Anda di halaman 1dari 34

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................. 1

BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................................... 2

1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 2

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 11

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................................ 12

1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................................... 12

1.5 Metode Penelitian ........................................................................................................ 13

1.5.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian ........................................................................ 13

1.5.2 Lokasi Pengumpulan Data ................................................................................. 14

1.5.3 Teknik Pemilihan Informan/Sampel .................................................................. 14

1.5.4 Teknik dan Waktu Pengumpulan Data .............................................................. 16

1.6 Teknik Analisis Data .................................................................................................. 18

1.7 Teknik Meningkatkan Kualitas Penelitian .................................................................. 19

1.8 Sistematika Penulisan .................................................................................................. 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 21

2.1 Pengertian NAPZA ........................................................................................................... 21


2.1.1 Narkotika...................................................................................................................21
2.1.2 Psikotropika...............................................................................................................22
2.1.3 Zat Adiktif..................................................................................................................23
2.1.4 Dampak Penyalahgunaan Narkoba............................................................................23
2.1.5 Pecandu Narkoba dan Korban Penyalahguna Narkoba..............................................25
2.2 Program Wajib Lapor ........................................................................................................ 25

2.2.1 Institusi Penerima Wajib Lapor .......................................................................... 25

2.2.2 Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Ssosial ....................................................... 28

2.3 Dasar Hukum Wajib Lapor ................................................................................................ 28

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 31

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini Indonesia sedang menduduki status darurat narkoba, hal tersebut
terlihat dari tingginya kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia dari tahun ke tahun.
Secara internasional, sebuah negara dikategorikan memasuki status darurat narkoba
apabila jumlah penduduk yang mengkonsumsi narkoba mencapai 2%, sedangkan
Indonesia telah mencapai 2,2%, dari total jumlah keseluruhan penduduk. Data dari
BNN, Dit. Diseminasi Informasi Bidang Pencegahan Badan Narkotika Nasional
menjelaskan jumlah prevalensi penduduk yang mengkonsumsi narkoba pada tahun
2016 masih berada di angka 0,02%, kemudian meningkat menjadi 1,77% di tahun
2017, dan mencapai 2,2% dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia pada tahun
2018 yaitu sama dengan lebih dari 5 juta penduduk telah menjadi penyalahguna
narkoba, yang mana peningkatan jumlah tersebut terdiri dari pekerja, pelajar, dan
populasi umum (mayoritas laki-laki).
Data dari Polri dan BNN dalam lima tahun terakhir pada rentang waktu 2010-
2015, mengenai besaran jumlah persentase kasus dan penyalahguna narkoba
berdasarkan jenis NAPZA yang digunakan:
Gambar 1

sumber: data Polri dan BNN

2
Gambar 2

sumber: data Polri dan BNN

Tim BNN juga telah melakukan 'simulasi' prediksi terkait jumlah pecandu dan
korban penyalahguna narkoba mulai tahun 2014 hingga 2020. Terdapat tiga opsi
prediksi yaitu skenario naik, stabil dan turun. Dalam hal ini ‘skenario naik’ artinya
terjadi situasi kenaikan jumlah penyalahgunaan akibat adanya tekanan yang lebih kuat
dari para pengedar/bandar narkoba. ‘Skenario turun’ adalah terjadinya situasi
penurunan jumlah penyalahgunaan akibat adanya tekanan yang lebih kuat oleh para
aparat penegak hukum dan seluruh lapisan masyarakat dalam berupaya mencegah dan
menanggulangi narkoba, utamanya pada aspek sosialisasi dan edukasi. Sedangkan
‘skenario stabil’ ialah kondisi di mana relatif tidak ada kenaikan jumlah
penyalahgunaan narkoba dari tahun ke tahun karena adanya persamaan kekuatan
antara pihak aparat penegak hukum & seluruh lapisan masyarakat melawan para
pengedar/bandar narkoba. Berikut tabel prediksi tersebut:
Tabel 1

3
Sejauh ini penyalahguna narkoba didominasi oleh kelompok usia produktif dan
mengalami peningkatan di kalangan remaja, dari angka yang sebelumnya adalah 20%,
pada tahun 2019 meningkat menjadi 25% dari jumlah penyalahguna narkoba secara
keseluruhan. Remaja menjadi salah satu sasaran yang mudah bagi pelaku market
narkoba, karena kondisi psikologis pada remaja masih labil sehingga membuat remaja
mudah terpengaruh dan berpotensi menjadi pengguna jangka panjang. Hal tersebut
merupakan strategi dan kepentingan tersendiri bagi pelaku market narkoba atau
produsen dalam meraup keuntungan.
Menurut WHO definisi dari narkoba adalah suatu zat yang apabila dimasukkan
ke dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi fisik dan atau psikologi. Berdasarkan surat
edaran Badan Narkotiak Nasional Nomor SE/03/IV/2002/BNN, narkoba adalah istilah
baku yang digunakan sebagai akrolin dari narkotika, psikotropika, dan bahan-bahan
adiktif lainnya. Yang berarti kata narkoba merupakan suatu kata simbolik untuk
menyimbolkan narkotika, psikotropika, dan bahan-bahan adiktif lainnya.
Penyalahgunaan narkotika (drugs abuse) adalah suatu pemakaian non medical atau
ilegal barang haram yang dinamakan narkotika (narkotik dan obat-obat adiktif) yang
bisa merusak kesehatan dan kehidupan yang produktif manusia pemakainya (Sofyan,
2005:154). Penyalahguna narkotika sangat beresiko mengalami gangguan fisik,
mental dan perilaku yang mana gangguan mental tersebut disebabkan oleh zat
narkotika yang mengganggu sinyal penghantar syaraf yang disebut sistem
neurotransmitter didalam susunan syaraf sentral (otak). Gangguan neurotransmitter
bisa menimbulkan gangguan fungsi kognitif, fungsi afektif, psikomotorik, komplikasi
medik terhadap fisik seperti diantaranya adalah kelainan paru-paru, lever, jantung,
ginjal, pankreas dan gangguan fisik lainnya. Menurut Dadang Hawari, orang yang
telah bergantung pada narkotika, maka hidupnya mengalami gangguan jiwa dan
mental sehingga tidak lagi mampu berfungsi secara wajar dalam masyarakat. Kondisi
demikian dapat dilihat dari rusaknya fungsi sosial, pekerjaan atau sekolah, serta tidak
mampu mengendalikan dirinya (Sofyan, 2005:157). Penyalahguna narkoba akan
mengalami disharmoni secara individual maupun secara sosial. Mereka tidak mampu
melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan peranan sosialnya dalam kehidupan pribadi,
keluarga dan bermasyarakat, atau mengalami ketidakberfungsian sosial (Tracy, 2016;
Room, 2015).
Berikut merupakan tabel jenis narkoba dan efek kegunaan medis, serta dampak
merugikan yang ditimbulkan bagi individu penyalahguna narkoba:
4
Tabel 2
Jenis Efek dan Tujuan Dampak Penyalahgunaan
Penggunaan dalam Medis
Morphine 1.Penghilang rasa sakit yang 1. Otak dan syaraf bekerja
sangat kuat. keras karena diforsir
2. Dapat menurunkan secara tidak wajar.
kesadaran, menghambat 2. Pengotoran pada darah dan
pernafasan, menghilangkan memaksa jantung bekerja
refleks batuk, dan keras.
menimbulkan rasa nyaman, 3. Pernafasan dan denyut
yang kesemuanya jantung bertambah cepat.
berdasarkan penekanan 4. Over dosis (kematian)
susunan syaraf pusat. 5. Ketergantungan secara
jasmani dan rohani.
6. Kecanduan
Heroin 1. Penghilang rasa 1. Ketergantungan fisik dan
sakit. psikis.
2. Menekan aktivitas 2. Menyebabkan euforia.
depresi dalam sistem 3. Badan terasa sakit.
syaraf. 4. Mual dan muntah.
3. Melegakan nafas dan 5. Miosis dan mengantuk.
jantung. 6. Konstipasi.
4. Membesarkan 7. Kejang saluran empedu.
pembuluh darah, 8. Sukar buang air kecil.
memberikan 9. Gagal pernafasan.
kehangatan, serta 10. Sulit berkonsentrasi.
memperlancar 11. Kematian.
pencernaan.
Ganja Menghilangkan rasa nyeri 1. Hilangnya koordinasi
kerja otot dengan syaraf
sentral.
2. Halusinasi dan timbul
sensasi psikis.

5
3. Skizofrenia
4. Gembira, tertawa tanpa
sebab.
5. Lalai, malas.
6. Terganggunya daya
sensasi dan persepsi.
7. Lemah daya ingatan.
8. Cemas, sensitif, dan
berbicara ngelantur.
Kokain Memblokade konduksi 1. Gelisah, kekuatan mental
syaraf (anestesi) bertambah, euforia, kerja
otot meningkat (anti
lelah).
2. skizofrenia
3. Payah jantung
4. Kenaikan suhu badan
Amphetamine Meningkatkan daya tahan 1. Sakit kepala dan gelisah.
dan membuat terjaga 2. Depresi, halusinasi, dan
menaikkan tekanan darah.
3. Ketergantungan secara
fisik dan psikis.
4. Overdosis
5. Kerusakan pembuluh
darah.
6. Gagal jantung.
Ekstacy Perangsang (stimulansia), 1. Perubahan mental dan
perilaku.
2. Depresi berat.
3. Ketergantungan.
4. Muntah dan kejang.
5. Percaya diri berlebihan.
6. Halusinasi.

6
Sabu Perangsang (stimulansia) 1. Gangguan serius pada
kejiwaan dan mental.
2. Denyut jantung tidak
teratur.
3. Rusaknya pembuluh
darah, ujung syaraf, otot,
dan metabolisme tubuh.
4. Tekanan darah sistolik dan
diastolik meningkat.
5. Radang hati.
Sumber: Wresniworo. 1999 . Narkotika, Psikotropika dan Obat Berbahaya. Jakarta : Yayasan Mitra Bintibmas Bina Dharma
Pemuda. Hlm 28.

Adanya berbagai dampak buruk yang ditimbulkan terhadap individu


penyalahguna, kasus narkoba telah memberikan ancaman yang kompleks terhadap
situasi dan masa depan sebuah negara secara ekonomi, sosial, budaya, psikis dan fisik
masyarakat penyalahguna narkoba hingga pertahanan dan keamanan. Fenomena
penyalahgunaan narkoba menjadi salah satu isu penting di dalam kesejahteraan sosial
(Galvani, 2015, NASW, 2013; Zastrow, 2008). Jika penyalahgunaan narkoba tidak
dikendalikan atau diatasi dengan tepat, maka dapat merusak sebuah bangsa. Oleh
karena itu, diperlukan kerja sama yang baik dari seluruh komponen bangsa untuk
menanggulangi penyalahgunaan narkoba (Soedjono, 2000 : 41).
Selama ini permasalahan narkoba tidak hanya mencakup banyaknya jumlah
korban, tingginya jumlah kasus, jenis narkoba, dan jumlah narkotika yang beredar di
kalangan masyarakat saja melainkan pula mengakibatkan Indonesia mengalami
kerugian negara yang fantastis. Berdasarkan data hasil penelitian oleh Badan
Narkotika Nasional (BNN) bersama dengan Puslitkes UI di tahun 2017 menunjukkan
bahwa sekitar 1,77% atau setara dengan 3,3 juta penduduk Indonesia menjadi
penyalahguna narkoba yang menyebabkan Indonesia mengalami kerugian mencapai
kurang lebih Rp.84,7 triliun. Angka kisaran tersebut diperoleh berdasarkan
perhitungan dari harga jual narkoba yang beredar di kalangan masyarakat bisa
mencapai Rp.2 juta/gram. Selain menyebabkan kerugian material, masalah
penyalahgunaan narkoba juga menyebabkan 30-40 jiwa melayang setiap harinya atau
sekitar 11.071 nyawa pertahun.

7
Masalah narkoba tidak sekedar menjadi masalah yang harus ditanggung oleh
pihak tertentu saja melainkan menjadi masalah besar Indonesia karena menimbulkan
gangguan terhadap kestabilan situasi dan kondisi negara, dalam hal ini pihak
pemerintah dan BNN menghimbau ke seluruh lapisan masyarakat untuk bekerjasama
dalam melawan permasalahan narkoba terutama dari pihak keluarga yang merupakan
komponen terpenting.
Regulasi mengenai narkotika di Indonesa sudah diatur di Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu bertujuan untuk menjamin
ketersediaan kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah tindakan
penyalahgunaan narkoba, serta memberantas transaksi gelap narkotika. Berlakunya
Undang-Undang tersebut diiringi dengan munculnya paradigma baru yaitu
berubahnya cara pandang negara terhadap pecandu narkotika yang tidak lagi
dipandang sebagai pelaku kriminal melainkan merupakan korban pasar narkotika.
Terkait dengannya maka pecandu narkotika wajib menjalani rehabilitasi sesuai pasal
54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.
Pada pasal 54 Undang-Undang Narkotika menyebutkan “Pecandu dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika Wajib Menjalani Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi
Sosial”. Pemerintah juga telah merilis Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 2011 mengenai pelaksanaan wajib lapor bagi pecandu narkoba yang
mana ini merupakan bentuk implementasi pasal 54 Undang-Undang Narkotika yang
isinya menyebutkan bahwa pecandu ataupun korban penyalahgunaan narkoba bisa
melakukan wajib lapor kemudian akan direhabilitasi dilembaga yang telah ditetapkan
pemerintah. Wajib lapor artinya kegiatan melaporkan diri yang dilakukan oleh
penyalahguna narkoba yang belum cukup umur dan yang sudah cukup umur dan bisa
juga pihak orang tua atau wali yang melakukannya, kepada Instansi Penerima Wajib
Lapor (IPWL) untuk mendapatkan pengobatan atau perawatan seperti rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial.
IPWL bertujuan untuk memenuhi hak penyalahguna narkoba atau pelapor agar
mendapatkan pengobatan dan perawatan dengan menjalani serangkaian rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial. Selain itu IPWL juga berfungsi sebagai upaya
pemberantasan penyalahgunaan narkoba di kalangan masyarakat mengingat posisi
keberadaan IPWL ialah ditengah-tengah masyarakat sehingga IPWL sangat mudah di
jangkau. IPWL adalah klinik, poliklinik konsultan, Puskesmas, rumah sakit, dan
lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang telah ditunjuk oleh pemerintah.
8
Keluarnya kebijakan wajib lapor adalah sebagai upaya penanggulangan
masalah narkoba dengan menggunakan dua pilar yaitu supply reduction dan demand
reduction. Supply reduction digunakan sebagai tindakan pemberantasan sedangkan
demand reduction tidakan untuk pencegahan, pemberdayaan masyarakat dan
rehabilitasi. Kebijakan ini berpegang pada beberapa pasal tentang narkotika sebagai
dasar pelaksanaan, diantaranya adalah:
Tabel 3
Kebijakan Nasional→ Undang- “Menjamin Pengaturan Upaya
Undang 35 Tahun 2009 Pasal 4 Rehabilitasi Medis dan Sosial bagi
Huruf D Penyalahguna dan Pecandu Narkotika”
Pasal 54 “Pecandu Narkotika dan
Korban Penyalahgunaan Narkotika
Wajib Menjalani Rehabilitas Medis dan
Kewajiban Rehabilitasi→ Undang- Rehabilitas Sosial”
Undang 35 Tahun 2009 Pasal 54 & 55 Pasal 55 “Kewajiban Orang Tua/Wali
Melaporkan Pecandu yang Belum
Cukup Umur dan Kewajiban Pecandu
yang Sudah Cukup Umur untuk Lapor
Diri”
Sanksi Pidana→ Undang-Undang 35 “Pecandu/Keluarga/Wali yang Sengaja
Tahun 2009 Pasal 134 Tidak Melaporkan Diri Dipidana
Kurungan Paling Lama 6 Bulan atau
Pidana Denda Paling Banyak Rp.
2.000.000 untuk Pecandu, dan
Rp.1000.000 bagi Keluarga/Wali”

Dasar hukum wajib lapor dan institusi wajib lapor (IPWL) yaitu:
- Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5062).
- Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor
Tersangka dan/atau Terdakwa Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika.
- Peraturan Bersama Nomor 01/PB/MA/III/2014, Nomor 3 Tahun 2014, Nomor 11

9
Tahun 2014, Nomor PER-005/A/JA/03/2014, Nomor 1 Tahun 2014, Nomor
PERBER/01/III/2014/BNN tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi.
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 420/MENKES/SK/III/2010 tentang
Pedoman Layanan Terapi dan Rehabilitasi Komprehensif pada Gangguan
Penggunaan Napza Berbasis Rumah Sakit.
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 422/MENKES/SK/III/2010 tentang
Pedoman Penatalaksanaan Medik Gangguan Penggunaan Napza.
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/402/2014 tentang
Penetapan Institusi Penerima Wajib Lapor.
- Konsensus Tatalaksana Adiksi Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
Indonesia.
Sesuai dengan ketetapan dan dasar hukum yang ada tersebut, pemerintah
berhasil mewujudkan keberadaan IPWL ditengah-tengah masyarakat agar mudah
dijangkau. Pemerintah menunjuk institusi-institusi yang memenuhi syarat sebagai
IPWL di berbagai daerah untuk meratakan kemudahan akses bagi masyarakat
dalam memanfaatkan fasilitas dari program IPWL di masing-masing wilayah, hal
tersebut demi memaksimalkan visi dan misi IPWL. Syarat sebuah institusi bisa
ditetapkan sebagai IPWL telah tercantum dalam Peraturan Pemerintah RI No.25
Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika Pasal 5, yang
mana IPWL harus memenuhi persyaratan:

a. Ketenagaan yang Memiliki Keahlian dan Kewenangan di Bidang


Ketergantungan Narkotika, dan
b. Sarana yang sesuai dengan standar rehabilitasi medis atau standar
rehabilitasi sosial.

Dan persyaratan pendukung oleh BNN:

1. Ketenagaan yang memiliki keahlian dan kewenangan di bidang


ketergantungan Narkotika:

a. Pengetahuan dasar ketergantungan narkotika;


b. Keterampilan melakukan asesmen ketergantungan narkotika;
c. Keterampilan melakukan konseling dasar ketergantungan narkotika;

10
d. Pengetahuan penatalaksanaan terapi rehabilitasi berdasarkan jenis
narkotika yang digunakan.

2. Sarana yang sesuai dengan standar rehabilitasi medis atau standar


rehabilitasi sosial.

Dengan demikian telah tersedia banyak rumah sakit dan juga puskesmas di
JABODETABEK yang telah terverifikasi sebagai IPWL namun tidak semua berhasil
berjalan karena target tidak tercapai dan begitu sedikitnya orang atau masyarakat yang
bersedia datang melakukan wajib lapor diri. Dari sekian banyaknya IPWL di
JABODETABEK, beberapa diantaranya salah satu yang masih beroperasi dan berhasil
berjalan adalah Puskesmas Sukmajaya Depok yang memiliki banyak klien wajib lapor.
Puskesmas Sukmajaya Depok menyediakan loket Institusi Penyedia Wajib Lapor
(IPWL) untuk masyarakat di Kota Depok. Media konseling yang tersedia adalah untuk
menampung pengaduan dan pelaporan masyarakat yang ingin terbebas dari
ketergantungan obat terlarang.

1.2 Rumusan Masalah


Ketergantungan narkoba merupakan kondisi yang ditandai dengan adanya
dorongan untuk menggunakan narkoba secara terus-menerus dengan takaran yang
semakin meningkat dari tahap ke tahap pemakaian berikutnya agar memberikan efek
yang sama disetiap pemakaian. Jika penggunaan dikurangi atau bahkan dihentikan
secara tiba-tiba, akan menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. Menyikapi
kondisi negara Indonesia yang sedang dalam status ‘darurat narkoba’, pemerintah
membuat kebijakan dengan menciptakan program wajib lapor, salah satunya yang telah
berhasil dan masih berjalan yaitu di Institusi Penerima Wajib Lapor Puskesmas
Sukmajaya Depok. Pelaksanaan program wajib lapor mewajibkan setiap pecandu dan
korban penyalahguna narkoba untuk melaporkan diri agar memperoleh pelayanan
rehabilitasi secara medis dan sosial dengan beberapa proses pengobatan secara terpadu
dan pemulihan secara terpadu oleh pihak lembaga rehabilitasi. Hal tersebut menjadi
wujud upaya pemulihan bagi pecandu dan korban penyalahguna narkoba agar bisa
bebas dari ketergantungan obat-obatan terlarang dan dapat menjalankan fungsi
sosialnya kembali dalam masyarakat.
IPWL Puskesmas Sukmajaya Depok menjadi salah satu IPWL yang berhasil
menjalankan program wajib lapor dengan banyaknya klien yang ditangani karena
11
bersedia datang dan melaporkan diri untuk mendapatkan layanan atau tindakan
penanganan yang tepat sesuai latar permasalahan klien. Berdasarkan penjabaran di atas
maka pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pelaksanaan kegiatan program wajib lapor di IPWL Puskesmas
Sukmajaya Depok?
2. Bagaimana hasil yang dicapai dari rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial di
IPWL Puskesmas Sukmajaya Depok dalam program wajib lapor?
3. Apakah pelaksanaan program wajib lapor di IPWL Puskesmas Sukmajaya Depok
sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan ketetapan prosedur yang
ada?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan pada rumusan masalah yang diangkat pada penelitian ini, maka
tujuan penelitian ini dilakukan adalah:
1. Mendeskripsikan kelembagaan, pelaksanaan kegiatan dan hasil yang dicapai oleh
IPWL Puskesmas Sukmajaya Depok dalam program wajib lapor termasuk
mengenai rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial korban penyalahguna NAPZA.
2. Mengetahui apakah pelaksanaan program wajib lapor di IPWL Depok sudah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan ketetapan prosedur yang ada.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam tiga bagian;
1.4.1 Manfaat Akademis
a. Dalam bidang Ilmu Kesejahteraan Sosial, penelitian ini dapat
memberikan wawasan mengenai kapasitas dan mengenai gambaran
bagaimana program wajib lapor di IPWL Depok berjalan.
b. Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan menjadi
penunjang bagi mata kuliah Masalah Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial
dan Kesehatan Jiwa Berbasis Komunitas di Jurusan Ilmu Kesejahteraan
Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
c. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya
yang mengangkat tema tentang IPWL (Institusi Penerima Wajib Lapor).

12
1.4.2 Manfaat Teoritis
Secara teoritis pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat untuk menambah wawasan serta pemahaman terkait program wajib
lapor di IPWL Depok bagi penulis dan bagi pihak yang membutuhkan data
informasi terkait IPWL.

1.4.3 Manfaat Praktis


Penelitian ini diharapakan dapat memberikan gambaran kelembagaan,
prosedur, dan hasil yang dicapai oleh IPWL Puskesmas Sukmajaya Depok
dalam program wajib lapor dan menyajikan gambaran mengenai pelaksanaan
kegiatan pada program wajib lapor di IPWL Puskesmas Sukmajaya Depok
dalam upaya menangani pecandu dan korban penyalahguna narkotika, dengan
harapan dapat menjadi bahan evaluasi bagi instansi terkait untuk merumuskan
kebijakan kedepannya.

1.5 Metode Penelitian


1.5.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan pendekatan
kualitatif. Metode ini dipilih berdasarkan tujuan penelitian yang mana
mendeskripsikan kelembagaan, prosedur, pelaksanaan kegiatan dan hasil
yang dicapai oleh IPWL. Menurut Creswell (1998:15) pendekatan kualitatif
adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada
metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia.
Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti
kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden pada situasi yang alami.
Metode deskriptif bisa diartikan sebagai penelitian yang menyelidiki sebuah
masalah untuk menghasilkan gambaran keadaan subjek atau objek, yang
dalam penelitiannya dapat berupa orang, lembaga, masyarakat dan yang
lainnya yang pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang ada. Lebih
sederhananya, penelitian deskriptif adalah semua tentang deskripsi subjek
dan objek yang diteliti dalam studi tersebut. Menurut Nazir (1988:
63) metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status
sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian
13
deskriptif ini adalah untuk membuat hasil berbentuk deskripsi, gambaran,
atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-
sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki. Menurut Sugiyono
(2005: 21) menyatakan bahwa metode deskriptif adalah suatu metode yang
digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian
tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.

1.5.2 Lokasi Pengumpulan Data


Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Sukmajaya Depok Jl. Arjuna
Raya No. 1, Mekar Jaya, Sukmajaya, Kota Depok Jawa Barat, Indonesia.
Puskesmas Sukmajaya Depok merupakan satu dari dua IPWL yang tersedia
di Kota Depok. IPWL ini dipilih sebagai sasaran penelitian dengan
pertimbangan bahwa Puskesmas Sukmajaya Depok berhasil menjadi salah
satu IPWL yang masih beroperasi dan berhasil menjalankan program wajib
lapor di JABODETABEK. Hal tersebut terbukti karena banyaknya
masyarakat yang mau datang melaporkan diri dan memanfaatkan fasilitas
layanan yang disediakan. Selain itu Puskesmas Sukmajaya Depok juga
memberikan pelayanan 24 jam demi memaksimalkan pemberian layanan
terhadap masyarakat Kota Depok. Puskesmas Sukmajaya telah cukup lama
menjadi IPWL sehingga cukup berpengalaman dalam menangani pecandu
dan korban penyalahguna NAPZA dengan memberikan konseling,
penyuluhan, terapi, rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

1.5.3 Teknik Pemilihan Informan


Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi-informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi, ia harus
mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian (Moleong, 2007:
132). Dalam penelitian ini, informan yang akan dipilih yaitu informan yang
dapat memberikan gambaran mengenai kelembagaan, prosedur, pelaksanaan
kegiatan dan hasil yang dicapai oleh IPWL Puskesmas Sukmajaya Depok
dalam program wajib lapor. Untuk itu terdapat tiga kelompok informan yang
menjadi sumber informasi tentang situasi, kondisi yang dibutuhkan sesuai
dengan tujuan penelitian serta guna mengumpulkan data penelitian yang
akurat. Adapun kriteria pemilihan informan dalam penelitian ini adalah:

14
1. Lembaga Pelaksana Program
Informan berasal dari lembaga pelaksana program yang
melaksanakan peran sebagai pelaksana program yang mengetahui proses
pelaksanaan IPWL terkait gambaran kelembagaan, prosedur IPWL,
pelaksanaan kegiatan IPWL, dan hasil yang telah dicapai dalam program
IPWL. Informan tersebut dapat menjelaskan secara rinci terkait program
IPWL yang dijalankan di Puskesmas Sukmajaya Depok.
2. Tokoh Masyarakat
Informan dari tokoh masyarakat yaitu masyarakat sekitar
Puskesmas Sukmajaya yang bisa memeberikan informasi dan pandangan
tentang peran Puskesmas Sukmajaya sebagai IPWL.
3. Penerima Manfaat
Informan dari penerima manfaat yaitu klien wajib lapor dan
pihak keluarga atau wali dari klien wajib lapor.

Dapat artikan bahwa sampel merupakan sekumpulan kecil kasus, orang,


kejadian yang dipilih oleh peneliti dari kumpulan kasus yang lebih besar dan
digeneralisir kepada populasi (Neuman, 2006, hal. 219). Pada penelitian kualitatif ini
menggunakan metode penarikan sampel non probability sampling dengan teknik
pemilihan sampel secara purposive sample. Non-Probability Sampling merupakan
teknik pengambilan sampel yang tidak dipilih secara acak dan teknik pemilihan
sampel secara purposive sampling merupakan satuan sampling yang dipilih
berdasarkan pertimbangan tertentu dengan tujuan memperoleh satuan sampling yang
memiliki karakteristik yang dikehendaki. Dengan menggunakan teknik tersebut,
dalam hal ini sejak awal peneliti telah menentukan sejumlah sampel yang berkaitan
dengan tujuan tertentu dari penelitian ini. Individu atau kelompok yang menjadi
sumber informasi disebut dengan informan, artinya orang yang dapat memberikan
informasi tentang situasi, kondisi terkait dengan keperluan penelitan. Berdasarkan
kriteria yang telah dijelaskan, maka informan yang ditetapkan antara lain yaitu tenaga
administrasi, tenaga teknis, masyarakat sekitar, klien wajib lapor, dan keluarga atau
wali klien wajib lapor.

15
1.5.4 Teknik dan Waktu Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah;
a. Wawancara Mendalam
Menurut (Moleong, 2005 : 186) wawancara mendalam
merupakan proses menggali informasi secara mendalam, terbuka, dan
bebas dengan masalah dan fokus penelitian dan diarahkan pada pusat
penelitian. Dalam hal ini metode wawancara mendalam yang dilakukan
dengan adanya daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Tujuan dari wawancara mendalam ini adalah untuk mendapatkan
pemahaman atau perspektif mengenai kehidupan, pengalaman, dan situasi
yang diungkap ,elalui kata-kata informan sendiri. Dalam hal ini peneliti
akan melakukan menggunakan wawancara semi terstruktur. Pedoman
wawancara dikembangkan atas dasar topik tanpa kalimat-kalimat yang
terkesan kaku namun tetap terkendali sesuai dengan poin dan isu-isu
penting.
b. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data, dimana peneliti
melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat
dari dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2004 : 104). Hal ini
dilakukan agar dapat menangkap atmosfer dan kejadian suatu tempat, bisa
mengamati orang atau perilaku yang ada, dapat memperoleh informasi
sosial yang diungkapkan orang, dialek, perasaan-perasaan, dan sikap
memalui komunikasi non verbal yaitu seperti ekspresi wajah, gerak dan
gestur, dan isyarat. Dalam penelitian ini, observasi dibutuhkan untuk
mengamati secara langsung kegiatan pelaksanaan program wajib lapor di
IPWL Puskesmas Sukmajaya Depok. Observasi juga dilakukan agar dapat
melihat kenyataan lapangan dan memperkuat data yang didapat dari hasil
wawancara mendalam dengan informan.
c. Studi Dokumentasi dan Literatur
Studi Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya
catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi,
peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto,
16
gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap
dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian
kualitatif (Sugiyono 2013:240). Dalam penelitian ini studi dokumentasi
berguna untuk mempelajari laporan kegiatan, anggaran dasar, foto-foto
dan lain-lain yang relevan. Studi literatur dalam penelitian adalah metode
pengumpulan data dengan mencari informasi lewat buku, majalah, koran,
dan literatur lainnya yang bertujuan untuk membentuk sebuah landasan
teori (Arikunto 2006). Peneliti mencari berbagai informasi mengenai
program wajib lapor sebagai landasan penelitian melalui kebijakan dan
Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur program IPWL, serta
peneliti mempelajari hasil penelitian yang telah ada sebelumnya terkait
IPWL.

Tabel 4: waktu pengumpulan data

Waktu

Kegiatan Oktober November Desember Februari Maret


NO
Penelitian
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Melakukan
Kunjungan dan
Observasi
Awal
2. Pra-turun
lapangan
(pengurusan
izin penelitian,
proposal
penelitian,
perbaikan
proposal
penelitian)

17
3. Studi
Kepustakaan
dan
Pemahaman
Konsep Teori
4. Turun
lapangan
(pengumpulan
data informasi
dan
wawancara)
5. Mengolah dan
Menganalisis
Data)
6. Pasca Turun
Lapangan
(menyusun
laporan
penelitian)

1.6 Teknik Analisis Data


Teknik analisis data adalah serangkaian kegiatan mengolah data yang
telah dikumpulkan dari lapangan menjadi seperangkat hasil, baik dalam bentuk
penemuan-penemuan baru maupun dalam bentuk kebenaran hipotesa (Marshall,
1989, pp. 193 - 195). Proses analisa dalam penelitian ini dimulai dengan menelaah
data yang diperoleh di lapangan dari berbagai sumber dan infomrasi baik melalui
wawancara individual, observasi, dokumen. Data-data tersebut terlebih dahulu
dibaca, dipahami, ditelaah, dan kemudian dianalisa. Teknis analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pengkodean data yang diperoleh.
Adapun tahapan proses pengkodean dalam analisis data kualitatif adalah :

a. Open Coding, peneliti membaca ulang catatan data yang telah terkumpul kemudian
memberikan kode yang mewakili isu maupun ide yang diteliti, kemudian
meringkasnya menjadi kategori atau kode analitis awal.

18
b. Axial Coding, peneliti menyusun semua data yang telah diberi kode tersebut
menajdi struktur yang disesuaikan dengan hubungan antar data dengan kode
tersebut, kemudian mendapatkan kategori analitis utama
c. Selective Coding, tahap terakhir dalam penyandian data kualitatif dengan
memeriksa kode-kode sebelumnya untuk mengidentifikasi dan memilih data yang
mendukung kategori penyandian konseptual yang telah dikembangkan (Neuman,
2014).

1.7 Teknik Meningkatkan Kualitas Penelitian


Pada sebuah penelitian kualitatif terdapat standar khusus yang perlu dipenuhi
untuk bisa dikatakan valid jika kualitas dari data dan informasi yang ada dapat
dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan (Trustworthiness). Maka dibutuhkan
beberapa teknik untuk meningkatkan kualitas data dan informai. Teknik yang
digunakan untuk meningkatkan kualitas penelitian ini yaitu teknik triangulasi data.
Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber, dengan
berbagai cara, dan berbagai waktu. Triangulasi melibatkan penggunaan berbagai
sumber data dalam penyelidikan untuk menghasilkan pemahaman. Selain itu juga
dilakukan member checking, yaitu kemampuan informan untuk mengenal
pengalaman mereka kembali dalam temuan lapangan. Metode ini dilakukan secara
terus-menerus dari uji coba dengan informan terhadap data penelitian, kategori
analisis interpretasi dan kesimpulan yang dihasilkan. Menurut Guba dan (Marshall,
1989, pp. 144 - 147) beserta (Krefting, 1991, pp. 214 - 222) menjelaskan bahwa
terdapat empat standar utama yang dapat menjamin kepercayaan dan kebenaran hasil
penelitian, yaitu kredibilitas, tranferbilitas, dependabilitas dan konfirmabilitas. Maka
teknik yang digunakan untuk meningkatkan kualitas penelitian ini, yaitu :

Standar Kredibilitas, dilakukan teknik triangulasi pada metode dan sumber


data sehingga kebenaran data yang diperoleh melalui suatu metode atau sumber data
dapat dicek dengan data yang diperoleh melalui metode dan sumber data yang lain.
Hal tersebut dilakukan dengan membuat beberapa pertanyaan yang sama untuk
beberapa informan yang berbeda sehingga jika ditemukan jawaban yang berbeda
maka akan dilakukan pengecekan ulang atas hasil temuan. Dalam hal ini perlu
dilakukan observasi terus-menerus dalam kurun waktu tertentu sehingga diperoleh
informasi yang mendalam.

19
Standar dependibilitas, teknik yang digunakan adalah triangulasi dimana
data yang didapat dalam penelitian akan di periksa untuk mendapatkan data akhir
penelitian yang benar-benar valid dan dapat dipertanggungjawabkan.

Standarr konfirmabilitas, dengan cara melibatkan seseorang yang


independen yang melakukan review terhadap penelitian dan mutu hasil penelitian
dengan memperhatikan catatan data lapangan. Terkait dengan hal tersebut, yaitu
pembimbung Seminar Tugas Akhir yang akan melakukan penilaian atau review
terhadap proses penulisan penelitian ini.

1.8 Sistematika Penulisan


Untuk memperoleh gambaran rinci dalam penelitian ini, peneliti membagi
pokok bahasan menjadi lima bagian yang saling berkaitan satu sama lain. Sistematika
penulisan penelitian ini adalah:
BAB I Pendahuluan, membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, jenis penelitian, lokasi pengumpulan
data, teknik pemilihan informan, teknik dan waktu pengumpulan data, teknik analisis
data dan teknik peningkatan kualitas penelitian.

BAB II Kajian Pustaka, membahas mengenai konsep-konsep dan teori yang


menjadi acuan dalam penelitian ini. Hal ini bertujuan untuk memperjelas kerangka
pemikiran dan batasan penelitian yang dilakukan.

BAB III Gambaran Umum, membahas mengenai gambaran umum lokasi


penelitian di mana peneliti melakukan penelitian.

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, membahas mengenai hasil


temuan dan interpretasi data yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB V Kesimpulan dan Saran, menjabarkan kesimpulan dari penelitian dan


pembahasan dari penelitian secara keseluruhan. Selain itu membahas saran-saran yang
diajukan berdasarkan hasil penelitian.

20
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian NAPZA


2.1.1 Narkotika
Pengertian Narkotika berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-
undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, bahwa yang dimaksud
dengan Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Dan
berdasarkan surat edaran Badan Narkotiak Nasional Nomor
SE/03/IV/2002/BNN, narkoba adalah istilah baku yang digunakan sebagai
akrolin dari narkotika, psikotropika, dan bahan-bahan adiktif lainnya.Yang
berarti kata narkoba merupakan suatu kata simbolik untuk menyimbolkan
narkotika, psikotropika, dan bahan-bahan adiktif lainnya
Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2009 mengenai Narkotika pada
Lampiran I, pemerintah membagi narkotika dalam beberapa golongan yaitu :

a. Golongan I. Contoh : Tanaman Papaver Somniferum L, Opium mentah,


Opium Masak (candu), Tanaman koka, daun koka, kokain mentah, tanaman
ganja, dll.

b. Golongan 2. Contoh : Alfasetilmetadol , Alfameprodina, Morfin


metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent lainnya, dll.

c. Golongan 3. Contoh : Asetildihidrokodeina, Dekstropropoksifena, Kodeina,


dll.

Berdasar efek yang ditimbulkan dari penyalahgunaan narkoba dibedakan


menjadi 3, yaitu:

• Depresan, menekan sistem sistem syaraf pusat dan mengurangi aktifitas


fungsional tubuh sehingga membuat pemakai merasa tenang, bahkan
bisa membuat pemakai tertidur dan tak sadarkan diri. Apabila over dosis

21
bisa mengakibatkan kematian. Jenis narkoba depresan: opioda, dan
berbagai turunannya seperti morphin dan heroin, dan putaw.
• Stimulan, merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan serta
kesadaran. Jenis stimulan: kafein, kokain, amphetamin, shabu-shabu dan
ekstasi.
• Halusinogen, efek utamanya yaitu mengubah daya persepsi sehingga
mengakibatkan halusinasi. Halusinogen pada umumnya berasal dari
tanaman seperti mescaline dari kaktus dan psilocybin dari jamur-
jamuran. Selain itu ada jugayang diramu di laboratorium seperti LSD.
Yang paling banyak dipakai adalah marijuana atau ganja.
2.1.2 Psikotropika
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997
Tentang Psikotropika Pasal 1 Ayat 1, psikotropika adalah zat atau obat, baik
alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas mental dan prilaku. Zat psikotropika merupakan obat yang
bekerja pada atau mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan, atau pengalaman
(WHO 1966).
Zat jenis ini bisa melemahkan aktivitas otak atau merangsang susunan
saraf pusat yang kemudian dapat menimbulkan kelainan perilaku, disertai
halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan suasana
perasaan dan menyebabkan ketergantungan karena mempunyai efek stimulasi
(merangsang) bagi para pemakainya. Psikotropika yang digunakan dalam
jangka waktu panjang tanpa adanya pengawasan dan pembatasan oleh tenaga
kesehatan dapat menimbulkan dampak yang buruk, tidak sekedar
menyebabkan ketergantungan melainkan juga memunculkan berbagai macam
penyakit serta kelainan fisik maupun psikis pemakai atau penyalahguna,
hingga menyababkan kematian. Dalam UU Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 1997 Pasal 2 juga menggolongkan psikotropika menjadi empat
golongan, yaitu psikotropika golongan 1, golongan II, golongan III, dan
golongan IV. Menurut undang-undang tersebut, zat-zat psikotropika tunggal
dikategorikan pada golongan III dan golongan IV. Sementara itu, psikotropika
golongan I dan golongan II dimasukkan ke dalam kategori narkotika.

22
Tabel 5: bagan penggolongan psikotropika

2.1.3 Zat Adiktif


Menurut Kementerian Sosial Republik Indonesia, zat adiktif merupakan
zat yang tidak termasuk golongan narkotika maupun psikotropika namun jika
dimakan atau diminum menimbulkan ketergantungan fisik dan psikis. Zat
adiktif merupakan babak awal untuk bisa memasuki dunia penyalahgunaan
narkoba seperti zat nikotin yang terkandung dalam rokok, zat yang terkandung
dalam lem, etanol dalam minuman beralkohol dan pelarut lain yang sifatnya
mudah menguap seperti aseton, thiner, dan sebagainya.
Zat adiktif yang digunakan terus menerus akan menyebabkan seseorang
mengalami intoksikasi, menurut Hogan (2015) contohnya intoksikasi pada
alkohol mengacu pada keadaan mabuk atau mabuk yang terlalu parah yang
mana efek tersebut disebabkan oleh kimia dari zat adiktif. Tanda-tanda
intoksikasi dapat berupa bingung, tanda-tanda vital meningkat, sesak nafas.

2.1.4 Dampak Penyalahgunaan Narkoba


Penyalahgunaan narkoba sangat membahayakan bagi kesehatan fisik
dan mental manusia. Bahkan, pada pemakaian dengan dosis berlebih atau yang
dikenal dengan istilah over dosis (OD) bisa mengakibatkan kematian karena

23
terjadinya kerusakan pada sistem syaraf pusat dan organ-organ tubuih seperti
jantung, paru-paru dan ginjal.

Dampak penyalahgunaan narkoba tergantung pada jaenis narkotika


yang digunakan. Pada umumnya, dampak kecanduan narkotika dapat terlihat
pada fisik, psikis maupun sosial seseorang.

• Dampak Fisik
➔ Gangguan pada system syaraf seperti kejang-kejang, halusinasi,
gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi.
➔ Gangguan pada jantung dan pembulu darah yaitu infeksi akut otot
jantung, gangguan peredaran darah.
➔ Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti penahanan (abses),
alergi, eksim.
➔ Gangguan pada paru-paru seperti penekanan fungsi pernapasan,
kerusakan bernafas, pengerasan jaringan paru-paru.
➔ Kerap mengalami sakit kepala, mual-mual dan muntah, suhu tubuh
meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur.
➔ Dampak terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan pada
endokrin seperti penurunan fungsi hormon reproduksi, serta
gangguan fungsi seksual.
➔ Dampak terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan
yaitu perubahan periode menstruasi, ketidak teraturan menstruasi,
dan amenorhoe (tidak haid).
➔ Narkotika melalui jarum suntik secara bergantian memberikan
resiko tinggi tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan Human
Immunodeficiency virus (HIV).
➔ Penyalahgunaan Narkotika bisa berakibat fatal ketika terjadi over
dosis yaitu konsumsi Narkotika melebihi kemampuan tubuh untuk
menerimanya dan mampu menyebabkan kematian.

• Dampak Psikis
➔ Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah.
➔ Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga.
➔ Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal.

24
➔ Sulit berkonsetrasi, perasaan kesal dan tertekan.
➔ Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri.

• Dampak sosial
➔ Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh
lingkungan.
➔ Menjadi beban keluarga.
➔ Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram.

Dampak fisik, psikis, dan sosial berhubungan erat. Ketergantungan fisik


mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa (sakaw) bila terjadi putus obat hal
tersebut akibat adanya dorongan psikologis berupa keinginan sangat kuat
untuk mengkonsumsi lagi. Gejala fisik dan psikologis berkaitan dengan gejala
sosial seperti dorongan untuk berbohong, mencuri, pemarah, manipulatif, dsb.

2.1.5 Pecandu Narkoba dan Korban Penyalahguna Narkoba


Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun
2009 Tentang Narkotika Pasal 1 bahwa, pecandu narkotika adalah orang yang
menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan
ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Sedangkan
penyalahguna narkotika adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak
atau melawan hukum. Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika, juga
menjelaskan definisi dari korban penyalahgunaan narkotika yaitu seseorang
yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu,
dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika. Di sini pengguna
narkoba dibedakan menjadi tiga yaitu pecandu, penyalahguna, dan korban
penyalahguna narkoba, ketiganya memiliki dua golongan usia yaitu cukup
umur dan belum cukup umur (remaja berusia 18 tahu ke bawah/belum
menikah)

2.2 Program Wajib Lapor


2.2.1 Institusi Penerima Wajib Lapor
Institusi penerima wajib lapor (IPWL) merupakan kebijakan Pemerintah
25
Indonesia yang berbentuk program wajib lapor untuk menanggulangi kritisnya
masalah narkoba di Indonesia yang mana program ini secara resmi dimulai
pada akhir tahun 2011. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2011,
yang dimaksud dengan IPWL adalah Pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit,
dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh
pemerintah. Institusi tersebut melayani kegiatan melaporkan diri yang
dilakukan oleh pecandu narkotika yang sudah cukup umur atau keluarganya,
dan/atau orangtua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur.
Diadakannya program IPWL oleh pemerintah ialah bertujuan agar klien
wajib lapor mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial. Melalui program wajib lapor ini diharapkan
pecandu maupun korban penyalahgunaan narkoba bisa memperoleh bantuan
medis, intervensi psikososial, konseling, dan informasi yang diperlukan. Hal
tersebut ialah untuk meminimalisir risiko yang dihadapi klien wajib lapor dan
memperoleh rujukan untuk perawatan lanjutan yang sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan, yang mana berkenaan dengan kelanjutan tindakan layanan tersebut
tersedia dua opsi yaitu rawat jalan dan rawat inap. Dengan demikian program
wajib lapor yang dilaksanakan oleh institusi wajib lapor di tiap-tiap daerah
diharapkan memberi kontribusi nyata atas program penanggulangan dampak
buruk yang dialami pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika.
Pada tiap institusi yang terverifikasi sebagai IPWL harus memiliki staf
yang tergabung dalam tim penatalaksanaan ketergantungan napza, terdiri dari
Psikiater, Dokter, Psikolog, Perawat, Pekerja Sosial Medis dan Peer Counselor
yang mana para tenaga rehabilitasi tersebut harus telah mendapatkan pelatihan
kompetensi mengenai narkoba dan adiksi terlebih dahulu oleh pihak BNN.
Sesuai dengan ketetapan peraturan pelaksanaan IPWL yang ada,
terdapat arahan yang harus dilakukan oleh calon klien wajib lapor yaitu dengan
cara mendatangi IPWL terdekat untuk kemudian mendapatkan tindak lanjut
penanganan secara tepat sesuai tingkat masalah klien. Ketika pecandu
narkotika telah melaporkan diri atau dilaporkan oleh wali kepada institusi
penerima wajib lapor maka mereka akan diberi ‘kartu lapor diri’ setelah
menjalani asesmen.

26
Gambar 3: alur wajib lapor

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 37


Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika,
telah mengatur bagaimana tahap pemberian layanan setelah klien melaporkan
diri, yaitu:
1. Asesmen menggunakan Formulir Asesmen Wajib Lapor. Formulir Asesmen
Wajib Lapor dan Rehabilitasi Medis beserta petunjuk pengisian Formulir
sebagaimana tercantum dalam Formulir 1 terlampir.
2. Tes urin (urinalisis) untuk mendeteksi ada atau tidaknya narkotika dalam
tubuh pecandu. Alat yang digunakan adalah untuk mendeteksi paling sedikit 3
(tiga) jenis narkotika, yaitu opiat, ganja, metamfetamin, atau MDMA.
3. Pemberian konseling dasar adiksi Napza, yang ditujukan untuk mengkaji
pemahaman pasien atas penyakitnya serta pemahamannya akan pemulihan.
Pemberian konseling dasar juga dimaksudkan untuk meningkatkan motivasi
pasien dalam melakukan perubahan perilaku ke arah yang lebih positif.
4. Bagi pecandu narkotika yang memiliki riwayat penggunaan narkotika
dengan cara suntik, diberikan konseling pra-tes HIV dan ditawarkan untuk
melakukan pemeriksaan HIV mengikuti prosedur yang berlaku.
5. Pemeriksaan penunjang lain (bila perlu).
6. Pengobatan simtomatik (bila perlu).
7. Penyusunan rencana terapi, meliputi rencana rehabilitasi medis dan/atau
sosial, intervensi psikososial yang diperlukan, serta pemeriksaan dan/atau
perawatan HIV bila diperlukan.
8. Rehabilitasi medis sesuai rencana terapi yang dapat berupa rawat jalan atau
rawat inap.

27
2.2.2 Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial
Rehabilitasi, menurut pasal 1 angka 23 KUHAP adalah: “Hak seseorang
untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat
serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau
pengadilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan
yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya
atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang
ini.”
Dalam program IPWL, rehabiliasi merupakan upaya pemulihan dan
pengembalian kondisi penyalahguna maupun korban penyalahguna narkotika
agar bisa kembali melaksanakan fungsionalitas sosialnya yaitu dapat
melaksanakan kegiatan dalam masyarakat secara normal dan wajar,
memulihkan rasa harga diri, percaya diri, kesadaran, serta tanggung jawab
terhadap masa depan diri, keluarga maupun masyarakat, atau lingkungan
sosialnya. Ada dua jenis rehabilitasi yang disediakan dalam program wajib
lapor yaitu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Rehabilitasi medis yaitu proses kegiatan pengobatan secara terpadu
untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Sedangkan
rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik
fisik, mental maupun sosial, agar mantan pecandu narkoba dapat kembali
melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan bermsyarakat. Fasilitas
rehabilitasi ini merupakan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
pelayanan rehabilitasi penyalahgunaan dan ketergantungan narkotika agar
klien wajib lapor dapat pulih dari gangguan penggunaan narkoba.

2.3 Dasar Hukum Wajib Lapor


Regulasi mengenai narkotika di Indonesa sudah diatur di Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Di dalam Undang-Undang tersebut tepatnya
pasal 54, telah memuat tentang wajib lapor bagi pecandu dan korban penyalahguna
narkoba yang berbunyi “Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Wajib
Menjalani Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial”. Hal itu diperkuat lagi oleh
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2011 Tentang
Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika yang mana peraturan tersebut
28
merupakan bentuk implementasi dari pasal 54 Undang-Undang Narkotika. Pada
peraturan pemerintah tersebut isinya menyebutkan bahwa pecandu ataupun korban
penyalahgunaan narkoba bisa melakukan wajib lapor kemudian akan direhabilitasi
dilembaga yang telah ditetapkan pemerintah. Berangkat dari situ, terwujudlah program
wajib lapor yang pelaksanaannya dilakukan di institusi penerima wajib lapor yang
telah ditetapkan oleh pemerintah.
Ketika program wajib lapor sudah dapat dijalankan, terdapat beberapa
ketentuan yang berlandaskan hukum yang mendukung sekaligus menjadi acuan
bagaimana seharusnya program wajib lapor di IPWL terlaksana, diantaranya yaitu:
- Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5062).
- Peraturan Bersama Nomor 01/PB/MA/III/2014, Nomor 3 Tahun 2014, Nomor 11
Tahun 2014, Nomor PER-005/A/JA/03/2014, Nomor 1 Tahun 2014, Nomor
PERBER/01/III/2014/BNN tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi.
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 420/MENKES/SK/III/2010 tentang
Pedoman Layanan Terapi dan Rehabilitasi Komprehensif pada Gangguan
Penggunaan Napza Berbasis Rumah Sakit.
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1305/MENKES/SK/VI/ Tahun 2011
Tentang Institusi Penerima Wajib Lapor
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 422/MENKES/SK/III/2010 tentang
Pedoman Penatalaksanaan Medik Gangguan Penggunaan Napza.
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/402/2014 tentang
Penetapan Institusi Penerima Wajib Lapor.
- Konsensus Tatalaksana Adiksi Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
Indonesia.
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 Tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Wajib Lapor dan Rehabilitasi Medis bagi Pecandu,
Penyalahguna, dan Korban Penyalahgunaan Narkotika.
- Pasal 1 angka 23 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2013 Tentang
Tata Cara Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika
- Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 31 / HUK / 2012 Tentang
29
Penunjukan Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza Sebagai
Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA
- Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 63 / HUK / 2012 Tentang
Penunjukan Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya Penerima Bantuan Operasional Institusi
Penerima Wajib Lapor (IPWL) Tahun 2012
- Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 Tentang
Standar Nasional Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya.
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2415/MENKES/PER/XII/2011 Tentang Rehabilitasi Medis Pecandu,
Penyalahguna dan Korban Penyalahgunaan Narkotika
- Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Nomor 54 & 55
Pada pasal 55 berbunyi “ Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang
belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit,
dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh
Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial” dan “Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib
melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan
masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial
yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan
melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial” dari pasal 55 tersebut mengandung
amanat bahwa dibutuhkan peran dari pecandu/korban penyalahgunaan narkotika,
keluarga atau wali dan masyarakat demi mendorong para pecandu agar secara sukarela
mau melaporkan diri ke institusi penerima wajib lapor untuk mendapatkan perawatan
berupa rehabilitasi medis dan sosial.

30
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Wresniworo. (1999). Narkotika, Psikotropika dan Obat Berbahaya. Jakarta : Yayasan Mitra
Bintibmas Bina Dharma Pemuda.

Riduwan. (2004). Metode Riset. Jakarta : Rineka Cipta

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Bandung: CV. Alfabeta.

Moleong, Lexy J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya


Offset.

Moleong J.Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Brayman, A. (2012). Social Research Methods 4th Edition. Oxford: Oxford University Press.

Neuman, W. L. (2006). Social Research Methods Qualitative and Quantitative Approaches,


6th Edition. Boston: Pearson.

Neuman, W. Lawrence. (2014). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative


Approaches (7th Ed.). London: Pearson Education Limited.

Kementerian Kesehatan RI. (2014). Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan: Pengguna
Narkoba Dapat Dicegah dan dapat Direhabilitasi. Jakarta: Buletin Detinkes

Dokumen – Dokumen

World Health Organization. Management of Substance abuse Acute Intoxication : WHO Press
2017.

Sosialisasi Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). Pecandu atau Penyalahguna Narkoba
Silahkan Melapor / Datang ke BNNP Banten Tidak Akan Dipidanakan/Dipenjarakan: BNN
Slide PDF.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik


Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5062).

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Nomor 54 & 55.

31
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib
Lapor Pecandu Narkotika.

Peraturan Bersama Nomor 01/PB/MA/III/2014, Nomor 3 Tahun 2014, Nomor 11 Tahun 2014,
Nomor PER-005/A/JA/03/2014, Nomor 1 Tahun 2014, Nomor PERBER/01/III/2014/BNN
tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam
Lembaga Rehabilitasi.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 420/MENKES/SK/III/2010 tentang Pedoman Layanan


Terapi dan Rehabilitasi Komprehensif pada Gangguan Penggunaan Napza Berbasis Rumah
Sakit.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1305/MENKES/SK/VI/ Tahun 2011 Tentang Institusi


Penerima Wajib Lapor.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 422/MENKES/SK/III/2010 tentang Pedoman


Penatalaksanaan Medik Gangguan Penggunaan Napza.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/402/2014 tentang Penetapan


Institusi Penerima Wajib Lapor.

Konsensus Tatalaksana Adiksi Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 Tentang Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Wajib Lapor dan Rehabilitasi Medis bagi Pecandu, Penyalahguna, dan
Korban Penyalahgunaan Narkotika.

Pasal 1 angka 23 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2013 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika.

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika pasal 1
nomor 1.

Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 31 / HUK / 2012 Tentang Penunjukan
Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza Sebagai Institusi Penerima Wajib
Lapor (IPWL) bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA.

32
Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 63 / HUK / 2012 Tentang Penunjukan
Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
Lainnya Penerima Bantuan Operasional Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) Tahun 2012.

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Standar Nasional
Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat
Adiktif Lainnya.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2415/MENKES/PER/XII/2011


Tentang Rehabilitasi Medis Pecandu, Penyalahguna dan Korban Penyalahgunaan Narkotika

Website:

https://puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/de5c88bbc8d3b79b96715357077ae9d4.pdf

https://intelresos.kemsos.go.id/new/?module=Program+Napza&view=uepipwl

http://www.depkes.go.id/article/view/201406040002/cegah-penyalahgunaan-narkoba-
selamatkan-penggunanya.html

https://peraturan.bkpm.go.id

http://www.yankes.kemkes.go.id

https://dinsos.acehprov.go.id/index.php/page/29/ipwl

https://www.depok.go.id

https://ngada.org/bn825-2011.htm

file:///C:/Users/INTEL/Downloads/buletin-napza%20(2).pdf

https://berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-33.pdf

https://ejournal.kemsos.go.id/index.php/SosioKonsepsia/article/view/1168

Jurnal

Hogan, Larry. 2015. Drug- and Alcohol-Related Intoxication. Journal Departmentan of Health
and Mental Hygiene Vol XLII, 181-188

Puslitkemsos. 2015. Kapasitas Institusi Wajib Lapor dalam Penanganan Korban


Penyalahgunaan Napza (https://puslit.kemsos.go.id/hasil-penelitian/363/kapasitas-institusi-

33
wajib-lapor-dalam-penanganan-korban-penyalahgunaan-napza) diakses pada 5 Juli 2019
pukul 23.17 WIB.

Surmalin Adam. 2012. Dampak Narkotika pada Psikologi dan Kesehatan Masyarakat Vol 5.
No.2 (http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/JHS/article/view/862/804) diakses pada 7 Juli 2019
pukul 08.46 WIB.

Dewi Anggreni. 2015. Dampak Bagi Pengguna Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
(NAPZA) di Kelurahan Gunung Kelua Samarinda Ulu Volume 3, Nomor 3, 37-51

Skripsi

Irfan Ardyan Nusanto. 2017. Program Wajib Lapor di Institusi Penerima Wajib Lapor dalam
Menangani Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika (studi di IPWL DIY ). Fakultas
Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunankalijaga Yogyakarta. Daerah Istimewa
Yogyakarta.

Lucyani Putri Wulandari. 2017. Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika Sebagai Upaya
Penanggulangan Kejahatan (Studi di Loka Rehabilitasi BNN Kalianda). Fakultas Hukum,
Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Jumlatum Munawaroh. 2017. Pengendalian Emosi pada Pecandu Narkoba di Institusi


Penerima Wajib Lapor (IPWL) Yayasan Mitra Alam Surakarta. Fakultas Ushuluddin dan
Dakwah, Institut Agama Islam Negeri Surakarta. Surakarta.

34

Anda mungkin juga menyukai