Bismillah Sta Fenesia-Dikonversi
Bismillah Sta Fenesia-Dikonversi
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
Gambar 2
Tim BNN juga telah melakukan 'simulasi' prediksi terkait jumlah pecandu dan
korban penyalahguna narkoba mulai tahun 2014 hingga 2020. Terdapat tiga opsi
prediksi yaitu skenario naik, stabil dan turun. Dalam hal ini ‘skenario naik’ artinya
terjadi situasi kenaikan jumlah penyalahgunaan akibat adanya tekanan yang lebih kuat
dari para pengedar/bandar narkoba. ‘Skenario turun’ adalah terjadinya situasi
penurunan jumlah penyalahgunaan akibat adanya tekanan yang lebih kuat oleh para
aparat penegak hukum dan seluruh lapisan masyarakat dalam berupaya mencegah dan
menanggulangi narkoba, utamanya pada aspek sosialisasi dan edukasi. Sedangkan
‘skenario stabil’ ialah kondisi di mana relatif tidak ada kenaikan jumlah
penyalahgunaan narkoba dari tahun ke tahun karena adanya persamaan kekuatan
antara pihak aparat penegak hukum & seluruh lapisan masyarakat melawan para
pengedar/bandar narkoba. Berikut tabel prediksi tersebut:
Tabel 1
3
Sejauh ini penyalahguna narkoba didominasi oleh kelompok usia produktif dan
mengalami peningkatan di kalangan remaja, dari angka yang sebelumnya adalah 20%,
pada tahun 2019 meningkat menjadi 25% dari jumlah penyalahguna narkoba secara
keseluruhan. Remaja menjadi salah satu sasaran yang mudah bagi pelaku market
narkoba, karena kondisi psikologis pada remaja masih labil sehingga membuat remaja
mudah terpengaruh dan berpotensi menjadi pengguna jangka panjang. Hal tersebut
merupakan strategi dan kepentingan tersendiri bagi pelaku market narkoba atau
produsen dalam meraup keuntungan.
Menurut WHO definisi dari narkoba adalah suatu zat yang apabila dimasukkan
ke dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi fisik dan atau psikologi. Berdasarkan surat
edaran Badan Narkotiak Nasional Nomor SE/03/IV/2002/BNN, narkoba adalah istilah
baku yang digunakan sebagai akrolin dari narkotika, psikotropika, dan bahan-bahan
adiktif lainnya. Yang berarti kata narkoba merupakan suatu kata simbolik untuk
menyimbolkan narkotika, psikotropika, dan bahan-bahan adiktif lainnya.
Penyalahgunaan narkotika (drugs abuse) adalah suatu pemakaian non medical atau
ilegal barang haram yang dinamakan narkotika (narkotik dan obat-obat adiktif) yang
bisa merusak kesehatan dan kehidupan yang produktif manusia pemakainya (Sofyan,
2005:154). Penyalahguna narkotika sangat beresiko mengalami gangguan fisik,
mental dan perilaku yang mana gangguan mental tersebut disebabkan oleh zat
narkotika yang mengganggu sinyal penghantar syaraf yang disebut sistem
neurotransmitter didalam susunan syaraf sentral (otak). Gangguan neurotransmitter
bisa menimbulkan gangguan fungsi kognitif, fungsi afektif, psikomotorik, komplikasi
medik terhadap fisik seperti diantaranya adalah kelainan paru-paru, lever, jantung,
ginjal, pankreas dan gangguan fisik lainnya. Menurut Dadang Hawari, orang yang
telah bergantung pada narkotika, maka hidupnya mengalami gangguan jiwa dan
mental sehingga tidak lagi mampu berfungsi secara wajar dalam masyarakat. Kondisi
demikian dapat dilihat dari rusaknya fungsi sosial, pekerjaan atau sekolah, serta tidak
mampu mengendalikan dirinya (Sofyan, 2005:157). Penyalahguna narkoba akan
mengalami disharmoni secara individual maupun secara sosial. Mereka tidak mampu
melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan peranan sosialnya dalam kehidupan pribadi,
keluarga dan bermasyarakat, atau mengalami ketidakberfungsian sosial (Tracy, 2016;
Room, 2015).
Berikut merupakan tabel jenis narkoba dan efek kegunaan medis, serta dampak
merugikan yang ditimbulkan bagi individu penyalahguna narkoba:
4
Tabel 2
Jenis Efek dan Tujuan Dampak Penyalahgunaan
Penggunaan dalam Medis
Morphine 1.Penghilang rasa sakit yang 1. Otak dan syaraf bekerja
sangat kuat. keras karena diforsir
2. Dapat menurunkan secara tidak wajar.
kesadaran, menghambat 2. Pengotoran pada darah dan
pernafasan, menghilangkan memaksa jantung bekerja
refleks batuk, dan keras.
menimbulkan rasa nyaman, 3. Pernafasan dan denyut
yang kesemuanya jantung bertambah cepat.
berdasarkan penekanan 4. Over dosis (kematian)
susunan syaraf pusat. 5. Ketergantungan secara
jasmani dan rohani.
6. Kecanduan
Heroin 1. Penghilang rasa 1. Ketergantungan fisik dan
sakit. psikis.
2. Menekan aktivitas 2. Menyebabkan euforia.
depresi dalam sistem 3. Badan terasa sakit.
syaraf. 4. Mual dan muntah.
3. Melegakan nafas dan 5. Miosis dan mengantuk.
jantung. 6. Konstipasi.
4. Membesarkan 7. Kejang saluran empedu.
pembuluh darah, 8. Sukar buang air kecil.
memberikan 9. Gagal pernafasan.
kehangatan, serta 10. Sulit berkonsentrasi.
memperlancar 11. Kematian.
pencernaan.
Ganja Menghilangkan rasa nyeri 1. Hilangnya koordinasi
kerja otot dengan syaraf
sentral.
2. Halusinasi dan timbul
sensasi psikis.
5
3. Skizofrenia
4. Gembira, tertawa tanpa
sebab.
5. Lalai, malas.
6. Terganggunya daya
sensasi dan persepsi.
7. Lemah daya ingatan.
8. Cemas, sensitif, dan
berbicara ngelantur.
Kokain Memblokade konduksi 1. Gelisah, kekuatan mental
syaraf (anestesi) bertambah, euforia, kerja
otot meningkat (anti
lelah).
2. skizofrenia
3. Payah jantung
4. Kenaikan suhu badan
Amphetamine Meningkatkan daya tahan 1. Sakit kepala dan gelisah.
dan membuat terjaga 2. Depresi, halusinasi, dan
menaikkan tekanan darah.
3. Ketergantungan secara
fisik dan psikis.
4. Overdosis
5. Kerusakan pembuluh
darah.
6. Gagal jantung.
Ekstacy Perangsang (stimulansia), 1. Perubahan mental dan
perilaku.
2. Depresi berat.
3. Ketergantungan.
4. Muntah dan kejang.
5. Percaya diri berlebihan.
6. Halusinasi.
6
Sabu Perangsang (stimulansia) 1. Gangguan serius pada
kejiwaan dan mental.
2. Denyut jantung tidak
teratur.
3. Rusaknya pembuluh
darah, ujung syaraf, otot,
dan metabolisme tubuh.
4. Tekanan darah sistolik dan
diastolik meningkat.
5. Radang hati.
Sumber: Wresniworo. 1999 . Narkotika, Psikotropika dan Obat Berbahaya. Jakarta : Yayasan Mitra Bintibmas Bina Dharma
Pemuda. Hlm 28.
7
Masalah narkoba tidak sekedar menjadi masalah yang harus ditanggung oleh
pihak tertentu saja melainkan menjadi masalah besar Indonesia karena menimbulkan
gangguan terhadap kestabilan situasi dan kondisi negara, dalam hal ini pihak
pemerintah dan BNN menghimbau ke seluruh lapisan masyarakat untuk bekerjasama
dalam melawan permasalahan narkoba terutama dari pihak keluarga yang merupakan
komponen terpenting.
Regulasi mengenai narkotika di Indonesa sudah diatur di Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu bertujuan untuk menjamin
ketersediaan kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah tindakan
penyalahgunaan narkoba, serta memberantas transaksi gelap narkotika. Berlakunya
Undang-Undang tersebut diiringi dengan munculnya paradigma baru yaitu
berubahnya cara pandang negara terhadap pecandu narkotika yang tidak lagi
dipandang sebagai pelaku kriminal melainkan merupakan korban pasar narkotika.
Terkait dengannya maka pecandu narkotika wajib menjalani rehabilitasi sesuai pasal
54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.
Pada pasal 54 Undang-Undang Narkotika menyebutkan “Pecandu dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika Wajib Menjalani Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi
Sosial”. Pemerintah juga telah merilis Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 2011 mengenai pelaksanaan wajib lapor bagi pecandu narkoba yang
mana ini merupakan bentuk implementasi pasal 54 Undang-Undang Narkotika yang
isinya menyebutkan bahwa pecandu ataupun korban penyalahgunaan narkoba bisa
melakukan wajib lapor kemudian akan direhabilitasi dilembaga yang telah ditetapkan
pemerintah. Wajib lapor artinya kegiatan melaporkan diri yang dilakukan oleh
penyalahguna narkoba yang belum cukup umur dan yang sudah cukup umur dan bisa
juga pihak orang tua atau wali yang melakukannya, kepada Instansi Penerima Wajib
Lapor (IPWL) untuk mendapatkan pengobatan atau perawatan seperti rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial.
IPWL bertujuan untuk memenuhi hak penyalahguna narkoba atau pelapor agar
mendapatkan pengobatan dan perawatan dengan menjalani serangkaian rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial. Selain itu IPWL juga berfungsi sebagai upaya
pemberantasan penyalahgunaan narkoba di kalangan masyarakat mengingat posisi
keberadaan IPWL ialah ditengah-tengah masyarakat sehingga IPWL sangat mudah di
jangkau. IPWL adalah klinik, poliklinik konsultan, Puskesmas, rumah sakit, dan
lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang telah ditunjuk oleh pemerintah.
8
Keluarnya kebijakan wajib lapor adalah sebagai upaya penanggulangan
masalah narkoba dengan menggunakan dua pilar yaitu supply reduction dan demand
reduction. Supply reduction digunakan sebagai tindakan pemberantasan sedangkan
demand reduction tidakan untuk pencegahan, pemberdayaan masyarakat dan
rehabilitasi. Kebijakan ini berpegang pada beberapa pasal tentang narkotika sebagai
dasar pelaksanaan, diantaranya adalah:
Tabel 3
Kebijakan Nasional→ Undang- “Menjamin Pengaturan Upaya
Undang 35 Tahun 2009 Pasal 4 Rehabilitasi Medis dan Sosial bagi
Huruf D Penyalahguna dan Pecandu Narkotika”
Pasal 54 “Pecandu Narkotika dan
Korban Penyalahgunaan Narkotika
Wajib Menjalani Rehabilitas Medis dan
Kewajiban Rehabilitasi→ Undang- Rehabilitas Sosial”
Undang 35 Tahun 2009 Pasal 54 & 55 Pasal 55 “Kewajiban Orang Tua/Wali
Melaporkan Pecandu yang Belum
Cukup Umur dan Kewajiban Pecandu
yang Sudah Cukup Umur untuk Lapor
Diri”
Sanksi Pidana→ Undang-Undang 35 “Pecandu/Keluarga/Wali yang Sengaja
Tahun 2009 Pasal 134 Tidak Melaporkan Diri Dipidana
Kurungan Paling Lama 6 Bulan atau
Pidana Denda Paling Banyak Rp.
2.000.000 untuk Pecandu, dan
Rp.1000.000 bagi Keluarga/Wali”
Dasar hukum wajib lapor dan institusi wajib lapor (IPWL) yaitu:
- Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5062).
- Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor
Tersangka dan/atau Terdakwa Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika.
- Peraturan Bersama Nomor 01/PB/MA/III/2014, Nomor 3 Tahun 2014, Nomor 11
9
Tahun 2014, Nomor PER-005/A/JA/03/2014, Nomor 1 Tahun 2014, Nomor
PERBER/01/III/2014/BNN tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi.
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 420/MENKES/SK/III/2010 tentang
Pedoman Layanan Terapi dan Rehabilitasi Komprehensif pada Gangguan
Penggunaan Napza Berbasis Rumah Sakit.
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 422/MENKES/SK/III/2010 tentang
Pedoman Penatalaksanaan Medik Gangguan Penggunaan Napza.
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/402/2014 tentang
Penetapan Institusi Penerima Wajib Lapor.
- Konsensus Tatalaksana Adiksi Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
Indonesia.
Sesuai dengan ketetapan dan dasar hukum yang ada tersebut, pemerintah
berhasil mewujudkan keberadaan IPWL ditengah-tengah masyarakat agar mudah
dijangkau. Pemerintah menunjuk institusi-institusi yang memenuhi syarat sebagai
IPWL di berbagai daerah untuk meratakan kemudahan akses bagi masyarakat
dalam memanfaatkan fasilitas dari program IPWL di masing-masing wilayah, hal
tersebut demi memaksimalkan visi dan misi IPWL. Syarat sebuah institusi bisa
ditetapkan sebagai IPWL telah tercantum dalam Peraturan Pemerintah RI No.25
Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika Pasal 5, yang
mana IPWL harus memenuhi persyaratan:
10
d. Pengetahuan penatalaksanaan terapi rehabilitasi berdasarkan jenis
narkotika yang digunakan.
Dengan demikian telah tersedia banyak rumah sakit dan juga puskesmas di
JABODETABEK yang telah terverifikasi sebagai IPWL namun tidak semua berhasil
berjalan karena target tidak tercapai dan begitu sedikitnya orang atau masyarakat yang
bersedia datang melakukan wajib lapor diri. Dari sekian banyaknya IPWL di
JABODETABEK, beberapa diantaranya salah satu yang masih beroperasi dan berhasil
berjalan adalah Puskesmas Sukmajaya Depok yang memiliki banyak klien wajib lapor.
Puskesmas Sukmajaya Depok menyediakan loket Institusi Penyedia Wajib Lapor
(IPWL) untuk masyarakat di Kota Depok. Media konseling yang tersedia adalah untuk
menampung pengaduan dan pelaporan masyarakat yang ingin terbebas dari
ketergantungan obat terlarang.
12
1.4.2 Manfaat Teoritis
Secara teoritis pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat untuk menambah wawasan serta pemahaman terkait program wajib
lapor di IPWL Depok bagi penulis dan bagi pihak yang membutuhkan data
informasi terkait IPWL.
14
1. Lembaga Pelaksana Program
Informan berasal dari lembaga pelaksana program yang
melaksanakan peran sebagai pelaksana program yang mengetahui proses
pelaksanaan IPWL terkait gambaran kelembagaan, prosedur IPWL,
pelaksanaan kegiatan IPWL, dan hasil yang telah dicapai dalam program
IPWL. Informan tersebut dapat menjelaskan secara rinci terkait program
IPWL yang dijalankan di Puskesmas Sukmajaya Depok.
2. Tokoh Masyarakat
Informan dari tokoh masyarakat yaitu masyarakat sekitar
Puskesmas Sukmajaya yang bisa memeberikan informasi dan pandangan
tentang peran Puskesmas Sukmajaya sebagai IPWL.
3. Penerima Manfaat
Informan dari penerima manfaat yaitu klien wajib lapor dan
pihak keluarga atau wali dari klien wajib lapor.
15
1.5.4 Teknik dan Waktu Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah;
a. Wawancara Mendalam
Menurut (Moleong, 2005 : 186) wawancara mendalam
merupakan proses menggali informasi secara mendalam, terbuka, dan
bebas dengan masalah dan fokus penelitian dan diarahkan pada pusat
penelitian. Dalam hal ini metode wawancara mendalam yang dilakukan
dengan adanya daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Tujuan dari wawancara mendalam ini adalah untuk mendapatkan
pemahaman atau perspektif mengenai kehidupan, pengalaman, dan situasi
yang diungkap ,elalui kata-kata informan sendiri. Dalam hal ini peneliti
akan melakukan menggunakan wawancara semi terstruktur. Pedoman
wawancara dikembangkan atas dasar topik tanpa kalimat-kalimat yang
terkesan kaku namun tetap terkendali sesuai dengan poin dan isu-isu
penting.
b. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data, dimana peneliti
melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat
dari dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2004 : 104). Hal ini
dilakukan agar dapat menangkap atmosfer dan kejadian suatu tempat, bisa
mengamati orang atau perilaku yang ada, dapat memperoleh informasi
sosial yang diungkapkan orang, dialek, perasaan-perasaan, dan sikap
memalui komunikasi non verbal yaitu seperti ekspresi wajah, gerak dan
gestur, dan isyarat. Dalam penelitian ini, observasi dibutuhkan untuk
mengamati secara langsung kegiatan pelaksanaan program wajib lapor di
IPWL Puskesmas Sukmajaya Depok. Observasi juga dilakukan agar dapat
melihat kenyataan lapangan dan memperkuat data yang didapat dari hasil
wawancara mendalam dengan informan.
c. Studi Dokumentasi dan Literatur
Studi Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya
catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi,
peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto,
16
gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap
dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian
kualitatif (Sugiyono 2013:240). Dalam penelitian ini studi dokumentasi
berguna untuk mempelajari laporan kegiatan, anggaran dasar, foto-foto
dan lain-lain yang relevan. Studi literatur dalam penelitian adalah metode
pengumpulan data dengan mencari informasi lewat buku, majalah, koran,
dan literatur lainnya yang bertujuan untuk membentuk sebuah landasan
teori (Arikunto 2006). Peneliti mencari berbagai informasi mengenai
program wajib lapor sebagai landasan penelitian melalui kebijakan dan
Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur program IPWL, serta
peneliti mempelajari hasil penelitian yang telah ada sebelumnya terkait
IPWL.
Waktu
1. Melakukan
Kunjungan dan
Observasi
Awal
2. Pra-turun
lapangan
(pengurusan
izin penelitian,
proposal
penelitian,
perbaikan
proposal
penelitian)
17
3. Studi
Kepustakaan
dan
Pemahaman
Konsep Teori
4. Turun
lapangan
(pengumpulan
data informasi
dan
wawancara)
5. Mengolah dan
Menganalisis
Data)
6. Pasca Turun
Lapangan
(menyusun
laporan
penelitian)
a. Open Coding, peneliti membaca ulang catatan data yang telah terkumpul kemudian
memberikan kode yang mewakili isu maupun ide yang diteliti, kemudian
meringkasnya menjadi kategori atau kode analitis awal.
18
b. Axial Coding, peneliti menyusun semua data yang telah diberi kode tersebut
menajdi struktur yang disesuaikan dengan hubungan antar data dengan kode
tersebut, kemudian mendapatkan kategori analitis utama
c. Selective Coding, tahap terakhir dalam penyandian data kualitatif dengan
memeriksa kode-kode sebelumnya untuk mengidentifikasi dan memilih data yang
mendukung kategori penyandian konseptual yang telah dikembangkan (Neuman,
2014).
19
Standar dependibilitas, teknik yang digunakan adalah triangulasi dimana
data yang didapat dalam penelitian akan di periksa untuk mendapatkan data akhir
penelitian yang benar-benar valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21
bisa mengakibatkan kematian. Jenis narkoba depresan: opioda, dan
berbagai turunannya seperti morphin dan heroin, dan putaw.
• Stimulan, merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan serta
kesadaran. Jenis stimulan: kafein, kokain, amphetamin, shabu-shabu dan
ekstasi.
• Halusinogen, efek utamanya yaitu mengubah daya persepsi sehingga
mengakibatkan halusinasi. Halusinogen pada umumnya berasal dari
tanaman seperti mescaline dari kaktus dan psilocybin dari jamur-
jamuran. Selain itu ada jugayang diramu di laboratorium seperti LSD.
Yang paling banyak dipakai adalah marijuana atau ganja.
2.1.2 Psikotropika
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997
Tentang Psikotropika Pasal 1 Ayat 1, psikotropika adalah zat atau obat, baik
alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas mental dan prilaku. Zat psikotropika merupakan obat yang
bekerja pada atau mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan, atau pengalaman
(WHO 1966).
Zat jenis ini bisa melemahkan aktivitas otak atau merangsang susunan
saraf pusat yang kemudian dapat menimbulkan kelainan perilaku, disertai
halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan suasana
perasaan dan menyebabkan ketergantungan karena mempunyai efek stimulasi
(merangsang) bagi para pemakainya. Psikotropika yang digunakan dalam
jangka waktu panjang tanpa adanya pengawasan dan pembatasan oleh tenaga
kesehatan dapat menimbulkan dampak yang buruk, tidak sekedar
menyebabkan ketergantungan melainkan juga memunculkan berbagai macam
penyakit serta kelainan fisik maupun psikis pemakai atau penyalahguna,
hingga menyababkan kematian. Dalam UU Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 1997 Pasal 2 juga menggolongkan psikotropika menjadi empat
golongan, yaitu psikotropika golongan 1, golongan II, golongan III, dan
golongan IV. Menurut undang-undang tersebut, zat-zat psikotropika tunggal
dikategorikan pada golongan III dan golongan IV. Sementara itu, psikotropika
golongan I dan golongan II dimasukkan ke dalam kategori narkotika.
22
Tabel 5: bagan penggolongan psikotropika
23
terjadinya kerusakan pada sistem syaraf pusat dan organ-organ tubuih seperti
jantung, paru-paru dan ginjal.
• Dampak Fisik
➔ Gangguan pada system syaraf seperti kejang-kejang, halusinasi,
gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi.
➔ Gangguan pada jantung dan pembulu darah yaitu infeksi akut otot
jantung, gangguan peredaran darah.
➔ Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti penahanan (abses),
alergi, eksim.
➔ Gangguan pada paru-paru seperti penekanan fungsi pernapasan,
kerusakan bernafas, pengerasan jaringan paru-paru.
➔ Kerap mengalami sakit kepala, mual-mual dan muntah, suhu tubuh
meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur.
➔ Dampak terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan pada
endokrin seperti penurunan fungsi hormon reproduksi, serta
gangguan fungsi seksual.
➔ Dampak terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan
yaitu perubahan periode menstruasi, ketidak teraturan menstruasi,
dan amenorhoe (tidak haid).
➔ Narkotika melalui jarum suntik secara bergantian memberikan
resiko tinggi tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan Human
Immunodeficiency virus (HIV).
➔ Penyalahgunaan Narkotika bisa berakibat fatal ketika terjadi over
dosis yaitu konsumsi Narkotika melebihi kemampuan tubuh untuk
menerimanya dan mampu menyebabkan kematian.
• Dampak Psikis
➔ Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah.
➔ Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga.
➔ Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal.
24
➔ Sulit berkonsetrasi, perasaan kesal dan tertekan.
➔ Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri.
• Dampak sosial
➔ Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh
lingkungan.
➔ Menjadi beban keluarga.
➔ Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram.
26
Gambar 3: alur wajib lapor
27
2.2.2 Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial
Rehabilitasi, menurut pasal 1 angka 23 KUHAP adalah: “Hak seseorang
untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat
serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau
pengadilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan
yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya
atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang
ini.”
Dalam program IPWL, rehabiliasi merupakan upaya pemulihan dan
pengembalian kondisi penyalahguna maupun korban penyalahguna narkotika
agar bisa kembali melaksanakan fungsionalitas sosialnya yaitu dapat
melaksanakan kegiatan dalam masyarakat secara normal dan wajar,
memulihkan rasa harga diri, percaya diri, kesadaran, serta tanggung jawab
terhadap masa depan diri, keluarga maupun masyarakat, atau lingkungan
sosialnya. Ada dua jenis rehabilitasi yang disediakan dalam program wajib
lapor yaitu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Rehabilitasi medis yaitu proses kegiatan pengobatan secara terpadu
untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Sedangkan
rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik
fisik, mental maupun sosial, agar mantan pecandu narkoba dapat kembali
melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan bermsyarakat. Fasilitas
rehabilitasi ini merupakan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
pelayanan rehabilitasi penyalahgunaan dan ketergantungan narkotika agar
klien wajib lapor dapat pulih dari gangguan penggunaan narkoba.
30
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Wresniworo. (1999). Narkotika, Psikotropika dan Obat Berbahaya. Jakarta : Yayasan Mitra
Bintibmas Bina Dharma Pemuda.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Bandung: CV. Alfabeta.
Brayman, A. (2012). Social Research Methods 4th Edition. Oxford: Oxford University Press.
Kementerian Kesehatan RI. (2014). Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan: Pengguna
Narkoba Dapat Dicegah dan dapat Direhabilitasi. Jakarta: Buletin Detinkes
Dokumen – Dokumen
World Health Organization. Management of Substance abuse Acute Intoxication : WHO Press
2017.
Sosialisasi Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). Pecandu atau Penyalahguna Narkoba
Silahkan Melapor / Datang ke BNNP Banten Tidak Akan Dipidanakan/Dipenjarakan: BNN
Slide PDF.
31
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib
Lapor Pecandu Narkotika.
Peraturan Bersama Nomor 01/PB/MA/III/2014, Nomor 3 Tahun 2014, Nomor 11 Tahun 2014,
Nomor PER-005/A/JA/03/2014, Nomor 1 Tahun 2014, Nomor PERBER/01/III/2014/BNN
tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam
Lembaga Rehabilitasi.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 Tentang Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Wajib Lapor dan Rehabilitasi Medis bagi Pecandu, Penyalahguna, dan
Korban Penyalahgunaan Narkotika.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2013 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika pasal 1
nomor 1.
Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 31 / HUK / 2012 Tentang Penunjukan
Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza Sebagai Institusi Penerima Wajib
Lapor (IPWL) bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA.
32
Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 63 / HUK / 2012 Tentang Penunjukan
Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
Lainnya Penerima Bantuan Operasional Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) Tahun 2012.
Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Standar Nasional
Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat
Adiktif Lainnya.
Website:
https://puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/de5c88bbc8d3b79b96715357077ae9d4.pdf
https://intelresos.kemsos.go.id/new/?module=Program+Napza&view=uepipwl
http://www.depkes.go.id/article/view/201406040002/cegah-penyalahgunaan-narkoba-
selamatkan-penggunanya.html
https://peraturan.bkpm.go.id
http://www.yankes.kemkes.go.id
https://dinsos.acehprov.go.id/index.php/page/29/ipwl
https://www.depok.go.id
https://ngada.org/bn825-2011.htm
file:///C:/Users/INTEL/Downloads/buletin-napza%20(2).pdf
https://berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-33.pdf
https://ejournal.kemsos.go.id/index.php/SosioKonsepsia/article/view/1168
Jurnal
Hogan, Larry. 2015. Drug- and Alcohol-Related Intoxication. Journal Departmentan of Health
and Mental Hygiene Vol XLII, 181-188
33
wajib-lapor-dalam-penanganan-korban-penyalahgunaan-napza) diakses pada 5 Juli 2019
pukul 23.17 WIB.
Surmalin Adam. 2012. Dampak Narkotika pada Psikologi dan Kesehatan Masyarakat Vol 5.
No.2 (http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/JHS/article/view/862/804) diakses pada 7 Juli 2019
pukul 08.46 WIB.
Dewi Anggreni. 2015. Dampak Bagi Pengguna Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
(NAPZA) di Kelurahan Gunung Kelua Samarinda Ulu Volume 3, Nomor 3, 37-51
Skripsi
Irfan Ardyan Nusanto. 2017. Program Wajib Lapor di Institusi Penerima Wajib Lapor dalam
Menangani Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika (studi di IPWL DIY ). Fakultas
Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunankalijaga Yogyakarta. Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Lucyani Putri Wulandari. 2017. Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika Sebagai Upaya
Penanggulangan Kejahatan (Studi di Loka Rehabilitasi BNN Kalianda). Fakultas Hukum,
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
34