adalah pelaras menggunakan tanah liat luruh. Nama sundari dan larasati yang digunakan
atau malam yang ditempelkan pada bagian bawah untuk menandai jenis embat di atas merupakan
gender yang berguna untuk menurunkan nada. nama yang diambil dari tokoh wanita pada cerita
Pada tahap ini pelaras terus berksperiman sampai wayang kulit purwa yang memiliki karakter ber-
mendapatkan gembyangan yang diinginkan. tolak belakang. Sundari memiliki karakter lembut,
Tahap selanjutnya adalah membuat kempyung sedangkan larasati memiliki karakter lincah. Dari
dari nada nem (6), yakni nada loro (2). Cara yang sini terlihat bahwa embat sundari setara dengan
digunakan adalah menggunakan nada 6 untuk ny- embat luruh, sedangkan embat larasati sama dengan
etel rebab sampai mendapatkan senggrengan rebab embat prenes dan mbrayak.
yang enak. Senggrengan rebab ini secara otomatis Pembahasan di atas terlihat bahwa jangkah nada
akan menghasilkan nada 6 dan 2 gembyangan ten- pada gamelan jawa sangat fleksibel. Pangaturan dan
gah. Rebab tersebut kemudian akan menghasilkan pemilihan nada-nada sangat tergantung dari selera
rangkaian nada yang diinginkan. Pelaras selanjutnya pelaras, dan kejelian serta kelihaian pelaras dalam
menentukan nada 2 gembyang tengah untuk mem- mengatur nada-nada. Dalam proses ini seorang
buat kempyung nada. (Pengamatan proses melaras pelaras akan mencurahkan seluruh kemampuannya
gender Suraji 2 juni 2016 Benowo) gunakan mendapatkan hasil larasan yang maksimal.
Proses ngempyung telah menghasilkan nada Menurut sarno proses ngembat biasanya dilakukan
6 dan 2 gembyang tengah. pada tahap selanjutnya tepat tengah malam diawali dengan sholat tahajud
pelaras membuat rangkaian nada secara utuh dalam sebagai sarana memohon kepada Tuhan supaya
satu gembyang yakni : y 1 2 3 5 6. Setelah pekerjaan yang dilakukannya mendapat ridho dari
mendapatkan nada kemudian digunakan untuk Tuhan Yang Maha Kuasa. Dipilihnya waktu tengah
bermain gender, apa bila terdapat nada yang kurang malam ini karena tengah malam merupakan saat
tepat disesuaikan lagi sampai mendapat rangkaian yang paling hening sehingga ia dapat berkenson-
nada yang diinginkan. trasi secara maksimal dalam mengeksplorasi nada-
nada. (wawancara, 29-10-2016) Beberapa tokoh
b. Membuat Embat pelaras, Panggiyo, Tentrem (Alm) dan Mulyadi
Melaras gamelan selalu terdapat proses yang menyatakan agar dapat memberikan ruh pada hasil
dinamakan ngembat. Menurut Sri hastanto embat larasan, pelaras sering melakukan laku tirakat puasa
muncul dari pengaturan jarak nada dan juga tinggi sebelum ngembat gamelan. Berbagai laku spiritual
rendah nada pada larasan gamelan. Setiap pelaras tersebut berguna untuk mempertebal keyakinan/ke-
selisih bebas dalam menentukan jarak nada atau mantapan psikologis dalam melakukan pekerjaan.
juga dapat disebut jangkah nada sehingga setiap (disarikan dari pernyataan beberapa narasumber
gamelan dijawa memiliki embat yang berbeda-beda saat berdialog dengan mereka) Dari pembahasan
pula. Kebabasan dalam menentukan jangkah setiap di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ngembat
nada ini bukan berarti tanpa batasan. Pelaras pada merupakan proses yang berat dan sangat penting
umumnya telah memiliki ukuran seberapa jauh dalam rangkaian pelarasan. Oleh karennya perlu
dan dekat jarak nada dapat dibuat. Alat yang di- untuk dilihat lebih dalam bagaimana proses dari
gunakan untuk menentukan jarak nada ini berupa ngembat tersebut.
kecerdasan indra pendengaran yang telah dilatih
sedemikian rupa sehingga memiliki kemampuan c. Proses membuat nada
khusus untuk menentukan selisih nada yang tepat. Pernyataan dari semua pelaras yang berhasil
Para pakar pelaras menggunakan istilah rasa penak diwawancarai pada penelitian ini pada umumnya
dan ora kepenak untuk menilai hasil embatan, dan menyatakan bahwa dalam ngembat selalu dimulai
apabila jangkah nada melewati toleransi yang dari membuat nada-nada pada gender barung.
telah ditentukan diberi istilah sliring dan blero. Wilayah nada dan karakter suara gender barung
(Hastanto,39-40, 2012 ) yang memiliki durasi bunyi panjang merupakan
Dunia karawitan gaya Surakarta mengenal instrumen yang paling tepat dan enak untuk mem-
dua jenis embat larasan gamelan. Rahayu Supang- buat nada dan mencari gembyangan. Menurut Sri
gah secara umum mengelompokkan embat sundari hastanto Pelaras dalam membuat nada tidak urut

103
Vol. 13 No. 2, Desember 2018

dimulai dari nada terkecil sampai ke nada yang gamelan jawa terletak pada wilayah gembyangan
paling besar atau sebaliknya. (Hastanto, 2012). dua, tiga dan empat yakni: e t y 1 2 3 5 6
Akan tetapi dimulai dari nada yang paling mudah ! @ #. Nada pertama yang dibuat adalah nada
didengar, biasanya dimulai dari gembyangan ke tiga nem (6). Nada nem tersebut bisa didapatkan dari
lalu dilanjutkan gembyangan ke dua dan gembyangan mbabon gamelan lain ataupun berdasarkan ketaja-
pertama. Dilanjutkan gembyangan ke empat, ke lima man insting dengan cara membuat bayangan nada.
dan yang terakhir gembyangan ke enam. Dalam Pada saat membuat nada 6 (nem), sarno melagukan
membuat gembyangan ini batas toleransi perbedaan bayangan urutan nada-nada yang akan dibuatnya.
nadanya adalah 1200 cent. (Hastanto, 34, 2012). Menyuarakan nada-nada ini penting untuk dilaku-
kan dengan tujuan agar mendapatkan larasan pada
nada telu (#) atas dan telu (e) bawah. Batas nada
yang digunakan adalah untuk telu (#) atas sedikit
memaksa metit dan pada nada telu (e) bawah sedikit
Skema wilayah nada pada seperangkat gamelan. memaksa akan tetapi jangan sampai ngorok (suara
Urutan rangkaian kerja dalam membuat nada bergetar). Melagukan bayangan nada ini dilakukan
setiap pelaras memiliki cara yang berbeda beda. secara berulang-ulang sampai mendapatkan nada
Sarno dalam membuat nada selalu dimulai dari yang diinginkan. Dengan proses demikian biasanya
nada nem gembyangan ke tiga. Di pilihnya nada hasil larasan yang dibuatnya enak untuk nembang.
tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa nada (wawancara , 4-10-2016)
nem gembyangan ke tiga merupakan nada dasar Nada nem (6) yang telah didapat kemudian
dari suara manusia. Setiap seniman ketika mencari digunakan untuk nyetel rebab guna mendapatkan
nada pada gamelan selalu dimulai dari nada terse- segrengan rebab. Berdasarkan sengrengan rebab
but. Konsep pikir ini dipengaruhi latar belakang tersebut akan didapatkan nada loro (2). Selanjutnya
kesenimanannya sebagai penggerong sehingga rebab dimainkan dan menghasilkan nada w e t
memiliki pemahaman olah vokal yang cukup baik. y 1 2 3 5 6 ! @ #. Rangkaian nada tersebut
Pengalaman-pengalamannya sebagai penggerong selanjutnya diambil nada 1 2 3 5 6 sebagai rangkaian
yang selalu bersinggungan dangan titilaras gamelan nada awal pada laras slendro. Nada-nada tersebut
sangat bermanfaat dalam membentuk kepekaan selanjutnya digunakan untuk melaras gender. Proses
nadanya. Dalam pandangannya larasan yang baik merangkai nada ini sama dengan proses mbabon
adalah larasan yang mudah digunakan untuk dan ngembat seperti yang telah dijelaskan pada sub
nembang. Supaya larasan mudah untuk nembang bab mbabon dan ngembat.
terdapat dua unsur yang harus diperhatikan, jarak
nada dan juga tinggi rendah wilayah nada. oleh ka- c.1.1 Embat Prenes
renanya Dalam menentukan nada 6 ini sarno selalu Tahap selanjutnya yakni menentukan jenis
memperhitungkan tinggi rendah suara manusia. embat. Di awal telah disebutkan bahwa dunia kara-
Apabila pemesan seorang dalang maka dalang witan mengenal dua jenis embat yakni embat prenes
diminta suluk untuk mengetahui wilayah nada dan embat luruh. Menurut AL. Suwardi embat prenes
suaranya. (wawancara, 27-07-2016 ) dan embat luruh ini ditentukan oleh jarak/jangkah
tiap nada. secara umum Embat prenes dibuat jarak
c.1 Membuat Nada Laras Slendro nada lebih jauh dibandingkan dengan embat luruh.
Proses pelaras gamelan jawa selalu dimulai (disampaikan pada perkuliahan akustika instrumen
dari menyusun laras slendro. Pemilihan tersebut I, 05-05-2016). Sukamso menambahkan embat luruh
berdasarkan pertimbangan bahwa pembagian biasanya memiliki gembyangan pleng. (wawancara,
jangkah laras slendro sama sehingga mudah dalam 13-01-2016 ). Lebih lanjut Sarno menambahkan un-
membuat rangkaian nadanya. Di samping itu peny- tuk embat prenes jarak nada lebih panjang, adapun
usunan laras pelog lebih mudah apabila nada-nada pembagian jangkah nadanya sebagai berikut: Pada
laras slendro telah tersusun. (Wawancara Haryanto, laras slendro nada 1 (siji) dekat dengan nada 2
30-10-2016) (loro), nada 2 (loro) jauh dengan nada 3 (telu) , nada
Seperti penjelasan di atas, sarno dalam melaras 3 (telu) jauh dengan nada 5 (lima), nada 5 (lima)
nada selalu memperhitungkan wilayah nada vokal dekat dengan nada 6 (enem), dan nada 6 (enem) jauh
manusia. Wilayah nada vokal manusia pada larasan dengan nada ! (siji). Apa bila digambar jangkah

104
Risnandar: Pelarasan Gamelan Jawa

nada tersebut sebagai berikut: 1-2—3—5-6—! terbangun sehingga meskipun gembyangan !,@,#
. Hal yang perlu diperhatikan pada saat membuat dinaikkan tidak merusak dari karakter larasan.
embat tersebut, meskipun jangkahnya dibuat jauh
dan pendek jangkah nada ini masih dalam bing- c.1.3 Gembyangan
kai laras slendro. Pada persoalan ini Sri Hastanto Gembyangan dari kata gembyang, yakni dua
menjelaskan bahwa pada sistem pelarasan gamelan nada sama berjarak kelipatannya yang dibunyikan
jawa terdapat toleransi pergesaran nada. Setiap bersama-sama. Misal nada nem (y) bawah dibu-
nada dapat berbeda dengan selisih 10 hetz. Pada nyikan bersama dengan nada nem (6) sedang. Sri
buku ini Sri Hastanto juga melalukan penelitian hastanto menyebutkan bahwa larasan gamelan
jenis embat yang digunakan pada bebarapa gamelan jawa pada umumnya semua gembyangan dibuat
di Surakarta, keterangan lebih lanjut dapat dibaca digoyang ke atas. Makin tinggi nadanya jarak nad-
pada (Hastanto ,2012, 40) anya semakin jauh bahkan melebihi batas toleransi
1200 cent. Semakin rendah nadanya jarak nadanya
c.1.2 Embat luruh semakin sempit kurang dari 1200 cent. (Hastanto,
Di atas disebutkan bahwa embat luruh dipe­ 2012)
ngaruhi oleh jangkah nada pendek dibandingkan Dalam membuat gembyangan ini pertama
embat pernes. Keterangan ini sangat berguna seba- semua dilaras pleng terlebih dahulu. Selanjutnya
gai pijikan dalam menggali informasi dari pelaras. pada gembyangan 6 ke bawah dibiarkan tetap
Menurut Sarno dalam membuat embat luruh ia pleng sedangkan pada nada !,@,# dinaikkan se-
memiliki konsep sebagai berikut. Untuk membuat hingga akan muncul ombak. Dalam menaikkan
embat selalu bermula dari nada 6. Selanjutnya dari nada !,@,# semakin tinggi nadanya dinaikkan
nada 6 mencari jangkah dengan nada !, dan jangkah semakin banyak. Nada @ dinaikan lebih banyak
6 dengan 5. Dua jangkah ini sangat penting dalam dari nada ! dan nada # di naikkan lebih banyak
menentukan karakter larasan. Apa bila pada larasan dari pada @. Dengan demikian pada gembangan
embat pernes jangkah 5 dengan 6 pendek dan 6 de­ !,@,# semakin tinggi nadanya ombak suaranya
ngan ! panjang, maka dalam larasan luruh jangkah 6 semakin cepat. Menurut sarno hal ini terjadi karena
dengan 5 panjang dan 6 dengan ! pendek. (wawan- mengikuti karakter dari vokal manusia. Pesindhen
cara 29-10-2016) ataupun penggerong saat nembang secara sadar atau
Setelah ditemukan jangkah 6 dengan ! dan 6 tidak pada nada !,@,# otomatis akan sedikit naik
dengan 5 langkah selanjutnya menata jangkah 5 dari nada yang semestinya. semakin tinggi nadanya
dengan 3, 3 dengan 2 dan 2 dengan 1. Sarno menye- pergeseran nadanya juga semakin banyak. Hal ini
butkan bahwa jangkah-jangkah pada nada tersebut dipengaruhi oleh tehnik dan pernapasan vokalis
tidak ada perbedaan dengan jangkah pada embat jawa. Karena semakin tinggi nadanya memerlukan
pernes. Dengan demikian dari keterangan tersebut udara dan tekanan yang semakin tinggi. (wawan-
peneliti dapat menarik kesimpulana untuk jangkah cara, 20-07-2016)
5 dengan 3 dengan 2 dengan 1 sama dengan dengan
embat pernes. Dengan demikian pembagian embat c.2 Menyusun Nada Laras pelog
jangkah pada embat luruh dapat digambarkan 1 me- Proses selanjutnya yakni membuat nada-
miliki jangkah dekat dengan 2, 2 memiliki jangkah nada pada laras pelog. Pada larasan gamelan jawa
jauh dengan 3, 3 memiliki jangkah jauh dengan 5, terdapat sistem tumbuk (bertemu), yakni bertemu-
5 memiliki jangkah jauh dengan 6, dan 6 memiliki nya nada yang sama antara laras slendro dan laras
jangkah dekat dengan !. 1-2—3—5—6-!. pelog. Karawitan gaya Surakarta mengenal dua
Di samping dari pembagian jangkah embat luruh jenis larasan tumbuk yakni larasan tumbuk pada nada
juga ditentukan dari pengolahan gembyangan. Di nem atau larasan tumbuk pada nada lima. Dewasa ini
atas sukamso menyebutkann bahwa untuk mem- larasan tumbuk nem lebih populer dari pada larasan
buat embat luruh maka gembyangan harus dibuat tumbuk lima. Hampir semua gamelan-gamelan baru
pleng (tidak ngombak). Hal ini bertolak belakang selalu di laras tumbuk nem. Berdasarkan fenomena
dengan pendapat sarno bahwa meskipun mengolah di atas maka penelitian ini difokuskan pada larasan
embat luruh untuk nada !,@,# tetap harus diangkat tumbuk nem.
(ngombak) agar larasan enak untuk vokal. Dengan Pada larasan tumbuk nem nada yang sama yakni
pengaturan jangkah yang tepat embat luruh telah nada nem slendro dengan nem pelog dan lima slendro

105
Vol. 13 No. 2, Desember 2018

setara dengan papat pelog. Selanjutnya nada yang 2 pelog barang.


sama tersebut digunakan sebagai pijikan dalam Proses terakhir dari penyususnan nada pelog
menyusun laras pelog. Nada nem dan diambil dari yakni mencari nada 7 (pitu). Menentukan nada 7
nada enem dan nada papat (4) diambil dari nada 5 ini pelaras memiliki dua pertimbangan yang saling
slendro. Dari nada enem (6) dan papat yang telah bertolak belakang. Apa bila jangkah nada 6 dengan
didapatkan kemudian mencari nada 5 pelog. Cara 7 dekat maka larasan pada pelog pathet barang men-
yang digunakan untuk menentukan nada 5 pelaras jadi luruh dan apabila jangkah 6 dengan 7 jauh larasan
yakni dengan cara menyuarakan rangkaian nada 6 5 menjadi pernes. Sebagai ukuran dalam menentukan
4. Pada proses ini pelaras pada umumnya mengan- batas pergeseran nada tersebut pelaras mengguna-
dalkan intuisinya dengan berdasar pada perasaan kan nada 1 slendro sebagai patokan. Apabila nada
enak dan tidak enak. Tentu saja perasaan enak dan 7 dengan nada 1 slendro dibunyikan bersama-sama
tidak ini sangat fleksibel, setiap orang akan memiliki terjadi ombak (kepyur) sangat cepat embat kerep maka
ukuran masing-masing. Di sinilah keunikan dari jarak antar 6 pelog dan 7 dekat dan karakter larasan
larasan gamelan jawa, perbedaan-perbedaan yang menjadi luruh, sedangkan apabila nada 7 dan 1 slen-
muncul tersebut tidak menjadi permasalahan tetapi dro miliki ombat kerep (cepat) maka jarak 6 dengan
disikapi sebagai kekayaan yang memperkaya ragam 7 jauh maka karakter larasan menjadi pernes.
larasan gamelan.
Nada 5 yang telah telah didapatkan kemudian d. Faktor yang Mempengaruhi dalam Menentukan
digunakan untuk melaras rebab sampai mendapat- Embat
kan senggrengan yang enak. Berdasarkan senggren- Sarno dalam menentukan embat gamelan
gan rebab tersebut maka maka nada 5 dan 1 pelog selalu mempertimbangkan lokasi dan juga fungsi
(kempyung) telah didapatkan. Sampai pada proses dari gamelan tersebut. Dewasa ini fenomena
ini proses membuat nada pelog telah mendapatkan dimasyarakat berkembang karawitan gaya Sura-
nada 6 5 4 dan 1. karta yang berkarakter luruh dan karawitan gaya
Proses selanjutnya mencari nada 3 (telu). Untuk Semarangan yang memiliki karakter pernes. Dari
mendapatkan nada 3 pelaras juga menggunakan ket- pemahaman ini Sarno selalu menjelaskan kepada
ajaman instingnya terhadap nada-nada dengan cara pemesan perbedaan karakter larasan tersebut dan
menyuarakan dari nada 6 5 3 . Dalam menentukan mendiskusikan dengan pemesan jenis larasan yang
nada 3 (telu) ini pelaras harus mempertimbangkan dikehendaki.
bahwa nada 3 (telu) pelog harus di bawah nada 3 Menurut penuturan beberapa pelaras, mereka
(telu) slendro. Untuk mendeteksi selisih perbedaan akan membuat larasan pernes ini saat mendapatkan
nada ini pelaras menggunakan ombak suara. Apabila pesanan dari dalang dan juga kelompok-kelompok
nada 3 (telu) slendro dan 3 (telu) pelog dibunyikan karawitan yang banyak memainkan gending-
bersama-sama terjadi ombak cepat menandakan gending semarangan. Embat pernes ini sekarang
selisih nada jauh dan apabila ombak suara lambat lebih berkembang. Menurut sarno sejak pertama
maka selisih nadanya dekat. mendapatkan pesanan gamelan yakni tahun 1998 ia
Nada 3 (telu) yang didaptkan kemudian digu- selalu menggunakan larasan pernes. Pernah suatu
nakan untuk mencari nada 2 (loro). Nada 2 secara ketika ia membuat larasan luruh untuk salah satu
posisi terletak diantara nada 1 (siji) dan 3(telu). Pros- pesanannya, akan tetapi ia mendapat komplain dari
es mendapatkan nada 2 (loro) ini pelaras mengguna- pelanggannya yang merasakan larasannya kurang
kan insting kepekaan nadanya dengan melagukan enak. Kemudian dia rubah ke embat prenes baru
nada 1 2 3. Melagukan rangkaian nada ini dilakukan merasakan larasan gamelannya sesuai dengan yang
secara berulang-ulang sampai mendapatkan urutan diinginkannya.
nada yang diyakini. Dalam menentukan nada 2 ini Bram Palgunadi berdasarkan hasil wawancara
pelaras harus mempertimbangkan rangkaian pada dari beberapa pelaras seperti Prawira, Wignyo Ra-
pathet pelog nem dan pathet pelog barang. Pelog pathet hardjo, Widodo dalam salah satu blognya menutur-
enem memiliki jangkah nada antara nada 1 dengan kan pembuatan embat Gamelan dipengaruhi oleh
nada 2 pendek. Sedangkan untuk nada pelog barang fungsi gamelan tersebut. Gamelan untuk upacara
meminta nada 2 lebih tinggi dibandingkan nada dikeraton, gamelan uuntuk beksan, dan gamelan
2 pelog pathet nem. Pada posisi ini pelaras biasaya untuk pakeliran memiliki penggarapan embat yang
membuat nada 2 ditengah nada 2 pelog nem dan berbeda. Adapun pembagian embat tersebut dije-

106
Risnandar: Pelarasan Gamelan Jawa

laskan sebagai berikut: Gamelan yang dipakai se- jawa terdiri dari berbagai instrumen yang memiliki
bagai pengiring upacara (di keraton-keraton Jawa), ukuran dan bentuk yang beragam menghasilkan
lazim disebut ‘gamelan pakurmatan’, umumnya nada pada wilayah frequensi suara yang berbeda-
menggunakan wilayah susunan nada yang relatif beda. Ricikan demung, ricikan saron, ricikan saron
rendah (embat  andhap). Hal ini, dimaksudkan penerus yang memiliki bentuk bilah sama dengan
untuk menghasilkan kesan agung. Pola permain- ukuran yang berbeda-beda menghasilkan frequensi
annya karawitan-nya, lazimnya juga dilaksanakan yang berbeda-beda pula. Demikian gong, kempul,
dalam kecepatan yang relatif sangat lambat, tetapi kenong, bonang, dan lain sebagainya. Berbagai
harus menghasilkan suara yang keras. Karenanya, ricikan tersebut menghasilkan frequensi yang be-
lalu diperlukan ukuran fisik bilah-bilah rickan ragam dan menjadi satu kesatuan bunyi yang utuh.
gamelan yang berukuran tebal, besar, dan relatif Adapun wilayah nada pada gamelan jawa dapat di
sangat panjang. Hal ini, dimaksudkan supaya di- gambarkan sebagai berikut:
hasilkan amplitudo getaran yang besar dan tidak Wilayah nada slendro
segera hilang jika bilah tersebut ditabuh/dibunyikan
dalam kecepatan yang sangat lambat.
Gamelan yang dipakai sebagai pengiring ‘bek-
san’ (tarian), umumnya mengunakan wilayah susu- Dari daftar di atas terlihat bahwa dalam sep-
nan nada yang relatif agak rendah (embat  madya). erangkat gamelan laras slendro memiliki enam
Pola permainannya karawitannya, lazimnya dilak- gembyangan 2, lima gembyang 3, lima gembyangan
sanakan dalam kecepatan yang relatif beragam, 5, lima gembyangan 6, dan lima gembyangan 1.
tetapi tidak sampai mencapai kecepatan sangat Wilayah nada laras pelog
tinggi (jika dilakukan juga, akan mempersulit
penari). Karenanya, lalu diperlukan ukuran fisik
bilah-bilah rickan gamelan yang berukuran relatif
agak tebal, agak besar, dan tidak terlalu panjang. Laras pelog memiliki enam gembyangan 2, lima
Hal ini, dimaksudkan supaya dihasilkan amplitudo gembyangan 3, lima gembyangan 5, lima gembyangan
getaran yang besar, tetapi tidak segera hilang jika 6, lima gembyangan 7 dan lima gembyangan 1. Pada
bilah tersebut ditabuh/dibunyikan dalam kecepatan laras pelog terdapat nada 4, akan tetapi tidak se-
yang relatif agak lambat. mua instrumen memiliki hanya balungan, bonang,
Gamelan yang dipakai sebagai pengir- bonang penerus, slenthem. Menurut pandangan
ing pagelaran wayang kulit purwa atau wayang Sri Hastanto nada 4 ini bukan nada pokok, karena
orang, umumnya menggunakan susunan nada yang dalam praktiknya nada 4 banyak digunakan sebagai
relatif tinggi (embat  inggil). Pola permainan kara- nada alternatiif. Keterangan lebih lanjut tentang
witan wayangan, lazimnya dilaksanakan dalam fungsi nada papat dapat di baca dalam penelitian
kecepatan yang relatif cepat sampai sangat cepat. Sri Hastanto yang berjudul ngeng dan reng.
Dan hanya sesekali, menggunakan irama yang Menurut panggiyo proses melaras gamelan
sangat lambat. Misalnya, saat dilakukan ‘sirepan’. diutamakan ricikan memiliki wilayah gembyang
Karenanya, lalu diperlukan ukuran fisik bilah-bi- yang berbeda-beda, diantaranyai gender, saron,
lah rickan gamelan yang berukuran tidak terlampau dan peking. Hal ini guna mewadahi wilayah nada
tebal, relatif kecil, dan relatif sangat pendek. Hal ini, dalam satu set gamelan. lebih lanjut sarno menam-
dimaksudkan supaya dihasilkan amplitudo getaran bahkan bahwa dalam melaras gamelan idealnya
yang tidak terlampau besar dan segera hilang jika diawali dari gender kemudian bonang dan bonang
bilah tersebut ditabuh/dibunyikan dalam kecepatan penerus. Ke tiga instrumen tersebut memiliki
yang sangat cepat. (https://www.facebook.com/ wilayah nada yang luas dan hampir mewadahi
notes/bram-palgunadi/nada-gamelan-jawa-yang- seluruh wilayah nada satu set gamelan. di samping
ajaib/477567258936194/) itu ke tiga instrumen tersebut juga memiliki 4 level
gembyangan. Menurut sarno dalam membuat gem-
e. Membuat Wilayah Nada byangan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Wilayah nada atau teba nada merupakan Untuk gembyang nem 6 ke bawah yakni gembyang
rangkaian nada-nada yang dihasilkan dari bunyi e,t,y,1,2,3,5,6 dibuat pleng sedangkan gem-
semua instrumen seperangkat gamelan. Gamelan byangan !,@,# lebih tinggi dani gembyangan $,%

107
Vol. 13 No. 2, Desember 2018

^ ke atas dibuat pleng (tidak ngombak). (keterangan


Keberagaman ini merupakan salah satu kekayaan
larasan gamelan jawa yang harus dijaga.
lebih lanjut akan dibahas pada sub bab ngembat).
Adapun beberapa instrumen yang memiliki gemby-
angan di atas !,@,# yakni instrumen saron barung,
4.2 Melaras Ricikan.
Ricikan gamelan berdasarkan bentuknya
peking, gender penerus, bonang barung, bonang
dapat dipilahkan menjadi dua, yakni ricikan ber-
penerus, gambang, siter.
bentuk bilah dan ricikan berbentuk pencon. Bentuk
Tahapan selanjutnya adalah melaras instrumen
yang berbeda ini menghasilkan warna suara yang
lain dengan mengacu pada larasan gender, bonang,
berbeda pula. Disamping itu juga perbedaan bentuk
dan bonang penerus. diawali dari melaras balungan
tersebut juga berpengaruh terhadap sistem getar
yakni demung, saron, dan peking dengan mengacu
dalam memproduksi suara. Perbedaan bentuk
pada gender, dan bonang penerus. Slenthem,
dan sistem getar tersebut menuntun pelaras un-
kenong, gambang yang terwadahi oleh gender
tuk memberikan perlakuan yang berbeda untuk
dengan saron. Kempul mengacu pada slenthem.
masing-masing instrumen. Pada penelitian ini tidak
Kenong menggunakan demung karena terdapat
akan meneliti proses pelarasan semua instrumen
nada 7 dan 1.
gamelan. penelitian difokuskan pada tehnik dan
Dalam pelarasan gamelan, pemahaman tentang
proses pelarasan gong dan gender. Dipilihnya dua
kesetaraan nada pada wilayah nada yang sama ini
instrumen tersebut berdasarkan persamaan tehnik
terdapat 2 pendapat yang berbeda. Terdapat pen-
melaras dan sistem getar instrumen. Gong yang
dapat bahwa pada tiap instrumen meski diwilayah
terdiri dari kempul, suwukan dan gong gede me-
nada yang sama dapat dilaras berbeda. Salah satu
wakili instrumen berbentuk pencon, karena gong
contoh nada Nem gembyang atas pada ricikan
dipandang memiliki sistem getar yang paling rumit
slenthem dilaras lebih rendah dari pada nada nem
diantara semua jenis instrumen berbentuk pencon.
pada gender. Demikian halnya suwukan nem dilaras
Gender merupakan instrumen berbentuk
lebih rendah dari pada nem gembyang bawah bawah
bilah yang dalam sistem produksi suaranya me-
pada ricikan slenthem. Menurut suraji perbedaan
madukan antara bilah sebagai sumber bunyi dan
nada setiap instrumen tersebut dapat memuncul-
juga tabung berbentuk silider sebagai resonator
kan karakter tiap instrumen. Sehingga gamelan
(penguat seuara). Menarik untuk melihat proses
saat dimainkan tidak perlu dipukul terlalu keras.
pelarasan gender karena terdapat hubungan antara
Di sisi lain selisih nada tersebut ketika dibunyikan
bilah dengan resonator penguat suara. Dua unsur
bersama-sama akan menghasilkan ombak suara
ini tentu terdapat proses pelarasan sehingga dapat
yang dapat memberikan rasa musikal tersendiri.
menghasilkan suara yang diinginkan. Dengan
Sarno memiliki pendapat bahwa pada wilayah
melihat kompleksitas pelarasan gender dipandang
nada yang sama nada lebih enak dibuat pleng. Teru-
dapat mewakili proses pelarasan bilah pada ricikan
tama pada slenthem, demung, saron dan suwukan.
gamelan.
Khusus untuk suwukan 1 slendro dapat dibuat
lebih besar sedikit karena dalam penggunaannya
a. Melaras Gender
suwukan 1 slendro juga digunakan untuk suwukan
Ricikan bilah pada perangkat gamelan jawa
barang. Pendapat ini berdasarkan pada pemahaman
teridiri dari gender barung, gender penerus, gam-
bahwa instrumen balungan dan suwukan berperan
bang, slenthem, demung, saron barung, dan saron
nyelehi wiledan (akhir dari lagu) dari ricikan garap.
penerus. Dari sekian intrumen tersebut gambang,
Akhir dari lagu tersebut (seleh) apa bila suara tidak
demung ,saron barung, dan saron penerus memiliki
pleng (ngombak) terasa tidak enak. (Disarikan dari
resonator yang menjadi satu. Sedangkan gender
pendapat Suraji dan Sarno pada beberapa kali
barung, gender penerus dan slenthem miliki reso-
wawancara)
nator perbilah yang terletak dibawah setiap bilah.
Dua pendapat di atas saling bertolak belakang.
Bilah di sini difungsikan sebagai sumber getar yang
Suraji lebih senang dengan adanya ombak suara
menghasilkan frequensi yang kemudian diperkuat
pada ricikan slenthem dam juga suwukan, akan
oleh tabung resonator. Terdapat hubungan yang
tetapi Sarno cenderung pada larasan pleng pada
signifikan anatara bilah dengan tabung resonator
instrumen-instrumen yang bertugas nyelehi wiledan.
karena pada prinsipnya tabung resonator dapat
Dua pendapat ini memiliki kekuatan masing-mas-
berfungsi dengan maksimal apabila sumber suara
ing dan tidak perlu untuk mencari titik temunya.

108
Risnandar: Pelarasan Gamelan Jawa

dengan tabung resonator memiliki frequensi yang


sama. AL. Suwardi menyatakan Frequensi bilah
dipengaruhi tegang lentur bilah, sedangkan untuk
frequensi tabung di pengaruhi kedalaman tabung
dan ukuran lebar mulut tabung. (Disampaikan pada
perkuliahan matakuliah organologi akustika I).
Adapun proses pelarasan gender dapat dijabarkan
sebagai berikut:

a.1 Melaras bilah


Meleras gender pada umumnya dilakukan Gambar 1. Mengurutkan nada dengan menggunakan
tanah liat. Foto: Risnandar
pertama pada urutan kerja pelarasan gamelan ka-
rena biasanya digunakan untuk membuat babonan Bilah yang dilaras selanjutnya di kerok
(induk) laras. (proses mbabon telah dibahas pada sub (ditipiskan) pada bagian dalamnya dengan meng-
bab mbabon). Bagi yang belum mempunyai gamelan gunakan kikir atau mesin gerenda. Menurut AL
satu perangkat biasanya pertama kali memiliki Suwardi Dalam proses menipiskan bilah tersebut
gender terlebih dahulu. perlu memahami sifat dari instrumen berbentuk
Sebelum dilaras terlebih dahulu mendeteksi bilah. Tinggi rendah frequensi bilah ditentukan oleh
nada gender dengan cara dimainkan terlebih da- ketegangan dan kelenturan bilah tersebut. Semakin
hulu. Kemudian bilah gender di tinting (dipukul) tinggi nadanya berarti bilah semakin tegang sehing-
satu persatu guna memastikan pergesaran nada. ga bilah bergetar semakin cepat. Guna melenturkan
pada umumnya pergeseran nada bergerak semakin bilah pelaras perlu menipiskan bagian tengah bilah
kecil, karena karakter dari tembaga perunggu se- dan untuk menegangkan ditipiskan pada bagian
makin lama nadanya akan berubah semakin tinggi.4 pinggir bilah.
Untuk mendeteksi seberapa besar pergeseran nada
tersebut pelaras akan memukul bilah pada satu
gembyangan. Apa bila gembyangan tersebut ter-
jadi ombak nada yang tidak diinginkan pertanda
terjadi pergesaran nada dan bilah tersebut perlu
untuk dilaras.
Gambar 2. kiri merendahkan nada dengan mengeruk
Setelah didapatkan bilah yang dilaras bagian tengah bilah, kanan meninggikan nada dengan
kemudian mendeteksi seberapa banyak perseran mengeruk bagian tepi bilah
nadanya dengan menggunakan malam ataupun Foto : Risnandar
tanah liat yang ditempelkan di bagian tengah atau Bilah yang telah telah selesai selanjutnya ditaruh
pinggir bilah. Tujuan ditempel bilah tersebut guna diatas gender untuk kemudian dicoba satu persatu.
menurunkan frequensi bilah. Semakin banyak Dalam proses mencoba satu persatu tersebut pelaras
malam yang ditempelkan maka nada akan semakin selalu memperhitungkan kesesuaian jangkah den-
rendah. Pelaras kemudian mencoba bilah tersebut gan nada disampingnya dan juga gembyangannya.
dengan mengurutkan dua atau tiga nada di samp- Proses ini berjalan sampai semua nada terselesaikan.
ingnya sekaligus gembyang nadanya. Proses ini
dilakukan berulang-ulang sampai mendapatkan a.2 Melaras Bumbung
frequensi yang diinginkan. Bumbung merupakan tabung berbentuk
silinder yang terbuka bagian atasnya. Bumbung
gender pada zaman dahulu terbuat dari kayu dan
bambu, sekarang bumbung umumnya terbuat
dari logam seng atau kuningan. Bumbung terle-
tak dibawah bilah gender yang berfungsi sebagai
resonator atau penguat bunyi. Menurut Al. Suwardi
bumbung gender dapat berfungsi secara maksimal
apabila frequensi bilah sama dengan frequensi ron-
gga udara dalam bumbung. Dengan adanya dua

109
Vol. 13 No. 2, Desember 2018

frequensi yang sama tersebut maka getaran yang tehnik pelarasan pada instrumen gong perlu dis-
dihasilkan bilah akan menggetarkan rongga udara ebutkan bagian-bagian dari instrumen gong.
dalam tabung sehingga suara akan menjadi lebih
keras. (Disampaikan pada perkuliahan Akustika).
Berdasarkan pemahaman pelarasan bumbung gen-
der dapat dijelaskan sebagai berikut:
bumbung yang berbentuk tabung silender ba-
gian atas terbuka dapat disebut mulut tabung dan
tertutup pada bagian bawahnya. Mulut tabung ini
berfungsi untuk memasukkan frequensi kedalam
tubuh tabung. Mulut tabung ini berfariasi, nada
# sampai nada y terbuka secara utuh sedangkan
dari nada t samapai dengan 6 gembyang terendah
terdapat penyekat. Sekat tersebut berfungsi sebagai
pengatur frequensi, semakin kecil mulut tabung
makan frequensi akan semakin rendah.
Besar kecil frequensi dalam tabung resona- Gambar 4 Bagian-bagian pada gong
tor di samping dipengaruhi lebar mulut tabung Bagian-bagian pada instrumen gong tersebut
juga dipengaruhi oleh ke dalaman tabung resona- memiliki fungsi masing-masing terkait dengan
tor. Semakin dalam dan besar rongga tabung maka produksi suara. Pencu adalah bagian yang dipukul
frequensi akan semakin rendah. Untuk mengatur saat gong dibunyikan merupakan bagian sumber
kedalaman tabung pada bagian bawah resonator di- getaran. Rai adalah bagian yang bergetar dan men-
beri penutup. Prinsip yang digunakan oleh pelaras gahasilkan suara. Ria merupakan temapat yang san-
adalah semakin dalam tabung maka bunyi akan gat penting dalam mengatur frequensi suara gong.
semakin rendah. Oleh karenanya pada ricikan gen- pasu secara kasat mata terlihat sebagai pembatas
der dapat dilihat bahwa penutup tabung semakin antara rai bagian dalam dan rai bagian luar meru-
rendah nadanya maka penutup juga semakin ke pakan penyekat yang berfungsi sebagai pembagi
bawah. ketegangan rai. Dengan adanya pasu instrumen
gong dapat memproduksi suara panjang dan jenih.
Dalam pelarasan rai merupakan tempat terpent-
ing untuk diatur ketegangannya. Berikut dijelaskan
proses pelarasan kempul, suwukan, dan gong.

b.1 Melaras kempul


b.1.1 Metak
Metak merupakan proses awal dari proses
pelarasan kempul. Metak merupakan proses
meratakan rai, mengatur ketegangan rai dan juga
menekan permukaan rai bagian luar supaya lebih
rendah dibandingkan dari rai bagian dalam.

Gambar 3. Kiri Menyesuaikan frequensi bilah dengan


tabung, kanan mengatur kedalaman tabung

b. Melaras gong.
Gong merupakan ricikan terbesar dibanding-
kan ricikan berbentuk pencon lainnya. Gong dapat
dipilah menjadi tiga, yakni kempul, suwukan, dan
gong ageng (besar) gong ageng dalam penelitian Gambar 5 Kiri Palu Gepeng, kanan Palu Dedeg
disebut gong. untuk mendukung pada penjelasan

110
Risnandar: Pelarasan Gamelan Jawa

Peralatan yang diggunakan berupa: b.1.2 Mendapatkan Suara Dasar


1. palu yakni palu dedeg Mendapatkan suara dasar yakni proses menga-
2. palu gepeng tur ketegangan rai bagian dalam. Adapun peralatan
3. balok kayu dengan panjang 7 meter dan diameter yang digunakan : palu mendak, palu gepeng, dan
30 cm yang pada bagian ujung kayu dikaitkan tanah liat atau malam. Palu mendak untuk me-
dengan balok kayu dengan ketinggian kurang mukul rai kempul dari bagian atas sedangkan palu
lebih 80 cm gepeng digunakan untuk utuk daerah pasu.
4. pelandes papan kayu yang pada bagian tengah
dilubangi dengan diameter 30 untuk meletak-
kan pencu. Jika tidak papan kayu maka tanah
dibawah balok kayu dilubangi melubangi sebagai
tempat menaruh.
5. Batang besi dengan diamater 10 cm, panjang 50
cm.

Gambar 7. Kiri Tanah liat ditempel di pencu, tengah


tempat yang dipukul, kanan tempat yang ditempel
tanah liat dan dipukul.

Rangkaian urutan proses pengerjaan diawali


dengan menempel satu kepal tanah liat pada bagian
pencon bagian dalam. Kempul dibunyikan, apabila
bunyi menjadi nyaring maka rai bagian dalam dekat
Gambar 6. kiri metak dari luar, kanan metak dari dalam dengan pencu perlu dikendoni (dikurangi ketegan-
Foto: Risnandar gannya) dengan cara dipalu pada rai bagian dalam
dekat dekat pencu. Pada tahap ini apabila pencu
Adapun tahapan pengerjaan petakan sebagai
diberi tanah liat belum mendapatkan suara jernih
berikut: Tahap awal adalah meratakan dan menga-
maka bagian yang perlu diberi tanah liat dipindah
tur ketegangan rai bagian dalam dan rai bagian luar.
pada pada rai bagian dalam dekat dengan pasu,
Kempul diletakkan secara tengkurap atau terlentang
kemudian pada titik tempat tanah liat tersebut
kemudian dari atas ditaruh besi dengan panjang
dipalu guna mengurangi ketegangannya.
kurang lebih 50 cm yang diposisikan secara berdiri.
Besi tersebut dari atas ditekan menggunakan balok b.1.3 Mengatur Tinggi Rendah Suara
kayu dengan diberi beban tiga sampai dengan lima Tinggi dan rendah suara pada dasarnya dida-
orang dewasa (kuranng lebih 180kg-300kg) dengan pat dengan mengatur tingkat ketegangan pada rai
cara duduk di atas balok kayu. Selanjutnya batang bagian dalam. Semakin tegang akan menghasilkan
besi yang menekan rai kempul menjadi acuan untuk frequensi yang semakin tinggi, sedangkan untuk
memalu. Proses petak ini berguna untuk mengatur merendahkan dengan mengurangi ketegangan-
ketegangan rai bagian luar yang berguna untuk nya. Pada ricikan kempul terdapat dua tahapan
mendapatkan dasar suara kempul. yang mempengaruhi tinggi rendah frequensi suara,
Tahap selanjutnya adalah merendahkan rai yakni proses menghaluskan dan proses mengatur
bagian luar dengan cara yang sama dengan proses ketegangan rai bagian dalam.
di atas. Akan tetapi pada proses ini tekanan batang Alat yang diperlukan dalam proses mengatur
besi yang ditekan dengan balok dan intensitas tinggi rendah suara sebagai berikut:
pukulan palu lebih diperkuat. Merendahkan rai 1. Mesin Gerenda
bagian luar ini berguna untuk mendapatkan suara 2. Kikir
menggaung atau memperpanjang resonansi suara 3. Pasah tembaga
kempul. 4. Palu mendak
5. Palu gepeng

111
Vol. 13 No. 2, Desember 2018

6. Amplas halus umum sama tehnik pelarasan kempul. Hal yang ber-
7. Air yang dialirkan melalui selang kecil beda adalah pada saat menata frequensi rai. Kalau
pada kempul rai baigian lur dan rai bagian dalam
mimiliki frequensi sama, pada suwukan kedua rai
memiliki frequensi yang berbeda. Perbedaan freq-
uensi inilah yang pada akhirnya membentuk gaung
atau gema. Gamelan jawa pada umumnya memiliki
suwukan laras slendro = 2,1,6 dan laras pelog 2,1,7.
Menurut sarno larasan suwukan gamelan gaya
surakarta idiealnya suwukan nada 2 (ro), 1 (ji), dan
7 (pi) tidak bergema atau bisa bergema satu kali
Gambar 8. Proses menghaluskan permukaan kempul dengan jarak getar jarang. Untuk suwukan nada 6
Foto: Risnandar (nem) bergema sebanyak enam kali dengan jarak
Menghaluskan permukaan kempul merupa- getar yang rapat.
kan proses mengikis lapisan luar dengan sampai Menurut AL Suwardi ombak suara dihasilkan
mendapatkan warna kuning dan halus. Pertama dari dua frequensi yang berbeda berbunyi secara
permukaan kempul digerenda secara menyeluruh, bersamaan. Perbedaan frequensi ini semakin jauh
selanjutnya dikikir, dipasah dan terakhir diamplas maka menghasilkan ombak suara semakin cepat.
dengan amplas halus. Pada proses menghaluskan Ombak suara yang dihasilkan oleh ricikan suwukan
tersebut secara otomatis mengurangi ketebalan per- tersebut merupakan hasil dari bunyi dua frequensi
mukaan kempul. Hal ini secara otomatis nada akan yang dihasilkan dari rai baian luar dengan rai ba-
menjadi besar dari sebelumnya. Oleh karenanya gian dalam. Dalam pelarasannya rai bagian dalam
pengrajin harus mempu mengatur ketabalan rai dilaras sedikit tinggi dari pada rai bagian luar.
karena kalau terlalu tebal suaranya akan budeg dan Adapun proses pelarasan suwukan sebagai
kalau terlalu tipis suaranya kurang jernih. berikut. Tahap awal adalah dengan menata ket-
Tahapan selanjutnya yakni mengatur ket- egangan rai bagian luar dan rai bagian dalam
egangan rai guna mendapatkan frequensi yang guna mendapatkan dasar suara. Tahap berikutnya
diinginkan. Tahapan ini dimulai dengan mengatur mencari nada yang diinginkan. Proses dimulai dari
ketegangan rai bagian dalam. Menata ketegangan rai bagian dalam, kemudian dilanjutkan rai bagian
rai bagian ini dilakukan dari dalam kempul. Diawali luar. Pada tahapan ini, nada ke dua rai dibuat sama
dari daerah dekat pasu bergerser sacara berkeliling sehingga belum terjadi ombak. Tahap berikutnya
secara penuh. Setelah mendapatkan nada yang di- adalah membuat ombak suara dengan meninggikan
inginkan menjadi acuan dalam menata ketegangan rai bagian dalam.
rai bagian luar. dalam mlaras kempul ini frequensi
pada rai bagian dalam harus sama dengan rai ba- d. Melaras Gong
gian luar. Untuk pelarasan gong secara umum sama den-
Dalam melaras kempul ataupun gamelan gan tehnik pelarasan suwukan. Hal yang berbeda
yang memiliki bentuk pencon terdapat salah satu pada proses melaras gong adalah durasi ombak
pemahaman dalam meninggikan dan merendahkan suara yang berjumlah antara enam sampai dengan
frequensi/nada. untuk meninggikan nada daerah delapan kali. Sama seperti halnya larasan suwukan,
yang dipukul adalah bagian rai dipukul dari dalam ombak suara ini dihasilkan dari perbedaan nada rai
pada daerah tengah-tengah rai atau dipukul daerah bagian dalam dengan rai bagian luar. Dalam mem-
dekat pencu atau dekat pasu dipukul dari luar. buat ombak terdapat dua cara yakni dengan meren-
sedanngkan untuk merendahkan dipukul daerah dahkan rai bagian luar dan meninggikan rai bagian
tengah rai dipukul dari luar. dalam. cara yang pertama yakni merendahkan rai
c. Melaras Suwukan bagian luar ini kurang menguntungkan karena su-
Suwukan merupakan instrumen seperti kem- ara bisa menjadi nggembor (cacat). Sedangkan cara
pul akantetapi memiliki bentuk yang lebih besar, meninggikan rai bagian dalam lebih menguntung-
suara yang lebih rendah, serta suara memiliki om- kan. Karena dengan ditinggikan rai bagian dalam
bak. Dalam pelarasan suwukan proses awal sampai berarti permukaan rai semakin tegang, sehingga
dengan proses menghasilkan suara dasar secara suara yang dihasilkan semakin panjang.

112
Risnandar: Pelarasan Gamelan Jawa

5. KESIMPULAN dipastikan terjadi kerusakan pada bilah tersebut.


Bilah tersebut retak atau proses penempaan tidak
Penelitian pelarasan gamelan ini pada dasarnya
maksimal sehingga terdapat rongga pada bilah.
ingin melihat berbagai problematika yanng terdapat
pada pelarasan gamelan. Dewasa ini sistem rege-
narasi dan juga transfer ilmu pelarasan gamelan be-
6. KEPUSTAKAAN
lum berjalan dengan baik. Dikhawatirkan keahlian
melaras gamelan akan semakin mengalami distorsi
Ahimsa Putra, H.S. Strukturalisme Levi-strauss: Mi-
seiring dengan meninggalnya para empu pelaras
tos dan Karya Sastra. Yogyakarta: Galang Press
gamelan. Dengan didokumenkannya proses pelar-
Yogyakarta, 2001.
asan ini sedikit banyak memberikan kontribusi pada
menjaga keberlanjutan transfer knowlage keilmuwan Ahimsa-Putra, H.S. “Wacana Seni Dalam An-
pelarasan gamelan tropologi Budaya: Tekstual, Kontekstual dan
Tehnik pelarasan gamelan secara umum dapat Post-Modernistis” dalam Ketika Orang Jawa
dikelompokkan menjadi dua jenis, yakni pelar- Nyeni. Yogyakarta: Galang Press, 1999.
asan bilah dan pelarasan pencon. Pada ricikan Martopangrawit. Pengetahuan Karawitan. Sura-
berbentuk bilah pada dasarnya tinggi rendah nada karta: ASKI, 1972.
dipengaruhi oleh tegang dan lentur bilah. Untuk
melenturkan bilah adalah dengan mengeruk bagian Pradjapangrawit. Serat Sujarah Utawi Riwayating
tengah dan menegangkan bilah dengan mengeruk Gamelan: Wedhapradangga (Serat Saking Gotek).
bagian samping. Pada instrumen pencon, untuk Surakarta: STSI Press,1990.
mengatur tinggi rendah nada terletak pada ket- ________. Bothèkan Karawitan I. Jakarta: Masyarakat
egangan rai. Semakin tegang rai maka nada akan Seni Pertunjukan Indonesia, 2002.
semakin tinggi.
Embat pada larasan gamelan merupakan hal Sri Hastanto. Ngeng dan Reng: persandingan sistem
yang fital dalam pembentukan karakter larasan pelarasan gamelan ageng Jawa dan kebyar Bali.
gamelan. Bagi pelaras bukan pekerjaan mudah Warsadiningrat. Serat Sesorah Gamelan. Surakarta,
dalam menentukan embat. Laku spiritual meru- 1920.
pakan salah satu cara bagi pelaras untuk menin-
gkatkan konsentrasi dan sekaligus memperkuat
Webtografi
keyakinan terhadap pekerjaan yang berat tersebut.
Dalam menentukan embat pelaras dipengaruhi https://id-id.facebook.com/notes/bram-
oleh berbagai faktor. Faktor tersebut dapat diklasi- p a l g u n a d i / n a d a - g a m e l a n - j a wa - ya n g -
fikasaikan menanjadi faktor internal dan faktor ajaib/477567258936194/
eksternal. Faktor internal meliputi karakter pelaras,
situasi psikologis pelaras, dan juga bekal keseni-
manan yang dimilikinya. Faktor eksternal meliputi Narasumber
lingkungan, fungsi gamelan, dan juga keinginan
Al. Suwardi 65 tahun, Dosen Jurusan Karawitan
dari pemesan gamelan.
ISI Surakarta
Demikian penelitian ini dapat dilakukan.
Hasil dari penelitian ini masih jauh dari kata sem- Panggiyo 64 tahun, Dosen Jurusan Karawitan ISI
purna. Setalah menyelesaikan penelitian ini penulis Surakarta
mendapatkan berbagai pertanyaan yang memberi- Sarno 63 tahun, Pengrajin Gamelan Desa Sem-
kan inspirasi pada penelitian-penelitian selanjutnya. pukurep, Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten
wonogiri.
Catatan Akhir Suraji 55 tahun, Dosen Jurusan Karawitan ISI
1
(https://id-id.facebook.com/notes/bram-palgunadi/ Surakarta
nada-gamelan-jawa-yang-ajaib/477567258936194/). Tarno 45 tahun, Pengrajin gamelan dari Bekonang
2
(Disarikan dari pendapat pengrawit-pengrawit di
Surakarta dan sekitarnya )
3
Wawancara panggio 25-05-2-16 di ISI Surakarta
4
Apabila pergeseran nadanya ke bawah maka dapat

113

Anda mungkin juga menyukai